2012 di Desa Torjun pada pH tanah netral, kandungan C-organik rendah, dan KTK yang rendah, kepadatan spora diperoleh 71 spora50 gram tanah. Percobaan
Adawiyah 2009 pada daerah Pantai Pulau Pandang dengan kandungan pH tanah yang netral dan C-organik rendah, kepadatan spora diperoleh sebesar 17 spora50
gram tanah. Kandungan pH tanah yang agak masam dan C-organik sangat tinggi, kepadatan spora diperoleh sebesar 59 spora50 gram tanah.
Jumlah spora yang diperoleh dari hasil trapping lebih banyak dari hasil isolasi dari lapangan. Jumlah spora hasil trapping yang tertinggi didapatkan pada varietas
Rasuna dan terendah pada varietas S795 S Lini, yaitu masing-masing sebesar 89 dan 43 spora50 gram tanah. Kepadatan spora hasil trapping pada masing-masing
varietas menunjukkan adanya peningkatan dari kepadatan spora hasil isolasi lapangan. Hal ini disebabkan karena adanya stressing selama dua minggu sehingga
tanaman mengalami cekaman air. Stressing bertujuan agar FMA yang bersimbiosis dengan akar tanaman sehingga FMA akan membentuk spora. Delvian 2006
menyatakan pada keadaan kekurangan air spora mikoriza berkecambah. Hasil penelitian Hartoyo et al. 2011 diperoleh kepadatan spora dari rizosfer pegagan
yang diambil dari KP Cicirug, KP Sukamulya, dan Gunung Putri, yaitu masing- masing sebanyak 165, 32, dan 24 spora50 gram tanah, sedangkan hasil trapping
diperoleh 1.435, 555, dan 1.190 spora50 gram tanah.
4.3. Persentase Kolonisasi Akar
Persentase kolonisasi akar pada masing-masing varietas kopi berbeda-beda. Persentase kolonisasi akar diperoleh sebesar 33-48. Persentase kolonisasi akar
tertinggi pada varietas Toraja dan terendah pada varietas Andongsari, yaitu masing- masing sebesar 48 dan 33. Berdasarkan Setiadi et al. 1992 persentase kolonisasi
akar pada kelima varietas kopi tergolong kategori sedang. Makin tinggi tingkat kolonisasi akar akan makin besar pula penyerapan unsur hara dan air oleh akar
tanaman. Hasil pengamatan yang diperoleh bahwa persentase kolonisasi akar oleh FMA pada berbagai varietas kopi dapat dilihat pada Gambar 4.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Persentase Kolonisasi Akar oleh FMA Persentase kolonisasi pada akar kopi ini tidak terlalu tinggi disebabkan karena
pemupukan yang dilakukan pada daerah perkebunan sehingga tanaman tidak kekurangan unsur-unsur hara. Hal ini disebabkan karena pemupukan yang dilakukan
di Perkebunan PT. Wahana Graha Makmur dengan menggunakan pupuk urea, TSP, Bokasi dengan dosis 10kgha untuk tanaman yang menghasilkan dan 5kgha pada
tanaman yang belum menghasilkan. Unsur-unsur hara yang diperlukan oleh tanaman sudah tersedia dari pupuk yang diberikan. Selain itu curah hujan di lokasi
pengambilan sampel tanah dan akar sedang. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa P mempengaruhi kolonisasi akar.
Rendahnya P akan meningkatkan kolonisasi akar oleh FMA sehingga tumbuhan cenderung memanfaatkan FMA untuk menyerap air dan nutrisi. Interaksi FMA
dengan tumbuhan memiliki peranan besar. Fungi mikoriza arbuskular membantu penyerapan P terutama pada kondisi ekstrim. Ketersediaan P yang rendah akan
mengoptimalkan kerja mikoriza dengan memperluas daerah penyerapan akar sehingga dapat menjangkau daerah yang tidak dapat ditembus oleh akar.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini menunjukkan tidak adanya korelasi antara kepadatan spora FMA dengan persentase kolonisasi akar oleh FMA. Smith dan Read 1997
menyatakan bahwa tidak dapat dipastikan bahwa tanaman dengan persentase kolonisasi akar yang tinggi akan menghasilkan spora yang banyak. Tingkat kolonisasi
sangat ditentukan oleh kecocokan FMA dengan perakaran tanaman inang. Sieverding 1991 menyatakan bahwa jenis tanaman yang berbeda akan menunjukkan reaksi
yang berlainan terhadap infeksi mikoriza dan mempengaruhi kolonisasi mikoriza. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh kepekaan tanaman terhadap infeksi dan sifat
ketergantungan tanaman terhadap mikoriza dalam serapan hara terutama P. Beberapa penelitian menunjukkan korelasi positif antara kepadatan spora dengan kolonisasi
akar oleh FMA. Penelitian yang dilakukan oleh Santri et al. 2011 pada tanaman tembesu yang dilakukan pada daerah Muara Kuang, Indralaya, dan Rawa Tanjung
Seteko menunjukkan korelasi positif, yaitu diperoleh kolonisasi akar masing-masing 15, 36, dan 35 dengan jumlah spora masing-masing 180, 439, dan 429 spora. Hasil
penelitian Prayudyaningsih dan Suhardi 2011 juga menunjukkan adanya korelasi positif antara kepadatan spora dan kolonisasi akar dari 4 tumbuhan tumbuhan pioner
pada tanah pasca tambang kapur. Douds dan Millner 1999 menyatakan bahwa sistem perakaran sangat
penting dalam penyerapan unsur hara karena sistem perakaran yang baik akan memperpendek jarak yang ditempuh unsur hara untuk mendekati akar tanaman. Bagi
tanaman yang sistem perakarannya kurang berkembang, peran akar dapat ditingkatkan dengan adanya interaksi simbiosis dengan mikoriza. Kolonisasi
mikoriza pada akar tanaman dapat memperluas bidang penyerapan. Mikoriza berkumpul di sekitar rizosfer yang menghasilkan eksudat akar dan serpihan tudung
akar sebagai sumber makanan mikoriza. Hifa yang mempenetrasi tanaman inang akan membantu mendekatkan unsur hara dari rizosfer pada tanaman inang.
Tingkat kolonisasi yang rendah dapat diamati dari perkembangan arbuskula, vesikula atau hifa pada jaringan korteks akar. Berdasarkan pengamatan akar secara
Universitas Sumatera Utara
mikroskopis terlihat bahwa hifa pada bagian interseluler dengan tipe hifa internal. Gambar 5
hifa
Gambar 5. Kolonisasi FMA pada Akar Kopi
Bagian penting dari FMA adalah hifa eksternal yang dibentuk di luar akar. Hifa ini membantu daerah penyerapan akar tanaman. Hifa jamur mikoriza tidak
bersekat yang tumbuh diantara sel-sel korteks dan bercabang-cabang di dalam sel tersebut. Vesikula merupakan struktur berdinding tipis, berbentuk bulat, lonjong atau
atau tidak teratur. Arbuskula merupakan cabang-cabang hifa dikotom INVAM, 2013.
4.4. Tipe dan Karakteristik Spora FMA