1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit gangguan pada jantung dan pembuluh darah, termasuk penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung kongestif,
penyakit vaskular periferal, penyakit vena dalam, penyakit jantung rematik, dan penyakit jantung lainnya. WHO menyebutkan sebanyak 17,3 juta orang meninggal
akibat penyakit kardiovaskuler pada tahun 2008, 80 kematian terjadi di negara miskin dan berkembang. Diperkirakan sebanyak lebih dari 23,3 juta orang meninggal
akibat penyakit ini pada tahun 2030. Kematian akibat penyakit kardiovaskuler di Indonesia mencapai 400 per 100.000 kematian WHO, 2013.
Penyakit kardiovaskular biasanya diawali oleh atherosklerosis dan hipertensi. Istilah hipertensi digunakan untuk menjelaskan semua peningkatan persisten tekanan
darah arteri diatas batas normal. Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik rata-rata diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik rata rata
diatas 90 mmHg. Hipertensi dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian di Amerika Serikat. Sekitar seperempat jumlah penduduk dewasa megalami hipertensi
dan insidensi meningkat pada kalangan Afro-Amerika setelah usia remaja. Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 dan prevalensi hipertensi untuk daerah
Sumatera Utara sebesar 24,7. Prevalensi hipertensi selalu meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Terjadi kenaikan prevalensi hipertensi sebanyak 11 dari
kelompok umur 25-34 tahun ke kelompok umur 35-44 tahun, kemudian meningkat menjadi 46,1 pada kelompok umur 65 tahun keatas. Prevalensi hipertensi tertinggi
Universitas Sumatera Utara
terjadi pada kelompok umur 75 tahun keatas yaitu sebesar 63,8. Prevalensi hipertensi pada perempuan lebih tinggi 6 dibandingkan prevalensi hipertensi pada
pria yang sebesar 22,8 Riskesdas, 2013. Hipertensi dapat dicegah dengan mempertahankan berat badan normal berdasarkan IMT, penerapan diet kaya serat dan
mineral tertentu serta rendah garam, serta penerapan diet rendah kolesterol lemak terbatas dan diet kalori seimbang.
Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang insidensinya semakin meningkat dalam
masyarakat modern karena adanya perubahan pola makan dan perubahan gaya hidup serta aktifitas. Penyakit ini terjadi ketika plak yang berisi lipoprotein, kolesterol,
debris jaringan dan kalsium terbentuk dalam permukaan interior pembuluh darah koroner sehingga terjadi pengerasan dan penyempitan pembuluh darah yang
memperdarahi jantung. Kebanyakan kematian akibat PJK berlangsung sangat cepat sehingga penderita tidak sempat mendapatkan penanganan yang dapat merubah
prognosisnya. Satu dari empat laki laki dan satu dari lima perempuan meninggal pertahunnya karena penyakit jantung koroner, yang menggambarkan bahwa sekitar
setengah kematian terjadi akibat penyakit kardiovaskular Gray, 2005. Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia sebesar 1,5 dan prevalensi penyakit jantung
koroner untuk daerah Sumatera Utara sebesar 1,1. Prevalensi penyakit jantung koroner meningkat seiring dengan pertambahan umur dan tertinggi terjadi pada
kelompok umur 65-74 tahun. Mengurangi asupan lemak jenuh hingga kurang dari 5 dari jumlah kalori total dan mempertahankan kadar kolesterol total dibawah 200mgdl
dapat mencegah atau mengurangi faktor risiko penyakit jantung koroner.
Universitas Sumatera Utara
Selain penyakit jantung koroner, hipertensi juga meningkatkan risiko untuk penyakit stroke. Setiap tahun sekitar 100.000 orang di Inggris terserang stroke dan
risikonya meningkat seiring usia. Orang yang berusia 70 tahun keatas memiliki kemungkinan terkena stroke sekitar seratus kali daripada orang yang berusia dibawah
49 tahun. Stoppard, 2006. Stroke menempati urutan teratas pada panyakit yang paling banyak menimbulkan kematian, yang diikuti oleh TBC dan Hipertensi.
Sebanyak 38.5 masyarakat usia lanjut dan 12,9 masyarakat usia produktif terkena stroke akibat pola hidup yang tidak sehat. Prevalensi stroke di Indonesia
sebesar 12,1‰ dan prevalensi stroke untuk daerah Sumatera Utara sebesar 10,3‰. Prevalensi stroke meningkat seiring pertambahan umur dan tertinggi terjadi pada
kelompok umur 75 tahun keatas. Hampir tak ada perbedaan prevalensi stroke antara laki-laki dan perempuan Riskesdas, 2013. Mengurangi penggunaan garam yang
berlebihan, memakan makanan yang rendah lemak, mempertahankan berat badan normal, dan melakukan olahraga setidaknya 30 menithari, minimal 3 kali per
minggu, dapat mencegah terjadinya stroke. Upaya untuk memperoleh kesembuhan dari suatu penyakit, termasuk penyakit
kardiovaskular, diperlukan pengobatan yang tepat. Selain pengobatan, makanan merupakan salah satu faktor penunjang untuk mempercepat penyembuhan penyakit.
Dengan tercukupinya zat gizi dapat membantu proses penyembuhan. Penyediaan makanan di rumah sakit diharapkan dapat membantu penderita dalam mengontrol
konsumsi makanan agar tidak memperparah penyakit. Rumah sakit memiliki pedoman diet khusus yang akan memberikan rekomendasi yang spesifik mengenai
Universitas Sumatera Utara
kebiasaan dan pola makan yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan status gizi pasien.
Terapi gizi merupakan penatalaksanaan gizi yang penting pada penderita penyakit kardiovaskular. Umumnya diet pada panderita penyakit kardiovaskular dapat
diperoleh dengan baik di rumah sakit. Menurut Wright dalam The Journal Of The American Medical Association 2004 bahwa sebanyak 50 pasien yang dirawat
dirumah sakit mendapatkan zat gizi yang lebih rendah dari kebutuhan zat gizi yang diperlukan karena selera makan yang menurun dan ketidakmampuan untuk makan
akibat penyakit yang dideritanya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lydiawati 2008 pada pasien
penyakit kardiovaskular yang dirawat di RSUP Fatmawati Jakarta, menunjukkan rata- rata tingkat konsumsi energi dan protein berada pada tingkat defisit sedang.
Sedangkan tingkat kecukupan energi sebesar 86,88 atau berada pada tingkat defisit ringan dan tingkat kecukupan protein sebesar 135,32 atau melebihi dari tingkat
kecukupan protein yang dianjurkan. Penelitian yang dilakukan oleh Silviani 2012 pada pasien penyakit gagal
ginjal kronik yang dirawat di RSUP Fatmawati Jakarta, menunjukkan rata-rata tingkat konsumsi energi, protein, dan natrium pasien berada pada tingkat defisit
sedang. Sedangkan rata-rata tingkat tingkat kecukupan energi berada pada tingkat defisit berat, tingkat kecukupan protein dan natrium berada pada tingkat defisit
sedang. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Mutmainnah 2008 menemukan tingkat konsumsi terhadap kebutuhan protein pada pasien rawat inap penyakit dalam
di RS.H. Marzuki Mahdi Jakarta berada pada tingkat defisit berat.
Universitas Sumatera Utara
Pasien mendapatkan zat gizi yang kurang daripada kebutuhan zat gizinya tergantung terhadap penilaian terhadap kualitas makanan. Penilaian terhadap kualitas
makanan yang diberikan berhubungan dengan tingkat kesukaan dan penerimaan seeorang terhadap kemampuan untuk mengonsumsinya. Menurut hasil penelitian
yang dilakukan instalasi gizi RSUP H. Adam Malik Medan pada pasien rawat inap pada bulan Desember 2012, menunjukkan hasil daya terima terhadap variasi menu
menunjukkan kepuasan sebesar 57, aroma makanan 43,3, rasa makanan 51,2, tekstur makanan 57,7, suhu makanan 64,9, dan kebersihan makanan sebesar
68,6. Rata-rata hanya 61,4 pasien rawat yang menghabiskan makanan rumah sakit.
Pasien yang tidak menghabiskan makanan yang diberikan rumah sakit akan berisiko menderita malnutrisi. Malnutrisi dapat berdampak negatif pada saat
penyembuhan penyakit dan penyembuhan pascabedah. Selain itu pasien yang mengalami penurunan status gizi akan memiliki risiko untuk kambuh kembali yang
cukup besar sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta menurunkan kualitas hidup pasien.
RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A dan rumah sakit rujukan di wilayah barat. RSUP H. Adam Malik memiliki cardiac center yang
memungkinkan banyak pasien penyakit kardiovaskular yang ditangani.
1.2 Rumusan Masalah