SYARAT-SYARAT PENERJEMAH METODE PENERJEMAHAN

aslinya. Tidak boleh ada hal kecil tetapi penting dihilangkan dari terjemahan kalau hal itu terdapat dalam karangan aslinya. 2. Perhatikanlah secara seksama dalam semangat atau suasana apa karangan asli ditulis. Kalau gayanya ramah, ramahlah dalam terjemahan yang dilakukan penerjemah, kalau luhur berikanlah pada penerjemahan suatu nada yang luhur pula. 3. Sebuah terjemahan harus tidak terbaca sebagai suatu terjemahan. Terjemahan harus tidak mengingatkan pada karangan aslinya, tetapi harus terbaca wajar seolah-olah muncul langsung dari pikiran si pelajar. Harus terbaca seperti sebuah karangan asli, terjemahan harus mengungkapkan segenap arti dari karangan aslinya, tetapi tanpa mengorbankan tuntutan akan ungkapan yang baik dan idiomatis.

D. SYARAT-SYARAT PENERJEMAH

Hasil terjemahan akan dianggap baik atau buruk, jelas atau tidak sangat bergantung pada siapa yang menerjemahkan, meskipun seorang penerjemah itu adalah sebagai pencipta, tetapi ia tidak mempunyai kebebasan seluas kebebasan yang dimiliki penulis aslinya, karena seorang penerjemah pada dasarnya hanya mengungkapkan apa yang dikarang oleh penulis aslinya. Untuk menjadi seorang penerjemah yang baik serta menghasilkan terjemahan yang berkualitas, seorang penerjemah harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut: 1. Seorang penrjemah harus menguasai dua bahasa, bahasa sumber dan bahasa sasaran 2. Seorang penerjemaha harus memahami secara benar gaya dan karakteristik bahasa-bahasa yang diterjemahkan 3. Penerjemahan harus memiliki ciri khas bahasa sumber dan bahasa sasaran 4. Seorang penerjemah harus menguasai kosa kata pada kedua bahasa tersebut 20

E. METODE PENERJEMAHAN

Terjemahan yang ideal harus memenuhi paling tidak tiga komponen utama. Pertama adalah bahwa seorang penerjemah harus mampu menghasilkan makna dalam bahasa sumber BSU seakurat mungkin ke dalam bahasa asli BSA. Kedua, bahasa yang digunakan dalam produk terjemahan haruslah sealami mungkin dan sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam BSA. Dan ketiga bahwa produk terjemahan tersebut haruslah komunikatif dalam artian semua aspek makna dalam BSU harus diungkapkan sedemikian rupa sehingga dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca. 21 Istilah metode berasal dari kata method dalam bahasa Inggris. Dalam Macquire Dictionary 1982, a method is a way of doing something, especially in accordance with a definite plan yaitu, cara melakukan sesuatu, terutama yang berkenaan dengan rencana tertentu. 22 Dari definisi tersebut kita dapat menarik 2 hal penting. Pertama, metode adalah cara melakukan sesuatu yaitu cara dalam 20 Solihin Bunyamin, Panduan Belajar Menerjemahkan Al-Qur’an metode Granada Sistem Delapan Jam, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 2003, h. 26 21 httpopen-university.co.ccdownloadbingbing3115-m3.pdf 22 Rochayah, Mochali, Pedoman Bagi Penerjemah, Jakarta: Grasindo, 2000, h. 48 melakukan penerjemahan. Kedua, metode berkenaan dengan rencana tertentu, yaitu rencana dalam pelaksanaan penerjemahan. Sedangkan menurut Machali metode penerjemahan adalah cara melakukan penerjemahan dan rencana dalam pelaksanaan penerjemahan. 23 Adapun mengenai fungsi mtode dan prosedur penerjemahan, Newmark mengemukakan bahwa teori terjemahan memiliki fungsi sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah-masalah penerjemahan, tidak ada masalah berarti tidak ada teori dan terjemah. 2. Menunjukan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memecahkan masalah penerjemahan. 3. Menyelaraskan prosedur-prosedur penerjemahan yang dapat digunakan. 4. Menyarankan pemakaian beberapa prosedur penerjemahan yang sesuai untuk memecahkan masalah penerjemahan. 24 Metode penerjemahan yang dikemukakan oleh Nemark mencakup metode penerjemahan yang memberikan penekanan terhadap bahasa sumber dan metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sasaran. Dalam metode jenis yang pertama, penerjemah berupaya mewujudkan kembali dengan setepat-tepatnya makna kontekstual Tsu, meskipun dijumpai hambatan sintaksis dan semantis pada Tsa yaitu hambatan bentuk dan makna. Dalam metode kedua, penerjemah berupaya menghasilkan dampak yang relatif sama dengan yang diharapkan oleh penulis asli terhadap pembaca versi BSu. Perbedaan mendasar pada kedua metode 23 Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia, Bandung: Humaniora, 2005, h. 68 24 Loc. cit tersebut terletak pada penekanannya saja, dan di luar itu keduanya saling berbagi permasalahan. Berikut metode penerjemahan yang berorientasi pada bahas sumber: 1. Penerjemahan Kata Demi Kata Dalam metode ini biasanya Tsa langsung diletakan di bawah versi Tsu. Kata-kata dalam Tsu diterjemahkan di luar konteks dan kata-kata yang bersifat kultural dipindahkan apa adanya. Umumnya metode ini digunakan sebagai tahapan penerjemahan pada terjemahan teks yang sangat sukar atau untuk memahami mekanisme BSu. 2. Penerjemahan Harfiah Penerjemahan dilakukan dengan mengkonversi konstruksi gramatikal bahasa sumber ke dalam konstruksi bahasa penerima yang paling dekat. Namun kata-kata tetap diterjemahkan satu demi satu tanpa mempertimbangkan konteks pemakainya. 3. Penerjemahan Setia Metode ini untuk mereproduksi makna kontekstual bahasa sumber ke dalam struktur bahasa penerima secar tepat. Karena itu, kosa kata kebudayaan ditransfer dan urutan gramatikalnya dipertahankan dalam penerjemahan. Metode ini berupaya setia sepenuhnya pada tujuan penulis. 4. Penerjemahan Semantis Dalam metode semantis, nilai estetika dan nas bahasa sumber dipertimbangkan, makna diselaraskan guna meraih asonasi dan dilakukan pula permainan kata serta pengulangan. Metode ini bersifat fleksibel dan memberi keluwesan kepada penerjemah untuk berkreatifitas dan untuk menggunakan intuisinya. 25 Adapun cara penerjemahan yang menekankan bahasa sasaran melahirkan jenis-jenis metode sebagai berikut: 1. Adaptasi Adaptasi merupakan metode penerjemahan yang paling bebas dan paling dekat dengan BSa. Istilah saduran dapat dimasukan di sini asalkan penyadurnya tidak mengorbankan hal-hal penting dalam TSu, misalnya tema, karakter atau alur. Biasanya metode ini dipakai dalam penerjemahan drama atau puisi. 2. Penerjemahan Bebas Metode ini merupakan penerjemahan yang mengutamakan isi dan mengorbankan bentuks teks BSu. Biasanya metode ini berbentuk parafrase yang dapat lebih panjang atau lebih pendek dari aslinya. 3. Penerjemahan Idiomatik Metode ini bertujuan untuk mereproduksi pesan dalam teks BSu, tetapi sering menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. Dengan demikian banyak terjadi distorsi makna. 4. Penerjemahan Komunikatif Metode ini mengupayakan reproduksi makna kontekstual yang demikian rupa, sehingga baik aspek kebahasaan maupun aspek isi langsung dapat 25 Syihabuddin, op. cit, h, 71-72 dimengerti oleh pembaca. Sesuai dengan namanya metode ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu khlayak pembaca dan tujuan penerjemahan. 26 Dalam penerjemahan Bahasa Arab, metode penerjemahan berarti cara penerjemahan yang digunakan oleh penerjemaha dalam mengungkapjkan makna nas sumber secara keseluruhan di dalam bahasa penerima. Dalam khazanah penerjemahan Arab tersebut, metode terjemahan terbagi 2 jenis, antara lain: 1. Metode Harfiah Yakni cara menerjemahkan yang memperhatikan peniruan terhadap susunan dan urutan nas sumber. Cara penerjemahan yang juga disebut dengan metode laf-zhiyah . metode ini dipraktekan dengan pertama-tama seorang penerjemah memahami nas, lalu menggantinya dengan bahasa lain pada posisi dan tempat bahasa sumber. Metode ini memiliki kelemahan karena 2 alasan, pertama, tidak seluruh kosa kata Arab berpaduan dengan bahasa lain sehingga banyak dijumpai kosa kata asing. Kedua, struktur dan hubungan antar unit linguistik dalam suatu bahasa berbeda dengan struktur bahasa lain. 2. Metode Tafsiriah Yakni suatu cara penerjemahan yang tidak memperhatikan peniruan dan urutan nas sumber. Yang dipentingkan dalam metode ini adalah penggambaran makna dan maksud bahasa sumber yang baik dan utuh. Sementara itu Ahmad Hasan AZ-Zayat tokoh penerjemah modern, menegaskan bahwa metode penerjemahan yang diikutinya ialah yang memadukan kebaikan metode harfian dan tafsiriah. Langkah yang dilaluinya sebagai berikut. 26 Rochayah, Machali, op. cit, h. 53-54 Pertama, menerjemahkan nas sumbe secar harfiah dengan mengikuti struktur dan urutan nas sumber. Kedua, mengalihkan terjemahan harfiah ke dalam struktur bahas penerima yang pokok. Disini terjadi proses transposisi tanpa menambah atau mengurangi. Ketiga, mengulangi proses penerjemahan dengan menyelami perasaan dan spirit penulis melalui penggunaan metafora yang relevan. 27

F. PROSES DAN TAHAP-TAHAP PENERJEMAHAN