Kewenangan Pengadilan Agama sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 49 UU No.3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7
Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama bagi
orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah.
Perkara perdata yang telah secara khusus dinyatakan oleh perundang- undangan sebagai kewenangan peradilan lain, selain peradilan umum, maka
perkara perdata tersebut berada diluar yurisdiksi kewenangan peradilan umum. Jadi dalam perkara permohonan pengangkatan anak oleh orang-orang
Islam berdasarkan Hukum Islam telah diatur dalam UU No. 3 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama , maka hal itu menjadi kewenangan absolut peradilan agama Kamil, 2010:7.
2.3.2. Batas Kewenangan Relatif
Kewenangan relatif
kewenangan berdasarkan
daerah maksudnya adalah kewenangan Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Agama yang didasarkan atas batas-batas wilayah kabupaten atau kota setempat Kamil, 2010:8. Pengadilan Negeri berkedudukan di wilayah
Ibu Kota KabupatenKota dan Daerah hukumnya meliputi wilayah
KabupatenKota. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 4 Ayat 1 UU No. 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum yanng menyatakan sebagai berikut:
1 Pengadilan Negeri berkedudukan di ibukota KabupatenKota, dan daerah
hukumnya meliputi KabupatenKota. 2
Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibukota Provinsi, dan daerah hukumnya meliputi Provinsi.
2.3.3. Perbedaan Akibat Hukum Antara Penetapan Pengangkatan Anak Produk Pengadilan Negeri Dengan Pengadilan Agama
Pengetahuan mengenai perbedaan prinsip hukum pengangkatan anak yang diajukan dan ditetapkan oleh pengadilan negeri maupun pengadilan
agama harus diketahui, baik dari calon orang tua angkat maupun orang tua kandung anak yang akan diangkat. Pengetahuan dan kesadaran hukum tentang
perbedaan hukum pengangkatan anak tersebut seharusnya sudah diketahui dan disadari pada saat akan mengajukan perkara permohonan, sehingga mereka
dapat memilih dengan tepat pengadilan mana yang akan memberikan penetapan. Menurut Ahmad Kamil 2010:9 memberikan perbedaan-
perbedaan tentang prinsip tentang akibat hukum dari produk penetapan
pengangkatan anak oleh Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama, diantaranya adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1. Perbedaan Prinsip Akibat Hukum Antara Penetapan Pengadilan Negeri Dan Penetapan Pengadilan Agama.
AspekUnsur Penetapan
Pengadilan Negeri Penetapan
Pengadilan Agama Hubungan
Nasab -
Nasab anak angkat putus dengan nasab
orang tua kandung dan saudara-saudaranya,
serta akibat-akibat
hukumnya. -
Nasab anak angkat beralih menjadi nasab
orang tua angkat dan saudara serta anaknya
dengan segala akibat- akibat hukumnya.
- Anak angkat dipanggil
dengan bin
binti orang tua angkatnya.
- Nasab anak angkat
tidak putus dengan nasab
orang tua
kandung dan saudara- saudaranya.
- Yang beralih dari anak
angkat terhadap orang tua
angkatnya hanyalah
tanggung jawab
kewajiban pemeliharaan, nafkah,
pendidikan, dan lain- lain.
- Anak angkat tetap
dipanggil binbinti
orang tua kandung. Perwalian
- Orang tua angkat
menjadi wali penuh -
Orang tua angkat hanya
mejadi wali
terhadap diri, harta, tindakan hukum, dan
wali nikah
atas anaknya
terbatas terhadap diri, harta,
tindakan hukum,
dan tidak
termasuk wali nikah jika anak angkat ini
perempuan. Hubungan
Mahrom -
Anak angkat tidak boleh
dinikahkan dengan
orang tua
angkatnya, juga tidak boleh
dinikahkan dengan anak kandung
atau anak angkat dari orang tua agkat.
- Anak angkat boleh
dinikahkan dengan
orang tua angkatnya, juga boleh dinikahkan
dengan anak kandung atau anak angkat lain
dari orang
tua angkatnya.
Hak Waris -
Anak angkat dapat menjadi
ahli waris
terhadap harta warisan orang tua angkatnya,
sebagaimana hak-hak dan kedudukan yang
dimiliki anak kandung. -
Anak angkat tidak boleh menjadi ahli
waris orang
tua angkatnya, tetapi anak
angkat dapat
memperoleh warisan orang tua angkatnya
melalui wasiat
wajibah. Sumber: Data Sekunder Ahmad Kamil, 2010:9
2.4. KERANGKA BERPIKIR