47
4.1.1. Tenaga Kerja Industri Manufaktur Di Provinsi Sumatera Utara
Berdasarkan data kependudukan dan ketenagakerjaan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja merupakan gambaran keadaan penduduk yang
bekerja dan mencari pekerjaan, sedangkan di kelompok lainnya dikategorikan sebagai penduduk usia kerja yang tidak aktif secara ekonomi, seperti masih
sekolah, mengurus rumah tangga ataupun kegiatan lainnya. Tinggi laju pertumbuhan angkatan kerja dibandingkan pertumbuhan
kesempatan kerja akan berdampak pada tingginya angka pengangguran. Menurut Badan Pusat statistik Sumatera Utara, laju pertumbuhan angkatan
kerja di Sumatera utara selama periode tahun 1990 – 2005 sebesar 1,59 persen per tahun, sedangkan laju pertumbuhan kesempatan kerja hanya
mencapai 0.63 persen per tahun. Pengangguran terbuka yang dalam hal ini diartikan sebagai mereka yang tidak bekerja atau tidak punya pekerjaan tetapi
sedang mencari pekerjaan cenderung mengalami kenaikan dari tahun 1990 sebesar 7.02 persen telah mencapai 14,85 persen di tahun 2005. Hal ini
disebabkan oleh tekanan ekonomi dan keterbatasan memperoleh kesempatan pendidikan bagi penduduk usia muda. Untuk tingginya pengangguran terdidik
yang selalu dikonotasikan pada ketidaksesuaian antara keahlian pencari kerja dan lowongan yang ditawarkan. Selanjutnya mengenai setengah
pengangguran yang disini didefinisikan karena jam kerja kurang, dimana di Indonesia cut off point jam kerja normal yang biasa digunakan adalah 35 jam
per minggu, maka akibat krisis moneter dipertengahan tahun 1997 telah
Rimmar Siringo Ringo : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Industri Menengah dan Besar di Provinsi Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
48
mengakibatkan banyaknya unit usaha yang berusaha tidak melakukan PHK besar-besaran, tetapi melakukan pengurangan 1 jam kerja karyawannya akibat
berkurangnya kapasitas produksi.
Tabel. 4.1. Data Tenaga Kerja L, UMPW, Bunga R, PDRB Industri Manufaktur Skala Menengah dan Besar di Provinsi Sumatera
Utara
Tahun Perkembangan
Tenaga Kerja L
orang UMP W
RpThn Bunga R
persenThn PDRB
Rp MilyarThn
1990 147,865 1,956,000 20.30 1,915.91
1991 147,865 2,040,000 19.30 2,210.52
1992 166,659 2,100,000 18.80 2,731.45
1993 189,521 2,160,000 16.34 4,482.16
1994 191,516 2,244,000 14.25 5,529.48
1995 181,952 2,280,000 14.51 6,489.82
1996 181,865 2,280,000 15.08 7,629.60
1997 174,120 2,340,000 15.37 9,073.37
1998 170,109 2,400,000 19.39 14,915.46
1999 169,954 2,520,000 20.97 19,536.50
2000 169,347 2,808,000 16.35 18,139.49
2001 158,108 4,083,600 17.11 20,807.20
2002 158,598 5,574,000 15.54 23,201.30
2003 152,389 6,060,000 17.50 26,131.97
2004 152,907 6,444,000 14.10 29,946.90
2005 160,634 7,200,000 14.98 35,555.03
Sumber : BPS Sumatera Utara, BI, Dipnakertrans 4.1.2. Nilai Tambah Industri Manufaktur Skala Menengah dan Besar
Perkembangan pendapatan regional yang dicerminkan oleh Produk Domestik Regional Bruto PDRB sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
turut memberi andil dalam pertumbuhan produksi masing-masing sektor. Perkembangan PDRB dari tahun ke tahun dapat mencerminkan pertumbuhan
ekonomi suatu daerah.
Rimmar Siringo Ringo : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Industri Menengah dan Besar di Provinsi Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
49
Pendapatan regional atau PDRB menggambarkan kemampuan suatu daerah untuk menciptakan output nilai tambah pada suatu waktu tertentu.
PDRB dapat dilihat dari dua sisi pendekatan yaitu sektoral dan pengguna. PDRB dari sisi sektoral merupakan penjumlahan seluruh komponen nilai
tambah yang mampu diciptakan diperlukan investasi yang relatif besar sehingga investasi menjadi sumber pendapatan regional.
Namun pada sisi yang lain, setiap melakukan investasi, para investor akan melihat terlebih dahulu berapa besar laju pertumbuhan pendapatan
regional PDRB Propinsi Sumatera Utara yang terus meningkat selama kurun waktu 1990 – 2005, sedangkan total investasi yang masuk ke Sumatera
Utara untuk kurun waktu yang sama mengalami perkembangan yang cukup fluktuatif, sehingga untuk melihat hubungan kedua variabel tersebut secara
deskriptif melalui data yang tersedia sangat sulit dilakukan.
4.1.3. Tingkat Upah dan Tingkat Bunga Industri Manufaktur Skala Menengah dan Besar