Pengaruh Kualitas Air Sumur Dan Perilaku Pengguna Terhadap Keluhan Penyakit Pada Pesantren Tradisional Di Kota Langsa

(1)

PENGARUH KUALITAS AIR SUMUR DAN PERILAKU PENGGUNA TERHADAP KELUHAN PENYAKIT PADA PESANTREN

TRADISIONAL DI KOTA LANGSA

T E S I S

Oleh TEUKU FAISAL

087031016/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KUALITAS AIR SUMUR DAN PERILAKU PENGGUNA TERHADAP KELUHAN PENYAKIT PADA PESANTREN

TRADISIONAL DI KOTA LANGSA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh TEUKU FAISAL

087031016/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PERNYATAAN

PENGARUH KUALITAS AIR SUMUR DAN PERILAKU PENGGUNA TERHADAP KELUHAN PENYAKIT PADA PESANTREN

TRADISIONAL DI KOTA LANGSA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2010


(4)

Judul Tesis: : PENGARUH KUALITAS AIR SUMUR DAN PERILAKU PENGGUNA TERHADAP

KELUHAN PENYAKIT PADA PESANTREN TRADISIONAL DI KOTA LANGSA

Nama Mahasiswa : Teuku Faisal Nomor Induk Mahasiwa : 087031016

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui,  Komisi Pembimbing 

         

(Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S)  Ketua 

   

     

(Drs. Chairuddin, M.Sc)  Anggota           

Ketua Program Studi 

         

(Dr.Drs.Surya Utama, M.S) 

  Dekan 

         


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 18 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S Anggota : 1. Drs. Chairuddin, M.Sc

2. Prof. Dr. rer. nat Effendy De Lux Putra, SU, Apt 3. dr. Wirsal Hasan, M.P.H


(6)

ABSTRAK

Sumber air yang digunakan pesantren Tradisional di Kota Langsa adalah air sumur. Kualitas air sumur di pesantren belum terjamin kualitas fisik, kimia dan bakteriologis, sehingga berdampak terhadap gangguan pencernaan dan kulit bagi penggunanya

Penelitian ini merupakan survai cross sectional bertujuan menganalisis kualitas air sumur (fisik, kimia dan bakteriologi) dan pengaruh perilaku pengguna (pengetahuan, sikap dan tindakan) terhadap keluhan penyakit. Sampel air adalah air sumur Pesantren Tradisional di Kota Langsa sebanyak 18 buah, dan sampel pengguna air diambil secara proporsional random sampling sebanyak 92 orang pengguna air sumur. Pengumpulan data meliputi data primer yaitu sampel air dengan pemeriksaan kualitas fisik, kimia, bakteriologis, perilaku pengguna dan keluhan penyakit dengan kuesioner serta data sekunder melalui studi dokumentasi. Analisis data dengan uji regresi logistik ganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil pengukuran di laboratorium menunjukkan parameter fisik dari air sumur tidak berwarna, berbau, dengan suhu rata-rata : 29 0C, dengan indeks rata-rata kimia dan bakteriologis air sumur sebagai berikut: 5,15 kekeruhan, 31,4 mg/L Nitrat, 2,4 mg/L Nitrit, 50,4 mg/L Klorida, 0,87 mg/L Fe (besi), 276 mg/L Kesadahan dan 6,8 pH, kadar Eschericia coli rata-rata 5307,28 /100 ml air, dan total coliform rata-rata 5303,72/100 ml air. Hasil uji regresi logistik ganda menunjukkan variabel tindakan merupakan variabel paling dominan berpengaruh terhadap keluhan penyakit.

Kepada pengguna air agar meningkatkan tindakan personal hygiene dan perilaku menjaga kebersihan diri dan kepada Dinas Kesehatan Kota Langsa agar meningkatkan upaya promosi kesehatan berbasis lingkungan ke pesantren-pesantren Tradisional di Kota Langsa.


(7)

ABSTRACT

Most of traditional Islamic Boarding School at Langsa use well water, since it’s quality was physically, chemically, and bacteriologically not good, so that it affected its users health.

This research was an analytical survey with cross sectional study design. 18 the water samples were taken from the Boarding Schools at Langsa, and 92 samples of the water users were taken with proportional random sampling. The collected data consisted of primary and the secondary data. The data were analyzed with chi square test and multiple logistic regression test with the liability of 95 %.

The result showed that in general the physical parameter of the well water was tasteless, odorless, and colorless, with temperature was 29°C. The average chemical and bacteriology index were: Turbidity was 5.15 NTU. Nitrate content was 31.4 mg/L, nitrite content was 2.4 mg/L, Chloride was 50.4 mg/L, Fe (iron) content was 0.87 mg/L, hardness of water was 276 mg/L, pH was 6.8. Escherichia coli content was 5307.28 ml of water and coliform total content was 5303.72/100 ml of water. The result of multiple logistic regression test showed that action was the most dominant variable which influenced the complaint of illness.

The water users should increase their personal hygiene and keep themselves clean. The management of health service at Langsa should increase health promotion, based on the boarding scholls environment.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunianya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Kualitas Air Sumur dan Perilaku Pengguna terhadap Keluhan Penyakit pada Pesantren Tradisional di Kota Langsa.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH, MSc (CTM), Sp.A(K).

Selanjutnya kepada Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih penulis ucpkan kepada Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S selaku Sekretaris Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai ketua komisi pembimbing.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Drs. Chairuddin M.Sc selaku anggota komisi Pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.

Terima kasih tak terhingga kepada isteri tercinta dan anak tercinta yang telah mengizinkan dan memberi motivasi serta dukungan doa kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan.


(9)

Selanjutnya terima kasih penulis kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk dapat berkonsultasi dalam penyusunan tesis ini dan semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, September 2010


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Teuku Faisal yang dilahirkan di Kota Langsa pada tanggal

25 Maret 1976, beragama Islam dan sudah beristri yang bernama dr. Asiah Magdalena serta telah dikaruniai dua orang putera yang bernama

Teuku Khatibul Umam Fasya dan Teuku Khabir Auzan beralamat di Jln. T. Chik Di Tunong No. 95 A Langsa.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD N 5 Langsa tahun1988, selanjutnya Tahun 1991 penulis menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP N2 Langsa, kemudian Tahun 1994 penulis menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA 3 Langsa, dan pada Tahun 1997 penulis menamatkan Akademi Kesehatan Lingkungan di AKL Yayasan Mona Banda Aceh dan penulis menamatkan Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara Medan Tahun 2003.

Penulis memulai karir sebagai staf di Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie sejak tahun 1999 sampai 2001, dan sejak tahun 2002 sampai sekarang sebagai staf pada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air ... 11

2.2. Kualitas Air ... 14

2.3. Penyakit yang Ditularkan Melalui Air ... 19

2.4. Hubungan Kualitas Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat . 21 2.5. Perilaku Kesehatan ... 38

2.6. Pesantren ... 41

2.7. Landasan Teori... 43

2.8. Kerangka Konsep ... 45

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 47

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

3.3. Populasi dan Sampel ... 48

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 50

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 53

3.6. Metode Pengukuran ... 57


(12)

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 60

4.2. Gambaran Keadaan Lingkungan Pesantren Tradisional ... 61

4.3. Analisis Univariat ... 64

4.4. Analisis Bivariat... 70

4.5. Analisis Multivariat... 72

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Kualitas Air (Kualitas Fisik, Kimiawi dan Bakteriologis) pada Pesantren Tradisional di Kota Langsa ... 73

5.2. Pengaruh Perilaku (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan) Terhadap Keluhan Penyakit pada Pengguna Air pada Pesantren Tradisional di Kota Langsa ... 78

5.3. Keluhan Penyakit pada Pengguna Air pada Pesantren Tradisional di Kota Langsa ... ... 84

5.4. Keterbatasan Penelitian ... 86

BAB 6 KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan ... 87

6.2. Saran... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Besar Sampel Penelitian Berdasarkan Pesantren Tradisional di Kota

Langsa ... 49 3.3. Metode Pengukuran Variabel Kualitas Air Sumur... 57 4.1. Gambaran Keadaan Jamban pada Pesantren Tradisional di Kota Langsa... 61 4.2. Gambaran Keadaan SPAL pada Pesantren Tradisional di Kota Langsa ... 62 4.3. Gambaran Keadaan Sumur pada Pesantren Tradisional di Kota Langsa .... 62 4.4. Gambaran Keadaan Sumber Pencemar pada Pesantren Tradisional di

Kota Langsa ... 63 4.5. Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Air pada Pesantren Tradisional di Kota

Langsa... 64 4.6. Hasil Pengukuran Kualitas Kimia Air pada Pesantren Tradisional di Kota

Langsa... 65 4.7. Hasil Pengukuran Kualitas Bakteriologis Air pada Pesantren Tradisional

di Kota Langsa ... 67 4.8. Distribusi Frekuensi Perilaku Pengguna pada Pesantren Tradisional di

Kota Langsa ... 68 4.9. Distribusi Frekuensi Jenis Keluhan Penyakit pada Pengguna pada

Pesantren Tradisional di Kota Langsa ... 69 4.10. Gambaran Keluhan Penyakit pada Pengguna pada Pesantren Tradisional

di Kota Langsa ... 69 4.11 Pengaruh Hubungan Perilaku Pengguna terhadap Keluhan Penyakit Pada

Pengguna Air di Pesantren Tradisional Kota Langsa ... 71 4.12 Hasil Uji Regresi Logistik ... 72


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 92

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 98

3. Hasil Pengolahan Data Penelitian ... 100

4. Photo Penelitian ... 118

5. Surat Keterangan Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara... 121


(16)

ABSTRAK

Sumber air yang digunakan pesantren Tradisional di Kota Langsa adalah air sumur. Kualitas air sumur di pesantren belum terjamin kualitas fisik, kimia dan bakteriologis, sehingga berdampak terhadap gangguan pencernaan dan kulit bagi penggunanya

Penelitian ini merupakan survai cross sectional bertujuan menganalisis kualitas air sumur (fisik, kimia dan bakteriologi) dan pengaruh perilaku pengguna (pengetahuan, sikap dan tindakan) terhadap keluhan penyakit. Sampel air adalah air sumur Pesantren Tradisional di Kota Langsa sebanyak 18 buah, dan sampel pengguna air diambil secara proporsional random sampling sebanyak 92 orang pengguna air sumur. Pengumpulan data meliputi data primer yaitu sampel air dengan pemeriksaan kualitas fisik, kimia, bakteriologis, perilaku pengguna dan keluhan penyakit dengan kuesioner serta data sekunder melalui studi dokumentasi. Analisis data dengan uji regresi logistik ganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil pengukuran di laboratorium menunjukkan parameter fisik dari air sumur tidak berwarna, berbau, dengan suhu rata-rata : 29 0C, dengan indeks rata-rata kimia dan bakteriologis air sumur sebagai berikut: 5,15 kekeruhan, 31,4 mg/L Nitrat, 2,4 mg/L Nitrit, 50,4 mg/L Klorida, 0,87 mg/L Fe (besi), 276 mg/L Kesadahan dan 6,8 pH, kadar Eschericia coli rata-rata 5307,28 /100 ml air, dan total coliform rata-rata 5303,72/100 ml air. Hasil uji regresi logistik ganda menunjukkan variabel tindakan merupakan variabel paling dominan berpengaruh terhadap keluhan penyakit.

Kepada pengguna air agar meningkatkan tindakan personal hygiene dan perilaku menjaga kebersihan diri dan kepada Dinas Kesehatan Kota Langsa agar meningkatkan upaya promosi kesehatan berbasis lingkungan ke pesantren-pesantren Tradisional di Kota Langsa.


(17)

ABSTRACT

Most of traditional Islamic Boarding School at Langsa use well water, since it’s quality was physically, chemically, and bacteriologically not good, so that it affected its users health.

This research was an analytical survey with cross sectional study design. 18 the water samples were taken from the Boarding Schools at Langsa, and 92 samples of the water users were taken with proportional random sampling. The collected data consisted of primary and the secondary data. The data were analyzed with chi square test and multiple logistic regression test with the liability of 95 %.

The result showed that in general the physical parameter of the well water was tasteless, odorless, and colorless, with temperature was 29°C. The average chemical and bacteriology index were: Turbidity was 5.15 NTU. Nitrate content was 31.4 mg/L, nitrite content was 2.4 mg/L, Chloride was 50.4 mg/L, Fe (iron) content was 0.87 mg/L, hardness of water was 276 mg/L, pH was 6.8. Escherichia coli content was 5307.28 ml of water and coliform total content was 5303.72/100 ml of water. The result of multiple logistic regression test showed that action was the most dominant variable which influenced the complaint of illness.

The water users should increase their personal hygiene and keep themselves clean. The management of health service at Langsa should increase health promotion, based on the boarding scholls environment.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan sangat vital bagi mahkluk hidup. Air yang dibutuhkan adalah air bersih dan hygiene serta memenuhi syarat kesehatan yaitu air yang jernih, tidak berwarna, tawar dan tidak berbau. Konsekuensi dari penggunaan air yang tidak bersih dan hygiene akan mengganggu kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Air yang berkualitas meliputi kualitas fisik, kimia dan bebas dari mikroorganisme (Soemirat,2001)

Penggunaan air bersih yang merata pada seluruh penduduk di Indonesia merupakan bagian integral dari program penyehatan air. Menurut Depkes RI (2008) program penyehatan air tersebut meliputi perencanaan kebutuhan air bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun kebutuhan air bersih pada masyarakat perkotaan. Menurut Totok (2004) peningkatan kuantitas air adalah syarat kedua setelah kualitas, karena semakin maju tingkat kehidupan seseorang maka meningkat pula kebutuhan air dari masyarakat tersebut.

Program penyehatan air merupakan salah satu program prioritas dalam agenda Millenium Development Goals (MDGs) dengan sasarannya adalah penurunan sebesar separuh populasi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap sumber air minum yang aman dan bekelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015, dan


(19)

diperkirakan 1,1 milyar penduduk di dunia yang tinggal di desa maupun di kota hidup tanpa akses air bersih (WHO, 2008).

Salah satu kelompok masyarakat yang juga menggunakan air bersih adalah santri di pesantren baik bersumber dari sumur gali, sumur bor maupun bersumber dari perusahaan air daerah untuk mandi, mencuci dan untuk air minum (Afif,1999).

Sumber air yang lazim dipergunakan di pesantren khususnya pesantren tradisional adalah air sumur gali, artinya air tersebut berasal dari air tanah. Air tanah adalah air yang bersumber langsung dari tanah dan biasanya dilakukan pengeboran maupun penggalian sumur guna memperoleh air bersih. Air tanah belum tentu mempunyai kualitas yang memenuhi syarat kualitas air baik kualitas fisik, kimia maupun bakteriologis (Soemirat, 2001).

Menurut Kepmenkes RI No.907/Menkes/SK/VII/2002, tentang syarat-syarat dan pengawasan air minum menjelaskan bahwa air minum adalah air yang melalui pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung di minum, dan persyaratan kualitas air minum meliputi kualitas bakteriologis, kimia dan kualitas fisik (Depkes RI,2002).

Berdasarkan laporan MDGs tahun 2008 di Indonesia jumlah penduduk yang tidak memiliki air bersih sebesar 44,2%, dan hanya 5,5% penduduk di desa yang mempunyai akses air bersih. Selanjutnya pada tempat-tempat umum cakupan penduduk yang mempunyai akses air bersih hanya 32,9% (WHO, 2008).

Menurut Ramdani (2008), dampak dari penggunaan air bersih yang tidak hygiene ini dapat menyebabkan gangguan kulit, gatal-gatal dan secara permanen


(20)

dapat mengganggu kesehatan dan estetika bagi santri. Keadaan ini cenderung terjadi pada santri-santri di pesantren tradisional, karena pesantren masih menggunakan air bersumber dari air sumur gali yang masih diragukan kualitas airnya.

Di antara penyakit berbasis lingkungan (termasuk tersedianya air minum/ air bersih yang memenuhi syarat kesehatan ), yang potensial menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) adalah penyakiti diare. Insiden penyakit diare pada 2002 mencapai 280 penderita per 1000 penduduk pertahun, dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 300 per 1000 penduduk, dimana setiap anak balita saat ini paling tidak menderita diare rata-rata sebanyak 1,3 kali pertahun. Hal ini menunjukkan ada masalah air minum/air bersih dan perilaku hidup masyarakat yang kurang sehat (Depkes RI, 2008).

Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dikenal sebagai Daerah Istimewa dan serambi mekkah, sehingga disetiap daerah mempunyai pesantren khususnya pesantren-pesantren tradisional dan umumnya juga menggunakan air sumur. Berdasarkan profil kesehatan Propinsi NAD (2008), cakupan pesantren yang mempunyai akses air bersih sangat rendah yaitu hanya 12,6% dari sejumlah pesantren yang ada.

Kota Langsa mempunyai 18 pesantren tradisional, Keseluruhan pesantren tersebut masih menggunakan air sumur sebagai sumber air utama untuk pemenuhan kebutuhan air bagi santri dan pengelola pesantren.

Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kota Langsa (2008) menunjukkan bahwa cakupan penyehatan air di pesantren hanya 28,4% dan jumlah pesantren yang sudah


(21)

82,4% air yang digunakan mengandung besi (Fe), dan Escherichia coli, sehingga secara perlahan dapat mengganggu kesehatan santri. Menurut Fardiaz (1992), bahwa suatu perairan yang mengandung E. coli dalam jumlah yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya berbagai gangguan kesehatan bagi manusia seperti diare.

Menurut Wardhana (2001), sumber pencemar air dapat berasal (1) bahan buangan organik berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga hal ini dapat mengakibatkan semakin berkembangnya mikroorganisme dan mikroba patogen pun ikut juga berkembang biak di mana hal ini dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit, (2) bahan buangan anorganik berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air, sehingga hal ini dapat mengakibatkan air menjadi bersifat sadah karena mengandung ion kalsium (Ca) dan ion magnesium (Mg). Selain itu ion-ion tersebut dapat bersifat racun seperti timbal (Pb), arsen (As) dan air raksa (Hg) yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia, dan (3) bahan buangan zat kimia, seperti bahan pencemar air yang berupa sabun, bahan pemberantas hama, zat warna kimia, larutan penyamak kulit dan zat radioaktif. Zat kimia ini di air lingkungan merupakan racun yang mengganggu dan dapat mematikan hewan air, tanaman air dan mungkin juga manusia.

Penelitian Konsukartha, dkk (2007), bahwa pencemaran air tanah dapat diakibatkan oleh pembuangan limbah domestik di lingkungan kumuh di Banjar Ubung Sari, kelurahan Ubung, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa


(22)

kekeruhannya air sumur penduduk mencapai 12,5 Nepnelometrik Turbidity Unit (NTU), bakteri E. coli mencapai 28/100 mL dan bakteri Coliforms mencapai 1100/l00 mL yang melebihi standar baku mutu kualitas air.

Dampak yang ditimbulkan dari kualitas air yang tidak memenuhi baku mutu air bersih adalah terjadinya berbagai penyakit. Menurut Soemirat (2001), bahaya atau resiko kesehatan yang berhubungan dengan pencemaran air secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni bahaya langsung dan bahaya tak langsung. Bahaya langsung terhadap kesehatan manusia/masyarakat dapat terjadi akibat mengkonsumsi air yang tercemar atau air dengan kualitas yang buruk, baik secara langsung diminum atau melalui makanan, dan akibat penggunaan air yang tercemar untuk berbagai kegiatan sehari-hari.

Berdasarkan laporan sepuluh penyakit terbanyak, diketahui jumlah penyakit yang bersumber dari air 76,1% penduduk mengalami gatal-gatal (kudis) dan sisanya menderita penyakit skabies, sehingga secara umum menjadi cerminan gangguan kesehatan masyarakat (Profil Kesehatan Kota Langsa, 2008).

Penelitian Saptorini (2005), bahwa dari 246 sampel air sumur yang diambil di Desa Pengganjaran Kabupaten Kudus, 35,0% air sumur tidak memenuhi syarat kesehatan, yang terindikasi mengandung Escherichia coli, dan coliform berkisar antara 10-75 CFU/ml, dan secara statistik menunjukkan bahwa kualitas air berkorelasi secara signifikan dengan kejadian diare.


(23)

Gempa menunjukkan bahwa terdapat 20% air minum yang dikonsumsi di Kabupaten Aceh Besar mengandung Escherichia coli dari 620 sampel yang diambil.

Penelitian Mariana, dkk (2004) tentang kualitas kimia, fisik air PAM di Jakarta menemukan bahwa masih terdapat 1,86% air tidak memenenuhi syarat kekeruhan air, 1,62% sampel belum memenuhi syarat warna air, dan dari aspek kimia, parameter yang diperiksa adalah besi, kesadahan, klorida, mangan, nitrit, pH, sulfat dan KmNO4, dan hasil pemeriksaan menunjukkan air PAM masih mengandung kadar mangan yang belum memenuhi syarat kesehatan yaitu berkisar 4,41% , dan besi berkisar 2,09% sampel dari 431 sampel yang diambil.

Penelitian Sulih (2007) di Daerah Kelurahan Sukarejo Kecamatan Gunungpati Semarang menggunakan uji kualitas air sumur artetis dengan parameter fisik meliputi warna, rasa, bau, temperatur, kekeruhan dan zat padat terlarut. Parameter Kimia meliputi Air Raksa (Hg), Arsen (As), Besi (Fe), Kadmium (Cd), Kesadahan (CaCOз), Klorida (Cl), Mangan (Mn), Nitrat sbg N (NOз-N), Nitrit sbg N ((NO2 -N), PH, Seng (Zn), Sianida (CN), Sulfat (SO4), Detergen, Timbal (Pb), Zat organik (KmNO4) dan Kromium, Valensi 6 (Cr6+) dan parameter Biologi meliputi MPN. Coliform dan Coli tinja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air sumur artetis yang melebihi baku mutu adalah warna 792=94% dari baku mutu 50=6%, besi 2.06= 67% dari baku mutu 1.0=33%, klorida 1836=75% dari baku mutu 600=25%, total coliform/MPN coliform dan coli tinja sama 240=80% dari baku mutu 10 untuk perpipaan 3% dari baku mutu 50 perpipaan 17%.


(24)

Selain faktor kesehatan lingkungan, keluhan penyakit pada santri juga dipengaruhi oleh perilaku santri terhadap kesehatan. Perilaku kesehatan merupakan tindakan atau upaya nyata yang dilakukan oleh santri terhadap pencegahan penyakit dan menjaga kesehatan individu yang didasari dari pengetahuan dan sikap santri. Perilaku santri dalam penelitian ini berkaitan dengan frekuensi mandi dalam sehari dengan menggunakan sabun, kebiasaan mencuci pakaian, seprey, dan menjemur peralatan tidur santri.

Penelitian Nugraheni (2008) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan kebersihan diri santri terhadap kejadian penyakit skabies di pondok pesantren Al-Muayyad Surakarta, dan secara proporsi 72,9% penderita skabies mempunyai kebiasaan mandi hanya satu kali sehari.

Hasil penelitian Kasim (2008) menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan pengetahuan, dan sikap terhadap penggunaan air bersih bersumber air sumur pada masyarakat di Di Desa Tonjong, Kecamatan Pelabuhanratu, Sukabumi, dan secara proporsi menunjukkan bahwa 93,9% responden yang memiliki sarana air bersih cenderung menggunakan air bersih, artinya ketersediaan air bersih secara kuantitas dan kualitas berdampak pada pemanfaatan air bersih bersumber air sumur.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di 3 (tiga) pesantren di Kota Langsa, umumnya santri menggunakan air sumur dan secara bergiliran mandi dan mencuci, dan secara fisik air yang digunakan masih berwarna kekuningan, dan sedikit berasa, dan dapat disimpulkan bahwa air tersebut banyak mengandung besi (Fe), dan secara


(25)

umumnya letak pesantren berada di areal pemukiman penduduk dan persawahan, sehingga resapan air sawah yang terkontaminasi dengan pupuk dan resapan air dari pemukiman yang terkontaminasi dengan sampah dan air permukaan dapat berdampak terhadap kualitas air sumur yang digunakan oleh santri di pesantren.

Menurut Depkes RI (2002), bahwa Air yang aman adalah air yang sesuai dengan kriteria bagi peruntukan air tersebut, dan untuk air minum secara langsung termasuk air kualitas A, dan air yang dapat digunakan untuk air baku air minum termasuk kualitas B, artinya air sumur yang digunakan santri termasuk air kualitas B yang masih membutuhkan pengolahan agar memenuhi syarat kesehatan.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka perlu dilakukan studi analisis pengaruh kualitas air sumur dan pengaruh perilaku pengguna terhadap keluhan penyakit pada pesantren tradisional di Kota Langsa, sehingga dapat dilakukan upaya untuk penyehatan air khususnya di pesantren.

1.2Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kualitas air sumur (kualitas fisik, kimia dan bakteriologis) dan pengaruh perilaku pengguna (pengetahuan, sikap dan tindakan) terhadap keluhan penyakit pengguna air sumur pada pesantren tradisional di Kota Langsa.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas air sumur (kualitas fisik, kimia dan bakteriologis) dan pengaruh perilaku pengguna (pengetahuan, sikap


(26)

dan tindakan) terhadap keluhan penyakit pengguna air sumur pada pesantren tradisional di Kota Langsa.

1.4Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

(1) Kualitas air (kualitas fisik, kimia dan bakteriologis) mempunyai pengaruh terhadap keluhan penyakit pengguna air sumur pada pesantren tradisional di Kota Langsa

(2) Perilaku pengguna (pengetahuan, sikap dan tindakan) mempunyai pengaruh terhadap keluhan penyakit pengguna air sumur pada pesantren tradisional di Kota Langsa

1.5Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Langsa tentang pengaruh kualitas air sumur di pesantren di kota langsa sehingga dapat diambil kebijakan dan langkah strategis untuk penyehatan air di tempat-tempat umum khususnya di pesantren.

2. Memberikan masukan bagi pengguna air sumur di pesantren untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya dampak negatif dari penggunaan air sumur yang belum terjamin kualitasnya


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air

2.1.1. Definisi Air

Menurut Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa yang dimaksud dengan air adalah semua air yang terdapat pada, diatas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Air adalah salah satu di antara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai kepada manusia. Supaya air yang masuk ketubuh manusia baik berupa makanan dan minuman tidak menyebabkan penyakit, maka pengolahan air baik berasal dari sumber, jaringan transmisi atau distribusi adalah mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya kontak antara kotoran sebagai sumber penyakit dengan air yang diperlukan (Sutrisno, 2004).

2.1.2. Karakteristik Air

Menurut Effendi (2003), air memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia lain, karakteristik tersebut antara lain :

1) Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0 0C (320F) - 1000C, air berwujud cair.

2) Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai penyimpan panas yang sangat baik.


(28)

3) Air memerlukan panas yang tinggi pada proses penguapan. Penguapan adalah proses perubahan air menjadi uap air.

4) Air merupakan pelarut yang baik.

5) Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi.

6) Air merupakan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku. Bagi kehidupan makhluk, air bukanlah merupakan hal yang baru, karena kita ketahui bersama tidak satupun kehidupan di bumi ini dapat berlangsung tanpa air. Oleh sebab itu air dikatakan sebagai benda mutlak yang harus ada dalam kehidupan manusia. Tubuh manusia mengandung 60% - 70% air dari seluruh berat badan, air di daerah jaringan lemak terdapat kira-kira 90% (Soemirat, 2001).

Masyarakat selalu mempergunakan air untuk keperluan dalam kehidupan sehari-hari, air juga digunakan untuk produksi pangan yang meliputi perairan irigasi, pertanian, mengairi tanaman, kolam ikan dan untuk minum ternak. Banyaknya pemakaian air tergantung kepada kegiatan yang dilakukan sehari-hari, rata-rata pemakaian air di Indonesia 100 liter / orang / hari dengan perincian 5 liter untuk air minum, 5 liter untuk air masak, 15 liter untuk mencuci, 30 liter untuk mandi dan 45 liter digunakan untuk jamban (Wardhana, 2001).

2.1.3. Sumber Air

Air dapat bersumber dari air hujan yaitu air yang berasal dari proses evaporasi, kondensasi, dan presipitasi, sehingga air tersebut benar-benar murni sebagai H2O, dengan demikian tidak terlarut sebagai mineral. Sifat air yang demikian


(29)

itu, disebut dengan air lunak (soft water) dan bila di minum rasanya relatif kurang segar. Derajat kekotoran air hujan sangat dipengaruhi oleh derajat pencemaran dari udara dimana hujan terjadi. Semakin tinggi tingkat pencemarannya, maka akan semakin banyak pula zat-zat pencemar yang dibawa turun oleh air hujan. Hal ini tidak berlangsung lama, karena beberapa menit setelah hujan, maka air hujan tersebut relatif bersih dari zat-zat pencemar. Dengan kurangnya zat mineral yang terkandung di dalamnya maka tambahan garam mineral dalam makanan sangat dibutuhkan, yaitu untuk mengurangi akibat kekurangan zat mineral tertentu seperti sakit gondok.

Penggunaan air hujan sebagai sumber air minum dalam masyarakat maupun secara perorangan adalah merupakan jalan terakhir, apabila sumber air lain tidak bisa dimanfaatkan (Sanropie, 1984). Selain itu air juga bersumber dari air permukaan, yaitu berupa air sungai, air danau maupun waduk adalah merupakan air yang kurang baik untuk langsung di konsumsi oleh manusia, karena itu perlu adanya pengolahan terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan.

Air juga dapat bersumber dari air tanah yaitu air yang tersimpan/ terperangkap di dalam lapisan batuan yang mengalami pengisian/penambahan secara terus menerus oleh alam.

Menurut Sanropie (1984), keuntungan penggunaan air tanah adalah (1) pada umumnya dapat dipakai tanpa pengolahan lebih lanjut, (2) paling praktis dan ekonomis untuk mendapatkannya dan membaginya, (3) lapisan tanah yang menampung air dari mana air itu di ambil biasanya merupakan pengumpulan air alamiah. Sedangkan kerugian penggunaan air tanah adalah seringkali mengandung


(30)

banyak mineral Fe (besi), Mn (mangan), Ca (calsium), dan sebagainya, dan biasanya membutuhkan pemompaan

2.2 Kualitas Air

Kelayakan air dapat diukur secara kualitas dan kuantitas. Kualitas air adalah sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain dalam air yang mencakup kualitas fisik, kimia dan biologis (Effendi, 2003).

2.2.1 Kualitas Fisik

Menurut Kusnaedi (2004), syarat-syarat sumber mata air yang bisa digunakan sebagai air bersih adalah sebagai berikut :

1) Kekeruhan

Air yang berkualitas harus memenuhi persyaratan fisik seperti berikut jernih atau tidak keruh. Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran koloid dari bahan tanah liat. Semakin banyak kandungan tanah liat maka air semakin keruh. Derajat kekeruhan dinyatakan dengan satuan unit.

2) Tidak berwarna

Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan.

3) Rasanya tawar

Secara fisika, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis, pahit, atau asin menunjukan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin


(31)

disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik.

4) Tidak berbau

Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan organik yang sedang mengalami penguraian oleh mikroorganisme air.

5) Temperaturnya normal

Air yang baik harus memiliki temperatur sama dengan temperatur udara (20 - 29 0C). Air yang secara mencolok mempunyai temperatur di atas atau di bawah temperatur udara berarti mengandung zat-zat tertentu yang mengeluarkan atau menyerap energi dalam air.

6) Tidak mengandung zat padatan

Bahan padat adalah bahan yang tertinggal sebagai residu pada penguapan dan pengeringan pada suhu 103-105 0C. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/ MENKES/ SK/VII/2002, persyaratan fisik air adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1.Persyaratan Kualitas Air Bersih Secara Fisik No Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan

1 Warna TCU 15

2 Rasa dan Bau - -

3 Temperatur 0C Suhu udara ±3 0C 4 Kekeruhan NTU 5

Tidak Berbau dan Berasa

Sumber : Depkes RI, 2002


(32)

2.2.2. Kualitas Kimia

Kualiats air tergolong baik bila memenuhi persyaratan kimia sebagai berikut :

a) pH netral.

pH adalah merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa sesuatu larutan (Sutrisno, 2004:32). Skala pH diukur dengan pH meter atau lakmus. Air murni mempunyai pH 7. Apabila pH di bawah 7 berarti air bersifat asam, sedangkan bila di atas 7 bersifat basa (rasanya pahit) (Kusnaedi, 2004).

b) Tidak mengandung bahan kimia beracun.

Air yang berkualitas baik tidak mengandung bahan kimia beracun seperti Sianida Sulfida, Fenolik (Kusnaedi, 2004)

c) Tidak mengandung garam-garam atau ion-ion logam.

Air yang berkualitas baik tidak mengandung garam atau ion-ion logam seperti Fe, Mg, Ca, K, Hg, Zn, Cl, Cr, dan lain-lain (Kusnaedi, 2004).

d) Kesadahan rendah.

Kesadahan adalah merupakan sifat air yang disebabkan oleh adanya ion- ion (kation) logam valensi dua (Sutrisno,2004). Tingginya kesadahan berhubungan dengan garam-garam yang terlarut di dalam air terutama garam Ca dan Mg (Kusnaedi, 2004).


(33)

e) Tidak mengandung bahan organik.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/ MENKES/ SK/VII/2002, persyaratan kimia air adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Persyaratan Kualitas Air Secara Kimia

No Parameter Satuan Kadar

Maksimum

1 Antimon mg/L 0,005

2 Air Raksa mg/L 0,001

3 Arsenic mg/L 0,01

4 Barium mg/L 0,7

5 Boron mg/L 0,3

6 Kadmium mg/L 0,003

7 Kadmium (Valensi 6) mg/L 0,05

8 Tembaga mg/L 2

9 Sianida mg/L 0,07

10 Flourida mg/L 1,5

11 Timbal mg/L 0,01

12 Molydenum mg/L 0,07

13 Nikel mg/L 0,02

14 Nitrat mg/L 50

15 Nitrit mg/L 3

16 Selenium mg/L 0,01

Sumber : Depkes RI, 2002

2.2.3. Kualitas Bakteriologis

Air tidak boleh mengandung Coliform. Air yang mengandung golongan Coli dianggap telah terkontaminasi dengan kotoran manusia (Sutrisno,2004). Berdasarkan Kempenkes RI Nomor 907/ MENKES/SK/VII/2002, persyaratan bakteriologis air minum adalah dilihat dari Coliform per 100 ml sampel air dengan kadar maksimum yang diperbolehkan adalah 0 (nol).


(34)

Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002, Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum setelah dimasak. Air bersih didapat dari sumber mata air yaitu air tanah, sumur, air tanah dangkal, sumur artetis atau air tanah dalam. Air bersih ini termasuk golongan B yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.

Kualitas air bersih apabila ditinjau berdasarkan kandungan bakterinya menurut SK. Dirjen PPM dan PLP No. 1/PO.03.04.PA.91 dan SK JUKLAK Pedoman Kualitas Air Tahun 2000/2001, dapat dibedakan ke dalam 5 kategori sebagai berikut.

1. Air bersih kelas A ketegori baik mengandung total Coliform kurang dari 50 2. Air bersih kelas B kategori kurang baik mengandung Coliform 51-100 3. Air bersih kelas C kategori jelek mengandung Coliform 101-1000 4. Air bersih kelas D kategori amat jelek mengandung Coliform 1001-2400 5. Air bersih kelas E kategori sangat amat jelek mengandung Coliform lebih 2400

2.3. Penyakit yang Ditularkan Melalui Air

Adapun penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air maupun yang berasal dari air dapat dibagi menjadi 4 bagian menurut agen penularannya

(1) Water Borne Disease, terjadi apabila kuman penyebab penyakit berada di dalam air. Jika air yang mengandung kuman tersebut terminum, maka dapat


(35)

terjadi penjangkitan penyakit pada yang bersangkutan, diantaranya penyakit-penyakit kolera, thypoid, hepatitis infecsia, disentri gastroentritis.

(2) Water Washed Disease, cara penularan penyakit ini berkaitan erat dengan air bagi kebersihan umum, terutama alat-alat dapur, makanan dan kebersihan perorangan. Kelompok penyakit ini adalah penyakit menular saluran pencernaan, kulit dan mata. Hal ini dapat diatasi dengan terjaminnya kebersihan, yaitu tersedianya air yang cukup untuk mencuci, mandi dan kebersihan perorangan.

(3) Water Based Disease, dalam siklus penyakit ini memerlukan pejamu sementara (Intermediate Host) yang hidup di dalam air.

(4) Water Related Insect Vector, air merupakan salah satu unsur alam yang harus ada di lingkungan manusia. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai tempat perindukan dan perkembang biakan bagi beberapa Insecta sebagai vektor penyebar penyakit, seperti; malaria dengue, dan tripanosomiasis.

Proses terjadinya suatu penyakit dapat dijelaskan dalam 4 simpul guna memudahkan melakukan manajemen suatu penyakit.

Empat simpul tersebut terdiri dari (1) simpul satu yang disebut sumber penyakit, (2) simpul dua yaitu media transmisi penyakit, (3) simpul tiga perilaku pemajanan, dan (4) simpul empat kejadian penyakit, seperti pada gambar berikut:


(36)

Gambar 2.1. Model Manajemen Penyakit Menular Sumber : Achmadi, UF, (2008).

Berikut dapat dijelaskan proses terjadinya gangguan kesehatan akibat penggunaan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan (Achmadi, 2008)

(1) Simpul 1, yaitu sumber penyakit

Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan atau mengemisikan agent penyakit, yaitu komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan melalui kontak langsung atau terhirup atau melalui perantara. Agent penyebab terjadinya keluhan penyakit berbasis penularan air dapat berupa kuman dan bakteri, dan kandungan bahan kimiawi yang tidak ditoleransi.

(2) Media Transmisi Penyakit

Media transmisi penyakit merupakan komponen-komponen yang berperan memindahkan agent penyakit ke dalam tubuh manusia. Ada lima media transmisi yang lazim menjadi transmisi agent penyakit yaitu (1) udara, (2) air, (3) tanah/pangan, (4) binatang/serangga, dan (5) manusia/langsung.

Sumber

- Alamiah

- Industri

- dll

Ambient

Transmisi melalui

- Udara dan Air

- Makanan

Manusia

- Kependudukan - Populasi at risk

Dampak

- Akut & Subakut

- Sehat

Manajemen PM


(37)

(3) Perilaku pemajanan/pengguna Air

Agent penyakit, dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain, masuk ke dalam tubuh melalui suatu proses yang disebut hubungan interaktif, yang disebut perilaku pemajanan. Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit seperti keluhan gatal-gatal atau gangguan kulit dan pencernaan.

(4) Kejadian Penyakit

Simpul keempat ini ini merupakan outcome hubungan interaktif manusia dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Kejadian penyakit tersebut dapat diidentifikasi melalui diagnosis secara laboratorium maupun anamnase, atau pengukuran-pengukuran lainnya tergantung penyakit yang dialami.

2.4. Hubungan Kualitas Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat

Bahaya atau resiko kesehatan yang berhubungan dengan pencemaran air secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni bahaya langsung dan bahaya tak langsung. Bahaya langsung terhadap kesehatan manusia/masyarakat dapat terjadi akibat mengkonsumsi air yang tercemar atau air dengan kualitas yang buruk, baik secara langsung diminum atau melalui makanan, dan akibat penggunaan air yang tercemar untuk berbagai kegiatan sehari-hari. Kualitas air baik fisik, kimia dan biologis berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Penggunaan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan berimplikasi terhadap keluhan penyakit bagi penggunanya.


(38)

Berikut ini dapat dijelaskan beberapa dampak kualitas air terhadap keluhan kesehatan, yaitu sebagai berikut:

2.4.1 Hubungan Kualitas Fisik Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat Kualitas fisik air dapat dilihat dari indikator bau, rasa, kekeruhan, suhu, warna dan jumlah zat padat terlarut. Jumlah zat padat terlarut biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik, dan gas terlarut. Bila jumlah zat padat terlarut bertambah, maka kesadahan air akan naik, dan akhirnya berdampak terhadap kesehatan.

Kekeruhan air disebaban oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat organik, maupun anorganik. Zat anorganik biasanya berasal dari lapukan tanaman atau hewan, dan buangan industri juga berdampak terhadap kekeruhan air, sedangkan zat organik dapat menjadi makanan bakteri, sehingga mendukung pembiakannya, dan dapat tersuspensi dan menambah kekeruhan air. Air yang keruh sulit didisinfeksi, karena mikroba terlindung oleh zat tersuspensi tersebut, sehingga berdampak terhadap kesehatan, bila mikroba terlindung menjadi patogen (Soemirat, 2001).

Air dengan rasa yang tidak tawar dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang membahayakan kesehatan, seperti rasa logam. Berdasarkan aspek suhu air, diketahui bahwa suhu air yang tidak sejuk atau berlebihan dari suhu air yang normal akan mempermudah reaksi zat kimia, sehingga secara tidak langsung berimplikasi terhadap keadaan kesehatan pengguna air (Slamet, 2001).


(39)

berbabagi zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna. Warna dapat disebabkan adanya tanin dan asam humat atau zat organik, sehingga bila terbentuk bersama klor dapat membentuk senyawa kloroform yang beracun, sehingga berdampak terhadap kesehatan pengguna air (Slamet, 2001).

2.4.2. Hubungan Kualitas Kimia Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat Kualitas kimia air dapat bersifat kimia organik dan anorganik. Kedua jenis kimia ini dapat berdampak terhadap kesehatan pengguna air.

A. Kimia Organik

Kimia organik dapat beragam jenis, dan masing-masing mempunyai dampak terhadap kesehatan. Berikut ini beberapa jenis kimia organik yang lazim terdapat dalam air dan berhubungan dengan terjadinya penyakit pada pengguna air, yaitu:

(1) Hg (Air Raksa)

Air raksa atau mercury adalah unsur logam yang termasuk logam berat yang bersifat racun terhadap tubuh manusia. Biasanya secara alami ada dalam air dengan konsentrasi yang sangat kecil. Pencemaran air atau sumber air oleh merkuri umumnya akibat limbah yang berasal dari industry (Soemirat, 2001). Pada tahun 1950an, kasus pencemaran oleh logam berat khusunya merkuri telah terjadi di teluk Minamata Jepang, dan telah meracuni penduduk di daerah sekitar teluk Minamata tersebut. Logam merkuri atau air raksa (Hg) ini dapat terakumulasi di dalam produk perikanan atau tanaman dan jika produk tersebut dimakan oleh manusia akan dapat


(40)

terakumulasi di dalam tubuh. Akumulasi logam Hg ini dapat meracuni tubuh dan mengakibatkan kerusakan permanen terhadap sistem saraf, dengan gejala sakit-sakit pada seluruh tubuh. Oleh karena itu, di Jepang, penyakit karena kercunan merkuri (Hg) dinamakan penyakit Itai-itai yang berarti sakit-sakit, atau sering disebut juga dengan penyakit Minamata (Minamata disease).

(2) Aluminium (Al)

Aluminium (Al) adalah metal yang dapat dibentuk, dan karenanya banyak digunakan, sehinggga terdapat banyak di lingkungan dan didapat pada berbagai jenis makanan. Sumber alamiah Al adalah bauxit dan cryolit. Industri kilang minyak, peleburan metal, serta lain-lain industri pengguna Al merupakan sumber buatan. Orang belum yakin apakah Al beracun. Tetapi dalam dosis tinggi dapat menimbulkan luka pada usus. Aluminium (Hg) yang berbentuk debu akan diakumulasikan di dalam paru-paru. Al juga dapat meyebabkan iritasi kulit, selaput lendir, dan saluran pernapasan (Soemirat, 2001).

(3) Arsen (As)

Arsen (As) adalah logam yang mudah patah, berwarna keperakan dan sangat toxik. Arsen (As) elemental didapat di alam dalam jumlah tanggi sangat terbatas; terdapat bersama-sama Cu, sehingga didapatkan produk sampingan pabrik peleburan Cu. Arsen (As) sudah sejak lama sering digunakan untuk racun tikus; dan keracunan arsen pada manusia sudah sangat dikenal, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Keracunan akut menimbulkan gejala diare disertai darah, disusul dengan


(41)

arsen dapat menimbulkan anorexia, kolk, mual, diare atau konstipasi, pendarahan pada ginjal, dan kanker kulit. Arsen (As) dapat menimbulkan iritasi, alergi, dan cacat bawaaan. Dimasa lampau, Arsen (As) dalam dosis kecil digunakan sebagai campuran tonikum, tetapi kemudian ternyata bahwa Arsen (As) ini dapat menimbulkan kanker kulit pada peminumnya (Soemirat, 2001).

(4) Barium (Ba)

Barium (Ba) juga suatu metal, berwarna putih. Sumber alamiah Barium (Ba) adalah BaSO4 dan BaCO3. Barium digunakan di dalam industri gelas, keramik, textil, plastik, dan lain-lain. Sama halnya dengan aluminium, barium juga didapat banyak di dalam lingkungan. Dalam bentuk debu barium dapat terakumulasi di dalam paru-paru, dan menyebabkan fibrososis, terkenal sebagai Baritosis. Barium yang larut dalam cairan tubuh seperti barium klorida atau sulfida bersifat racun terhadap tubuh. Barium merupakan stimultan jaringan otot, termasuk otot polos. Keracunan barium dapat menghentikan otot-otot jantung dalam satu jam. Pada fase akhir keracunan, biasanya terjadi juga kelumpuhan urat syaraf . Sampai saat ini barum sulfat yang tidak larut di dalam cairan tubuh masih bisa digunakan orang dalam pembuatan foto kontras di rumah sakit (Soemirat, 2001).

(5) Besi (Fe)

Besi atau Ferrum (Fe) adalah metal berwarna abu-abu, liat, dan dapat di bentuk. Di alam didapat sebagai hematit. Didalam air minum Fe menimbulkan warna (kuning), rasa, pengendapan pada dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi, dan kekeruhan. Besi dibutuhkan tubuh dalam pembentukan Hemoglobin. Banyaknya Fe


(42)

didalam tubuh dikendalikan pada fase absorbsi. Tubuh manusia tidak dapat mengexkresikan Fe. Karenanya mereka yang sering mendapat tranfusi darah, warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Sekalipun Fe itu diperlukan tubuh, tetapi dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kematian seringkali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini. (Soemirat, 2001).

(6) Fluorida

Fluorida adalah senyawa Fluor. Fluor (F) adalah halogen yang sangat reaktif, karena di alam selalu di dapat dalam bentuk senyawa. Fluorida anorganik bersifat lebih toxis dan lebih iritant daripada organik. Keracunan kronis menyebbkan orang menjadi kurus , pertumbuhan tubuh terganggu, terjadi fluorosis gigi serta kerangka. Dan gangguan pencernaan yang dapat disertai dehidrasi. Pada kasus keracunan berat dapat terjadi cacat tulang, kelumpuhan, dan kematian. Baru-baru ini penelitian tentang senyawa fluorida pada tikus memperhatikan adanya hubungan yang bermakna antara fluorida dengan kanker tulang . Hal ini tentunya meresahkan para dokter gigi yang menggunakan senyawa fluor sebagai pencegah caries dentis. Juga para ahli penyediaan air bersih perlu meninjau kembali manfaat fluoridasi air, serta standar air minum bagi fluorida.

(7) Cadmium (Cd)

Cadmium (Cd) adalah metal berbentuk kristal putih keperakan. Cadmium didapat bersama-sama Zn (Seng), Cu (Calsium), Pb (Timbal), dalam jumlah yang kecil. Cadmium didapat pada industri pemurnian Zn, pestisida, dan lain-lain. Tubuh


(43)

sangat beracun bagi manusia. Keracunan akut akan menyebabkan gejala gastrointestial, dan penyakit ginjal. Gejala klinis keracunan cadmium sangat mirip dengan penyakit glomerulo-nephiritis biasa. Hanya pada fase lanjut dari keracunan cadmium ditemukan pelunakan dan fraktur (patah) tulang punggung. Di Jepang sakit pinggang ini dikenal sebagai penyakit “Itai-Itai Byo”gejalanya adalah sakit pinggang, patah tulang, tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal, gejala seperti influenza, dan sterilitas pada laki-laki (Soemirat, 2001).

Konsentrasi cadmium dalam air olahan (finished water) yang dipasok oleh Perusahaann Air Minum (PAM) umumnya sangat rendah, karena umumnya senyawa alami senyawa cadmium ini jarang terdapat di dalam sumber air baku, atau jika ada konsentrasinya di dalam air baku sangat rendah. Selain itu dengan pengolahan air minum secara konvesional, senyawa cadmium ini dapat dihilangkan dengan efektif. Air minum biasanya mengandung cadmium dengan konsentrasi 1 µg, atau kadang-kadang mencapai 5 µg dan jarang yang melebihi 10 µg. Pada beberapa wilayah tertentu yang struktur tanahnya banyak mengandung cadmium, air tanahnya kadang juga mengandung cadmium dengan konsentrasi agak tinggi. Konsentrasi cadmium dalam air minum yang cukup tinggi, kemungkinan juga dapat terjadi pada wilayah yang dipasok dengan air dengan pH yang sedikit asam. Hal ini disebabkan karena pada pH yang agak asam bersifat korosif terhadap sistem plumbing atau bahan sambungan perpipaan yang mengandung cadmium. Tingkat konsentrasi kadmium ini merupakan fungsi berapa lama air kontak/berhubungan dengan sistem perpipaan (plumbing system), dan sebagai akibatnya apabila dilakukan pemeriksaan contoh pada


(44)

lokasi yang sama, seringkali terdapat variasi tingkat konsentrasi. Oleh karena itu untuk mendapatkan konsentrasi rata-rata yang akurat, memerlukan data yang cukup banyak.

Keracunan oleh cadmium menunjukkan gejala yang mirip dengan gejala penyakit akibat keracunan senyawa merkuri (Hg) atau penyakit Minamata. Berdasarkan baku mutu air minum yang dikeluarkan oleh WHO (2002), kadar cadmium maksimum dalam air minum yang dibolehkan yakni 0,01 mg/l, sedangkan menurut Peraruran Pemerintah Republik Indonesia No: 20 Tahun 1990, kadar maksimum kadmium dalam air minum yang dibolehkan yakni 0,005 mg/L.

(8) Kesadahan

Kesadahan dapat menyebabkan pengendapan pada dinding pipa. Kesadahan yang tinggi di sebabkan sebagian besar oleh Calcium, Magnesium, Strontium, dan Ferrum. Masalah yang timbul adalah sulitnya sabun membusa, sehingga masyarakat tidak suka memanfaatkan penyediaan air bersih tersebut.

(9) Klorida

Klorida adalah senyawa hologen Klor (CL). Toksisitasnya tergantung pada gugus senyawanya. Misalnya NaCL sangat tidak beracun, tetapi karboksil klorida sangat beracun. Di Indonesia, Klor digunakan sebagai desinfektan dalam penyediaan air minum. Dalam jumlah banyak, klorida akan menimbulkan rasa asin, korosif pada pipa sistem penyediaan air panas. Sebagai desinfektan, sisa klor didalam penyediaan air sengaja di dipertahankan dengan konsentrasi sekitar 0,1 mg/l untuk mencegah


(45)

senyawa organik berbentuk hologen-hidrokarbon (Cl-HC) banyak diantaranya dikenal sebagai senyawa Karsinogenik. Oleh karena itu, diberbagai negara maju sekarang ini, klorinisasi sebagai proses desinfektan tidak lagi digunakan.

(10) Mangan (Mn)

Mangan (Mn) adalah metal abu-abu-kemerahan. Keracunan seringkali bersifat kronis sebagai akibat inhalasi debu dan uap logam. Gejala yang timbul berupa gejala susunan urat syaraf: insomnia, kemudian lemah pada kaki dan otot muka sehingga expresi muka menjadi beku dam muka tampak seperti topeng (mask). Bila pemaparan berlanjut maka, bicaranya melambat dan monoton, terjadi hyperrefleksi, clonus pada patella dan tumit, dan berjalan seperti penderita parkinson. Selanjutnya akan terjadi paralysis bulbar, post encephalitic parkinson, multiple sclerosis, amyotrophic lateral sclerosis, dan degenerasi lentik yang progresif. Keracunan mangan ini adalah salah satu contoh, dimana kasus keracunan tidak menimbulkan gejala muntah berak, sebagaimana orang awam selalu memperkirakannya. Didalam penyediaan air, seperti halnya Fe (besi), Mn (mangan) juga menimbulkan masalah warna, hanya warnanya ungu/hitam.

(11) Natrium (Na)

Natrium elemental (Na) sangat reaktif, karena bila berada didalam air akan terdapat sebagai suatu senyawa. Natrium sendiri bagi tubuh tidak merupakan benda asing, tetapi toxisitasnya tergantung pada gugus senyawanya. NaOH, atau hidroxida, natrium sangat korosif, tetapi NaCL justru dibutuhkan oleh tubuh .


(46)

(12) Nitrat, Nitrit

Nitrat dan Nitrit dalam jumlah besar dapat menyebabkan gangguan GI (Gastro Intestinal), diare campur darah, disusul oleh konvulsi, koma, dan bila

tidak tertolong akan meningggal. Keracunan kronis menyebabkan depresi umum, sakit kepala, dan gangguan mental. Nitrit terutama bereaksi dengan haemoglobin dan memebentuk Methemoglobin (metHb). Dalam jumlah melebihi normal Methemoglobin akan menimbulkan Methemoglobinemia. Pada bayi Methemoglobinemia sering dijumpai karena pembentukan enzim untuk mengurai Methemoglobinemia menjadi Haemoglobin masih belum sempurna. Sebagai akibat Methemoglobinemia, bayi akan kekurangan oxigen, maka mukanya akan tampak biru, karenanya penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit ‘blue babies’.

Salah satu contoh sumber pencemaran nitrat terhadap air minum yakni akibat kegiatan pertanian. Meskipun pencemaran nitrat juga dapat terjadi secara alami, tetapi yang paling sering yakni akibat pencemaran yang berasal dari air limbah pertanian yang banyak mengandung senyawa nitrat akibat pemakaian pupuk nitrogen (urea).

Senyawa nitrat dalam air minum dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan methaemoglobinemia, yakni kondisi dimana haemoglobin di dalam darah berubah menjadi methaemoglobin sehingga darah menjadi kekurangan oksigen. Hal ini dapat mengakibatkan pengaruh yang fatal, serta dapat mengakibatkan kematian khususnya pada bayi.


(47)

(13) Perak

Perak atau Argentum (Ag) adala metal berwana putih. Argentum didapat pada industri antara lain industri alloy, keramik, gelas, fotografi, cermin, dan cat rambut. Bila masuk kedalam tubuh, argentum akan diakumulasikan di berbagai organ dan menimbulkan pigmentasi kelabu, disebut Argyria. Pigmentasi ini bersifat permanen, karena tubuh tidak dapat mengekskresikannya. Sebagai debu, senyawa argentum dapat menimbulkan iritasi kulit, dan menghitamkan kulit (argyria). Bila terikat nitrat, argentum akan menjadi sangat korosif. Argyria sistemik dapat juga terjadi, karena perak diakumulasikan didalam selaput lendir dan kulit.

(14) Selenium

Selenium adalah logam berat yang berbau bawang putih. Selenium juga didapat antara lain pada industri gelas, kimia, plastik, dan semikonduktor. Dalam dosis besar selenium akan menyebabkan gejala GI (Gastro Intestinal) seperti muntah dan diare. Bila pemaparan berlanjut, maka akan terjadi gejala gangguan susunan urat saraf seperti hilangnya reflex-reflex, iritasi cerebral, konvulsi, dan dapat juga menyebabkan kematian. Selenium merupakan racun sistemik, dan mungkin juga bersifat karsinogenik. Selenium dalam air dengan konsentrasi yang agak tinggi biasanya terdapat di daerah seleniferous. Berdasarkan penelitian terhadap tikus betina, LD50 akut melalui mulut untuk sodium selenate yakni 31,5 mg/kg berat tubuh, dan berdasarkan pengetesan toksisitas akut terhadap tikus, menunjukkan penurunan gerakan spontan, pernafasan yang cepat dan hebat, diare dan selanjutnya mati karena


(48)

susah bernafas. Gejala subakut meliputi menurunnya laju pertumbuhan, terjadi hambatan terhadap intake makanan, dan keluarnya cairan kotoran (tinja).

Bedasarkan penelitian toksisitas baik akut maupun subakut dari selenium tersebut maka WHO menetapkan kadar maksimun selenium yang dibolehkan dalam air minum yakni 0,01 mg/l, dan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002, kadar maksimum selenium dalam air minum yang dibolehkan juga 0,01 mg/L.

(15) Seng (Zn)

Seng (Zn) adalah metal yang didapat antara lain pada industri alloy, keramik, kosmetik, pigmen, dan karet. Toxisitas Zn pada hakekatnya rendah. Tubuh memerlukan Zn untuk proses metabolisme, tetapi dalam kadar tinggi dapat bersifat racun. Didalam air akan menimbulkan rasa kesat, dan dapat menimbulkan gejala diare. Seng menyebabkan warna air menjadi opalescent, dan bila dimasak akan menimbulkan endapan seperti pasir.

(16) Sulfat

Sulfat bersifat iritan bagi saluran gastro intestinal, bila dicampur dengan magnesium atau natrium. Jumlah MgSO4 yang tidak terlalu besar sudah dapat menimbulkan diare. Sulfat pada boiler menimbulkan endapan (hard scales), demikian pula heat exchanger.

(17) Sulfida


(49)

karena zat ini berbau busuk. Bila orang sempat menjauh, maka tidak akan keracunan. Tetapi apabila sulfida ini berbentuk gas yang menjalar cepat, sehingga tidak sempat melarikan diri, maka orang dapat menderita keracunan akut yang mematikan dalam waktu singkat karena asphyxia.

(18) Tembaga (Cu)

Tembaga (Cu) sebetulnya diperlukan untuk perkembangan tubuh manusia. Tetapi, dalam dosis tinggi dapat meyebabkan gejala GI (Gastro intestinal), SSP (Susunan Saraf Pusat), ginjal, hati, muntaber, pusing kepala, lemah, anemia, kramp, konvulsi, shock, koma, dan dapat meninggal.

(19) Timbal (Pb)

Timbal atau plumbum (Pb) adalah metal kehitaman. Dahulu digunakan sebagai kontituen di dalam cat, dan saat ini banyak di gunakan dalam bensin. Pb organik TEL (Tetra Ethyl Lead) sengaja ditambahkan kedalam bensin untuk meningkatkan oktan. Pb pada racun adalah sistemik. Keracunan Pb akan menimblkan gejala: rasa logam di mulut, garis hitam pada gusi, gangguan GI (Gastro Intestinal), anorexia, muntah-muntah, encephalitis, irritable, perubahan kepribadian, kelumpuhan, dan kebutaan. Basophilic stippling dari sel darah merah merupakan gejala patogenomonis bagi keracunan Pb. Gejala lain dari keracunan ini berupa anemia dan albuminuria. Pb organik cenderung menyebabkan encephalopathy. Pada keracunan akut, akan terjadi meninges dan ceberal, diikuti dengan stupor, coma, dan kematian. Tekanan liquor cerebro-spinalis (LCS) tinggi, insomnia.


(50)

B. Kimia Organik

Kimia organik juga berdampak terhadap kesehatan jika torelansinya melebihi dari baku mutu air. Berikut ini dapat dijelaskan beberapa unsur kimia organik yang berkaitan dengan kesehatan, yaitu:

(1) Aldrin dan diedrin

Aldrin (C12H8C16), bebentuk kristal, dan dapat digunakan sebagai insektisida. Merupakan racun sistemik. Dapat menimbulkan keracunan yang akut ataupun kronis. Aldrin juga merupakan suatu iritan, dapat menyebabkan konvulsi, depresi, dan dapat merusak hati dalam 1- 4 jam. Bila dipanaskan Aldrin akan terurai dan mengeluarkan forgen dan HCI yang toxis. Deidrin (C12H10C16), juga berbentuk kristal dan dapat digunakan sebagai insektisida. Toxisnya belum diketahui dengan jelas, sekalipun dapat diabsorbsi oleh kulit sehat. SSP (Susunan Saraf Pusat) dapat terstimulasi, dan terjadi anorexia, konvulsi dan koma. Pada hewan LD50-nya adalah lima kalinya LD50 DDT. Diedrin menyebabkan kulit telur unggas menjadi tipis, sehingga mudah pecah. Populasi burung Falco misalnya, menjadi berkurang karenanya. Pada tikus percobaaan, baik aldrin maupun diedrin dapat menimbulkan kanker dan mutasi.

(2) Benzene

Benzene atau benzol, C6H6, digunakan dalam industri sebagai pelarut lemak. Toxisitasnya dapat akut lokal, akut sistemik, maupun kronis. Benzene menyebabkan erythema, vesikel, dan udema. Pengaruhnya terhadap SSP (Susunan Saraf Pusat) bersifat narkotik dan anestetik. Pemaparan kronis menimbulkan hyplasia atau pun


(51)

hyperplasia sumsum tulang yang mengakibatkan anemia, leucopenia, thrombocytopenia, dan sangat mungkin menyebabkan leukemia.

(3) Chlordane

Chlordane adalah insektisida tergolong hidrokarbon terkhlorinasi, dan sering didapat sebagai pencemar air. Chlordane mudah sekali diabsorbsi kulit, menimbulkan hyperexitasi, dan konvulsi. Disebut pula sebagai penyebab kelainan darah, seperti thrombocytopenia (kekurangan thrombosit), agranulocytosis (tidak terdapat granulocyt), dan anemia aplastik. Bila di panaskan akan berdekomposisi dan mengeluarkan gas C12 yang beracun.

(4) Chloroform

Chloroform (CHCl3) juga merupakan hidrokarbon terkhlorinasi, suatu anestetik. Menimbulkan iritasi, dilatasi pupil, dan merusak hepar, jantung, dan ginjal. Keracunan chloroform dapat menimbulkan toxisitas akut dan sistemik, sedangkan efek kronis belum diketahui dengan jelas. Dahulu, chloroform digunakan sebagai anestetik, tetapi saat ini sudah disubtitusi dengan zat yang lebih aman.

(5) Deterjen

Deterjen ada yang bersifat kationik, anionik, maupun nonionik. Kesemuanya membuat zat yang lipofilik mudah terlarut dan menyebar di perairan. Selain itu, ukuran zat lipofilik menjadi lebih halus, sehingga mempertinggi toxisitas racun. Deterjen juga mempermudah absorbsi racun melalui insang. Deterjen adapula yang persisten, sehingga terjadi akumulasi. Seperti halnya dengan DDT, detergen jenis ini sudah tidak boleh digunakan lagi.


(52)

(6) Senyawa Phenol

Phenol mudah masuk lewat kulit sehat. Keracunan akut menyebabkan gejala gastro intestinal, sakit perut, kelainan koordinasi bibir mulut, dan tenggorokan. Dapat pula terjadi kerusakan usus. Keracunan kronis menimbulkan gejala gastro intestinal, kesulitan menelan, dan hypersalivasi, kerusakan ginjal dan hati, dan dapat diikuti kematian. Rasa air berubah dan phenol menjadi lebih terasa bila air tercampur khlor.

(7) Pentakhlorophenol

Rumus molekul Pentakhloropenol adalah C15C6-OH, disingkat sebagai PCP. Toxisitasnya baik yang akut maupun yang kronis ternyata menimbulkan lokal iritan, dan sistemik. Pemaparan yang kronis ternyata menimbulkan kerusakan pada hepar (hati), dan pada hewan percobaan dapat bersifat tertogenik. Bila di panaskan menimbulkan gas C12 yang toxis (Soemirat, 2001)

2.4.3. Hubungan Kualitas Biologis Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat

Berdasarkan aspek parameter biologis, diketahui parameter yang mempunyai dampak langsung terhadap kesehatan adalah adanya kandungan bakteri dan mikroba. Kelompok protozoa dalam air seperti cacing dan tungau merupakan jenis kuman parasitik yang berdampak terhadap kesehatan seperti kecacingan, skabies, sedangkan air yang terkontaminasi dengan bakteri dan virus juga dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi penggunanya. Bakteri penyebab bawaan air terbanyak adalah salmonella thypi/parathypi, Shigella, dan vebrio cholera, sedangkan penyakit bersumber virus seperti Rotavirus, virus Hepatitis A, poliomyelitis, dan virus


(53)

trachoma.

Eschericia coli adalah salah satu bakteri patogen yang tergolong Coliform dan hidup secara normal di dalam kotoran manusia maupun hewan sehingga Eschericia coli digunakan sebagai bakteri indikator pencemaran air yang berasal dari kotoran hewan berdarah panas(Fardiaz,1992).

Total Coliform merupakan indikator bakteri pertama yang digunakan untuk menentukan aman tidaknya air untuk dikonsumsi. Bila coliform dalam air ditemukan dalam jumlah yang tinggi maka kemungkinan adanya bakteri patogenik seperti Giardia dan Cryptosporidium di dalamnya (Slamet,2001).

2.5. Perilaku Kesehatan

Perilaku dalam penelitian ini adalah perilaku kesehatan yang berhubungan dengan terjadinya keluhan kesehatan pada pengguna air sumur di pesantren. Perilaku kesehatan tersebut didasarkan pada tiga domain perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Menurut Subchan (2001) bahwa perilaku manusia terhadap sakit dan penyakit yaitu menyangkut dengan reaksinya baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit yang ada pada dirinya atau diluar dirinya) maupun aktif (tindakan atau praktik) yang dilakukan sehubungan dengan sakit maupun penyakit skabies. Terbentuknya perilaku baru dimulai dari pengetahuan yang kemudian menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap yang akhirnya menimbulkan respon yang lebih jauh yaitu tindakan.


(54)

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan yang diuraikan sebagai berikut :

a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia merespon, baik secara pasif maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut.

b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respon seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik yang modern maupun yang tradisional.

c. Perilaku terhadap makanan, adalah respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.

d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan, adalah respon terhadap lingkungan sebagai determinan.

2.5.1. Pengetahuan

Menurut Natoadmodjo (2007), pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai tingkat yang berbeda-beda termasuk dalam hal ini kemampuan santri dalam menjaga kesehatan individu dalam pencegahan terjadi keluhan penyakit maupun dalam pengobatan. Pengetahuan tentang usaha-usaha kesehatan perseorangan untuk memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan mempertinggi nilai kesehatan, serta mencegah timbulnya penyakit.


(55)

Pengetahuan dalam penelitian ini adalah menyangkut pengetahuan tentang definisi penggunaan air bersih, sumber air bersih, upaya hygiene perorangan, dan pencegahan penyakit yang ditularkan melalui air.

2.5.2. Sikap

Domain dari perilaku lainnya adalah sikap. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari Perilaku yang tertutup. Dengan kata lain sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.

Menurut Ahmadi (2004) sikap dibedakan menjadi : (1) sikap positif, yaitu : sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima, menyetujui terhadap norma – norma yang berlaku dimana individu itu beda, dan (2) sikap negatif, yaitu : menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berbeda.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan pendapat atau pernyataan respon terhadap suatu objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan – pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. Sikap dalam penelitian ini adalah pandangan atau respon terhadap menjaga sumber air minum, hyegiene perorangan, dan upaya pencegahan penyakit yang ditularkan melalui air.


(56)

2.5.3. Tindakan

Domain terakhir dari perilaku kesehatan adalah tindakan. Tindakan tersebut didasari pada penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahuinya, kemudian disikapi dan akhirnya mengambil keputusan untuk melakukannya. Tindakan dalam penelitian ini adalah segala sesuatu bentuk nyata yang dilakukan dalam mencegah dan menanggulangi terjadinya keluhan penyakit yang berbasis penularan dari air. Tingkat-tingkat tindakan atau praktek adalah :

1. Persepsi (Perception), yaitu Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama., 2. Respon terpimpin (Guided respons) , yaitu dapat dilakukan sesuatu sesuai

dengan urutan yang benar sesuai pula dengan contoh adalah indicator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme (Mecanism), yaitu Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar sesuai dengan secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adaptasi (Adaptation), yaitu Adaptasi yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.6. Pesantren


(57)

Ustadz yang mendidik serta mengajar, ada santri yang belajar, ada mesjid/ musalla dan ada pondok/ asrama tempat para santri bertempat tinggal. Asrama adalah rumah pemondokan yang ditempati oleh santri-santri, pegawai dan sebagainya yang digunakan sebagai tempat untuk berlindung, beristirahat dan sebagai tempat bergaul antar sesama teman (Dariansyah, 2006).

Pesantren telah berdiri sejak berkembangnya agama Islam yang di siarkan oleh orang Arab dan lokasinya tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan jumlah tidak kurang dari 40.000 pesantren, namun 80% dari padanya masih menghadapi persoalan air bersih dan rawan sanitasi lingkungan sehingga sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) termasuk penyakit skabies dan diare di pesantren.

Pesantren terpadu adalah merupakan wahana pendidikan formal yang efektif dalam upaya meningkatkan pendidikan melalui jalur madrasah dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia dan membentuk manusia yang menguasai iman, taqwa, ilmu pengetahuan dan teknologi. Pesantren tradisional adalah tempat pendidikan dalam meningkatkan pengetahuan dan ketaqwaan kepada Allah tanpa dibatasi waktu atau umur dalam menuntut ilmu pada pesantren tersebut (Dinkes. NAD, 2005).

Ramdani, (2008), mengatakan bahwa fungsi pesantren secara sederhana adalah tempat beristirahat dan menunaikan ibadah, mengaji dan melakukan kegiatan sehari-hari serta tempat berlindung dari keadaan lingkungannya. Arti dan fungsi pondok pesantren adalah sebagai berikut :


(58)

1) Tempat mengaji/belajar

2) Tempat untuk berlindung dari pengaruh lingkungan.

3) Tempat yang dapat memberi jaminan psikologis bagi penghuni seperti kebebasan, keamanan, kebahagiaan dan ketenangan.

4) Tempat atau lembaga pendidikan agama Islam.

5) Tempat beristirahat, dan tempat pemondokan para santri.

2.7. Landasan Teori

Landasan teori dalam penelitian mengacu pada konsep teori Simpul bahwa terjadinya penyakit berbasis penularan air pada pengguna air di pesantren disebabkan oleh empat simpul yang mencakup:

(1) Simpul pertama, yaitu sumber penyakit yaitu komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan melalui kontak langsung atau terhirup atau melalui perantara, seperti bakteri kuman dan bakteri, dan kandungan bahan kimiawi yang tidak ditoleransi.

(2) Simpul kedua, yaitu media transmisi penyakit, dalam hal ini adalah air sumur atau air tanah yang digunakan di pesantren.

(3) Simpul ketiga, yaitu perilaku pengguna Air, yaitu kebiasaan atau tindakan nyata yang dilakukan oleh pengguna air sumur atau air tanah di pesantren yang berpotensi terhadap terjadi keluhan penyakit.


(59)

melalui diagnosis secara laboratorium maupun anamnase, atau pengukuran-pengukuran lainnya tergantung penyakit yang dialami, dan dalam penelitian ini adalah keluhan penyakit pengguna air sumur di pesantren yaitu keluhan saluran pencernaan, dan gangguan kulit.

Menurut H.L Blum (1974), dalam Natoadmodjo (2007), bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan.

Menurut Ahmadi (2008), bahwa penyakit berbasis air merupakan bagian dari jenis penyakit berbasis lingkungan seperti diare dan penyakit kulit. Ada dua faktor yang dominans yaitu sarana air bersih dan pembunagan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan prilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.


(60)

2.8. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.2.

Keterangan

__________: variabel diteliti ---: variabel tidak diteliti

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Kualitas Air Sumur

1. Kualitas Fisik a. Warna b. Rasa c. Bau d. Suhu e. Kekeruhan 2. Kualitas Kimia

a. Nitrat (NO3-) b. Nitrit (NO2-) c. Klorida (CL)

d. Kesadahan (CaCO3) e. Besi (Fe)

f. pH

3. Kualitas Bakteriologis a. E. Coli

b. Total Bakteri Coliform Perilaku Santri

1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Tindakan

Keluhan Penyakit

a. Gangguan Pencernaan b. Gangguan Kulit

Lingkungan 1. Jarak Jamban 2. Sumber Pencemar 3. Genangan Air 4. Saluran Air Limbah 5. Keadaan Sumur

Faktor Kesehatan Lain (1) Skabies

(2) Auto imun (3) Alergi (4) Dermatitis (5) dll


(61)

Berdasarkan gambar 2.2 dapat dijelaksan bahwa variabel independen dalam penelitian ini mencakup variabel perilaku santri meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan, kualitas air sumur (fisik, kimia dan bakteriologis) , dan variabel keadaan lingkungan dilakukan observasi berupa jarak jamban, sumber pencemar genangan air, saluran air limbah dan keadaan sumur.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah keluhan penyakit berupa ganguan pencernaan dan gangguan kulit, mengingat kedua jenis keluhan ini merupakan keluhan paling dominan terjadi pada santri di pesantren tradisional di Kota Langsa berdasarkan sepuluh penyakit di puskesmas se-kota Langsa dan berdasarkan laporan keadaan kesehatan santri pesantren tradisional di Kota Langsa.


(62)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survai analitik dengan desain cross sectional study yang bertujuan menganalisis pengaruh kualitas air sumur dan perilaku pengguna terhadap keluhan penyakit pengguna air sumur pada Pesantren Tradisional di Kota Langsa.

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di seluruh Pesantren Tradisional di Kota Langsa dengan pertimbangan:

1. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Langsa tahun 2008 cakupan penyehatan air bersih di Pesantren Tradisional hanya 28,4%

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan pada 4 (empat) Pesantren oleh Dinas Kesehatan Kota Langsa terdapat 82,4% air yang digunakan mengandung besi (Fe) dan Escherichia coli

3. Pengamatan peneliti secara fisik, keadaan air di Pesantren masih berwarna dan berada di areal persawahan dan pemukiman.


(63)

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini diawali dengan penelusuran pustaka, konsultasi, persetujuan pembimbing, kolokium, penelitian lapangan, seminar hasil dan komprehensif membutuhkan waktu tujuh bulan terhitung bulan Januari sampai dengan Juli 2010.

3.3.Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah air sumur yang terdapat di Pesantren dan pengguna air sumur tersebut. Jumlah populasi air sumur yang diambil adalah sebanyak 18 sumur, sedangkan jumlah populasi pengguna air sumur sebanyak 2.160 orang pengguna air

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini terdiri dari:

(1) Sampel air sumur dipilih 18 sumber air sumur (total sampling)

(2) Sampel pengguna air sumur adalah sebagian dari seluruh pengguna air sumur di pesantren tradisional dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Vincent (1991), yaitu sebagai berikut:

 

Keterangan:

Zc = Nilai derajat kepercayaan 95 % = 1,96 P = proporsi dari populasi ditetapkan p = 0,5 G = Galat pendugaan = 0,1

N = besar populasi = 2.160 Pengguna

) 1 .( . ) 1 .( . . 2 2 2 p p Zc NG p p Zc N n − + − =


(64)

n = besar sampel Dengan perhitungan: ) 5 , 0 1 ( 5 , 0 . 96 , 1 ) 1 , 0 .( 160 . 2 ) 5 , 0 1 .( 5 , 0 . ) 96 , 1 .( 160 . 2 2 2 2 − + − = n

n = 2074,5/22,6 = 91,79

n = 92 orang pengguna air sumur

Maka sampel pengguna air sumur yang dipilih sesuai dengan rumus diatas adalah sebanyak 92 orang pengguna air sumur yang diambil dari 18 pesantren dengan menggunakan metode sampling proporsional random sampling dengan menghitung sample fraction yaitu untuk melihat perbandingan besar sampel dengan jumlah populasi, kemudian diambil setiap pengguna air sumur masing-masing pesantren. Adapun perhitungan sample fraction adalah :

Sample Fraction = 92/2.160 x 100% = 4,2%

Adapun besarnya sample fraction dalam penelitian ini adalah sebesar 4,2%, artinya jumlah sampel yang representatif setiap pesantren adalah 4,2% dari total pengguna air sumur yang ada di pesantren tersebut, seperti pada Tabel 3.1:

Tabel 3.1. Besar Sampel Penelitian berdasarkan Pesantren Tradisional di Kota Langsa

No Pesantren

Jumlah Pengguna Air

Sumur

Perhitungan Jumlah Sampel 1 Pesantren 1 128 Pengguna 4,2% x 128 Pengguna 5 2 Pesantren 2 110 Pengguna 4,2% x 110 Pengguna 5 3 Pesantren 3 153 Pengguna 4,2% x 153 Pengguna 7 4 Pesantren 4 93 Pengguna 4,2% x 93 Pengguna 4 5 Pesantren 5 69 Pengguna 4,2% x 69 Pengguna 3 6 Pesantren 6 120 Pengguna 4,2% x 120 Pengguna 5 7 Pesantren 7 182 Pengguna 4,2% x 182 Pengguna 8


(65)

Tabel 3.1. (Lanjutan) No Pesantren

Jumlah Pengguna Air

Sumur

Perhitungan Jumlah Sampel 8 Pesantren 8 72 Pengguna 4,2% x 72 Pengguna 3 9 Pesantren 9 96 Pengguna 4,2% x 96 Pengguna 4 12 Pesantren 12 92 Pengguna 4,2% x 92 Pengguna 4 13 Pesantren 13 120 Pengguna 4,2% x 120 Pengguna 5 14 Pesantren 14 94 Pengguna 4,2% x 94 Pengguna 4 15 Pesantren 15 129 Pengguna 4,2% x 129 Pengguna 5 16 Pesantren 16 132 Pengguna 4,2% x 132 Pengguna 6 17 Pesantren 17 192 Pengguna 4,2% x 192 Pengguna 8 18 Pesantren 18 96 Pengguna 4,2% x 96 Pengguna 4

Total 2160 92

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari pesantren berupa sumber air sumur dan wawancara langsung dengan pengguna air sumur untuk mengetahui perilaku pengguna dan keluhan penyakit yang dialami responden. Sampel air yang diambil adalah air yang berasal dari sumur pesantren.

Pengambilan sampel air dapat dilakukan melalui langkah-langkah kerja sebagai berikut :

1) Botol sampel yang digunakan berupa wadah steril dengan volume 250 mL 2) Botol sampel dicuci dengan bersih kemudian disterilkan dalam autoclav atau

oven dengan suhu 1200 C selama 6 (enam) jam.

3) Botol sampel yang telah disterilisasi di masukkan ke dalam termos, untuk menghindari kontaminasi dan tidak kontak dengan udara luar.


(66)

Dalam pengambilan sampel air untuk pemeriksaan bakteriologis adalah sebagai berikut :

1) Kran air dibuka dan air dibiarkan mengalir selama 5 menit kemudian kran ditutup kembali dan mulut kran disterilkan dengan cara membakar.

2) Setelah itu kran air dibuka kembali dan air dibiarkan mengalir selama 5 menit, kemudian air ditampung ke dalam botol steril volume 250 mL lalu ditutup dengan menggunakan penutup (plastik) steril dan diikat dengan ketat. 3) Botol yang telah berisi sampel air di beri label tentang tempat pengambilan

sampel, tanggal dan jam pengambilan sampel serta keperluan pemeriksaan air yang diambil.

4) Botol yang telah berisi air sampel dimasukkan dalam termos dan dibawa ke Laboratorium Balai Teknis Kesehatan Lingkungan (BTKL).

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari profil Dinas Kesehatan Kota Langsa, dan pihak pengelola pesantren dan kecamatan di Kota Langsa

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada santri atau pengguna pesantren di lokasi penelitian. Responden yang telah ikut dalam uji validitas dan reliabilitas, tidak termasuk lagi menjadi sampel.

A. Uji Validitas


(67)

dan dampak positif dan negatif dari penggunaan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan serta keluhan penyakit yang dialami oleh penggguna air sumur tersebut. Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel pada analisis reability dengan melihat nilai correlation corrected item, dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya.

B. Reliabilitas

Pertanyaan dikatakan reliabel, jika jawaban responden terhadap pertanyaan (kuesioner) adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya, untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar dan sesuai dengan kenyataan, maka berapa kalipun diambil tetap akan sama (Arikunto, 2005).

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r Alpha > r tabel, maka dinyatakan relialibel (Sugiyono, 2004).

Nilai t-Tabel dalam penelitian ini menggunakan taraf signifikan 95%, maka untuk sampel 20 orang yang diuji nilai t-Tabelnya adalah sebesar 0,423, dan nilai


(1)

Logistic Regression

Case Processing Summary

92 100,0

0 ,0

92 100,0

0 ,0

92 100,0 Unweighted Casesa

Included in Analysis Missing Cases Total Selected Cases Unselected Cases Total N Percent

If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

a.

Dependent Variable Encoding

0 1 Original Value Ya Tidak Internal Value

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

0 39 ,0

0 53 100,0

57,6 Observed Ya Tidak Keluhan Penyakit Overall Percentage Step 0 Ya Tidak

Keluhan Penyakit Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is ,500 b.

Variables in the Equation

,307 ,211 2,114 1 ,146 1,359

Constant Step 0


(2)

Variables not in the Equation

43,603 1 ,000

30,814 1 ,000

49,332 1 ,000

55,822 3 ,000

tahu sikap tindakan Variables Overall Statistics Step 0

Score df Sig.

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

65,052 3 ,000

65,052 3 ,000

65,052 3 ,000

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

60,348a ,507 ,681

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than ,001. a.

Classification Tablea

33 6 84,6

6 47 88,7

87,0 Observed Ya Tidak Keluhan Penyakit Overall Percentage Step 1 Ya Tidak

Keluhan Penyakit Percentage Correct Predicted

The cut value is ,500 a.


(3)

Variables in the Equation

1,934 ,734 6,938 1 ,008 6,917

,767 ,755 1,031 1 ,310 2,152

2,599 ,755 11,848 1 ,001 13,453

-8,070 1,555 26,927 1 ,000 ,000

tahu sikap tindakan Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on step 1: tahu, sikap, tindakan. a.


(4)

Lampiran 3

Gambar Lampiran 1. Salah Satu Pesantren Tradisional Di Kota Langsa

Gambar Lampiran 2. Keadaan Sumur pada Pesantren Tradisional di Kota

Langsa


(5)

Gambar Lampiran 3. Peneliti Sedang Mengambil Sampel Air pada Pesantren

Tradisional di Kota Langsa

Gambar lampiran 4. Sampel Air dari Beberapa Pesantren Tradisional di Kota

Langsa


(6)

Gambar Lampiran 5. Peneliti Sedang Mewawancarai Salah Satu Pengguna

Air pada Pesantren Tradisional di Kota Langsa