Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi turut mewarnai dunia pendidikan kita dewasa ini. Tantangan tentang peningkatan mutu, relevansi, dan efektifitas pendidikan sebagai tuntutan nasional sejalan dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat, berimplikasi secara nyata dalam program pendidikan dan kurikulum sekolah. Tujuan dari program kurikulum dapat tercapai dengan baik jika programnya didesain secara jelas dan aplikatif. Dalam hubungan inilah para guru dituntut untuk memiliki kemampuan dan ketrampilan dalam hal mengajar. Dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih ilmu pengetahuan, tapi juga berfungsi untuk menanamkan nilai serta membangun karakter manusia secara keseluruhan agar dapat membentuk Insan Kamil. 1 Pemikiran Hasan Langgulung tentang insan kamil yaitu proses perubahan kualitatif sehingga ia mendekati Allah dan menyerupai malaikat, 2 karena manusia memiliki potensi yang harus dikembangkan. Jadi, dalam pendidikan tugas dan peranan guru sangat dibutuhkan agar potensi pada manusia dapat teraktualisasikan. 3 Dalam termonologi Islam, guru diistilahkan dengan murrabby, satu akar kata dengan rabb yang berarti Tuhan. Seorang murabbi adalah orang yang 1 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21, Jakarta: Pustaka Al- Husna, 1988, Cet. Ke-1, h. 88 2 Hasan Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, Jakarta: Al-Husna, 1985 h. 405 3 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21.., h. 103 mengembangkan sesuatu setahap demi setahap hingga mencapai tingkat kesempurnaan itu. 4 Jadi, fungsi dan peran guru dalam sistem pendidikan merupakan salah satu manifestasi dari sifat ketuhanan, dalam pengertian sebagai rabb mengidentifikasi diri-Nya sebagai rabbul’alamin “Sang Maha Guru”, ”Guru seluruh jagad raya”. 5 Sebagaimana dalam Q.S. Al-Fatihah : 2 “Segala Puji Bagi Allah, Tuhan Semesta alam.” 6 Betapa mulianya kedudukan guru dalam Islam, sehingga harus dihormati dan dimuliakan setelah kedua orang tua. Mereka menggantikan peran orang tua dalam mendidik anak-anak atau peserta didik ketika berada di lembaga pendidikan. 7 Guru berperan dalam membentuk dan membangun kepribadian anak agar menjadi orang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Peran guru tidak dapat diganti oleh teknologi, sekalipun teknologi memberi nilai tambah, kemudahan hidup dan proses pembelajaran. Akan tetapi, kualitas, intergritas dan kredibilitas guru yang akan menentukan kualitas proses pendidikan. Guru merupakan pintu gerbang pembaharuan yang memiliki peranan ganda, yaitu berperan menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi serta berperan menyampaikan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan banyak pengalaman yang dimilikinya, kepada generasi muda dan masyarakat. Guru berperan pula memberikan suri tauladan dan contoh yang baik melalui prilaku dan tindakannya. Oleh karena itu, guru di pandang sebagai modernisasi dalam segala bidang usaha utama yang dapat dilakukan oleh guru adalah melalui program pendidikan bagi para anak didik. 4 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005. Cet. I, hal. 138 5 Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru: Analisis Kronologis atas lahirnya UU Guru dan Dosen, Jakarta: Elsas, 2006, Cet. I, hal. 3 6 Departemen Agama RI, Bandung: J-Art, 2005, hal. 1 7 Heri Jauhari Muchtar, Fiqih pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005, Cet Ke- I, h. 150 Rosulullah saw. Bersabda: ”Abdullah bin Mas’ud berkata: “Rosullah saw. Bersabda: “Tidak ada kedengkian kecuali dalam dua perkara: seorang laki-laki yang diberi harta oleh Allah kemudian dia habiskan dalam kebenaran Al-Haq, dan seorang laki-laki yang diberi Al-hikmah ilmu oleh Allah, kemudian dia menyampaikannya dan mengajarkannya.” 8 HR. Bukhori Dalam operasionalnya, mendidik merupakan proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain sebagainya. 9 Batasan ini memberi arti bahwa tugas pendidik bukan sekedar mengajar sebagai mana pendapat kebanyakan orang. Di samping itu, menurut Hasan Langgulung pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, 10 sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis. Hasan Langgulung adalah seorang ahli pendidikan dan psikologi, hal ini nampak dilihat dari jenjang pendidikannya dan karya-karyanya terutama pendidikan Islam. Kapasitasnya sebagai pemikir pendidikan islam secara akademik kemudian dikukuhkan tatkala ia memperoleh gelar profesor dalam bidang pendidikan dari Universitas Kebangsaan Malaysia. Melihat pandangan Hasan di atas tentang tugas guru sebagai motivator dan fasilitator yang bertujuan untuk mengembangkan potensi pada peserta didik. Guru diharapkan mampu mengembangkan potensi anak didik dalam mengembangkan kepribadian secara menyeluruh melalui latihan jiwa, akal, perasaan dan hasrat manusia secara islami. 8 Mak mur Da’ud, Terjemah Hadits Shahih Bhukhori, Jakarta: Widjaya, 1984, hal. 51 9 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005, Cet Ke-2, h. 43 10 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke- 21…, h. 86 Pendidikan terutama di Indonesia membutuhkan guru yang menghayati tugasnya sebagai panggilan jiwa, pekerjaan disebut panggilan jiwa bila pekerjaan itu mengembangkan orang lain kearah kesempurnaan. Ini berarti guru harus mengembangkan anak didik yang dibimbing untuk berkembang menjadi sempurna baik dalam bidang pengetahuan umum maupun pengetahuan agama. 11 Dengan demikian, dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing dan memberikan fasilitas belajar bagi peserta didik dan tanggung jawab guru untuk membantu perkembangan anak untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu diantara kemajuan zaman adanya pekerjaan yang ditangani secara profesionalis, sehingga pekerjaan itu dikerjakan secara bersungguh-sunguh dan serius oleh orang yang memiliki profesi di bidang tersebut. Pekerjaan guru merupakan pekerjaan profesi, karena itu harus dikerjakan sesuai dengan tuntutan profesionalis. Guru, sebagai salah satu profesi, yang melekat dalam konteks dunia pendidikan, merupakan aspek yang selalu mewarnai khazanah perkembangan sejarah bangsa. Karena, guru diharapkan mengambil peran nyata bagi perkembangan generasi bangsa. Dan tentunya, sebagaimana yang telah kita saksikan dewasa ini peran guru sangat menentukan bagi pembentukan karakteristik serta moralitas generasi bangsa ini. Oleh karena itu, tuntutan terhadap gurupun semakin hari semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi diberbagai sendi kehidupan masyarakat. Maka, profesionalisme gurupun sering dipertanyakan, dan berbicara mengenai profesionalisme guru, berarti ada banyak faktor yang terkait didalamnya, mulai dari kompetensi, kesejahteraan guru sampai kondisi sosial-budaya masyarakat yang mendukung. Dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa “pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualitas sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan 11 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikan, Jakarta: Al-Husna, 1995, h. 206-207 lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta partisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.” 12 Pengertian gurupun ditegaskan dalam UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 menyebutkan, “Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pendidika n anak usia dini.” Penyusunan UU dimaksudkan untuk memberikan jaminan bagi para guru dan dosen sebagai profesi dalam upaya mempersiapkan warga Indonesia manusia yang berguna terhadap diri sendiri, keluarga dan bangsa. UU ini juga memberikan jaminan terhadap masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang profesional. Menurut Asrorun Ni’am yang merupakan salah satu orang yang menyusun UU ini menjelaskan bahwa lahirnya UU Guru dan Dosen untuk “meretas dikotomi guru negeri dan guru swasta”, 13 Diantaranya: 1. Definisi guru yang tidak dikotomis 2. Jaminan pemberdayaan guru yang demokratis dan tidak diskriminatis 3. Mempunyai fungsi dan tujuan yang sama 4. Keharusan memegang prinsip profesionalitas 5. Adanya ketentuan yang sama untuk mewujudkan profesionalitas 6. Kesamaan hak dan kewajiban dalam menjalankan tugas keprofesionalan 7. Tanggung jawab pemerintah dalam pengalokasian anggaran yang setara bagi guru negeri-swasta. 14 Masih banyak persoalan dalam menangani guru yang profesional di negara ini. Masih banyak yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan mutu guru. Dan aneka persoalan itu kait-mengait, seperti meningkatkan mutu pengetahuan, mutu pembelajaran, dan mutu hubungan guru dengan murid dan rekan-rekan kerja. Dan 12 Depag RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI, 2006, h. 5 13 Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru…, h. 106 14 Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru…, h. 109-114 terberat adalah bagaimana menaikkan penghargaan kepada guru. Sehingga mereka punya harga diri dan mau bekerja lebih professional Dengan lahirnya UU Guru dan Dosen tahun 2005, melalui sertifikasi guru, telah membawa dampak yang sangat besar bagi para guru terutama guru agama, karena dengan penerapan UU Guru dan Dosen tersebut membawa angin segar dalam upaya pencapaian kesejahteraan para guru terutama guru agama. Tentunya hal ini akan sangat memotivasi para guru untuk berbenah diri, ditambah pula dengan adanya program kualifikasi guru, yakni peningkatan kualitas pendidikan para guru, semuanya membawa perubahan yang menjanjikan bagi para guru, meskipun belum sepenuhnya dapat terlealisasikan. Berdasarkan dari masalah tersebut, maka langkah pertama yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan dengan memperbaiki kualitas tenaga pendidik terlebih dahulu. Yang akan penulis bahas dalam karya ilmiah dengan judul “GURU AGAMA DALAM PERSPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN”

B. Identifikasi Masalah