Meriam Emma Simanjuntak : Analisis Pemakaian Verba Hataraku, Tsutomeru, Dan Shigoto Suru Dalam Kalimat Bahasa Jepang Ditinjau Dari Segi Semantik Imiron Kara Mita Nihongo No Bun Ni Okeru Hataraku,
Tsutomeru, Shigoto Suru No Tsukaikata No Bunseki, 2010.
adalah pemahaman yang lebih mendalam mengenai makna dari suatu kata dalam bahasa yang makna katanya berdekatan atau mirip.
2.5.2 Kesinoniman
Relasi Makna dan Hubungan Kesinoniman Dalam bahasa jepang ada dua istilah tentang makna, yaitu kata imi
dan igi . Kata imi digunakan untuk menyatakan makan hatsuwa
tuturan yang merupakan wujud satuan dari parole, sedangkan igi digunakan untuk menyatakan makna dari bun kalimat sebagai wujud dari langue. Oleh
karena itu, dikatakan bahwa makna dari hatsuwa merupakan objek kajian pragmatik sedangkan makna dari bun adalah objek kajian semantik Sutedi,
2003:114. Makna suatu kata biasanya akan berkembang karena dipengaruhi oleh
konteks atau situasi dalam kalimatnya. Pada suatu kata ada makna umum yang sudah merupakan keputusan bersama dan telah diterima oleh mayoritas
pemakainya, sebagai suatu segmen dan bukan komponen. Makna ini disebut dengan igiso semantem dan dalam igiso terdapat beberapa bagian yang disebut
dengan imitokucho feature semantic. Imitokucho ini menyerupai makna yang melekat pada suatu secara kalimat tersirat walaupun tidak dengan lengkap tersurat
didalam kalimat. Misalnya: “uchi no ko wa wanpaku desu” anak saya nakal. Kata ko yang semula berarti anak secara umum, karena kata wanpaku nakal
dalam kalimat tersebut menjadi otoko no ko anak laki-laki. Kata otoko no ko ini merupakan imitokucho dari kata ko karena sudah dipengaruhi oleh konteks
kalimatnya. Lain halnya dengan kata inanaku meringkik dalam kalimat yang
Meriam Emma Simanjuntak : Analisis Pemakaian Verba Hataraku, Tsutomeru, Dan Shigoto Suru Dalam Kalimat Bahasa Jepang Ditinjau Dari Segi Semantik Imiron Kara Mita Nihongo No Bun Ni Okeru Hataraku,
Tsutomeru, Shigoto Suru No Tsukaikata No Bunseki, 2010.
bagaimanapun juga subjeknya adalah uma kuda dan tidak dapat diganti dengan binatang yang lainnya. Sehingga subjek uma kuda merupakan imitokucho dari
kata inanaku. Jika suatu imitokucho terdapat dalam beberapa kata, maka kata-kata
tersebut dapat digolongkan ke dalam satu medan makna yang sama, atau disebut
memiliki relasi makna
膏 貢牀帽
妥 go to go no imi kankei. Misalnya,
untuk imitokuchou 惚
溝鵠 [kotoba o hassuru bertutur] terkandung dalam
verba 碁
‘hanasu’ 語
berbicara, 碁
‘iu’ 語
berkata, 碁
‘shaberu’ 語
ngomong, 碁
‘noberu’ 語
mengutarakan, 碁
‘kataru’ 語
bercerita, 碁
‘sasayaku’ 語
berbisik, 碁
‘tsubuyaku’ 語
menggerutu, 碁航荒鵠
‘donaru’ 語
menghardik, 碁腰濠晃
‘wameku’ 語
berteriak. Apabila suatu kata memiliki makna yang hampir sama mirip dengan satu
kata atau lebih maka akan terjadi relasi makna atau hubungan kesisoniman atau dalam bahasa jepang disebut juga dengan
go to go no imi kankei yang bila dilihat secara kata perkata dan kanjinya.
Sehingga bila dua kata atau lebih yang mempunyai salah satu imitokucho yang sama, bisa dikatakan sebagai kata yang bersinonim. Akan tetapi meskipun
bersinonim hanya pada konteks tertentu saja, karena tidak ada sinonim yang semuanya sama persis, dalam konteks tertentu akan ditemukan suatu
perbedaannya meskipun kecil. Perbedaan dari dua atau lebih kata yang memiliki hubungan kesinoniman
碁 ‘ruigi kankei’
語 dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis
terhadap imitokuchou dari setiap kata tersebut. Misalnya pada kata agaru dan
Meriam Emma Simanjuntak : Analisis Pemakaian Verba Hataraku, Tsutomeru, Dan Shigoto Suru Dalam Kalimat Bahasa Jepang Ditinjau Dari Segi Semantik Imiron Kara Mita Nihongo No Bun Ni Okeru Hataraku,
Tsutomeru, Shigoto Suru No Tsukaikata No Bunseki, 2010.
noboru kedua-duanya berarti naik dapat ditemukan perbedaannya seperti berikut:
貢劫鵠 : [
真拘穀疹香 ]
癶 行㍿♧惚遍腰皇肱
Ā罰溝鵠 Noboru : berpindah
dari bawah keatas fokus: jalan yang dilalui
巷控鵠瑍 [
真拘穀疹香 ]
日 ♧行㍿♧惚遍腰皇肱
Ā罰溝鵠 Agaru : berpindah
dari bawah keatas fokus: tempat tujuan.
Jadi perbedaan verba agaru dan noboru terletak pada fokus 碁
‘shouten’ 語
gerak tersebut. Verba agaru menekankan pada tempat tujuan 碁
‘’tuotatsuten 語
dalam arti tibanya ditempat tujuan tersebut hasil, sedangkan noboru menekankan pada jalan yang dilalui
碁 ‘keiro’
語 dari
gerak tersebut proses.
Meriam Emma Simanjuntak : Analisis Pemakaian Verba Hataraku, Tsutomeru, Dan Shigoto Suru Dalam Kalimat Bahasa Jepang Ditinjau Dari Segi Semantik Imiron Kara Mita Nihongo No Bun Ni Okeru Hataraku,
Tsutomeru, Shigoto Suru No Tsukaikata No Bunseki, 2010.
BAB III ANALISIS PEMAKAIAN VERBA HATARAKU, TSUTOMERU DAN
SHIGOTO SURU
Sebelumnya penulis telah memaparkan verba hataraku, tsutomeru dan shigotosuru pada Bab II. Maka pada Bab III ini penulis mencoba menganalisa
pemakaian verba hataraku, tsutomeru dan shigoto suru. Yang terdapat dalam dan
sesuai dengan beberapa pendapat dari beberapa ahli linguistik yang telah dipaparkan sebelumnya.
3.1. Verba Hataraku
Contoh: 1 稿康広康楼腔購荳蟀荳行
梗膏購瀑広征荒貢腔溝午 Nihon Go Chuukyuu Doukai Nyuumon, 2002: 83.
Sou iu koku de wa nichiyoubi ni hataraku koto wa warui koto na no desu.
Bisa dikatakan di Negara itu bekerja pada hari minggu adalah hal yang buruk.