Karya-karya Søren Kierkegaard

menurutnya tidak imajinatif. Dia menghindari kesan mengajari kepada pembacanya. Dengan demikian gaya tulisannya dapat menghadirkan pembaca melihat sesuatu dari tiap-tiap titik pandangnya dan dapat memberikan kesimpulan- kesimpulan pada dirinya. 16 Kierkegaard juga memilih nama samarannya sesuai dengan tema buku yang dibuatnya. Seperti contoh nama samaran tersebut juga memiliki arti tersendiri. Membaca karya Kierkegaard mungkin cukup sulit, karena dalam karya- karyanya memiliki nama yang berlainan, untuk itu sangat menuntut pembaca untuk betul-betul mengingatnya. Di samping itu juga tulisannya memiliki keruntutan dengan tulisan berikutnya. Seperti halnya pada buku Concluding Uncientific Postcript yang menggunakan nama Johannes Climacus kemudian ditanggapi dengan tulisan berikutnya yaitu The Sickness Unto Death dengan nama samaran Anti-Climacus. Begitu juga dengan tulisan yang lainnya. 17 Lain daripada itu pemilihan nama dalam karya Kierkegaard juga merupakan hasil perenungan mendalam. Pemakaian nama dalam bukunya disesuaikan dengan tema yang akan diangkat. Sebagai contoh nama Victor Eremita dalam buku EitherOr berasal dari nama tokoh pemikir abad lama yaitu Victorius Hermit. Buku ini terdapat dua jilid. EitherOr jilid pertama berisi tentang surat-surat yang ditulis oleh Johannes, yang menggambarkan tentang pandangan hidup dirinya yang “estetis”, yaitu hidup yang penuh dengan hura- hura, hidonis, dan selalu meluapkan hasrat nafsu biologisnya. 16 Shelley O’Hara, Kierkegaard., p. 17 17 Shelley O’Hara, Kierkegaard., p. 17 Selanjutnya, pada jilid kedua berisi surat-surat yang ditulis oleh Judge Wilhelm, yang menggambarkan tentang tanggapan atas pandangan hidup dari Johannes. Bahwa Johannes keliru dalam menjalani hidupnya. Hidup yang dialami oleh Johannes terasa kering dan hampa. Untuk itu perlu ada lompatan hidup menuju kehidupan yang “etis”, yaitu kehidupan yang dalam tindakan-tindakannya memiliki standarisasi moral dan etika. 18 Karya Kierkegaard yang lain dalam buku Fear and Trembling juga menggunakan nama samaran, yaitu Johannes de Silentio. Nama ini diambil dari kata ‘silent’ yang berarti sunyibisu, dikarenakan dalam buku tersebut lebih menekankan kepada seseorang yang mengalami ketakutan dan kengerian. Isi dari buku ini sarat akan nilai-nilai religius, di mana di dalamnya menjelaskan tentang pergulatan hidup Abraham yang akan mengorbankan putranya Ishak Isac. Perseteruan antara etis dan iman, menjadi tema dalam buku tersebut. Etis merupakan landasan moral yang dimiliki seseorang dalam menjalani kehidupan. Sementara iman adalah landasan religi seseorang yang ingin mendapatkan kedekatan kepada Tuhan. Di sini, iman menjadi pilihan meskipun tindakan-tindakannya bersebrangan dengan standarisasi moral. Mengorbankan Ishak harus dijalankan karena itu adalah perintah Tuhan. Keimanan jauh lebih penting dibandingkan etis. Concept of Dread Anxiety juga tak lepas dari maksudnya membuat pengarang sebagai psdonymous, Vigilius Haufniensis yang berasal dari “alert of 18 Lihat, Shelley O’Hara, Kierkegaard., p. 23-30 wachful Copenhager” berarti melihat dari kejauhan kota Copenhagen. 19 Dan juga tulisan-tulisan Kierkegaard yang lain mananya tidak lepas dari nama samaran yang selalu mengacu pada tema yang akan diangkat dalam buku tersebut. Di bawah ini adalah beberapa maha karya Kierkegaard yang dihidangkan untuk sang individu yang ingin menjadikan dirinya otentik. Buku ini sesuai dengan urutan bulan dan tahun kapan buku ini dibuat oleh Sang Pengarang beserta nama samarannya. Tabel 1.1: Karya-karya Søren Kierkegaard 20 No Nama Buku BulanTahun Publikasi Nama Samaran 1 EitherOr Februari 1843 Victor Emerita Vol. 1 B. Judge Williams 2 Repetition Oktober 1943 Constantin Constantius 3 Fear and Trembling, Oktober 1943 Johannes de Silentio 4 Philosophical Fragments Juni 1843 Johannes Climacus 5 The Concept of Dread Anxiety Juni 1843 Vigilius Haufniensis 6 Prefaces Juni 1944 Nicholaus Notabene 7 Stages on Lifes Way 30 April 1845 Hilarious Bookbinder 8 Concluding Unscientific Postscript Februari 1846 Johannes Climacus 9 The Crisis 1848 Inter et Inter 10 Two Minor Ethical- Religious Essay April 1848 HH 11 The Sickness Unto Death Juli 1949 Anti-Climacus 12 Training in Christianity September 1850 Anti-Climacus 19 Shelley O’Hara, Kierkegaard,. p. 53-60 20 Shelley O’Hara, Kierkegaard., p. 16-17 Selain Kierkegaard menulis karyanya dengan nama psydonium, ada juga tulisan Kierkegaard yang menggunakan namanya sendiri, di antaranya adalah Work of Love dan On My Work as an Author, sementara karya yang lain lebih banyak ditulis dalam bentuk artikel-artikel. Karya-karya tersebut bisa dikatakan mewakili semua pemikiran Kierkegaard, namun ada dua buku yang menjadi titik tolak dari semua tulisan Kierkegaard di antaranya adalah Concluding Unscientific Postscript dan The Sickness Unto Death. Concluding Unscientific Postscript berisi tentang kesimpulan dari penyangkalan Kierkegaard tentang logikasaintifik, terutama kritik Kierkegaard atas filsafat Hegel. Di mana Kierkegaard lebih mengutamakan terhadap pengetahuan yang bersumber dari pengalaman diri sang individu daripada pengetahuan yang bersumber dari logika. Baginya pengalaman diri akan mencapai kepada derajat kebenaran yang tinggi yang berakhir kepada keimanan terhadap Tuhan. Karena mengikuti gerak suara hati. Sementara The Sickness Unto Death merupakan kelanjutan dari Concluding Uncientific Postcrip yang berisi tentang detik-detik menjelang kematian manusia. 21 21 Shelley O’Hara, Kierkegaard., p. 63-74

BAB III SØREN KIERKEGAARD DAN

FILSAFAT EKSISTENSIALISME Dalam bab ini akan dibahas tentang pemikiran idealisme Jerman. Di sini penulis tidak bermaksud untuk memperlebar permasalahan, akan tetapi, agar dapat mendapat gambaran secara jelas tentang munculnya aliran eksistensialisme. Untuk itu sangat penting memahami hiruk-pikuk wacana filsafat yang terjadi pada masa itu. Idealisme memiliki kaitan yang cukup erat dengan eksistensialisme, dimana aliran eksistensialis ini muncul dari respon para pemikir yang cukup konsen dalam memahami filsafat Idealis.

A. Idealisme Hegelian

Dalam pertengahan abad ke-19 filsafat seperti menemukan dirinya dalam mencari suatu kebenaran. Perdebatan tentang realitas kebenaran yang sudah berlangsung ratusan abad lamanya pada masa itu nampak telah mendapatkan titik kulminasi. Hal ini tidak lain adalah pengaruh pemikiran yang dibangun oleh para idealisme Jerman, diantaranya Fichte, Schelling dan Hegel. Tokoh yang disebut terakhir inilah yang pemikiran dan ide-idenya mampu memengaruhi kehidupan masyarakat Jerman. Untuk itu terdapat kecenderungan dalam kajian filsafat Barat, berbicara Idealisme tidak lepas dari pemikiran seorang Hegel. Filsafat Idealisme merupakan suatu aliran yang menyatakan bahwa yang nyata hanyalah ide dan bukan materi. Rasio diyakininya sebagai sesuatu yang 28 menguasai realitas secara keseluruhan. Rasio yang dimaksud bukan dipahami sebagai ‘subyek tertentu’ melainkan sebagai suatu ‘intelegensi yang mengatasi individu’, suatu ‘subyek absolut’. Rasio seperti ini mampu mengatasi pikiran- pikiran individu dan menjadi inti hakiki kenyataan itu sendiri. Kenyataan lalu dimengerti sebagai perwujudan diri dari subyek absolut atau rasio itu. 1 Realitas adalah rasional, logis, dan spiritual. Bagi aliran ini segala sesuatu memiliki struktur yang bisa dipahami atau memiliki inti yang bisa dicerna oleh pemikiran manusia yaitu dengan kekuatan konsep dan fleksibilitasnya. Setiap aspek perjalanan manusia bisa diketahui melalui struktur rasional yang diamati. Ungkapan yang populer dari Hegel bahwa “kenyataan adalah rasional dan rasional adalah kenyataan.” 2 Idealisme melihat bahwa dunia bergantung pada gagasan yang kita bangun, atau merupakan hasil kegiatan kesadaran kita. Filsafat mengembangkan pada pusat dunia kesadaran, yakni kesadaran universal dan Diri Yang Absolut Absolut Self. Yang bekerja di alam dan dalam kesadaran manusia individual, serta mencoba mempersatukan keduanya. Sebagaimana Hegel mengatakan bahwa diri absolut adalah eksplisit. Ini berarti meninjau kembali sejarah filsafat dan pemikiran manusia pada umumnya, guna menunjukkan bahwa semua bentuk kesadaran kita sedang berusaha merealisasikan identitas diri absolut ini. 3 1 F. Budi Hardiman, Filsafat Kontemporer dari Machavelli sampai Nietsche, Gramedia: Jakarta, 2005, h. 155 2 Thomas Hidya Tjaya, Kierkegaard dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri, KPG: Jakarta, 2004, h. 6 3 Thomas Hidya Tjaya, Kierkegaard., h. 6