yang didasarkan pada kemampuan seorang pimpinan untuk mengarahkan bawahannya dalam mencapai tujuan organisasi.
Agar pemimpin dapat melaksanakan fungsinya secara efektif, maka setiap pemimpin harus memiliki sifat-sifat tertentu. Menurut Winardi 2000:
197, sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang efektif adalah :
1. Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas atau pelaksanaan
fungsi-fungsi dasar manajemen terutama pengarahan dan pengawasan pekerjaan orang lain.
2. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung
jawab dan keinginan sukses. 3.
Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemilikan kreatif dan daya pikir. 4.
Ketegasan decisiveness atau kemampuan untuk membuat keputusan dan memecahkan masalah dengan cepat dan tepat.
5. Kepercayaan diri yaitu memandang dirinya memiliki kemampuan untuk
memecahkan masalah. 6.
Inisiatif yaitu kemampuan untuk bertindak, mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baruinovasi.
2.2.2. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah cara bekerja dan bertingkah laku pemimpin dalam membimbing para bawahannya untuk berbuat sesuatu Kartono, 2005:
62. Di dalam suatu organisasi, gaya kepemimpinan merupakan salah satu faktor lingkungan intern yang sangat jelas mempunyai pengaruh terhadap
perumusan kebijaksanaan dan penentuan strategi organisasi yang bersangkutan. Hal ini penting mendapat perhatian karena seorang pemimpin
dalam menjalankan tugasnya memperhatikan beberapa bentuk sikap yang berbeda.
Menurut House dan Mitchell 1974 sebagaimana dikutip Yukl 1994: 242 terdapat tiga gaya kepemimpinan, yaitu:
1. Supportive leadership kepemimpinan yang mendukung, yaitu memberi perhatian kepada kebutuhan para bawahan, memperlihatkan perhatian
terhadap kesejahteraan mereka dan menciptakan suasana yang bersahabat dalam unit kerja mereka.
2. Directive leadership kepemimpinan yang instruktif, yaitu memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberi pedoman yang
spesifik, meminta para bawahan untuk mengikuti peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur, mengatur waktu dan mengkoordinasikan pekerjaan
mereka.
3. Partisipatif leadership kepemimpinan yang partisipatif, yaitu berkomunikasi dengan para bawahan dan memperhitungkan opini dan
saran mereka.
Menurut Robbins 2002:173, pemimpin yang berkarakter direktive leader membiarkan bawahannya mengetahui apa yang diinginkan dari mereka,
jadwal kerja yang harus diselesaikan, dan memberikan panduan khusus tentang bagaimana menyelesaikan tugas-tugas.
Supportive leader bersikap ramah dan memperlihatkan kepedulian terhadap kebutuhan bawahan. Pada pemimpin yang berkarakter partisipatif
leader berkonsultasi dengan bawahannya dan menerima saran-saran mereka sebelum membuat suatu keputusan.
Studi oleh Lewin, Leppitt dan White dalam Gillies 1989: 436, menunjukkan bahwa kelompok menghasilkan kuantitas kerja yang lebih besar
dibawah kepemimpinan otokratis, namun kualitas kerja yang lebih baik di bawah kepemimpinan partisipatif. Kepemimpinan partisipatif memiliki
pengaruh yang paling positif pada pegawai dengan kebutuhan tinggi untuk mandiri. Gaya kepemimpinan partisipatif dipilih ketika keterlibatan pegawai
dalam perencanaan dibutuhkan untuk mengatasi penolakan dan meningkatkan motivasi, namun pegawai tidak cukup ahli dalam dinamisasi kelompok.
Menurut Luthans 2006: 682, suatu hal yang pasti, gaya kepemimpinan dapat membuat perbedaan, baik positif maupun negatif. Sebagai contoh sebuah
survey menemukan bahwa eksekutif senior melihat gaya kepemimpinan
perusahaan mereka lebih ke pragmatik daripada konseptual, dan konservatif daripada berisiko. Para eksekutif tersebut merasa bahwa untuk memenuhi
tantangan sekarang dan masa depan, gaya kepemimpinan seharusnya mendapat perhatian. Berlawanan dengan para pemimpin di birokrasi klasikal, para
pemimpin organisasi masa kini, harus bersifat lebih usahawan, fokus ke pelanggan, proses, dan hasil; lebih condong kepada tindakan; lebih memberi
wewenang; komunikatif; berteknologi canggih; mendukung inovasi dan perbaikan terus menerus; kuat dalam menggunakan bimbingan, saran dan
pengaruh; dan berhemat dalam penggunaan otoritas murni.
Gaya kepemimpinan tersebut menurut Tannebaum dan Schimdt dalam Luthans, 2006: 682, bergerak sesuai dengan rentang perilaku sebagaimana
digambarkan sebagai berikut: Kepemimpinan berpusat
Kepemimpinan berpusat pada bos
pada karyawan
Manajer membuat
keputusan dan
mengumu m-kannya
Manajer menawark
an keputusan
Manajer mempresen
-tasikan ide dan
mengunda ng
pertanyaan Manajer
memprese n-tasikan
subjek keputusan
sementara untuk
diubah Manajer
memprese n-tasikan
masalah, menerima
saran, membuat
keputusan Manajer
mementuk an batasan,
meminta kelompok
mengambil keputusan
Manajer mengizinkan
bawahan melaksanak
an fungsi dalam
batasan yang
ditentukan
Rentang Perilaku
Gambar 2.1. Kontinum Perilaku Kepemimpinan menurut Tannebaum dan Schimdt
Salah satu teori gaya kepemimpinan yang paling banyak didiskusikan adalah yang dikemukakan oleh Blake dan Mouton 1964 dalam Pace dan
Penggunaan otoritas oleh manajer Daerah bebas dari bawahan
Paules 2005: 280, yang semula disebut kisi manajerial managerial grid, tapi saat ini disebut kisi kepemimpinan. Kisi ini berasal dari hal-hal yang mendasari
perhatian manajer, yaitu perhatiannya pada tugas atau pada hal-hal yang direncanakan untuk diselesaikan organisasi, dan perhatian kepada orang-orang
dan unsur-unsur organisasi yang mempengaruhi mereka. Kisi ini menggambarkan bagaimana perhatian pemimpin pada tugas dan pada manusia
sehingga menciptakan gaya pengelolaan dan kepemimpinan. Gambar 2.2. menunjukkan bagaimana perhatian-perhatian tersebut berhubungan satu sama
lainnya.
Tinggi 9
8 7
6 5
4 3
Kepedulian terhadap Orang
2 Rendah
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Rendah Kepedulian terhadap Tugas
Tinggi
Gambar 2.2. Gambaran Kisi Kepemimpinan Blake dan Mouton
1,9 Manajemen Santai Perhatian terhadap kebutuhan
manusia untuk memuaskan hubungan yang mengarah kepada atmosfer
organisasi yang nyaman dan ramah serta tempo kerja
9,9 Manajemen Tim Pencapaian kerja dari orang-orang
yang berkomitmen, kesalingtergan- tungan melalui “common stake” pada
tujuan organisasi yang mengarah kpd hubungan kepercayaan dan respek.
1,1 Manajemen Pengalah Penggunaan usaha minimum
untuk menyelesaikan pekerjaan yang diperlukan sangat tepat
untuk mendukung keanggotaan organisasi
9,1 Ketundukan – Otoritas Efisiensi dalam mengoperasikan
berbagai hasil dari pembentukan kondisi kerja dalam cara tertentu
dimana campur tangan manusia pada tingkat yang minimum
5,5 Manajemen Pertengahan Kinerja organisasi yang memadai adalah
mungkin dengan menyeimbangkan kebutuhan untuk melaksanakan pekerjaan
dengan menjaga moral manusia pada tingkat yang memuaskan
Fiedler sebagaimana dikutip Robbins 2005: 170, mengasumsikan bahwa gaya kepemimpinan seorang individu tetap, yaitu relationship-oriented
atau task-oriented. Asumsi ini penting, karena bila suatu keadaan memerlukan seorang pemimpin berorientasi kerja task-oriented dan yang dalam jabatan
kepemimpinan tersebut merupakan orang yang berorientasi hubungan relationship-oreinted, jika ingin mencapai efektivitas yang optimum, maka
keadaan harus diperbaiki atau pemimpin yang harus diganti. Fiedler menyatakan bahwa gaya kepemimpinan itu sudah bawaan lahir seseorang.
Seseorang tidak bisa mengubah gayanya agar cocok dengan keadaan yang berubah.
Setelah gaya kepemimpinan seseorang dinilai, perlu untuk menyesuaikan pimpinan dengan situasi. Tiga faktor kondisi atau dimensi kontijensi yang
dikenalkan oleh Fiedler ditetapkan sebagai berikut Robbins, 2005: 170:
1. Hubungan pemimpin-anggota: Tingkat keyakinan, kepercayaan, dan