Kritik Kierkegaard terhadap Hegelian
Bahwa manusia bergerak dari beberapa level kebenaran hingga akhirnya sampai pada kebenaran absolut.
12
Kritikan Kierkegaard terhadap Hegel termuat dalam buku Concluding Uncientifict Postscript
dengan menggunakan nama samaran Johanes Climacus. Dalam bukut tersebut dia menanyakan suatu kebenaran:
“System and conclusiveness are just about one and the same, so that if the system is not finished, there is not any system.
Elsewhere I have already point out that a system that is not entirely finished is a hypothesis, whereas a half-finished system is
nonsense..”
13
Bagi Kierkegaard bahwa kebenaran adalah menyeluruh dan lengkap. Menurutnya jika kebenaran tidak menyeluruh bagaimana bisa dijadikan sistem
kebenara. Kebenaran berasal dari pengalaman-pengalaman hidup manusia, dan pengalaman manusia tidak pernah lengkap. Jika demikian bagaimana ada suatu
sistem kebenaran yang komplit. Kierkegaard juga mengkritik tajam atas sistem filsafat Hegel yang
menganggap bahwa akal bisa mengetahui ke ranah sains dan agama. Bagi Kierkegaard konsep yang ditawarkan Hegel mungkin dapat dibenarkan ketika
berbicara pada wilayah sains, karena itu berhubungan dengan rasio akal. Akan tetapi ketika berbicara pada wilayah religius, idealisme Hegel tidak bisa
digunakan, dikarenakan agama adalah masalah iman faith, bukan rasio.
14
12
Shelley O’Hara, Kierkegaard Within Your Grasp, Willy Publishing. Inc. Canada. p. 66
13
“Sistem dan keberakhiran hanya tentang satu dan kesamaannya, maka jika sistem adalah tidak berakhir, itu bukan sistem. Di sisi lain saya menitik-beratkan bahwa sebuah sistem
tidak berakhir menyeluruh atau sebuah hipotesis, karena sistem yang hanya setengah belum berakhir itu tidak ada.” S
ø
ren Kierkegaard, Concluding Unscientific Postscript, to Fragments, Translited by Howard V. Hong and Edna H Hong, Princeton, NJ: Princeton University Press, p.
107
14
Shelley O’Hara, Kierkegaard., p. 11
Di sisi lain, filsafat idealisme yang dibangun Hegel merupakan sistem yang abstrak jika dikaitkan dengan kehidupan konkrit individu. Sebaliknya, bagi
Kierkegaard manusia itu hidup secara eksistensi dalam ketidak lengkapan dan selalu mengalami kedinamisan. Manusia itu ada exist dalam suatu sistem yang
dia dapat menciptakan suatu perbuatan, bukan dalam sistem yang lengkap. Dengan perbuatan individu dalam membuat pilihan-pilihan yang didasarkan pada
keyakinannya sendiri daripada menerima begitu saja atas keadaan.