1
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial sekaligus makhluk dinamis yang selalu berkembang dalam seluruh aspek. Kebutuhan akan kehidupan yang lebih
layak, alasan perekonomian, perkembangan dari teknologi yang semakin meningkat dan skill tertentu yang dibutuhkan untuk menciptakan suatu inovasi
membuat manusia harus berpindah-pindah dari suatu tempat menuju ke tempat yang lain. Dalam proses perpindahannya tersebut, manusia juga mengikutsertakan
kebudayaan yang melekat di dalam dirinya untuk masuk kedalam suatu wilayah yang memiliki kebudayaan bahkan jauh dari kebudayaannya sendiri. Hal ini tentu
akan menyebabkan gesekan-gesekan antarbudaya yang disebabkan oleh perbedaan persepsi yang dimiliki antara komunikator dan komunikan.
Bukan suatu hal yang aneh ketika perbedaan kebudayaan akan menimbulkan efek negatif pada psikologis para pendatang yang baru memasuki
wilayah dengan budaya barunya tersebut, seperti merasa ditolak atau merasa diasingkan, tertekan, bahkan mendapat stereotipe atas budaya yang kita miliki dari
penduduk pribumi. Contoh kecilnya saja, jika masyarakat kota Jakarta menganggap masyarakat pendatang yang berasal dari kota Medan punya
tempramen yang tinggi, kasar, asal bicara, begitu juga masyarakat pada umumnya akan menganggap masyarakat pendatang yang berasal dari kota Padang adalah
orang yang kikir atau pelit, perhitungan dan lain sebagainya. Hal-hal di atas tentu akan menjadi semacam jurang pemisah dari
terjalinnya suatu interaksi antarbudaya. Akan tetapi sudah menjadi sifat dasar manusia sebagai makhluk belajar sehingga ketika para pendatang tersebut bertemu
di dalam suatu wilayah, cepat atau lambat mereka akan mencoba mengenal dan mempelajari setiap budaya baru yang berbeda dari kediriannya dan berusaha
untuk menyesuaikan diri serta membaur dengan keadaan lingkungan tersebut. Proses penyesuaian diri inilah yang disebut dengan akulturasi.
Universitas Sumatera Utara
Akulturasi merupakan suatu proses di mana imigran menyesuaikan diri dengan memperoleh budaya pribumi, yang akhirnya mengarah kepada asimilasi
Mulyana dan Rakhmat, 1993: 148. Dalam akulturasi terjadi proses pencampuran antarbudaya masyarakat pendatang terhadap masyarakat pribumi,
pada umumnya akulturasi ini dirasakan dampaknya lebih besar kepada masyarakat pendatang Mulyana dan Rakhmat, 1993:149. Hal tersebut bisa terjadi
disebabkan oleh adanya dominasi kultural yang berasal dari penduduk pribumi yang sudah mendarah daging di daerah tersebut dan menjadi tradisi di daerah
tersebut dan juga adanya dominasi masyarakat pribumi yang mengontrol berbagai sumber daya yang ada di daerah tersebut. Sehingga secara alami masyarakat
tempatan akan memiliki power yang lebih besar terkait dibandingkan para pendatang yang baru akan menetap di daerah tertentu.
Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat pribumi yang signifikan, sehingga peran komunikasi sangat penting di
dalam proses hubungan pribadi antarbudaya, sebab lewat komunikasi identifikasi dan internalisasi dari masyarakat yang berbeda budaya tersebut terjadi. Selain itu
faktor penting lainnya yang mempengaruhi proses akulturasi beda budaya ini juga disebabkan oleh adanya keterbukaan diri dari masing-masing pihak baik para
pendatang maupun penduduk pribumi. Pada awalnya percampuran budaya diawali dengan aksen-aksen yang
mendasar yang dimulai dari merespon interaksi dengan cara komunikasi nonverbal seperti tersenyum, menganggukkan kepala, melambaikan tangan dan
lain sebagainya. Aksen-aksen dari komunikasi nonverbal ini akan terus berkembang menuju asimilasi seiring dengan intensitas pertemuan dan juga
keterbukaan diri, kebutuhan serta keingintahuan masing-masing individu untuk saling belajar mengenal lebih dalam lagi kebudayaan yang dimiliki oleh penduduk
asal, akan tetapi asimilasi akan terhambat dengan pola budaya yang jauh berbeda yang dimiliki oleh penduduk pribumi dengan pendatang, hal ini juga yang
dituangkan oleh Tubbs dan Moss dalam bukunya Human Communication 1996 : 254 yang menyatakan, jika semakin berbeda kedua budaya, semakin besar
perbedaan antara kedua kelompok itu, dan semakin sedikit kemungkinan untuk saling memahami, artinya semakin jauh perbedaan dari simbol kebudayaan yang
Universitas Sumatera Utara
dimiliki oleh masing-masing pihak baik pribumi maupun pendatang, maka semakin sulit pula masing-masing budaya baik dari pihak imigran maupun
pribumi untuk saling mengenal. Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumber daya
manusia yang ditinjau dari segi kuantitas, sedang berada pada urutan ke 4 terpadatdi dunia yaitu dengan jumlah yang tergolong cukup banyak dibandingkan
dengan negara lain, mencapai sekitar 241.452.952 dua ratus empat puluh satu juta empat ratus lima puluh dua ribu Sembilan ratus lima puluh dua
pendudukid.m.wikipedia.orgwikiDaftar_negara_menurut_jumlah_penduduk. Selain dianugerahkan dengan jumlah populasi penduduk yang cukup
besar, Indonesia juga mempunyai beragam macam suku, etnis, ras, dan agama. Tidak hanya di situ saja, negeri ini juga mempunyai kekayaan yang melimpah.
Banyak bahan tambang, produk pertanian dan produk kelautan yang potensial yang menjadikan Indonesia makmur dan sejahtera.
Walaupun telah disinggung jika jumlah penduduk yang dimiliki oleh Indonesia cukup banyak, namun sumber daya manusia yang dimiliki belum terlalu
berkompeten untuk membangun teknologi canggih yang mampu mengubah kekayaan potensial tersebut menjadi aset kekayaan negara yang berguna untuk
meningkatkan taraf hidup kesejahteraan masyarakat. Sehingga pemerintah mengambil kebijakan untuk mengundang investor-investor luar negeri
membangun peralatan canggih untuk menggali, mengolah dan memproduksi kekayaan yang masih belum di eksplorasi dengan baik. Sehingga tidak bisa
dipungkiri dari kebijakan ini banyak imigran asing yang datang untuk bekerja dan menetap serta membaur di tengah-tengah keberagaman masyarakat di Indonesia.
Contoh nyata dari kerjasama negara Indonesia dan Pihak asing tampak pada pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap PLTU 2 x 200 MW
Mega Watt di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Pembangunan yang nantinya diharapkan mampu untuk
membantu mengatasi masalah krisis listrik di Sumatera utara ini diprakarsai oleh pemerintah Indonesia di bawah pengawasan Indonesia Power yang bekerja sama
dengan PT. GPEC Guangdong Power Engineering Corporation Of China Energy
Universitas Sumatera Utara
Engineering Group.,Co.LTD dari Tiongkok, dan PT. Bagus Karyadari Indonesia yang telah dimulai pada Tahun 2008 lalu.
Dalam pembangunan proyek PLTU tersebut, PT.GPEC menyertakan para pekerjanya langsung dari Tiongkok baik dari tenaga kerja ahli seperti, Supervisor,
engineer, maintenance, civilmaupun pekerja umum buruh.Ratusan orang pekerja yang dibawa untuk dipekerjakan oleh perusahaan keseluruhannya didominasi oleh
laki-laki. Adapun wanita hanya ditempatkan di beberapa bagian saja seperti bagian keuangan,dan administrasi.
Tidak hanya dari perusahaan asing saja, pihak Indonesia yang diwakili oleh PT Bagus Karya dan PT. Andema ikut serta dalam pembangunan proyek
PLTU tersebut. Perusahaan ini selain menjadi mitra kerja juga menyuplai tenaga kerja dari penduduk lokal untuk menjadi pekerja harian, buruh dan juga tenaga
profesional dari luar Kota seperti Kota Medan, pulau Jawa dan Jakarta, sehingga dalam proses pembangunan tersebut baik para imigran Tiongkok maupun pekerja
Pribumi membaur dan bekerja sama dalam pembangunan Proyek PLTU. Perbedaan budaya yang dimiliki oleh para pekerja imigran Tiongkok
dengan pekerja masyarakat pribumi sangat jauh, baik dari sisi bahasa, simbol – simbol nonverbal, ideologi, adat-istiadat serta norma yang berlaku. Perbedaan
budaya yang sangat besar ini mengakibatkan masing-masing pihak yang berinteraksi tidak saling mengerti dan memahami makna bahasa yang mereka
ucapkan. Masing-masing pihak yang berinteraksi tidak saling mengerti dari nilai- nilai budaya yang mereka miliki, walaupun antara imigran Tiongkok dan
penduduk Pribumi mempunyai perbedaan budaya yang tergolong sangat besar, serta masing-masing pihak tidak mampu mengalihbahasakan pesan yang
disampaikan,akan tetapi kedua etnis antarbudaya ini mampu berinteraksi dan bekerjasama dalam membangun Proyek PLTU tersebut. Hingga kini
pembangunan PLTU telah mencapai penyelesaian tahap akhir dan sedang menuju tahap peresmian untuk selanjutnya akan diserahkan oleh pemerintah Indonesia
yang akan dikelola oleh PLN Perusahaan Listrik Negara. Dari proses penyelesaian pembangunan proyek tersebut tentunya
mengindikasikan jika para imigran Tiongkok dan masyarakat pribumi sudah menemukan cara untuk berinteraksi, menyamakan persepsi dalam melakukan
Universitas Sumatera Utara
suatu hubungan komunikasi. Untuk mencapai kesepahaman dalam interaksi antara ke dua belah pihak beda budaya ini, tidak serta-merta terjadi secara instan, butuh
waktu yang lama dan pertemuan yang terjadi secara berkelanjutan dan terus- menerus, sehingga mencapai kesamaan persepsi. Hal ini dijelaskan pula oleh
Mulyana dan Rakhmat dalam bukunya yang berjudul“Komunikasi Antarbudaya” 1998:140 yang mengatakan
jika melalui pengalaman–pengalaman berkomunikasi yang terus menerus dan beraneka ragam, seorang imigran secara
bertahap memperoleh mekanisme komunikasi yang ia butuhkan untuk menghadapi lingkungannya. Artinya ialah, dalam mencapai hubungan saling
pengertian satu sama lainnya, sangat dibutuhkan proses pembelajaran yang kontinu, dan bertahap, sehingga dari proses tersebut, para imigran Tiongkok dapat
mengidentifikasi dan menginternalisasi lambang-lambang yang mereka terima dari pekerja lokal, untuk kemudian dijadikan pedoman dalam berkomunikasi.
Lingkungan tempat tinggal pekerjaTiongkok atau yang biasa disebut dengan mess ini berbeda lingkungan dengan proyek pembangunan PLTU. Tempat
tinggal merekaberlokasi di desa Tanjung Pasir, Jalan Paluh Tabuhan, Dusun III pertanian. Pemukiman pekerja ini dibangun didekat perkampungan penduduk desa
Tanjung Pasir yang mayoritasnya beragama Islam dan berasal dari suku Banjar. Dalam kehidupan mereka sehari-hari, perusahaan tempat mereka bekerja
memfasilitasi mereka dalam berbagai hal termasuk perusahaan menjamin soal kesehatan, makanan dan minuman. Para pekerja Tiongkok juga sering
membelimakanan dan minuman serta perlengkapan dasar lainnya seperti perlengkapan MCK Mandi,Cuci,Kakus, serta barang dan kebutuhan seperti
rokok,obat-obatan dan jasa seperti pangkas rambut, angkutan umum dan lain sebagainya kepada masyarakat setempat yang membuka warung-warung kecil di
sekitarmess di mana mereka tinggal. Seperti sudah menjadi rutinitas sehari-hari para imigran untuk mengunjungi warung-warung tersebut pada malam hari setelah
mereka selesai bekerja. Tidak hanya di situ saja, mereka juga berinteraksi dengan masyarakat yang
lebih luas artinya mereka berinteraksi tidakhanya dengan masyarakat yang berada disekitar lingkungan tempat tinggal mereka, melainkan mereka juga melakukan
kontak sosial dengan penduduk lainnya, aktivitas yang berkaitan dengan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat mereka lakukan pada sore hari pada saat waktu luang biasanya mereka berolahraga seperti, lari sore, jalan santai, dan juga mengunjungi kolam renang
rekreasi. Adapun aktivitas lainnya mereka lakukan untuk berbelanja ke pasar membeli berbagai macam keperluan hidup atau bahkan pergi ke pusat hiburan
seperti kota Medan dan kota Pangkalan Susu untuk hanya sekedar refreshing pada saat diluar jam kerja atau hari libur kerja.
Dari penjelasan singkat di atas mengenai aktivitas komunikasi antarbudaya yang dilakukan oleh pekerja imigran mengindikasikan bahwa kontak sosial dan
intensitas pertemuan ke dua pihak antarbudaya ini tergolong tinggi, sekaligus hal
ini juga yang menjadi daya tarik tersendiri bagi peneliti untuk melihat sejauh mana proses akulturasi yang telah dialami para pekerja Tiongkok terhadap
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat pribumi.
1.2 Fokus Masalah