Pengaruh Jarak dan Konstruksi Sumur Serta Tindakan Pengguna Air terhadap Jumlah Koliform Air Sumur Gali Penduduk di Sekitar Pasar Hewan Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara Tahun 2012

(1)

PENGARUH JARAK DAN KONSTRUKSI SUMUR SERTA TINDAKAN PENGGUNA AIR TERHADAP JUMLAH COLIFORM AIR SUMUR

GALI PENDUDUK DI SEKITAR PASAR HEWAN DESA CEMPEUDAK KECAMATAN TANAH JAMBO AYE

KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012

TESIS

Oleh :

CUT KHAIRUNNISA 107032160 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH JARAK DAN KONSTRUKSI SUMUR SERTA TINDAKAN PENGGUNA AIR TERHADAP JUMLAH KOLIFORM AIR SUMUR

GALI PENDUDUDK DI SEKITAR PASAR HEWAN DESA CEMPEUDAK KECAMATAN TANAH JAMBO AYE

KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

CUT KHAIRUNNISA 107032160/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH JARAK DAN KONSTRUKSI SUMUR SERTA TINDAKAN PENGGUNA AIR TERHADAP JUMLAH COLIFORM AIR SUMUR GALI PENDUDUK DI SEKITAR PASAR HEWAN DESA CEMPEUDAK KECAMATAN TANAH JAMBO AYE KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012 Nama Mahasiswa : Cut Khairunnisa

Nomor Induk Mahasiswa : 107032160

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H) (Ir. Indra Chahaya, M.Si) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 07 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H ANGGOTA : 1. Ir. Indra Chahaya, M.Si

2. dr. Surya Dharma, M.P.H 3. Ir. Evi Naria, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH JARAK DAN KONSTRUKSI SUMUR SERTA TINDAKAN PENGGUNA AIR TERHADAP JUMLAH COLIFORM AIR SUMUR

GALI PENDUDUK DI SEKITAR PASAR HEWAN DESA CEMPEUDAK KECAMATAN TANAH JAMBO AYE

KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini Saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan Saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

Cut Khairunnisa 107032160/IKM


(6)

ABSTRAK

Sumur gali merupakan sarana penyedia air yang mudah mengalami pencemaran yang berasal dari luar, terutama jika jarak dengan sumber pencemar dan konstruksi sumur tidak memenuhi syarat serta tindakan pengguna air yang tidak baik akan mempengaruhi kualitas mikrobiologi air. Desa Cempeudak merupakan desa yang sebagian besar penduduknya masih menggunakan sumur gali sebagai sumber air bersih. Di Desa tersebut terdapat sebuah pasar hewan yang berada dekat dengan pemukiman, limbah pasar hewan tersebut dibuang ke lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu, sehingga memungkinkan pencemaran pada air sumur gali.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh jarak dan konstruksi sumur serta tindakan pengguna air terhadap jumlah coliform air sumur gali penduduk di sekitar pasar hewan desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian survey dengan desain cross sectional. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel secara simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan pemeriksaan laboratorium.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 58 sampel air sumur yang diperiksa, 44 sumur tercemar bakteri coliform yang melebihi baku mutu yang telah ditetapkan berdasarkan Permenkes RI No.416/MENKES/PER/IX/1990 yaitu 50/100ml. Hasil uji chi-square menunjukkan hubungan yang bermakna pada jarak dengan nilai p=0,044 konstruksi sumur dengan nilai p=0,000 dan tindakan pengguna air dengan nilai p=0,002 (p<0,05). Hasil uji regresi logistik berganda diketahui bahwa variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap jumlah coliform air sumur gali adalah konstruksi sumur dengan nilai koefisien (Exp.B) 23,560.

Disarankan kepada pihak terkait agar melakukan pengelolaan limbah pasar hewan dan melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang konstruksi sumur yang memenuhi syarat kesehatan.

Kata kunci: Jarak, Konstruksi Sumur, Tindakan Pengguna Air, Jumlah


(7)

ABSTRACT

Dug-well is a water supplying facility which is easily contaminated from out side especially if the distance of the well from pollutant sources and the construction of the well does not meet the requirement. The bad action taken by the water users will also influence the quality of the water microbiology. Cempeudak village is the one that most of its villagers still use dug-well as their clean water source. There is an animal market located very close to the residence of the villagers in this village. Without being processed first, the waste produced by this animal market is discharged into its surrounding environment that it probably contaminates the water of the dug-wells.

The purpose of this study was to analyze the influence of distance and construction of the dug-well and the action of the water users on the amount of coliform in the water of the dug-wells belong to the residents living in the vicinity of the animal market in Cempeudak village, Tanah Jambo Aye Subdistrict, Aceh Utara District.

The samples for this survey study with cross-sectional design were selected through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through observation, interviews and laboratory axamination.

The result of this study showed that, of the samples from the 58 dug-wells examined, the water from 44 dug-wells was contaminaed by coliform bacteria that exceed 50/100ml, the standard set based on the Regulation of Indonesian Minister of Health No.416/MENKES/PER/IX/1990. The result of Chi-square test showed that there was a significant relationship between the distance of the well from the animal market (p=0,044), the construction of the wells (P=0,000) and the action of the water users (p=0,002) (<0,005). The result of the multiple logistic regression tests showed that the construction of the dug-wells was the most dominant variable which had influence on the amount of coliform in the water of the dug-wells with Exp.B= 23,560.

The related agencies are suggested to perform the animal market waste management and provide extension on the health-qualified construction of the well to the villagers.

Keywords: Distance, Well Construction, Water User`s Action, Coliform Amount, Animal Market


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Jarak dan Konstruksi Sumur Serta Tindakan Pengguna Air terhadap Jumlah Koliform Air Sumur Gali Penduduk di Sekitar Pasar Hewan Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara Tahun 2012”. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Magister di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari begitu banyak yang memberi dukungan, bimbingan, informasi, bantuan moril maupun materi dan kemudahan dari berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H dan Ir. Indra Chahaya, M.Si selaku pembimbing yang telah memberi perhatian, dukungan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan hingga selesainya tesis ini.

5. dr. Surya Darma, M.P.H dan Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku penguji yang telah memberi masukan sehingga dapat menyempurnakan tesis ini.

6. Apridar, S.E, M.Si, selaku Rektor Universitas Malikussaleh Yang telah memberi izin penulis mengikuti pendidikan.

7. Prof. dr. Fadil Oenzil, Sp.GK, Phd, selaku ketua Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Malikussaleh yang telah memberi dukungan moril dan materiil selama penulis dalam pendidikan.

8. Kepala Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara yang telah memberi izin untuk peneliti melakukan penelitian di Desa Cempeudak.

9. Seluruh staf dosen dan staf pegawai di Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberi ilmu dan bantuan kepada penulis.

10.Teristimewa suami tercinta M.Hatta, SH, LLM, atas doa dan dukungan yang tiada henti, serta anakku tersayang Hani Kaiyisah, sumber semangat dan pelepas kejenuhan serta kelelahan penulis.

11.Ayahanda Teuku Syukri dan Ibunda Cut Darnah serta seluruh anggota keluarga yang telah memberi dukungan moril dan materil serta doa yang tiada henti selama penulis mengikuti pendidikan.


(10)

12.Teman-teman MKLI dan K3 angkatan 2010 minda, kak lisda, lista, dewi, aisyah, aswin, noni, yuda dan lain-lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang selalu saling memberi dukungan selama kuliah.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu diharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2012 Penulis

Cut Khairunnisa 107032160/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Cut Khairunnisa yang lahir pada tangga 12 Maret 1982 di Paya Bakong Kabupaten Aceh Utara dari ayah Teuku Syukri dan ibu Cut Darnah. Menikah dengan M.Hatta, S.H, L.L.M dan telah dikaruniai seorang puteri bernama Hani Kaiyisah. Penulis beragama Islam dan bertempat tinggal di Jalan Lhok Kupula Dusun D No.4 Uteun Kot Cunda Lhokseumawe.

Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Paya Bakong pada tahun 1988 – 1994, pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 1 Karang Baru tahun 1994 – 1997, pendidikan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Matang Kuli, lalu meneruskan pendidikan ke jenjang sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh pada tahun 2000 – 2008.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Malikussaleh sejak tahun 2009 sampai sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN. ... . 1

1.1 Latar Belakang... .... 1

1.2 Permasalahan ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Hipotesis ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... ... 8

2.1 Bakteri Coliform ... 8

2.1.1 Pengertian Bakteri Coliform ... ... 8

2.2 Pengertian Air Bersih dan Air Minum ... 13

2.2.1 Sumber Air Bersih... ... .. .. ... 14

2.3 Sarana Air Bersih ... 18

2.3.1 Sumur.. ... 18

2.3.2 Air Pipa (Ledeng) ... 25

2.4 Jarak Industri dengan Pemukiman ... 26

2.5 Tindakan Pengguna air ... 28

2.6 Kualitas Air ... 29

2.6.1 Kualitas Bakteriologis... .... 30

2.6.2 Kualitas Fisik... ... 32

2.6.3 Kualitas Kimia ... 33

2.7 Upaya Memperoleh Air Bersih ... 34

2.7.1 Penyimpanan ... 34

2.7.2 Penyaringan ... 35

2.7.3 Klorinasi ... 36

2.8 Peranan Air Bagi Kehidupan Manusia ... 36

2.9 Peranan Air dalam Penyebaran Penyakit ... 37

2.10 Landasan Teori... 39


(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 43

3.1 Jenis Penelitian ... 43

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.3 Populasi dan Sampel... 43

3.3.1 Populasi.. ... 43

3.3.2 Sampel ... 44

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 44

3.4.1 Data Primer ... 45

3.4.2 Data Sekunder ... 45

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 45

3.5.1 Variabel Penelitian ... 45

3.5.2 Definisi Operasional ... 45

3.6 Metode Pengukuran ... 46

3.6.1 Variabel Bebas ... 46

3.6.2 Variabel Terikat ... 47

3.7 Metode Analisis Data ... 49

3.7.1 Analisis Univariat ... 49

3.7.2 Analisis Bivariat ... 49

3.7.3 Analisis Multivariat... 49

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 50

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 50

4.1.1 Geografi dan Demografi Desa Cempeudak ... 50

4.2 Gambaran Umum Pasar Hewan ... 52

4.3 Analisis Univariat ... 54

4.3.1 Distribusi Karakteristik Responden ... 54

4.3.2 Distribusi Jarak Sumur Gali... 55

4.3.3 Distribusi Konstruksi Sumur Gali ... 58

4.3.4 Distribusi Tindakan Pengguna Air ... 60

4.3.5 Distribusi Jumlah Coliform... 61

4.4 Analisis Bivariat ... 62

4.4.1 Analisis Hubungan Jarak Sumur Gali dengan Sumber Pencemaran Limbah Pasar Hewan dengan Jumlah Coliform Air Sumur Gali ... 62

4.4.2 Analisis Hubungan Konstruksi Sumur Gali dengan Jumlah Coliform Air Sumur Gali ... 63

4.4.3 Analisis Hubungan Tindakan Pengguna Air dengan Jumlah Coliform Air Sumur Gali ... 64

4.5 Analisis Multivariat ... 64

BAB 5. PEMBAHASAN ... 67


(14)

5.2 Jarak Sumur Gali dengan Sumber Pencemaran Limbah Pasar

Hewan ... 67

5.3 Konstruksi Sumur Gali Penduduk di Sekitar Pasar Hewan ... 70

5.4 Tindakan Pengguna Air ... 73

5.5 Variabel yang Berpengaruh terhadap Jumlah Coliform Air Sumur Gali... 75

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

6.1 Kesimpulan ... 76

6.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman 2.1 Standar Mutu Bakteriologis Air... 14 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur,

Jenis Kelamin, Pekerjaan dan Tingkat Pendidikan di Desa

Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara .... 54 4.2 Distribusi Frekuensi Jarak Sumur Gali dengan Sumber Pencemaran

Limbah Pasar Hewan di Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo

Aye Kabupaten Aceh Utara ... 55 4.3 Distribusi Coliform Berdasarkan Jarak Sumur Gali dengan Sumber

Pencemaran Limbah Pasar Hewan di Desa Cempeudak Kecamatan

Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara... . 56 4.4 Distribusi Frekuensi Kondisi Konstruksi Sumur Gali di Desa

Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara .... . 58 4.5 Distribusi Frekuensi Konstruksi Sumur Gali Berdasarkan Tingkat

Resiko Pencemaran di Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara ... . 60 4.6 Distribusi Frekunesi Tindakan Responden tentang Penggunaan Air

Sumur Gali di Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara ... . 60 4.7 Distribusi Frekuensi Tindakan Pengguna Air Sumur Gali di Desa

Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara .... . 61 4.8 Distribusi Frekuensi Jumlah Coliform Sumur Gali di Desa Cempeudak

Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara... . 62 4.9 Hubungan Jarak Sumur Gali dengan Sumber Pencemaran Limbah

Pasar Hewan dengan Jumlah Coliform Air Sumur Gali Penduduk di Sekitar Pasar Hewan Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara ... . 63


(16)

4.10 Hubungan Konstruksi Sumur Gali dengan Jumlah Coliform Air Sumur Gali Penduduk di Sekitar Pasar Hewan Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara... . 63 4.11 Hubungan Tindakan Pengguna Air dengan Jumlah Coliform Air

Sumur Gali Penduduk di Sekitar Pasar Hewan Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara... . 64 4.12 Pengaruh Jarak, Konstruksi Sumur dan Tindakan Pengguna Air

Jumlah Coliform Air Sumur Gali Penduduk di Sekitar Pasar Hewan Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara ... . 65


(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 2.1 Kerangka teori... ... 40 2.2 Kerangka Konsep ... 41


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman 1. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ... ... 82

2. Surat Telah Selesai Meneliti dari Kepala Desa Cempeudak ... 83

3. Lembar Observasi Penelitian ... 84

4. Kuesioner Penelitian ... 88

5. Pengolahan Data... 90

6. Konstruksi Sumur Gali yang tidak Memenuhi Syarat ... 105

7. Pengukuran Jarak dengan Menggunakan GPS ... 105

8. Wawancara dengan Responden... 106

9. Kondisi Air Limbah Pasar Hewan ... 106


(19)

ABSTRAK

Sumur gali merupakan sarana penyedia air yang mudah mengalami pencemaran yang berasal dari luar, terutama jika jarak dengan sumber pencemar dan konstruksi sumur tidak memenuhi syarat serta tindakan pengguna air yang tidak baik akan mempengaruhi kualitas mikrobiologi air. Desa Cempeudak merupakan desa yang sebagian besar penduduknya masih menggunakan sumur gali sebagai sumber air bersih. Di Desa tersebut terdapat sebuah pasar hewan yang berada dekat dengan pemukiman, limbah pasar hewan tersebut dibuang ke lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu, sehingga memungkinkan pencemaran pada air sumur gali.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh jarak dan konstruksi sumur serta tindakan pengguna air terhadap jumlah coliform air sumur gali penduduk di sekitar pasar hewan desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian survey dengan desain cross sectional. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel secara simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan pemeriksaan laboratorium.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 58 sampel air sumur yang diperiksa, 44 sumur tercemar bakteri coliform yang melebihi baku mutu yang telah ditetapkan berdasarkan Permenkes RI No.416/MENKES/PER/IX/1990 yaitu 50/100ml. Hasil uji chi-square menunjukkan hubungan yang bermakna pada jarak dengan nilai p=0,044 konstruksi sumur dengan nilai p=0,000 dan tindakan pengguna air dengan nilai p=0,002 (p<0,05). Hasil uji regresi logistik berganda diketahui bahwa variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap jumlah coliform air sumur gali adalah konstruksi sumur dengan nilai koefisien (Exp.B) 23,560.

Disarankan kepada pihak terkait agar melakukan pengelolaan limbah pasar hewan dan melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang konstruksi sumur yang memenuhi syarat kesehatan.

Kata kunci: Jarak, Konstruksi Sumur, Tindakan Pengguna Air, Jumlah


(20)

ABSTRACT

Dug-well is a water supplying facility which is easily contaminated from out side especially if the distance of the well from pollutant sources and the construction of the well does not meet the requirement. The bad action taken by the water users will also influence the quality of the water microbiology. Cempeudak village is the one that most of its villagers still use dug-well as their clean water source. There is an animal market located very close to the residence of the villagers in this village. Without being processed first, the waste produced by this animal market is discharged into its surrounding environment that it probably contaminates the water of the dug-wells.

The purpose of this study was to analyze the influence of distance and construction of the dug-well and the action of the water users on the amount of coliform in the water of the dug-wells belong to the residents living in the vicinity of the animal market in Cempeudak village, Tanah Jambo Aye Subdistrict, Aceh Utara District.

The samples for this survey study with cross-sectional design were selected through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through observation, interviews and laboratory axamination.

The result of this study showed that, of the samples from the 58 dug-wells examined, the water from 44 dug-wells was contaminaed by coliform bacteria that exceed 50/100ml, the standard set based on the Regulation of Indonesian Minister of Health No.416/MENKES/PER/IX/1990. The result of Chi-square test showed that there was a significant relationship between the distance of the well from the animal market (p=0,044), the construction of the wells (P=0,000) and the action of the water users (p=0,002) (<0,005). The result of the multiple logistic regression tests showed that the construction of the dug-wells was the most dominant variable which had influence on the amount of coliform in the water of the dug-wells with Exp.B= 23,560.

The related agencies are suggested to perform the animal market waste management and provide extension on the health-qualified construction of the well to the villagers.

Keywords: Distance, Well Construction, Water User`s Action, Coliform Amount, Animal Market


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Untuk pemenuhan kebutuhan ini, manusia/masyarakat memiliki berbagai alternatif antara lain membeli dari perusahaan penyedia air bersih ataupun beralih kepada pengambilan air bawah tanah. Kedua cara tersebut mengharuskan masyarakat mengeluarkan dana yang relatif tidak kecil.

Air adalah materi essensial didalam kehidupan. Tidak satupun makhluk hidup didunia ini yang tidak memerlukan dan tidak mengandung air. Sel hidup, baik tumbuhan maupun hewan, sebagian besar tersusun oleh air, seperti didalam sel tumbuhan terkandung lebih dari 75% atau didalam sel hewan terkandung lebih dari 67%. Dari 40 juta mil-kubik air yang berada di permukaan dan di dalam tanah, ternyata tidak lebih dari 0,5% (0,2 juta mil-kubik) yang secara langsung dapat digunakan untuk kepentingan manusia. Sekitar 97% dari sumber air tersebut terdiri dari air laut, 2,5% berbentuk salju abadi yang baru dalam keadaan mencair dapat digunakan (Widiyanti, 2004).

Penggunaan air bersih yang merata pada seluruh penduduk di Indonesia merupakan bagian integral dari program penyehatan air. Menurut Depkes RI (2008) program penyehatan air tersebut meliputi perencanaan kebutuhan air bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun kebutuhan air bersih pada


(22)

masyarakat perkotaan. Menurut Totok (2004) peningkatan kuantitas air adalah syarat kedua setelah kualitas, karena semakin maju tingkat kehidupan seseorang maka meningkat pula kebutuhan air dari masyarakat tersebut.

Air adalah salah satu di antara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai kepada manusia. Supaya air yang masuk ke tubuh manusia baik berupa makanan dan minuman tidak menyebabkan penyakit, maka pengolahan air baik berasal dari sumber, jaringan transmisi atau distribusi adalah mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya kontak antara kotoran sebagai sumber penyakit dengan air yang diperlukan (Sutrisno, 2004).

Kualitas air secara mikrobiologis yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Adanya bakteri koli di dalam air bersih menunjukan bahwa adanya pencemaran disebabkan oleh tinja manusia. Dengan ditemukannya koliform di dalam air diperkirakan dapat membahayakan kesehatan manusia, karena dicurigai air tersebut mengandung mikroorganisme patogen yang dapat menimbulkan gangguan penyakit. Adapun mikroorganisme patogen antara lain adalah bakteri, virus, protozoa dan parasit yang di transmisikan melalui faecal material (Wardhana, 2004).

Pencemaran bakteri coli atau coliform dapat melalui terkontaminasinya air sumur dengan air limbah. Bahan-bahan sumber pencemaran dapat masuk ke sumber air melalui pergerakan secara horizontal dan vertikal di dalam tanah dimana terdapat lokasi pembuangan kotoran. Penyebaran bahan tersebut melalui proses pengenceran air yang bervariasi, terutama tergantung pada porositas tanah.


(23)

Berdasarkan hasil penelitian, secara umum ada beberapa daerah di Provinsi Aceh cakupan air bersih sangat rendah. Cakupan air minum di Provinsi Aceh Pada tahun 2007 sebanyak 52 %, sedangkan cakupan air bersih dan sanitasi 51%. Ini mengambarkan bahwa kondisi masyarakat untuk mendapatkan air bersih masih rendah. Bertitik tolak dari data tersebut di atas, Dinas Kesehatan Provinsi Aceh melalui dana bantuan dari ADB (Asian Development Bank), melaksanakan program penyehatan air dan lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat dilakukan di 5 (lima) Kabupaten yaitu Kabupaten Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Nagan Raya, Aceh Jaya dengan target 352 Desa (Sijawati dan Tharuddin, 2009).

Mengacu pada Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010 Provinsi Aceh, terkait air dan sanitasi, konsumsi air/orang/hari di provinsi aceh pada umumnya lebih dari 100 liter (akses optimal). Berdasarkan kesediaan air bersih, secara umum di Provinsi Aceh sebanyak 10,9% rumah tangga mengalami kesulitan air bersih saat musim kemarau. Dalam hal jarak dan waktu, pada umumnya rumah tangga dapat menjangkau sumber air dalam waktu kurang dari 30 menit dan jarak kurang dari 1 kilometer. Berdasarkan jenis sumber utama air yang digunakan untuk keperluan rumah tangga sebesar 52,1% rumah tangga menggunakan air sumur gali. Kurang lebih 39 % dari penduduk mendapatkan air minum dari sumur gali, dan hanya 9,6 % yang mendapatkan air dari pelayanan perpipaan (Kemenkes, 2010).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menyatakan prevalensi nasional diare klinis (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan) adalah 9,0% dengan rentang 4,2%-18,9%. Dilaporkan 14 provinsi mempunyai prevalensi diare di


(24)

atas prevalensi nasional, dengan prevalensi tertinggi terjadi di Aceh (18,9%) dan terendah di Yogyakarta (4,2%). Di Aceh pada tahun 2008 proporsi kasus diare pada balita mencapai 44,5% yaitu dengan jumlah 58.116 kejadian, sedangkan pada tahun 2007, 44,3%.

Salah satu sumber air yang paling sering tercemar adalah sumur gali yang merupakan salah satu konstruksi sumur yang paling umum dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi masyarakat sebagai sumber air bersih dan air minum. Sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan air tanah yang relatif dekat dari tanah permukaan, oleh karena itu sumur gali kemungkinan besar mudah terkena kontaminasi melalui rembesan. Salah satu indikator pencemaran air adalah dengan ditemukannya bakteri coliform. Bakteri coliform hidup atau berada di dalam air diakibatkan adanya rembesan sumber pencemar disekitar sumber air sumur gali seperti tinja manusia dan tinja hewan.

Penelitian Konsukartha, dkk (2007) menunjukkan bahwa pencemaran air tanah dapat diakibatkan oleh pembuangan limbah domestik di lingkungan kumuh di Banjar Ubung Sari, Kecamatan Denpasar Barat, Bali dan hasil penelitian menemukan bahwa kekeruhan air sumur penduduk mencapai 12,5 Nepnelometrik Turbidity Unit (NTU), bakteri E. Coli mencapai 28/100 ml dan bakteri Coliform mencapai 1100/100 ml yang melebihi standar baku mutu kualitas air.

Penelitian Putra (2010) di Desa Patumbak Kampung Deli Serdang menemukan adanya bakteri coliform pada air sumur gali sebesar 66,6% yang melebihi batas maksimum yang telah ditetapkan pemerintah . Selain itu, berdasarkan


(25)

hasil penelitian Teuku Faisal menemukan kadar total Coliform 16.391/100 ml air pada air sumur gali yang ada di Pesantren Tradisional Kota Langsa.

Desa Cempeudak, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara adalah suatu daerah yang pada umumnya penduduk disana masih menggunakan sumur gali sebagai sumber air bersih. Di Desa tersebut terdapat pasar hewan yang terletak disekitar perumahan penduduk, pasar hewan ini tidak memiliki sarana pengolahan limbah. Limbah hewan dibuang disekitar lingkungan Pasar Hewan. Hal ini tentunya dapat mencemari sumur gali penduduk disekitarnya, ditambah lagi dengan buruknya sistem drainase di sekitar Pasar Hewan tersebut. Masyarakat di lingkungan Pasar Hewan mengeluhkan bahwa air sumur galinya berbau dan berwarna tetapi menurut masyarakat selain berdampak negatif keberadaan Pasar Hewan di Kabupaten Aceh Utara juga membawa keuntungan bagi masyarakat.

Air sumur gali tersebut digunakan oleh masyarakat untuk segala keperluan masyarakat sehari-hari, selain itu, air sumur gali tersebut juga digunakan untuk keperluan usaha berjualan dimana disekitar Pasar Hewan tersebut masyarakat membuka usaha berjualan makanan atau warung nasi.

Berdasarkan data dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) bahwa daerah ini merupakan daerah yang sering menjadi titik penyebaran penyakit menular, dari data 10 besar penyakit menunjukkan tingginya angka kesakitan ISPA, penyakit kulit infeksi, diare dan DHF (Laporan Puskesmas Tanah Jambo Aye, 2011). Adanya kasus-kasus penyakit pada saluran pencernaan dan penyakit kulit ada kaitannya dengan kualitas air yang tidak baik akibat penanganan pembuangan limbah Pasar


(26)

Hewan sehingga dapat terjadi pencemaran pada sumber air bersih khususnya air yang berasal dari sumur gali.

Berdasarkan survey pendahuluan yang penulis lakukan pada pemeriksaan dua sampel air sumur gali yang ada disekitar pasar hewan menunjukkan adanya bakteri coliform dalam air sumur gali.

Sehubungan dengan apa yang telah dikembangkan di atas dan melihat betapa pentingnya pencegahan penyakit yang diakibatkan bakteri coli atau coliform, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh jarak dan konstruksi sumur gali serta tindakan pengguna air terhadap jumlah coliform air sumur gali penduduk di sekitar Pasar Hewan Desa Cempeudak Kecamatan Tanah jambo Aye Kabupaten Aceh Utara tahun 2012.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah pengaruh jarak dan konstruksi sumur serta tindakan pengguna air terhadap jumlah coliform di dalam air sumur gali penduduk di sekitar Pasar Hewan Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara tahun 2012.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh jarak dan konstruksi sumur serta tindakan pengguna air terhadap jumlah coliform air sumur gali penduduk di sekitar Pasar Hewan Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara tahun 2012.


(27)

1.4Hipotesis

Ada pengaruh yang bermakna antara jarak dan konstruksi sumur serta tindakan pengguna air terhadap jumlah coliform air sumur gali penduduk di sekitar Pasar Hewan Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara tahun 2012.

1.5Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan kepada pemerintah Kabupaten Aceh Utara tentang kebijakan perencanaan program pengendalian limbah Pasar Hewan.

2. Bagi masyarakat, sebagai bahan masukan sehingga dapat memberikan sumbangan kajian tentang pembuatan konstruksi sumur gali dan tata cara pengguna air sumur gali yang memenuhi syarat kesehatan.

3. Sebagai pedoman bagi penelitian selanjutnya.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Bakteri Coliform

2.1.1 Pengertian Bakteri Coliform

Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup didalam saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain. Contoh bakteri coliform adalah, Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes. Jadi, coliform adalah indikator kualitas air. Makin sedikit kandungan coliform, artinya, kualitas air semakin baik.

E. Coli jika masuk ke dalam saluran pencernaan dalam jumlah banyak dapat membahayakan kesehatan. Walaupun E. Coli merupakan bagian dari mikroba normal saluran pencernaan, tapi saat ini telah terbukti bahwa galur -galur tertentu mampu menyebabkan gastroenteritis taraf sedang hingga parah pada manusia dan hewan. Sehingga, air yang akan digunakan untuk keperluan sehari-hari berbahaya dan dapat menimbulkan penyakit infeksius (Suriaman, 2008).


(29)

Bakteri kelompok koliform meliputi semua bakteri berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora dan dapat memfermentasi laktosa dengan memproduksi gas dan asam pada suhu 370C dalam waktu kurang dari 48 jam. Adapun bakteri E.Coli selain memiliki karakteristik seperti bakteri koliform pada umumnya juga dapat menghasilkan senyawa indole didalam air pepton yang mengandung asam amino triptofan, serta tidak dapat menggunakan natrium sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon.

Terdapat tiga jenis E.coli, yaitu: E. coli enterotoksigenik (enterotoxigenic E.coli (ETEC)). Produksi enterotoksin oleh E.coli ditemukan sekitar tahun 1970 dari strain-strain yang ada hubungannya dengan penyakit diare. Penelitian selanjutnya menerangkan strain-strain enterototoksigenik dari E.coli sebagai suatu hal yang bersifat patogen pada penyakit diare manusia. Dua tipe toksin E.coli disebut sebagai toksin labil (labile toxin, LT) dan toksin stabil (stable toxin, ST).

Akhir-akhir ini kelompok E.coli dari serotipe yang berbeda (umumnya O78, O13, O6) yang memproduksi enterotoksin telah ditemukan sebagai etiologi penting diare akut, termasuk diare epidemik, pada neonatus (Sack,1977). Smith dan Gyles (1970) mengemukakan adanya E.coli patogen pada babi yang mempunyai plasmid (suatu massa DNA yang mempunyai kromosom) yang mudah dipindahkan dan dikenal sebagai plasmid Ent+ yang mempunyai kemampuan membentuk berbagai macam enterotoksin. Pada manusia, E.coli patogen juga mempunyai plasmid Ent + yang membentuk toksin tahan panas (stable toxin, ST) dan toksin tidak tahan panas (labile toxin, LT) atau kombinasi(ST/LT). Seperti toksin kolera, toksin LTETEC


(30)

dapat merangsang adenilsiklase dalam sel mukosa usu halus (Evans, 1972; Sujudi, 1983).

E.coli enteropatogenik (Entheropathogenic E.coli (EPEC)). Pada tahun 1945 Bray berhasil menemukan tipe antigen spesifik E.coli pada bayi penderita kolera. Selain itu dikemukakan terdapatnya bau yang khas seperti semen dari cairan yang dihasilkan oleh organisme itu. Tidak lama kemudian Kauffman berhasil menyusun satu sistem untuk menentukan tipe E.coli yang didasarkan atas antigen somatik (antigen O), antigen kapsular (antigen K) dan antigen Flagelar (antigen H). Sejak itu ditemukan 15 serogrup, diantaranya yang dikenal sebagai bentuk EPEC yang telah diketahui pula sebagai penyebab epidemi diare pada bayi (Evans, 1979). Yang paling banyak didapatkan ialah: O26 B6, O55 B5, O111 B4 dan yang agak kurang O114 B14, O126 B16, O127 B8, O128 B12 (Cruickshank, 1974). Pada kira-kira 2-3% bayi sehat ditemukan EPEC.

Indonesia, sejak tahun 1968 E.coli lebih banyak diperhatikan sebagai penyebab diare pada bayi atas dasar hasil yang diperoleh pada tahun tersebut di Bandung oleh Soeprapti Thaib dkk.(1968) yaitu 41,9% (88 dari 210 tinja) pada bayi yang berumur 0-6 bulan dan 35,3% (45 dari 136 tinja) pada bayi umur 6-12 bulan, Ono Dewanoto dkk.(1969) melaporkan 36,2% (163 dari 448 tinja) untuk bayi berumur 0-24 bulan dan Gracey dkk.(1973) melaporkan angka 35,0% (7 dari 20 tinja bayi 0-24 bulan yang dirawat di Bangsal Gastroenterologi Anak RSCK/FKUI Jakarta) pada tahun 1973. Sejak tahun 1975, perhatian terhadap penyakit diare akut


(31)

beralih dari E.Coli enteropatogenik (EPEC) ke E.coli enterotoksigenik (ETEC) disamping Rotavirus dan Salmonella Oranienburg.

E. coli enteroinvasif (enteroinvasive E.coli (EIEC)). Beberapa E.coli dapat menyebabkan diare berdarah dan berinvasi ke usus besar. Strain ini terdiri dari sejumlah kecil serogrup yang dapat dibedakan dari E.coli Enterotoksegenik dan E.coli enteropatogenik dan disebut E.coli enteroinvasif. Strain ini seperti organisme lain yang bersifat invasif, sering juga terdapat dalam tinja yang penuh dengan leukosit dan eritrosit (Suharyono, 2008).

Untuk menguatkan hasil pengujian kemungkinan adanya pencemaran faeces, selain E.Coli juga digunakan bakteri indikator lain sebagai pelengkap, yaitu streptococcus faecalis. Bakteri ini terdapat didalam faeces dan jumlahnya bervariasi, tetapi biasanya ada dalam jumlah lebih sedikit dari pada E.Coli. Di dalam air, streptococcus faecalis kemungkinan mati atau hilang dengan kecepatan kurang lebih sama dengan E.Coli, tetapi lebih cepat dari bakteri koliform lainnya. Apabila dalam suatu sampel air ditemukan bakteri dari kelompok koliform tetapi bukan E.Coli, ditemukannya streptococcus faecalis menunjukkan bukti penguat bahwa sampel tersebut telah tercemar kotoran atau faeces.

Bakteri koliform lain yang juga sering dianalisis untuk mengetahui kualitas air adalah Clostridium Perfringens. Merupakan bakteri yang bersifat gram positif berbentuk batang dan membentuk spora (Fardiaz, 2011). Bakteri ini juga bersifat anaerobik (tidak memerlukan oksigen untuk kehidupannya). Clostridium Perfringens


(32)

biasanya juga terdapat didalam faeces, meskipun dalam jumlah jauh lebih sedikit dari pada E.Coli.

Spora bakteri ini dalam air dapat bertahan hidup lebih lama dibandingkan dengan bakteri dari kelompok coliform, serta tahan terhadap proses klorinasi pada proses yang biasa digunakan pada praktek sanitasi air. Ditemukannya spora dari Clostridium Perfringens pada suatu sampel air menunjukkan adanya kontaminasi oleh faeces, dan bahwa pencemaran tersebut telah terjadi dalam waktu yang agak lama.

Aerobacter dan Klebsiela yang biasa disebut golongan perantara, mempunyai sifat seperti coli, tetapi lebih banyak didapatkan di dalam habitat tanah dan air daripada di dalam usus, sehingga disebut “non-fekal”, dan umumnya tidak patogen (Suriawiria, 2008).

Tabel 2.1 Standar Mutu Bakteriologis Air

Klasifikasi Bakteri coliform/100 ml (dalam MPN-most probable number) Mutu bakteri yang dapat diterapkan hanya

pada penanganan penyucihamaan

0 – 50 Mutu bakteri yang memerlukan cara-cara

penanganan konvensional penggumpalan, penyaringan, penyucihamaan

50 – 5000

Polusi berat yang memerlukan jenis-jenis penanganan yang ekstensif

5000 – 50000 Polusi yang sangat berat, tak dapat diterima

kecuali digunakan penanganan khusus yang dipersiapkan untuk air semacan itu; sumber digunakan hanya bila tidak ada pilihan lain


(33)

Sumber: (Depkes RI dalam Purnawijayanti, 2001) 2.2 Pengertian Air Bersih dan Air Minum

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi kehidupan adalah sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam tubuh manusia itu sendiri. Kehilangan air untuk 15% dari berat badan dapat mengakibatkan kematian yang diakibatkan oleh dehidrasi. Karenanya orang dewasa perlu meminum minimal sebanyak 1,5-2 liter air sehari untuk keseimbangan dalam tubuh dan membantu proses metabolisme (Slamet, 2007).

Dalam tubuh manusia, air diperlukan untuk transportasi zat – zat makanan dalam bentuk larutan dan melarutkan berbagai jenis zat yang diperlukan tubuh. Misalnya untuk melarutkan oksigen sebelum memasuki pembuluh-pembuluh darah yang ada disekitar alveoli (Mulia, 2005).

Siklus hidrologi merupakan suatu fenomena alam. Hidrologi sendiri merupakan suatu ilmu yang mempelajari siklus air pada semua tahapan yang dilaluinya (Chandra, 2006). Menurut Sutrisno (2004) dalam buku Teknologi Penyediaan Air Bersih, jumlah air di alam ini tetap ada dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus hidrologi. Dalam siklus ini dengan adanya penyinaran matahari, maka semua air yang ada di permukaan bumi akan menguap. Penguapan terjadi pada air permukaan, air yang berada pada lapisan tanah bagian atas, air yang ada di dalam tumbuhan, hewan, dan manusia. Karena adanya angin, maka uap air ini


(34)

akan bersatu dan berada di tempat yang tinggi yang sering dikenal dengan nama awan. Oleh angin, awan ini akan terbawa makin lama makin tinggi dimana temperatur di atas makin rendah, yang menyebabkan titik-titik air dan jatuh ke bumi sebagai hujan. Air hujan ini ada yang mengalir langsung masuk ke dalam air permukaan (run-off), ada yang meresap ke dalam tanah (perkolasi) dan menjadi air tanah yang dangkal maupun yang dalam, dan ada yang diserap oleh tumbuhan. Air tanah dalam akan timbul ke permukaan sebagi mata air dan menjadi air permukaan.

Air permukaan yang mengalir di permukaan bumi, umumnya berbentuk sungai-sungai dan jika melalui suatu tempat rendah (cekung) maka air akan berkumpul, membentuk suatu danau atau telaga. Tetapi banyak diantaranya yang mengalir ke laut kembali dan kemudian akan mengikuti siklus hidrologi ini.

Berdasarkan Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 736/ Menkes/ Per/ VI/ 2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum bahwa yang dimaksud air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung di minum. 2.2.1 Sumber Air Bersih

Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut antara lain:

a. Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit b. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun c. Tidak berasa dan tidak berbau


(35)

d. Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga e. Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen

Kesehatan RI.

Air dikatakan tercemar bila mengandung bibit penyakit, parasit, bahan-bahan kimia yang berbahaya dan sampah atau limbah industri (Chandra, 2002). Air yang berada dipermukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya air dapat dibagi menjadi:

a. Air angkasa (Hujan)

Air angkasa terjadi dari proses evaporasi dari air permukaan dan evotranspirasi dari tumbuh-tumbuhan oleh bantuan sinar matahari dan melalui proses kondensasi kemudian jatuh ke bumi dalam bentuk hujan, salju ataupun embun. Air angkasa mempunyai sifat tanah (soft water) karena kurang mengandung garam-garam dan zat-zat mineral sehingga terasa kurang segar juga boros terhadap pemakaian sabun. Air angkasa juga bersifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir sehingga mempercepat terjadinya korosi. Air angksa atau air hujan merupakan sumber utama air dibumi. Walau pada saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya, karbon dioksida, nitrogen dan amoniak (Chandra, 2002).


(36)

Air permukaan meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk, rawa,terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun yang lainnya.

c. Air laut

Air laut mempunyai sifat asin karena kandungan garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air minum. Namun demikian, air laut ini juga dapat dipergunakan sebagai sumber air minum di beberapa negara yang sudah tidak memiliki sumber air yang lebih baik setelah melalui proses desalinasi yang masih sangat mahal biayanya. d. Air tanah

Menurut definisi Undang-undang sumber Daya Air, air tanah merupakan air yang terdapat di dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah (Sujana, 2006). Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan.

Air tanah memiliki beberapa kelebihan dibanding sumber lain. Pertama, air tanah biasanya bebas dari kuman penyakit dan tidak perlu mengalami proses purifikasi. Persediaan air tanah juga cukup tersedia sepanjang tahun, saat musim kemarau sekalipun. Sementara itu, air tanah juga memiliki beberapa kerugian atau


(37)

kelemahan dibanding sumber air lainnya. Air tanah mengandung zat-zat mineral dalam konsentrasi yang tinggi. Konsentrasi yang tinggi dari zat-zat mineral semacam magnesium, kalsium, dan logam berat seperti besi dapat menyebabkan kesadahan air. Selain itu, untuk menghisap dan mengalirkan air ke atas permukaan, diperlukan pompa (Chandra, 2007).

Air tanah terdiri atas:

1) Air tanah dangkal yaitu air yang terjadi karena proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan juga bakteri sehingga air tanah akan mengandung zat kimia karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Pengotoran juga masih terus berlangsung terutama pada muka air ynag dekat dengan muka tanah. Air tanah ini digunakan sebagai sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal. Sebagai sumber air minum, ditinjau dari segi kualitas agak baik. Tetapi dari segi kuantitas kurang cukup dan tergantung pada musim.

2) Air tanah dalam yaitu air tanah yang terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam ini tidak semudah pengambilan air tanah dangkal. Biasanya air tanah dalam ini berada pada kedalaman antara 200 – 300 meter. Kualitas air tanah dalam lebih baik dari air tanah dangkal karena penyaringannya lebih sempurna dan bebas dari bakteri. Susunan unsur-unsur kimia tergantung pada lapis-lapis tanah yang dilalui. Jika melalui tanah kapur maka air menjadi sadah karena mengandung Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2.


(38)

3) Mata air yaitu air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam hampir tidak terpengaruhi oleh musim dan kualitasnya sama dengan air tanah dalam (Sutrisno, 1996).

2.3 Sarana Air Bersih

Air dapat bersumber dari air tanah yaitu air yang tersimpan/ terperangkap di dalam lapisan batuan yang mengalami pengisian/penambahan secara terus menerus oleh alam. Menurut Sanropie (1984), keuntungan penggunaan air tanah adalah (1) pada umumnya dapat dipakai tanpa pengolahan lebih lanjut, (2) paling praktis dan ekonomis untuk mendapatkannya dan membaginya, (3) lapisan tanah yang menampung air dari mana air itu di ambil biasanya merupakan pengumpulan air alamiah. Sedangkan kerugian penggunaan air tanah adalah seringkali mengandung banyak mineral Fe (besi), Mn (mangan), Ca (calsium), dan sebagainya, dan biasanya membutuhkan pemompaan.

2.3.1 Sumur a. Sumur Gali

Sumur gali adalah satu konstruksi sumur yang paling umum dan meluas dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan rumah- rumah perorangan sebagai air minum dengan kedalaman 7-10 meter dari permukaan tanah. Sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat dari permukaan tanah, oleh karena itu dengan mudah terkena kontaminasi melalui rembesan. Umumnya rembesan berasal dari tempat buangan kotoran manusia


(39)

kakus/jamban dan hewan, juga dari limbah sumur itu sendiri, baik karena lantainya maupun saluran air limbahnya yang tidak kedap air.

Keadaan konstruksi dan cara pengambilan air sumur pun dapat merupakan sumber kontaminasi, misalnya sumur dengan konstruksi terbuka dan pengambilan air dengan timba. Sumur dianggap mempunyai tingkat perlindungan sanitasi yang baik, bila tidak terdapat kontak langsung antara manusia dengan air di dalam sumur.

Pada segi kesehatan sebenarnya penggunaan sumur gali ini kurang baik bila cara pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan, tetapi untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran dapat diupayakan pencegahannya. Pencegahan ini dapat dipenuhi dengan memperhatikan syarat-syarat fisik dari sumur tersebut yang didasarkan atas kesimpulan dari pendapat beberapa pakar di bidang ini, diantaranya lokasi sumur tidak kurang dari 10 meter dari sumber pencemar, lantai sumur sekurang-kurang berdiameter 1 meter jaraknya dari dinding sumur dan kedap air, saluran pembuangan air limbah (SPAL) minimal 10 meter dan permanen, tinggi bibir sumur 0,8 meter, memililki cincin (dinding) sumur minimal 3 meter dan memiliki tutup sumur yang kuat dan rapat (Entjang, 2000).

Sumur gali ada yang memakai pompa dan yang tidak memakai pompa. Syarat konstruksi pada sumur gali tanpa pompa meliputi dinding sumur, bibir sumur, lantai sumur, serta jarak dengan sumber pencemar. Sumur gali sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Entjang, 2000):


(40)

Agar sumur terhindar dari pencemaran maka harus diperhatikan adalah jarak sumur dengan jamban, lubang galian untuk air limbah (cesspool, seepage pit), dan sumber-sumber pengotoran lainnya. Jarak tersebut tergantung pada keadaan serta kemiringan tanah, lokasi sumur pada daerah yang bebas banjir dan jarak sumur minimal 15 meter dan lebih tinggi dari sumber pencemaran seperti kakus, kandang ternak, tempat sampah, dan sebagainya (Chandra, 2007). Pada penelitian yang dilakukan oleh Gotaas, dkk dalam Soeparman (2002), sumber kontaminasi yang berupa tinja manusia yang ditempatkan dalam lubang yang menembus permukaan air tanah. Sampel positif organisme coliform didapatkan pada jarak 4 sampai 6 m dari sumber kontaminasi. Daerah kontaminasi melebar ke luar sampai kira-kira 2 m pada titik yang berjarak sekitar 5 m dari jamban dan menyempit pada kira-kira 11 m. Kontaminasi tidak bergerak melawan arah aliran air tanah. Setelah beberapa bulan, tanah sekitar jamban akan mengalami penyumbatan (clogging), dan sampel yang positif dapat diperoleh hanya pada jarak 2-3 m dari lubang. Dengan kata lain, daerah kontaminasi tanah telah menyempit. Pola pencemaran secara kimiawi sama bentuknya dengan pencemaran bakteriologis, hanya jarak jangkaunya lebih jauh.

Berdasarkan sudut pandang sanitasi, yang penting diperhatikan adalah jarak perpindahan maksimum dari bahan pencemar dan kenyataan bahwa arah perpindahan selalu searah dengan arah aliran air tanah. Dalam penempatan sumur, harus diingat bahwa air yang berada dalam lingkaran pengaruh sumur mengalir menuju sumur tersebut. Tidak boleh ada bagian daerah kontaminasi kimiawi


(41)

ataupun bakteriologis yang berada dalam jarak jangkau lingkaran pengaruh sumur (Soeparman, 2002).

Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2916-1992 tentang Spesifikasi Sumur Gali untuk Sumber Air Bersih, bahwa jarak horizontal sumur ke arah hulu dari aliran air tanah atau sumber pengotoran (bidang resapan/tangki septic tank) lebih dari 11 meter, sedangkan jarak sumur untuk komunal terhadap perumahan adalah lebih dari 50 meter.

Menurut Kusnoputranto (1985) dalam soeparman (2002), pola pencemaran oleh zat kimia mengikuti bentuk yang hampir sama dengan pencemaran bakteri. Pada jarak 25 meter dari sumber pencemar area kontaminasi melebar sampai + 9 meter untuk kemudian menyempit hingga jarak + 95 meter. Dengan demikian, sumber air yang ada di masyarakat sebaiknya harus berjarak lebih dari 95 meter dari tempat pembuangan bahan kimia.

Jarak aman antara Lubang Kakus dengan Sumber Air Minum dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain :

a) Topografi tanah: Topografi tanah dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah dan sudut kemiringan tanah.

b) Faktor hidrologi: yang termasuk dalam faktor hidrologi antara lain Kedalaman air tanah, Arah dan kecepatan aliran tanah, Lapisan tanah yang berbatu dan berpasir. Pada lapisan jenis ini diperlukan jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan jarak yang diperlukan untuk daerah yang lapisan tanahnya terbentuk dari tanah liat.


(42)

c) Faktor Meteorologi : di daerah yang curah hujannya tinggi, jarak sumur harus lebih jauh dari kakus.

d) Jenis mikroorganisme: Karakteristik beberapa mikroarganisme ini antra lain dapat disebutkan bahwa bakteri patogen lebih tahan pada tanah basah dan lembab. Cacing dapat bertahan pada tanah yang lembab dan basah selama 5 bulan, sedangkan pada tanah yang kering dapat bertahan selam 1 bulan.

e) Faktor Kebudayaan: Terdapat kebiasaan masyarakat yang membuat sumur tanpa dilengkapi dengan dinding sumur.

f) Frekuensi Pemompaan: Akibat makin banyaknya air sumur yang diambil untuk keperluan orang banyak, laju aliran tanah menjadi lebih cepat untuk mengisi kekosongan (Chandra, 2007).

2) Konstruksi sumur gali

Dalam hal konstruksi sumur gali, hal yang harus diutamakan adalah dinding sumur gali. Kriteria yang harus diperhatikan dalam membuat dinding sumur gali adalah:

a) Jarak kedalaman 3 meter dari permukaan tanah, dinding sumur gali harus terbuat dari tembok yang kedap air (disemen). Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi perembesan air/pencemaran oleh bakteri dengan karakteristik habitat hidup pada jarak tersebut. Selanjutnya pada kedalaman 1,5 meter dinding berikutnya terbuat dari pasangan batu bata tanpa semen, sebagai bidang perembesan dan penguat dinding sumur (Entjang, 2000).


(43)

b) Pada kedalaman 3 meter dari permukaan tanah, dinding sumur harus dibuat dari tembok yang tidak tembus air, agar perembesan air permukaan yang telah tercemar tidak terjadi. Kedalaman 3 meter diambil karena bakteri pada umumnya tidak dapat hidup lagi pada kedalaman tersebut. Kira-kira 1,5 meter berikutnya ke bawah, dinding ini tidak dibuat tembok yang tidak disemen, tujuannya lebih untuk mencegah runtuhnya tanah (Azwar, 1995).

c) Dinding sumur bisa dibuat dari batu bata atau batu kali yang disemen. Akan tetapi yang paling bagus adalah pipa beton. Pipa beton untuk sumur gali bertujuan untuk menahan longsornya tanah dan mencegah pengotoran air sumur dari perembesan permukaan tanah. Untuk sumur sehat, idealnya pipa beton dibuat sampai kedalaman 3 meter dari permukaan tanah. Dalam keadaan seperti ini diharapkan permukaan air sudah mencapai di atas dasar dari pipa beton. (Machfoedz, 2004).

d) Kedalaman sumur gali dibuat sampai mencapai lapisan tanah yang mengandung air cukup banyak walaupun pada musim kemarau (Entjang, 2000).

Selanjutnya adalah bibir sumur gali. Untuk keperluan bibir sumur ini terdapat beberapa pendapat antara lain :

a) Di atas tanah dibuat tembok yang kedap air setinggi minimal 70 cm untuk mencegah pengotoran dari air permukaan serta untuk aspek keselamatan (Entjang, 2000).


(44)

b) Dinding sumur di atas permukaan tanah kira-kira 70 cm, atau lebih tinggi dari permukaan air banjir, apabila daerah tersebut adalah daerah banjir (Machfoedz, 2004).

c) Dinding parapet merupakan dinding yang membatasi mulut sumur dan harus dibuat setinggi 70-75 cm dari permukaan tanah. Dinding ini merupakan satu kesatuan dengan dinding sumur (Chandra, 2007).

Dalam konstruksi sumur gali, salah satu juga yang harus diperhatikan adalah lantai sumur gali. Ada beberapa pendapat konstruksi lantai sumur antara lain : a) Lantai sumur dibuat dari tembok yang kedap air ± 1,5 m lebarnya dari dinding

sumur. Dibuat agak miring dan ditinggikan 20 cm di atas permukaan tanah, bentuknya bulat atau segi empat (Entjang, 2000).

b) Tanah di sekitar tembok sumur atas disemen dan tanahnya dibuat miring dengan tepinya dibuat saluran. Lebar semen di sekeliling sumur kira-kira 1,5 meter, agar air permukaan tidak masuk (Azwar, 1995).

c) Lantai sumur kira-kira 20 cm dari permukaan tanah (Machfoedz, 2004). 3) Saluran Pembuangan Air Limbah

Penentuan persyaratan dari sumur gali didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:

1) Kemampuan hidup bakteri patogen selama 3 hari dan perjalanan air dalam tanah 3 meter/hari.

2) Kemampuan bakteri patogen menembus tanah secara vertical sedalam 3 meter. 3) Kemampuan bakteri patogen menembus tanah secara horizontal sejauh 1 meter.


(45)

4) Kemungkinan terjadinya kontaminasi pada saat sumur digunakan maupun sedang tidak digunakan.

5) Kemungkinan runtuhnya tanah dinding sumur.

Menurut Entjang (2000), saluran pembuangan air limbah dari sekitar sumur dibuat dari tembok yang kedap air dan panjangnya sekurang-kurangnya 10m. Sedangkan pada sumur gali yang dilengkapi pompa, pada dasarnya pembuatannya sama dengan sumur gali tanpa pompa, tapi air sumur diambil dengan mempergunakan pompa. Kelebihan jenis sumur ini adalah kemungkinan untuk terjadinya pengotoran akan lebih sedikit disebabkan kondisi sumur selalu tertutup. b. Sumur Bor

Dengan cara pengeboran, lapisan air tanah yang lebih dalam ataupun lapisan tanah yang jauh dari tanah permukaan dapat dicapai sehingga sedikit dipengaruhi kontaminasi. Umumnya air ini bebas dari pengotoran mikrobiologi dan secara langsung dapat dipergunakan sebagai air minum. Air tanah ini dapat diambil dengan pompa tangan maupun pompa mesin.

2.3.2 Air Pipa (ledeng)

Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat selain air sumur gali adalah air pipa atau air kran. Air bersih yang bersumber dari air kran di salurkan melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Namun, setiap PDAM di setiap daerah belum tentu memiliki kualitas dan kuantitasnya sama dengan daerah lainnya.

Secara teknis pelayanan air bersih dengan sistem perpipaan harus memenuhi unsur-unsur sebagai:


(46)

1) Air tersedia secara kontinyu 24 jam sehari

2) Tekanan air di ujung pipa minimal sebesar 1,5 – 2 atm 3) Kualitas air harus memenuhi standar yang ditetapkan.

Sarana perpipaan adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang menghasilkan, menyediakan dan membagikan air minum untuk masyarakat melalui jaringan perpipaan/distribusi. Air yang dimanfaatkan adalah air tanah atau air permukaan dengan atau tanpa diolah. Ada beberapa cara pendistribusian air perpipaan meliputi:

1) Sambungan rumah, air disalurkan sampai rumah melalui jaringan perpipaan sehingga masyarakat tidak perlu lagi pergi dari rumah untuk mengambil air. 2) Kran umum, air hanya disalurkan sampai target tertentu dan masyarakat dapat

mengambil air dari tempat tersebut melalui kran.

3) Hidran umum adalah kran umum yang dilengkapi dengan tangki air karena penyaluran air kurang dari 24 jam dalam sehari atau karena tekanannya rendah. 4) Terminal air, pada dasarnya sama dengan hidran umum, tetapi ditujukan untuk

daerah yang belum terjangkau jaringan distribusi air minum (jaraknya relatif jauh), sehingga air bersih secara berkala dikirim dengan tangki dan ditampung dalam terminal-terminal air.

2.4 Jarak Industri dengan Pemukiman

Berkembangnya suatu Kawasan Industri tidak terlepas dari pemilihan lokasi kawasan industri yang dikembangkan, karena sangat dipengaruhi oleh beberapa


(47)

factor/variabel di wilayah lokasi kawasan. Selain itu dikembangkannya suatu Kawasan Industri juga akan memberikan dampak terhadap beberapa fungsi di sekitar lokasi kawasan. Oleh sebab itu, beberapa kriteria menjadi pertimbangan di dalam pemilihan lokasi Kawasan Industri, salah satu diantaranya adalah Jarak terhadap Pemukiman.

Pertimbangan jarak terhadap pemukiman bagi pemilihan lokasi kegiatan industri, pada prinsipnya memilikki dua tujuan pokok, yaitu:

1) Berdampak positif dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga kerja dan aspek pamasaran produk. Dalam hal ini juga perlu dipertimbangkannya adanya kebutuhan tambahan akan perumahan sebagai akibat dari pembangunan kawasan industri. Dalam kaitannya dengan jarak terhadap pemukiman disini harus mempertimbangkan masalah pertumbuhan perumahan, dimana sering terjadi areal tanah disekitar lokasi industri menjadi kumuh dan tidak ada lagi jarak antara perumahan dengan kegiatan industri.

2) Berdampak negative karena kegiatan industri menghasilkan polutan dan limbah yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat.

3) Jarak terhadap pemukiman yang ideal minimal 2 (dua) Km dari lokasi kegiatan industri (Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No: 35/M-IND/PER/3/2010).

Pasar hewan merupakan suatu tempat penjualan hewan yang keberadaannya dapat menimbulkan masalah pencemaran, karena Limbah hewan yang berupa feces dan urine dapat bertindak sebagai media pertumbuhan dan perkembangan mikroba


(48)

sehingga limbah tersebut mudah mengalami pembusukan. Dalam proses pembusukannya di dalam air, mengakibatkan kandungan NH3 dan H2S di atas maksimum kriteria kualitas air, dan kedua gas tersebut menimbulkan bau yang tidak sedap serta dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan yang disertai dengan reaksi fisiologik tubuh berupa rasa mual dan kehilangan selera makan. Selain menimbulkan gas berbau busuk juga adanya pemanfaatan oksigen terlarut yang berlebihan dapat mengakibatkan kekurangan oksigen bagi biota air (Roihatin, 2006). Oleh karena itu, sebaiknya pasar hewan berada jauh dari pemukiman penduduk. 2.5 Tindakan Pengguna Air

Domain terakhir dari perilaku kesehatan adalah tindakan. Tindakan tersebut didasari pada penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahuinya, kemudian disikapi dan akhirnya mengambil keputusan untuk melakukannya. Tindakan dalam penelitian ini adalah segala sesuatu bentuk nyata yang dilakukan oleh pengguna sumur gali yang dapat mencemari air sumur gali. Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2005), praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu:

1. Praktik terpimpin (Guided respons), yaitu apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.


(49)

2. Praktik secara mekanisme (Mecanism), yaitu Apabila seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.

3. Adopsi (Adoption), adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau disebut juga tindakan atau perilaku yang berkualitas.

Menurut Azwar (2003), tindakan manusia ada tiga jenis yaitu: 1) tindakan ideal, artinya tindakan yang dapat diamati dan dilakukan oleh individu atau masyarakat untuk mengurangi atau membantu memecahkan masalah; 2) tindakan sekarang, artinya perilaku yang dilaksanakan saat ini, dan 3) tindakan yang diharapkan, yakni tindakan yang diharapkan dilaksanakan oleh sasaran.

2.6 Kualitas Air

Kelayakan air dapat diukur secara kualitas dan kuantitas. Kualitas air adalah sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain dalam air yang mencakup kualitas fisik, kimia dan biologis (Effendi, 2003).

Analisis kualitas air dapat dilakukan di laboratorium maupun secara sederhana. Pemerikasaan di laboratorium akan menghasilkan data yang lengkap dan bersifat kuantitatif, sedangkan pemeriksaan sederhana hanya bersifat kualitatif. Pemeriksaan sederhana mempunyai keuntungan karena murah dan mudah sehingga setiap orang dapat melakukannya tanpa memerlukan bahan-bahan yang mahal (Kusnaedi, 2006).


(50)

Masalah air baku untuk industri air bersih menjadi sangat penting. Kualitas air bersih yang dipengaruhi kualitas air baku tersebut akan berpengaruh pada kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya (Amsyari, 1996). Kualitas air bersih sangat erat kaitannya dengan kualitas air bakunya. Umumnya air baku dari air sumber (air tanah) kualitasnya sudah cukup baik sehingga tidak sulit menjadikannya air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan. Pada sisi lain air bersih dalam jumlah banyak harus mengambil dari sumber air yang besar pula. Ini sering terjadi di kota besar dan akhirnya memilih air sungai yang ada di dekatnya sebagai sumber air baku. Kualitas air sungai sebagai air permukaan jelas berbeda dengan air sumber dan air tanah dalam sehingga perlu proses yang lebih banyak. Pada awalnya proses itu pun tidak begitu berat karena air sungai hanya terkait dengan limbah rumah tangga yang jumlahnya pun terbatas sehingga proses penjernihannya pun relatif sederhana (Amsyari, 1996).

Dengan perkembangan industri masalah air baku tidak hanya karena pencemaran dari limbah domestik, akan tetapi juga dari limbah industri yang pekat dengan macam bahan kimiawi yang luas. Bahan beracun dan berbahaya jelas tidak banyak dikeluarkan oleh limbah rumah tangga. Bahan seperti itu umumnya dari industri yang melibatkan banyak reaksi kimia, seperti industri kertas, cat dan lainnya. Jelas proses pengolahan air bersih yang akan dilakukan akan lebih kompleks (Amsyari, 1996).

2.6.1 Kualitas Bakteriologis

Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri, baik air angkasa, air permukaan, maupun air tanah. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Penyakit yang ditransmisikan


(51)

melalui faecal material dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan metazoa. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri patogen. Bakteri golongan Coli (Coliform bakteri) tidak merupakan bakteri patogen, tetapi bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri patogen (Soemirat, 2000). Menurut Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990, bakteri coliform yang memenuhi syarat untuk air bersih bukan perpipaan adalah < 50 MPN.

Air tidak boleh mengandung Coliform. Air yang mengandung golongan Coli dianggap telah terkontaminasi dengan kotoran manusia (Sutrisno, 2004). Berdasarkan Kempenkes RI Nomor 907/ MENKES/SK/VII/2002, persyaratan bakteriologis air minum adalah dilihat dari Coliform per 100 ml sampel air dengan kadar maksimum yang diperbolehkan adalah 0 (nol). Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002, Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum setelah dimasak. Air bersih didapat dari sumber mata air yaitu air tanah, sumur, air tanah dangkal, sumur artetis atau air tanah dalam. Air bersih ini termasuk golongan B yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.

Kualitas air bersih apabila ditinjau berdasarkan kandungan bakterinya menurut SK. Dirjen PPM dan PLP No. 1/PO.03.04.PA.91 dan SK JUKLAK Pedoman Kualitas Air Tahun 2000/2001, dapat dibedakan ke dalam 5 kategori sebagai berikut.


(52)

2. Air bersih kelas B kategori kurang baik mengandung Coliform 51-100 3. Air bersih kelas C kategori jelek mengandung Coliform 101-1000

4. Air bersih kelas D kategori amat jelek mengandung Coliform 1001-2400

5. Air bersih kelas E kategori sangat amat jelek mengandung Coliform lebih 2400. 2.6.2 Kualitas Fisik

Peraturan menteri kesehatan RI Nomor: 416/MENKES/PER/IX/1990, menyatakan bahwa air yang layak dikonsumsi dan digunakan dalam kehidupan seharihari adalah air yang mempunyai kualitas yang baik sebagai sumber air minum maupun air baku (air bersih), antara lain harus memenuhi persyaratan secara fisik, tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh, serta tidak berwarna. Pada umunya syarat fisik ini diperhatikan untuk estetika air. Adapun sifat-sifat air secara fisik dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya sebagai berikut :

1) Suhu

Temperatur air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air tersebut dan dapat pula mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahannya terutama apabila temperature sangat tinggi. Temperatur yang diinginkan adalah ± 30C suhu udara disekitarnya yang dapat memberikan rasa segar, tetapi iklim setempat atau jenis dari sumber-sumber air akan mempengaruhi temperatur air. Disamping itu, temperatur pada air mempengaruhi secara langsung toksisitas banyaknya bahan kimia pencemar pertumbuhan mikroorganisme, dan virus. Temperature atau suhu air diukur dengan menggunakan termometer air.


(53)

Bau dan rasa biasanya terjadi secara bersamaan dan biasanya disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme mikroskopik, serta persenyawaan-persenyawaan kimia seperti phenol. Bahan– bahan yang menyebabkan bau dan rasa ini berasal dari berbagai sumber. Intensitas bau dan rasa dapat meningkat bila terdapat klorinasi. Karena pengukuran bau dan rasa ini tergantung pada reaksi individu maka hasil yang dilaporkan tidak mutlak. Untuk standard air bersih sesuai dengan Permenkes RI No.416/MENKES/PER/IX/1990 menyatakan bahwa air bersih tidak berbau dan tidak berasa .

3) Kekeruhan

Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar dari partikel-partikel kecil yang tersuspensi. Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan, dan akan mengurangi efektivitas usaha desinfeksi (Sutrisno, 1991). Tingkat kekeruhan air dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium dengan metode Turbidimeter. Untuk standar air bersih ditetapkan oleh Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990, yaitu kekeruhan yang dianjurkan maksimum 25 NTU (Depkes RI, 1995).


(54)

2.6.3 Kualitas Kimia

Air bersih yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain Air raksa (Hg), Aluminium (Al), Arsen (As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Calsium (Ca), Mangan ( Mn ), Derajat keasaman (pH), Cadmium (Cd), dan zat-zat kimia lainnya. Kandungan zat kimia dalam air bersih yang digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan seperti tercantum dalam Permenkes RI 416/MENKES/PER/IX/1990.

Penggunaan air yang mengandung bahan kimia beracun dan zat-zat kimia yang melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan berakibat tidak baik bagi kesehatan dan material yang digunakan manusia. Contohnya pH; pH Air sebaiknya netral yaitu tidak asam dan tidak basa untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan. pH air yang dianjurkan untuk air minum adalah 6,5–9. Air merupakan pelarut yang baik sekali maka jika dibantu dengan pH yang tidak netral dapat melarutkan berbagai elemen kimia yang dilaluinya (Soemirat, 2000).

2.7 Upaya Memperoleh Air Bersih

Upaya memperoleh air bersih dapat dilakukan dalam skala besar maupu skala kecil sesuai dengan kebutuhannya

2.7.1 Penyimpanan

Air yang disimpan dalam wadah penampungan akan melalui proses purifikasi secara alami sebagai berikut:


(55)

a. Proses fisik

Setelah melalui proses fisik, kualitas air sudah dapat diperbaiki sampai sekitar 90%. Benda-benda yang terlarut dalam air akan mengendap dalam waktu 24 jam dan air akan bertambah jernih

b. Proses kimiawi

Selama proses penampungan juga berlangsung proses kimiawi. Dalam proses ini , bakteri aerobik akan mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat didalam air dengan bantuan oksigen bebas. Akibatnya, konsentrasi amonia akan berkurang sementara konsentrasi nitrat justru meningkat.

c. Proses biologis

Organisme patogen berangsur-angsur akan mati. Keadaan ini dapat terlihat jika air disimpan selama 5-7 hari. Dalam kondisi tersebut, jumlah bakteri dalam air akan berkurang sampai 90%.

Batas waktu yang optimum untuk penampungan berkisar antara 10-14 hari, bila lebih lama akan berkembang tumbuh-tumbuhan air seperti alga yang dapat menimbulkan rasa dan bau tidak enak dan perubahan warna pada air.

2.7.2 Penyaringan

Proses penyaringan atau filtrasi merupakan tahap kedua dari proses purifikasi air. Proses ini sangat penting karena dapat mengurangi jumlah bakteri sampai sekitar 98-99% dalam air yang dihasilkan. Proses filtrasi dapat dilakukan melalui slow sand filter (filter biologis) dan rapid sand filter (filter mekanis). Metode-metode tersebut


(56)

memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sampai saat ini, kedua metode tersebut masih digunakan sebagai metode standar dalam proses purifikasi air.

Slow sand filter dipakai untuk proses purifikasi air dalam skala kecil sedangkan rapid sand filter dipakai untuk proses purifikasi air dalam skala besar terutama untuk memenuhi kebutuhan penduduk di kota besar.

2.7.3 Klorinasi

Klorinasi adalah proses pemberian klorin ke dalam air yang telah menjalani proses filtrasi dan merupakan langkah yang maju dalam proses purifikasi air. Klorin ini banyak digunakan dalam pengolahan limbah industri, air kolam renang, dan air minum di negara-negara sedang berkembang karena sebagai desinfektan, biayanya relatif lebih murah, mudah dan efektif. Senyawa-senyawa klor yang umum digunakan dalam proses klorinasi, antara lain, gas klorin, senyawa hipoklorit, klor dioksida, bromine klorida, dihidroisosianurate dan kloramin (Chandra, 2007).

2.8 Peranan Air Bagi Kehidupan Manusia

Semua makhluk hidup memerlukan air, karena air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Tidak satupun kehidupan yang ada di dunia ini dapat berlangsung terus tanpa tersedianya air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat mutlak, karena sebenarnya zat pembentuk tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air, yang jumlahnya sekitar 73 % dari bagian tubuh tanpa jaringan lemak (Azwar, 1995).


(57)

Kegunaan air bagi tubuh manusia antara lain untuk proses pencernaan, metabolisme, mengangkat zat-zat makanan dalam tubuh, mengatur keseimbangan suhu tubuh dan menjaga tubuh jangan sampai kekeringan. Air yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup sehat harus memenuhi syarat kualitas. Disamping itu harus pula dapat memenuhi secara kuantitas (jumlahnya). Diperkirakan untuk kegiatan rumah tangga yang sederhana paling tidak membutuhkan air sebanyak 100 L/orang/hari. Angka tersebut misalnya untuk :

a. Berkumur, cuci muka, sikat gigi, wudhu : 20L/orang/hari b. Mandi/mencuci pakaian dan alat rumah tangga : 45L/orang/hari c. Masak, minum : 5L/orang/hari

d. Menggolontor kotoran : 20L/orang/hari

e. Mengepel, mencuci kendaraan : 10L/orang/hari (Entjang, 2000).

Jumlah air untuk keperluan rumah tangga perhari perkapita tidaklah sama untuk tiap negara. Pada umumnya, dapat dikatakan pada negara-negara yang sudah maju, jumlah pamakaian air per hari per kapita lebih besar dari dari pada negara berkembang. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air sangatlah bervariasi sehingga rata-rata pemakaian air per orang per hari berbeda untuk satu negara dengan negara lainnya, satu kota dengan kota lainnya, satu desa dengan desa lainnya.

2.9 Peranan Air Dalam Penyebaran Penyakit

Disamping air merupakan suatu bahan yang sangat dibutuhkan oleh manusia juga dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan terhadap pemakainya karena


(58)

mengandung mineral atau zat-zat yang tidak sesuai untuk dikonsumsi sehingga air dapat menjadi media penular penyakit. Didalam menularkan penyakit air berperan dalam empat cara:

a. Water Borne

Kuman petogen dapat berada dalam air minum untuk manusia dan hewan. Bila air yang mengandung kuman patogen ini terminum maka dapat menjadi penyakit pada yang bersangkutan. Penyakit menular yang disebarkan oleh air secara langsung ini sering kali dinyatakan sebagai penyakit bawaan air atau “Water Borne Disease”. Penyakit-penyakit tersebut diantaranya : kholera, penyakit typhoid, penyakit hepatitis infeksiosa, penyakit disentri basiler. Penyakit– penyakit ini hanya dapat menyebar apabila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.

b. Water Washed

Cara penularan penyakit ini berkaitan erat dengan air bagi kebersihan umum alatalat terutama alat-alat dapur, makan, dan kebersihan perorangan. Dengan terjaminnya kebersihan oleh tersedianya air yang cukup, maka penyakit-penyakit tertentu dapat dikurangi pada manusia. Kelompok-kelompok penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis. Peranan terbesar air bersih dalam penularan cara water washed terutama berada di bidang hygiene sanitasi. Mutu air yang diperlukan


(59)

tidak seketat mutu air bersih untuk diminum, yang lebih menentukan dalam hal ini adalah banyaknya air yang tersedia.

c. Water Bashed

Penyakit pada siklusnya memerlukan pejamu (host) perantara. Pejamu/perantara ini hidup didalam air, contoh penyakit ini adalah penyakit schistosomiasis dan dracunculus medinensis (guinea warm). Larva schistosomiasis hidup dalam keong-keong air. Setelah waktunya, larva ini akan berubah bentuk menjadi cercaria dan menembus kulit (kaki) manusia yang berada dalam air tersebut. Badan-badan air yang potensial untuk menjangkitkan jenis penyakit ini adalah badan-badan air yang terdapat di alam yang sering berhubungan erat dengan kehidupan manusia sehari-hari seperti menangkap ikan, mandi, cuci, dan sebagainya.

d. Water Rellated Vektor Disease (vektor-vektor insekta yang berhubungan dengan air). Air merupakan tempat perindukan bagi beberapa macam insekta yang merupakan vektor beberapa macam penyakit. Air yang merupakan salah satu unsur alam yang harus ada di lingkungan manusia merupakan media yang baik bagi insekta untuk berkembang biak. Beberapa penyakit yang dapat disebabkan oleh insekta ini adalah malaria, yellow fever, dengue, onchocersiasis (river blindness). Nyamuk aedes aegypti yang merupakan vektor penyakit dengue dapat berkembang biak dengan mudah bila pada lingkungan terdapat tempat-tempat sementara untuk air bersih seperti gentong air, pot, dan sebagainya.


(60)

2.10 Landasan Teori

Landasan teoritis dalam penelitian ini menggunakan teori Simpul Kejadian Penyakit. Teori simpul kejadian penyakit terdiri dari simpul satu yaitu tentang sumber penyakit, simpul dua tentang media transmisi penyakit, simpul tiga tentang perilaku pemajanan, dan simpul empat kejadian penyakit.

Simpul satu menarangkan bahwa sumber penyakit adalah titik mengeluarkan atau mengemisi agent penyakit. Simpul dua tentang media transmisi penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat memindahkan agent penyakit yaitu:

a. Udara b. Air

c. Tanah/pangan d. Binatang/serangga e. Manusia/langsung.

Simpul tiga tentang perilaku pemajanan yaitu agent penyakit dengan atau tanpa menumpang dengan komponen lingkungan lain, masuk ke dalam tubuh melalui satu proses yang kita kenal sebagai proses “hubungan interaktif”.

Masing-masing agent penyakit yang masuk ke dalam tubuh dengan cara yang khas, ada tiga route of entry yakni:

1. Sistem pernafasan 2. Sistem pencernaan

3. Masuk melalui permukaan kulit.


(1)

MASTER DATA

KONSTRUKSI SUMUR No dinding lantai bibir tutup saluran

limbah

jarak dengan septik tank

jarak dg tempat pembuangan sampah

jarak dg tempat pembuangan air limbah

1 1 2 2 2 2 1 2 2

2 2 2 2 2 2 2 2 2

3 1 1 1 1 1 1 2 1

4 1 1 1 1 2 1 1 1

5 1 1 1 2 2 1 2 2

6 1 1 1 1 1 2 2 2

7 1 1 1 1 1 1 2 1

8 1 2 2 1 1 1 1 1

9 1 1 1 1 1 2 2 2

10 1 2 2 1 2 1 2 1

11 1 1 1 1 1 2 1 1

12 1 1 1 1 1 1 1 1

13 2 1 2 1 2 1 1 1

14 2 2 1 1 2 2 2 2

15 1 2 2 2 2 1 2 1

16 2 2 2 1 2 1 2 2

17 2 2 2 1 2 2 2 2


(2)

20 1 2 2 1 2 1 2 1

21 1 1 1 2 2 2 1 1

22 2 2 2 2 2 2 2 2

23 2 2 2 2 2 2 1 1

24 1 1 1 1 1 1 1 1

25 1 1 1 1 1 1 1 1

26 2 1 1 1 1 1 1 1

27 1 1 2 1 2 1 1 1

28 1 1 1 2 2 1 2 1

29 2 1 1 1 1 2 1 1

30 1 1 2 2 2 2 1 1

31 1 1 2 2 2 2 1 1

32 1 1 1 1 1 1 1 1

33 2 1 1 1 2 1 1 1

34 1 1 2 2 2 1 1 1

35 2 1 1 1 1 1 1 1

36 2 2 2 2 2 2 2 2

37 1 1 1 1 1 1 1 1

38 1 1 1 1 1 1 1 1

39 2 2 2 2 2 1 1 1


(3)

44 2 2 2 2 2 1 2 2

45 2 2 2 1 2 1 1 2

46 1 1 2 2 2 2 2 2

47 1 1 1 1 1 1 1 1

48 1 2 2 1 1 2 2 2

49 1 1 1 1 1 1 1 1

50 1 2 2 2 2 1 1 1

51 1 1 1 1 1 1 1 1

52 1 1 1 2 2 1 1 1

53 2 2 2 2 1 2 2 2

54 1 1 1 1 1 2 2 1

55 1 1 2 2 2 1 1 1

56 2 2 2 1 1 2 2 2

57 1 2 2 2 2 1 1 1


(4)

MASTER DATA

TINDAKAN PENGGUNA AIR SUMUR GALI

No k.sehari mandi minum masak desinfektan olah saring pompa timba letak tali

1 2 2 1 2 1 1 1 2 1 - -

2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1 1

3 2 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1

4 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2

5 2 2 1 2 1 2 1 1 2 2 1

6 2 2 2 2 1 2 1 1 2 2 2

7 2 2 1 2 2 2 1 1 2 1 1

8 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2

9 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2

10 2 2 1 2 1 1 1 1 2 2 2

11 2 2 2 2 1 2 2 2 1 - -


(5)

17 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1 2

18 1 1 1 2 1 1 1 2 2 2 2

19 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1 2

20 1 1 1 2 1 2 1 2 2 2 1

21 2 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2

22 2 2 1 2 1 1 1 1 2 2 2

23 2 2 1 2 1 1 1 1 2 2 2

24 2 2 1 2 1 1 1 1 2 2 2

25 2 2 2 2 1 2 2 2 1 - -

26 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2

27 2 2 1 2 1 1 1 2 1 - -

28 2 2 1 2 1 2 2 2 1 - -

29 2 2 1 2 1 1 2 1 2 2 2

30 2 2 1 2 1 1 1 2 1 - -

31 2 2 1 2 1 1 1 2 1 - -

32 2 2 1 1 1 2 2 2 1 - -

33 2 2 1 1 1 1 2 2 1 - -

34 2 2 2 2 1 2 2 2 1 - -

35 2 2 1 1 1 1 2 2 1 - -

36 2 2 1 1 1 1 2 1 2 2 2

37 2 2 2 2 1 1 2 1 2 2 2

38 2 2 2 2 1 1 2 1 2 2 2

39 2 2 1 2 1 2 2 2 1 - -

40 2 2 1 2 1 2 2 2 1 - -


(6)

43 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2

44 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2

45 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2

46 2 2 2 2 1 2 1 1 2 2 2

47 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2

48 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2

49 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2

50 2 2 1 2 1 1 1 1 2 1 1

51 2 2 1 2 1 2 2 2 1 - -

52 2 2 1 2 1 2 2 2 1 - -

53 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2

54 2 2 1 1 1 2 2 2 1 - -

55 2 2 1 2 1 2 2 2 1 - -

56 2 2 1 1 1 2 2 2 1 - -

57 2 2 1 2 1 1 1 1 2 2 1


Dokumen yang terkait

Keadaan Sumur Gali Di Desa Aek Nauli Kecamatan Padang Sidempuan Timur Kabupaten Tap-Sel Tahun 2000 (Ditinjau Dari Aspek Konstruksi)

0 38 57

Hubungan Keadaan Konstruksi Sarana Air Bersih Sumur GaIi Dan Kualitas Bakteriologi Air Di Desa Sukadame Kec. Tigapanah Kab. Karo Tahun 2000

1 27 73

Hubungan Menyiram Menggunakan Air Sumur dengan Kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada Tanaman Kubis di Desa Seribu Dolok, Simalungun, Sumatera Utara Tahun 2011

5 46 51

Gambaran Perilaku Masyarakat Tentang Konstruksi Sumur Gali Dan Kualitas Air Sumur Gali Di Desa Gunung Raya Kabupaten Labuhan Batu Rantau Prapat Tahun 2010

3 80 87

Pengaruh Kualitas Air Sumur Dan Perilaku Pengguna Terhadap Keluhan Penyakit Pada Pesantren Tradisional Di Kota Langsa

4 45 148

Analisa Kualitas Fisik, Bakteriologis Dan Kimia Air Sumur Gali Serta Gambaran Keadaan Konstruksi Sumur Gali Di Desa Patumbak Kampung Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010

9 73 99

Hubungan Jarak Kandang Ternak, Perilaku Masyarakat Dan Konstruksi Sumur Gali terhadap Kualitas Bakteriologis Air Sumur Gali Penduduk Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2015

8 83 127

Hubungan Jarak Kandang Ternak, Perilaku Masyarakat Dan Konstruksi Sumur Gali terhadap Kualitas Bakteriologis Air Sumur Gali Penduduk Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2015

5 20 127

Hubungan Jarak Septic Tank, Konstruksi Sumur Gali, dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kandungan Bakteri Escherichia coli Air Sumur Gali Penduduk di Desa Mekar Makmur Kecamatan Sei Lepan Kabupaten Langkat Tahun 2016

2 42 156

STUDI KUALITAS AIR SUMUR GALI PENDUDUK DILIHAT DARI FISIK, KIMIA DAN BAKTERIOLOGIS SERTA GAMBARAN KONSTRUKSI SUMUR GALI DI KECAMATAN PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG.

0 3 21