ASUMSI DALAM PENERJEMAHAN PETUNJUK PENERJEMAHAN

4. Jacobson dalam Gentzler, 1993: 1

Menurut Jacobson, pengertian translasi mencakup tiga kelompok, yaitu intralingual translation, interlingual translation, intersemiotic translation. Istilah pertama menunjuk pada usaha untuk menyatakan suatu ide atau pikiran dalam bahasa yang sama. Istilah kedua istilah yangs sering dipahami sebagai menerjemahkan suatu bahasa ke bahasa lain. Sedangkan yang ketiga usaha menerjemahkan sebuah pikiran dari bahasa verbal ke bahasa nonverbal. 16 Berdasarkan beberapa pengertian tarjamah menurut para ahli bahasa di atas, dapat disimpulkan bahwa tarjamah adalah interpretasi makna suatu teks dalam suatu bahasa teks sumber dan penghasilan teks yang merupakan padanan dalam bahasa lain teks sasaran atau terjemahan yang mengkomunikasikan pesan serupa. Tarjmah harus mempertimbangkan beberapa batasan, termasuk konteks, aturan tata bahasa, konvensi penulisan, idiom, serta hal lain antar kedua bahasa. Orang yang melakukan terjemahan disebut sebagai penerjemah. 17

B. ASUMSI DALAM PENERJEMAHAN

Dalam bidang ilmu dikenal asumsi-asumsi yang dijadikan pedoman dan arah oleh orang-orang yang melakukan aneka kegiatan ilmiah pada bidang tersebut. Dalam bidang penerjemahanpun dikenal asumsi yang merupakan cara kerja, pengalaman, keyakinan dan pendekatan yang dianut oleh para peneliti, 16 Muh Arif Rokhman, Penerjemahan Teks Inggris, Yogyakarta, Hanggar Kreatif, 2006, h. 9 17 httpwww.wikipedi.co.id praktisi dan pengajar dalam melakukan berbagai kegiatannya. Diantara asumsi yang berlaku dalam penerjemahan antara lain: 18 1. Penerjemahan merupakan kegiatan yang kompleks. Artinya bidang ini menuntut keahlian penerjemah yang bersifat multidisipliner, yaitu kemampuan dalam bidang teori menerjemah, penerimaan bahasa sumber dari bahasa penerima berikut kebudayaannya secara sempurna. 2. Budaya suatu n bangsa yang berbeda dengan bangsa lain, maka bahasa suatu bangsa berbeda dengan bahasa bangsa lain, karena itu pencarian ekuivalensi antara keduanya merupakan kegiatan utama yang dilakukan seorang penerjemah. 3. Penerjemah komunitator antara pengarang dan pembaca. 4. Terjemahan bersifat otonom. Artinya, terjemahan hendaknya dapat menggantikan nas sumber atau nas terjemahan itu memberikan pengaruh yang sama pada pembaca seperti pengaruh yang ditimbulkan nas sumber. 5. Pengajaran menerjemah dituntut untuk mengikuti landasan teoritis penerjemahan dan kritik terjemah.

C. PETUNJUK PENERJEMAHAN

Dalam buku H.G de Maar, English Passages for Translation, jilid II halaman 176, dapat ditemukan petunjuk penerjemahan, antara lain: 19 1. Berlakulah setia pada aslinya dan berikan kebenaran. Tidak boleh ada ide penting muncul dalam terjemahan kalau ide itu tidak ada dalam karangan 18 Syihabuddin, op. cit, h. 16-17 19 A. Widyamartaya, loc.cit, h. 12-13 aslinya. Tidak boleh ada hal kecil tetapi penting dihilangkan dari terjemahan kalau hal itu terdapat dalam karangan aslinya. 2. Perhatikanlah secara seksama dalam semangat atau suasana apa karangan asli ditulis. Kalau gayanya ramah, ramahlah dalam terjemahan yang dilakukan penerjemah, kalau luhur berikanlah pada penerjemahan suatu nada yang luhur pula. 3. Sebuah terjemahan harus tidak terbaca sebagai suatu terjemahan. Terjemahan harus tidak mengingatkan pada karangan aslinya, tetapi harus terbaca wajar seolah-olah muncul langsung dari pikiran si pelajar. Harus terbaca seperti sebuah karangan asli, terjemahan harus mengungkapkan segenap arti dari karangan aslinya, tetapi tanpa mengorbankan tuntutan akan ungkapan yang baik dan idiomatis.

D. SYARAT-SYARAT PENERJEMAH