V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Persamaan untuk menganalisis pengaruh penggunaan kartu pembayaran elektronik terhadap transaksi tunai
Model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, dimana masing-masing diantaranya ditujukan untuk menjawab permasalahan yang ingin
dibahas. Untuk menjawab permasalahan yang menganalisis pengaruh penggunaan kartu pembayaran elektronik terhadap transaksi tunai di Indonesia maka model
persamaan yang digunakan adalah: lncash =
α +
α
1
lngdp
t
+ α
2
sbi
t
+ α
3
lnjpkk
t
+ α
4
lnjpkd
t
+ α
5
lnjpatm
t
+ α
6
lnjmatm
t
+ α
7
lnvapmk
t
+ t
5.1 Pengujian akar unit untuk semua variabel dalam persamaan yang digunakan
sangat penting dalam analisis time series. Uji akar unit ini dilakukan untuk melihat kestasioneran data. Data yang stasioner adalah data yang mempunyai
varians yang cenderung mendekati nilai rata-ratanya. Penggunaan data yang tidak stasioner akan menghasilkan regresi yang lancung. Uji akar unit yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan Augmented Dickey Fuller ADF Test. Sementara itu untuk mengetahui lag yang cocok pada uji ADF, maka kriteria yang
digunakan adalah Schwarz Info Criterion SIC dan asumsi trend dan intercept. Tabel 5.1 berikut ini menunjukkan hasil pengujian akar unit pada tingkat
level . Hasilnya hanya satu dari seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini
yang bersifat stasioner, yaitu variabel jumlah mesin ATM. Hal ini terlihat dari nilai ADF t-Statistiknya yang lebih kecil dari nilai kritis MacKinnonnya.
Tabel 5.1. Uji Akar Unit pada Level
Nilai Kritis MacKinnon Variabel
Nilai ADF t-Statistics
1 5 10 Keterangan
lncash -0.338021 -4.165756
-3.508508 -3.184230
Tidak stasioner
lngdp 0.483534 -4.192337
-3.520787 -3.191277
Tidak stasioner
sbi 3.397663 -4.165756
-3.508508 -3.184230
Tidak stasioner
lnjpkk -0.866633 -4.170583
-3.510740 -3.185512
Tidak stasioner
lnjpkd 0.611435 -4.165756
-3.508508 -3.184230
Tidak stasioner
lnjpatm -1.682304 -4.170583
-3.510740 -3.185512
Tidak stasioner
lnjmatm -3.941550 -4.165756
-3.508508 -3.184230
Stasioner lnvapmk -0.809936
-4.165756 -3.508508
-3.184230 Tidak
stasioner
Keterangan: data stasioner pada tingkat kepercayaan 1, 5, 10 data stasioner pada tingkat kepercayaan 5, 10
data stasioner pada tingkat kepercayaan 10
Sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas data pada tingkat level atau derajat nol atau I0 pengujian kestasioneran data dilanjutkan
pada tingkat first difference. Hasil uji akar unit data pada first difference ditunjukkan oleh Tabel 5.2. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa semua
data yang digunakan telah stasioner sampai pada tingkat kepercayaan satu persen. Tabel 5.2. Uji Akar Unit pada First Difference
Nilai Kritis MacKinnon Variabel
Nilai ADF t-Statistic
1 5 10
Keterangan
lncash -5.084921 -4.170583
-3.510740 -3.185512
Stasioner lngdp -4.918058
-4.192337 -3.520787
-3.191277 Stasioner
sbi -4.951973 -4.170583
-3.510740 -3.185512
Stasioner lnjpkk -7.501314
-4.170583 -3.510740
-3.185512 Stasioner
lnjpkd -5.064403 -4.170583
-3.510740 -3.185512
Stasioner lnjpatm -4.624209
-4.170583 -3.510740
-3.185512 Stasioner
lnjmatm -8.477525 -4.170583
-3.510740 -3.185512
Stasioner lnvapmk -7.712106
-4.170583 -3.510740
-3.185512 Stasioner
Keterangan: data stasioner pada tingkat kepercayaan 1, 5, 10 data stasioner pada tingkat kepercayaan 5, 10
data stasioner pada tingkat kepercayaan 10
5.1.1. Uji Kointegrasi
Setelah melakukan pengujian akar unit maka pengujian dilanjutkan ke uji kointegrasi. Uji kointegrasi Engle-Granger biasanya dilakukan pada persamaan
tunggal. Pengujian kointegrasi ini dilakukan untuk melihat apakah residual dari persamaan jangka panjang dalam penelitian ini stasioner. Metode kointegrasi
Engle-Granger sebetulnya menggunakan metode ADF yang terdiri dari dua tahap.
Pertama, meregresi persamaan awal dalam hal ini variabel lncash, lngdp, sbi, lnjpkk, lnjpkd, lnjpatm, lnjmatm dan lnvapmk kemudian diperolah residual
katakan u dari persamaan tersebut. Kedua, dengan menggunakan metode ADF diuji akar-akar unit terhadap u dengan hipotesis yang sama dengan hipotesis uji
akar-akar unit ADF sebelumnya. Tabel 5.3. Persamaan Jangka Panjang Pengaruh Penggunaan Kartu Pembayaran
Elektronik terhadap Transaksi Tunai
Variabel Koefisien Std. Error t-statistik
Probabilitas
C -0.242369 0.465070
-0.521146 0.6051
lngdp 0.959651 0.127019
7.555159 0.0000
sbi -0.000234 0.001501
-0.156111 0.8767
lnjpkk -0.085911 0.093219
-0.921601 0.3623
lnjpkd 0.000555 0.011222
0.049464 0.9608
lnjpatm 0.104408 0.015816
6.601564 0.0000
lnjmatm 0.129078 0.098364
1.312249 0.1969
lnvapmk -0.091143 0.009821
-9.280075 0.0000
R-squared 0.989440 Adjusted R-squared 0.987592
Akaike info criterion -5.827025 Schwarz criterion -5.515158
Setelah mendapatkan hasil estimasi persamaan jangka panjang yang menunjukkan pengaruh penggunaan kartu pembayaran terhadap transaksi tunai
maka dilakukan uji kointegrasi dengan menggunakan nilai residualnya. Uji
kointegrasi ini dilakukan untuk melihat hubungan jangka panjang antara variabel- variabel yang digunakan.
Tabel 5.4. Uji Kointegrasi Persamaan Pengaruh Penggunaan Kartu Pembayaran Elektronik terhadap Transaksi Tunai
Nilai Kritis MacKinnon Variabel
Nilai ADF t-Statistics
1 5
10 Keterangan
U -5.590205 -4.175640
-3.513075 -3.186854
Stasioner
Keterangan: data stasioner pada tingkat kepercayaan 1, 5, 10 data stasioner pada tingkat kepercayaan 5, 10
data stasioner pada tingkat kepercayaan 10
Hasil uji kointegrasi persamaan jangka panjang pada tabel di atas menunjukkan bahwa nilai residualnya stasioner pada tingkat kepercayaan sampai
satu persen. Dengan demikian berarti variabel-variabel dalam persamaan ini mempunyai hubungan jangka panjang. Hal ini ditunjukkan dari nilai ADF t-
Statistiknya yang lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon.
5.1.2. Hasil Estimasi Model Persamaan Jangka Panjang
Estimasi persamaan jangka panjang yang digunakan adalah persamaan kointegrasi. Dari hasil estimasi tersebut terlihat ada tiga variabel yaitu variabel
GDP, jumlah pemegang kartu ATM dan jumlah transaksi non tunai APMK yang bernilai signifikan secara statistik, dan empat dari tujuh variabel independen tidak
signifikan yaitu variabel SBI, jumlah pemegang kartu kredit, jumlah pemegang kartu debit dan jumlah mesin ATM. Empat variabel yang disebutkan terakhir
memiliki nilai probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen, dengan demikian perubahan variabel yang dimaksud tidak berpengaruh terhadap
perubahan variabel dependen yaitu transaksi tunai.
Hasil estimasi menunjukkan hubungan yang positif antara GDP dengan transaksi tunai. Koefisien GDP menunjukkan elastisitasnya, artinya bahwa
peningkatan GDP sebesar satu persen akan meningkatkan transaksi tunai sebesar 0.959651 persen. Peningkatan satu persen jumlah pemegang kartu ATM akan
meningkatkan transaksi tunai 0.104408 persen. Dan terakhir hubungan negatif ditunjukkan antara jumlah nilai transaksi APMK terhadap nilai transaksi tunai
yaitu penurunan 0.091143 persen nilai transaksi tunai untuk setiap kenaikan satu persen transaksi non tunai APMK.
Koefisien hasil estimasi menunjukkan tanda yang sesuai dengan teori yang ada. Sesuai dengan teori kuantitas uang Irving Fisher maka jumlah uang yang
diminta adalah proporsional dengan jumlah total pembelian barang dan jasa. Dengan demikian, peningkatan pendapatan akan meningkatkan konsumsi dan
mempengaruhi secara positif permintaan uang tunai. Sedangkan tingkat suku bunga nominal merefleksikan opportunity cost dalam memegang sejumlah uang
tunai. Sehingga ketika nilai suku bunga nominal meningkat kecenderungan masyarakat untuk memegang uang tunai akan menurun dan lebih memilih untuk
menyimpan sejumlah dananya dalam bentuk tabungan di bank. Meskipun hasil estimasi untuk variabel ini tidak signifikan secara statistik namun koefisien
negatifnya menunjukkan pengaruh suku bunga nominal terhadap permintaan uang tunai untuk transaksi tunai yang sesuai teori ekonomi.
Penggunaan kartu pembayaran elektronik, dalam hal ini kartu kredit, kartu debit, dan kartu ATM ternyata belum mampu secara signifikan mensubstitusi
transaksi tunai. Peningkatan jumlah pemegang kartu kredit memang akan
menurunkan transaksi tunai namun ini tidak signifikan terjadi. Dengan demikian kepemilikan kartu kredit hanya merupakan pola baru gaya hidup dan bukan cara
transaksi andalan masyarakat meskipun pembayaran yang melibatkan kartu kredit cenderung ke jenis pembelian barang bernominal besar Snellman, Vesala, dan
Humphray, 2000. Keamanan transaksi yang terjadi antar bank memudahkan pemilik kartu kredit untuk membeli barang dan jasa tanpa resiko kehilangan dan
kesulitan menjinjing sejumlah nominal uang yang besar. Namun kepemilikan kartu kredit yang diproksi dari jumlah pemegang kartu kredit tidak signifikan
mensubstitusi transaksi tunai. Jumlah pemegang kartu ATM memiliki hubungan yang positif dengan
jumlah nilai transaksi tunai. Dengan mengasumsikan setiap rupiah yang ditransaksikan melalui ATM, baik transfer maupun penarikan uang tunai,
semuanya digunakan untuk kegiatan konsumsi, maka semakin banyak jumlah pemegang kartu ATM akan memperbesar tingkat konsumsi masyarakat dan
dengan demikian pula akan meningkatkan jumlah transaksi tunai. Secara signifikan hubungan positif antara jumlah pemegang kartu ATM dan transaksi
tunai terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan kartu ATM ini memudahkan masyarakat mengakses penarikan dana dari rekeningnya dan
mendorong peningkatan konsumsi melalui transaksi tunai. Variabel jumlah mesin ATM yang ada juga merupakan pendekatan yang
digunakan untuk mengindikasikan efek substitusi transaksi pembayaran. Hasil estimasi menunjukkan koefisien yang bernilai positif. Hasilnya sesuai dengan data
yang diperoleh dari Bank Indonesia, mengenai jumlah mesin ATM dan jumlah
volume transaksi ATM. Namun, dari hasil regresi dalam penelitian ini jumlah mesin ATM tidak signifikan secara statistik mempengaruhi nilai transaksi tunai.
Berikut ini perkembangan jumlah mesin ATM dan volume transaksinya ditunjukkan dalam bentuk grafik.
Perkembangan jumlah mesin ATM 2002-2005
2000 4000
6000 8000
10000 12000
14000 16000
2002M1 2003M1
2004M1 2005M1
tahun unit
Jmesin ATM
Volume Transaksi ATM 2002-2005
0.00 5000.00
10000.00 15000.00
20000.00 25000.00
30000.00 35000.00
40000.00
2000M1 2001M1
2002M1 2003M1
Tahun Rp mi
lyar
VTATMRp milyar
Sumber: Data Bank Indonesia 2005, diolah
Gambar 5.1. Jumlah mesin dan volume transaksi ATM Indonesia
Pada gambar di atas dapat dilihat adanya kecenderungan peningkatan volume transaksi tunai melalui mesin ATM. Hubungan positif antara jumlah
pemegang kartu ATM dan jumlah mesin ATM terhadap transaksi tunai menunjukkan bahwa fasilitas pembayaran elektronik ini belum mampu
mensubstitusi pola transaksi tunai di Indonesia dalam jangka panjang. Fasilitas ini hanya mempermudah akses nasabah memperoleh uang tunai dalam jangka
panjang. Hasil serupa disimpulkan oleh Mutaqqin 2006, bahwa jumlah ATM hanya merupakan upaya pihak bank memberikan pelayanan kemudahan kepada
nasabahnya. Sementara itu Rahmat 2005 menyimpulkan bahwa jumlah mesin ATM hanya berpengaruh secara negatif mensubstitusi terhadap permintaan uang
M1 dalam jangka pendek sedangkan dalam jangka panjang belum mampu mensubstitusi transaksi tunai.
Hasil penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan di Eropa. Snellman, Vesala, dan Humphrey 2000 pada
penelitiannya di sepuluh negara di Eropa menemukan bahwa kehadiran fasilitas ATM mampu mengurangi biaya transaksi penarikan tunai, sehingga dengan
demikian frekuensi penarikan tunai meningkat namun secara rata-rata nilai penarikannya menurun dari waktu ke waktu. Artinya keberadaan ATM
mengurangi jumlah uang tunai yang dipegang, yang diasumsikan berkorelasi positif dengan nilai transaksi tunai, masyarakat di kesepuluh negara di Eropa. Stix
2004 juga menyimpulkan dari hasil penelitiannya di Austria bahwa pemegang ATM ternyata memegang nilai tunai 42 persen lebih sedikit daripada orang yang
menarik tunai dari bank. Analisis data penarikan tunai menunjukkan bahwa 53
persen transaksi penarikan dilakukan melalui ATM dan 37 persen melalui bank. Artinya bahwa kehadiran kartu pembayaran elektronik, dalam hal ini kartu ATM,
di Austria mengurangi keinginan masyarakat memegang uang tunai. Kemudahan mengakses dana melalui fasilitas pembayaran elektronik dalam hal ini kartu
ATM mampu meningkatkan frekuensi penarikan tunai namun secara bertahap justru menurunkan nilai penarikannya.
Kedua hasil penelitian ini membuktikan bahwa di negara maju kecenderungan pensubstitusian transaksi non tunai dengan memanfaatkan kartu
pembayaran elektronik terhadap transaksi tunai sudah terjadi. Sementara, fenomena yang terjadi di Indonesia berbeda. Keberadaan kartu pembayaran
elektronik hanya mempermudah akses nasabah memperoleh uang tunai namun belum mampu mensubstitusi transaksi tunai yang terjadi dalam jangka panjang.
Kartu pembayaran elektronik belum menjadi fasilitas pembayaran andalan dalam bertransaksi karena pola pembayaran secara tunai masih merupakan kebudayaan
masyarakat Indonesia. Keberadaan fasilitas pembayaran elektronik pada dasarnya bertujuan untuk
memudahkan akses nasabah atau pengguna untuk mentransaksikan sejumlah dana tanpa harus mendatangi kantor cabang. EFT-POS dan mesin ATM memudahkan
pengguna menyelesaikan proses transaksi dalam waktu yang lebih cepat. Dengan kehadiran fasilitas pembayaran ini pengguna mendapat kemudahan akses dana,
kenyamanan dalam bertransaksi, penghematan biaya dan waktu penyelesaian transaksi. Sedangkan pihak bank sendiri mendapat keuntungan dari segi biaya,
yaitu penghematan dalam hal penyediaan pelayanan. Dengan adanya EFT-POS
dan mesin ATM, bank dapat mengurangi biaya pembangunan kantor cabang, pembayaran tenaga pekerja, sewa gedung, pembelian kertas dan pendistribusian.
Dengan kata lain kehadiran fasilitas pembayaran elektronik memberikan keuntungan bagi pihak bank dan pengguna atau nasabah.
Variabel nilai transaksi non tunai APMK berkolerasi negatif dan signifikan terhadap transaksi tunai. Dari nilai transaksi non tunai, peningkatan satu
persennya akan menurunkan transaksi tunai sebesar 0.091143 persen. APMK dalam hal ini kartu kredit, kartu debit dan kartu ATM adalah kartu pembayaran
elektronik yang paling sering digunakan. Hubungan negatif ini menunjukkan adanya pensubstitusian transaksi non tunai terhadap transaksi tunai, namun daya
substitusinya masih sangat rendah. Peningkatan jumlah pemegang ATM dan mesin ATM secara positif mempengaruhi transaksi tunai. Artinya keberadaan
kartu ATM dan mesinnya ternyata belum mampu mensubstitusi transaksi tunai. Namun hasil estimasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel nilai
transaksi APMK mampu mensubstitusi transaksi tunai. Dan dari ketiga kartu pembayaran elektronik yang paling sering digunakan tersebut yang mampu
mensubstitusi transaksi tunai adalah nilai transaksi ATM Mutaqqin, 2006. Kartu kredit dan kartu debit belum mampu mensubstitusi transaksi tunai, baik dari segi
jumlah pemegang maupun dari nilai transaksinya.
5.1.3. Uji Kebaikan Model Persamaan Jangka Pendek
Uji kebaikan model persamaan jangka pendek dilakukan untuk mencapai asumsi BLUE Best Linier Unbiased Estimator artinya bahwa persamaan ini
bebas dari pelanggaran asumsi OLS. Hasil estimasi persamaan jangka pendek
yang signifikan dapat dilihat pada Tabel 5.9. Pengujian ini dilakukan melalui uji autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas.
Tabel 5.5. Hasil Uji Autokorelasi dengan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test
Variabel Dependen ObsR-squared
Probability
DLNCASH 1.311100 0.519156
Dari hasil uji autokorelasi dengan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test
maka dapat disimpulkan bahwa persamaan ini bebas dari masalah autokorelasi. Hal ini terlihat dari nilai probabilitas ObsR-squared yang lebih
besar dari taraf nyata sepuluh persen. Tabel 5.6. Hasil Uji Heteroskedastisitas
ARCH Test Variabel dependen
ObsR-squared Probability
DLNCASH 0.247088 0.619133
White Heteroskedasticity Test Variabel dependen
ObsR-squared Probability
DLNCASH 36.60380
0.263534
Hasil pengujian heteroskedastisitas menunjukkan bahwa model persamaan jangka pendek ini bebas dari masalah heteroskedastisitas. Hal ini terlihat dari nilai
probabilitas ObsR-squared yang lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen. Tabel 5.7. Hasil Uji Normalitas dengan Histogram-Normality Test
Variabel Dependen Jarque-Bera
Probability
DLNCASH 0.299371 0.860979
Hasil pengujian normalitas menunjukkan bahwa error term model
persamaan jangka pendek terdistribusi secara normal. Hal ini terlihat dari nilai probabilitasnya yang lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen. Hasil pengujian
normalitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.
5.1.4. Hasil Estimasi Jangka Pendek
Setelah melakukan uji kointegrasi yang menunjukkan hubungan jangka panjang antara variabel maka selanjutnya untuk melihat hubungan jangka pendek
dari variabel-variabel ini digunakan model koreksi kesalahan ECM. Hasil estimasi persamaan jangka pendek digunakan untuk melihat perilaku jangka
pendek dari persamaan regresi dengan mengestimasi dinamika error correction term
yaitu u-1. Tabel 5.8. Hasil Estimasi Persamaan Jangka Pendek Pengaruh Penggunaan Kartu
Pembayaran Elektronik terhadap Transaksi Tunai
Variabel Koefisien Std.
Error t-statistik
Probabilitas
DLNCASH-1 -0.505942 0.265597
-1.904921 0.0706 DLNCASH-2 0.261071
0.191597 1.362608 0.1874
DLNGDP 1.196662 0.184595
6.482623 0.0000
DLNGDP-1 0.297410 0.398184
0.746917 0.4634
DLNGDP-2 0.028288 0.275209
0.102789 0.9191
DSBI -0.001643 0.001961
-0.837957 0.4115
DSBI-1 0.000229 0.002493
0.091901 0.9276
DSBI-2 -0.000960 0.002369
-0.405304 0.6894
DLNJPKK -0.101024 0.058362
-1.730973 0.0981
DLNJPKK-1 -0.098847 0.065091
-1.518588 0.1438 DLNJPKK-2 -0.076824
0.074179 -1.035661 0.3121
DLNJPKD 0.008188 0.005461
1.499176 0.1487
DLNJPKD-1 -0.013760 0.009994
-1.376837 0.1831 DLNJPKD-2 -0.042438
0.015779 -2.689464 0.0137
DLNJPATM 0.042105 0.013426
3.136095 0.0050
DLNJPATM-1 0.018989 0.023674
0.802106 0.4315 DLNJPATM-2 0.064506
0.030825 2.092651 0.0487
DLNJMATM 0.078538 0.049863
1.575089 0.1302
DLNJMATM-1 -0.032830 0.041231
-0.796256 0.4348 DLNJMATM-2 -0.103167
0.039447 -2.615376 0.0162
DLNVAPMK -0.084192 0.004555
-18.48209 0.0000
DLNVAPMK-1 -0.034627 0.022011
-1.573204 0.1306
DLNVAPMK-2 0.023799 0.016561
1.437094 0.1654 U-1 -0.579189
0.195953 -2.955756
0.0075 R-squared 0.991466
Adjusted R-squared 0.982120 Akaike info criterion -7.936481
Schwarz criterion -6.972927
Hasil estimasi persamaan jangka pendek pada Tabel 5.8 di atas memperlihatkan bahwa banyak variabel yang tidak signifikan. Dengan demikian,
untuk mengefisiensikan hasil estimasi, maka variabel yang tidak signifikan dapat dihilangkan Thomas, 1997. Tabel 5.9 berikut memperlihatkan hasil estimasi
persamaan jangka pendek pengaruh penggunaan kartu pembayaran elektronik terhadap transaksi tunai yang signifikan.
Tabel 5.9. Hasil Estimasi Persamaan Jangka Pendek Pengaruh Penggunaan Kartu Pembayaran Elektronik terhadap Transaksi Tunai yang Signifikan
Variabel Koefisien Std.
Error t-statistik
Probabilitas
DLNCASH-1 -0.344068 0.079501
-4.327859 0.0002 DLNCASH-2 0.366259
0.071839 5.098349 0.0000
DLNGDP 1.242236 0.091210
13.61958 0.0000
DLNJPKK -0.148749 0.044343
-3.354510 0.0022
DLNJPKK-1 -0.101613 0.043465
-2.337833 0.0265 DLNJPKD 0.009025
0.004392 2.054822
0.0490 DLNJPKD-1 -0.013073
0.005530 -2.363901 0.0250
DLNJPKD-2 -0.043004 0.005735
-7.498762 0.0000 DLNJPATM 0.049344
0.008104 6.088932
0.0000 DLNJPATM-2 0.047149
0.007707 6.118072 0.0000
DLNJMATM 0.076939 0.029863
2.576418 0.0153
DLNJMATM-2 -0.109401 0.031912
-3.428174 0.0018
DLNVAPMK -0.087403 0.003613
-24.18931 0.0000 DLNVAPMK-1 -0.021745
0.008296 -2.621070
0.0138 DLNVAPMK-2 0.033883
0.008370 4.048316 0.0004
U-1 -0.704191 0.090958
-7.741953 0.0000
R-squared 0.989637 Adjusted R-squared 0.984276
Akaike info criterion -8.097770 Schwarz criterion -7.455401
Hasil regresi persamaan jangka pendek menunjukkan korelasi yang berbeda terhadap perubahan nilai transaksi tunai jangka panjang. Dari Tabel 5.9 terlihat
bahwa jumlah pemegang kartu elektronik berpengaruh signifikan secara statistik terhadap jumlah transaksi tunai yang diminta. Jumlah pemegang kartu kredit pada
bulan yang sama dan satu bulan sebelumnya berpengaruh negatif terhadap
permintaan transaksi tunai. Sementara itu jumlah pemegang kartu debet pada bulan yang sama berpengaruh positif terhadap transaksi tunai, dan jumlah
pemegang satu dan dua bulan sebelumnya berpengaruh negatif. Penggunaan kartu debit di bulan pertama mendorong masyarakat untuk meningkatkan konsumsinya
atas kemudahan akses penarikan uang dan pendebetan sehingga pengguna menikmati transfer dan pendebetan langsung. Namun fungsi kartu debit bagi
pengguna lambat laun menjadi lebih efektif digunakan untuk pendebetan langsung dan bukan penarikan tunai. Jumlah pemegang kartu ATM pada bulan yang sama
dan lag 2 berpengaruh positif terhadap nilai transaksi tunai. Nilai transaksi tunai berhubungan positif terhadap jumlah mesin ATM pada bulan yang sama.
Sedangkan untuk jumlah mesin ATM pada lag 2 berpengaruh negatif terhadap permintaan transaksi tunai.
Variabel lain yang signifikan mempengaruhi nilai transaksi tunai adalah nilai transaksi tunai pada satu dan dua bulan sebelumnya. Nilai transaksi APMK
pada bulan yang sama dan satu bulan sebelumnya mensubstitusi transaksi tunai dan nilai transaksi APMK dua bulan sebelumnya berpengaruh positif terhadap
nilai transaksi tunai.
5.2. Persamaan untuk menganalisis daya substitusi transaksi non tunai terhadap transaksi tunai yang terjadi di Indonesia
Hasil estimasi dari persamaan pertama seperti yang telah dijelaskan di atas menjawab permasalahan pertama dalam penelitian ini. Artinya dengan
memasukkan variabel jumlah pemegang APMK, jumlah mesin ATM, dan total
nilai transaksi APMK maka dapat dilihat bagaimana faktor-faktor ini mempengaruhi transaksi tunai yang ada. Kemudian, untuk menjawab
permasalahan kedua yaitu menganalisis daya substitusi transaksi non tunai terhadap transaksi tunai maka variabel nilai transaksi kliring dan BI-RTGS
ditambahkan. Model persamaan yang digunakan adalah: lncash =
α +
α
1
lngdp
t
+ α
2
sbi
t
+ α
3
lnvapmk
t
+ α
4
lnvrtgs
t
+ α
5
lnvkliring
t
+
t
5.2 Pada tahap awal dilakukan pengujian akar unit untuk melihat kestasioneran data.
Data yang tidak stasioner akan menghasilkan regresi yang semu spurius regresion
, dan demikian sebaliknya. Tabel 5.10. Uji Akar Unit pada Level
Nilai Kritis MacKinnon Variabel
Nilai ADF t-Statistic
1 5 10
Keterangan
lncash -4.453887 -4.165756
-3.508508 -3.184230
Stasioner lngdp 0.483534
-4.192337 -3.520787
-3.191277 Tidak
Stasioner sbi 3.397663
-4.165756 -3.508508
-3.184230 Tidak
Stasioner lnvapmk -0.809936
-4.165756 -3.508508
-3.184230 Tidak
Stasioner lnvrtgs -3.539492
-4.165756 -3.508508
-3.184230 Stasioner
lnvkliring -3.820452 -4.165756 -3.508508
-3.184230 Stasioner Keterangan:
data stasioner pada tingkat kepercayaan 1, 5, 10 data stasioner pada tingkat kepercayaan 5, 10
data stasioner pada tingkat kepercayaan 10
Tabel 5.10 di atas menunjukkan masih ada data yang tidak stasioner. Hal ini terlihat dari nilai ADF t-Statistiknya yang lebih besar dari nilai kritis MacKinnon,
sementara data yang lain menunjukkan sebaliknya. Sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas data pada tingkat level atau derajat nol atau I0
pengujian kestasioneran data dilanjutkan pada tingkat first difference.
Hasil uji akar unit data pada first difference ditunjukkan pada Tabel 5.11 dan dapat diketahui bahwa semua data yang digunakan telah stasioner pada
tingkat kepercayaan satu persen. Tabel 5.11. Uji Akar Unit pada First Difference
Nilai Kritis MacKinnon Variabel
Nilai ADF t-Statistic
1 5 10
Keterangan
lncash -9.417246 -4.170583
-3.510740 -3.185512
Stasioner lngdp -4.918058
-4.192337 -3.520787
-3.191277 Stasioner
sbi -4.951973 -4.170583
-3.510740 -3.185512
Stasioner lnvapmk -7.712106
-4.170583 -3.510740
-3.185512 Stasioner lnvrtgs -7.709658
-4.175640 -3.513075
-3.186854 Stasioner
lnvkliring -6.883718 -4.180911 -3.515523
-3.188259 Stasioner
Keterangan: data stasioner pada tingkat kepercayaan 1, 5, 10 data stasioner pada tingkat kepercayaan 5, 10
data stasioner pada tingkat kepercayaan 10
5.2.1. Uji Kointegrasi
Pengujian kointegrasi dilakukan untuk melihat apakah nilai residual dari persamaan jangka panjangnya stasioner. Pengujian kestasioneran residual ini
diawali dengan meregresikan persamaan awal, dalam hal ini lngdp, sbi, lnvapmk, lnvrtgs, lnvkliring. Hasil regresi persamaan awal dirangkum dalam tabel berikut.
Tabel 5.12. Persamaan Jangka Panjang Daya Substitusi Transaksi Non Tunai terhadap Transaksi Tunai
Variabel Koefisien Std. Error t-statistik
Probabilitas
C 12.34297 4.285948
2.879869 0.0062
lngdp 1.342274 0.169972
7.897019 0.0000
sbi -0.008697 0.003614 -2.406713 0.0206
lnvapmk -0.176315 0.030926 -5.701213 0.0000
lnvrtgs -0.569992 0.037920 -15.03129 0.0000
lnvkliring -0.013685 0.062227 -0.219925 0.8270 R-squared 0.883663
Adjusted R-squared 0.869814 Akaike info criterion -3.064068
Schwarz criterion -2.830168
Setelah mendapatkan hasil estimasi persamaan jangka panjang maka dilakukan uji kointegrasi dengan menggunakan nilai residualnya. Uji kointegrasi
ini dilakukan untuk melihat hubungan jangka panjang antara variabel.
Tabel 5.13. Uji Kointegrasi Persamaan Daya Substitusi Transaksi Non Tunai terhadap Transaksi Tunai
Nilai Kritis MacKinnon Variabel
Nilai ADF t-Statistics
1 5
10 Keterangan
U -4.916640 -4.165756
-3.508508 -3.184230
Stasioner
Keterangan: data stasioner pada tingkat kepercayaan 1, 5, 10 data stasioner pada tingkat kepercayaan 5, 10
data stasioner pada tingkat kepercayaan 10
Hasil uji kointegrasi persamaan jangka panjang pada tabel di atas menunjukkan bahwa nilai residualnya stasioner pada tingkat kepercayaan satu
persen. Hal ini ditunjukkan dari nilai ADF t-Statistiknya yang lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon.
5.2.2. Hasil Estimasi Model Persamaan Jangka Panjang
Persamaan jangka panjang yang diestimasi adalah persamaan kointegrasi. Dari hasil regresi yang ditunjukkan pada Tabel 5.12 hanya ada satu variabel yang
tidak signifikan mempengaruhi transaksi tunai, yaitu variabel nilai transaksi kliring. Empat dari lima variabel independen mempengaruhi secara signifikan.
Kenaikan satu persen GDP akan meningkatkan transaksi tunai sebesar 1.342274 persen. Tiga variabel lain yang signifikan menunjukkan hubungan yang negatif.
Kenaikan satu persen suku bunga nominal akan menurunkan transaksi tunai sebesar 0.008697 persen. Dalam jangka panjang, kenaikan satu persen nilai
transaksi APMK akan menurunkan transaksi tunai sampai 0.176315 persen dan
kenaikan satu persen nilai transaksi BI-RTGS akan menurunkan pula transaksi tunai sebesar 0.569992 persen.
Variabel nilai transaksi APMK, kliring dan BI-RTGS menjadi pendekatan nilai transaksi non tunai. Nilai transaksi non tunai dalam jangka panjang ternyata
secara signifikan mampu mensubsitusi transaksi tunai Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya korelasi negatif antara variabel nilai transaksi non tunai nilai
transaksi APMK, kliring, BI-RTGS terhadap nilai transaksi tunai. Nilai pensubstitusian terbesar terjadi dalam transaksi BI-RTGS. Penyelesaian transaksi
melalui BI-RTGS yang diluncurkan pada tanggal 17 November 2000 dilaksanakan untuk seluruh transaksi antarbank bernilai besar melalui sistem
elektronis secara gross. Saat ini pangsa penggunaan BI-RTGS sudah mencapai sekitar 90 persen dari nilai lalu lintas pembayaran di seluruh Indonesia Bank
Indonesia, 2006. Pengembangan sistem RTGS di Indonesia diawali dengan meningkatnya
kesadaran akan perlunya menurunkan risiko sistemik pada sistem pemindahan dana dalam bernilai besar. Sistem BI-RTGS menyediakan kecepatan, keandalan
dan kepastian dalam mengirim dan menerima dana. Hal tersebut menjadi penting, terutama untuk memacu pemulihan industri keuangan di Indonesia. Bagi Bank
Indonesia, sistem ini berperan sangat penting dalam mengurangi risiko di dalam sistem pembayaran. Disamping itu, sistem RTGS juga mampu menjadi sumber
informasi yang sangat bermanfaat, baik dalam rangka pengawasan bank maupun pelaksanaan kebijakan moneter.
Nilai transaksi APMK juga memberikan nilai substitusi yang signifikan terhadap transaksi tunai. Penggunaan APMK, dalam hal ini kartu kredit, kartu
debit, dan kartu ATM, mengalami pertumbuhan pesat. Penggunaan kartu kredit sudah berkembang pesat dengan pertumbuhan yang mencapai 40 persen pada
tahun 2000 dan 72 persen pada tahun 1999. Saat ini kartu kredit dilayani oleh lebih dari 35.000 penjual atau merchant di Indonesia. Jumlah pemegang kartu
kredit pada tahun 2005 mencapai sekitar 6.502.753 orang, dengan total nilai transaksi Rp 9.664 milyar untuk jumlah transaksi yang mencapai 8,9 juta kali.
Total nilai transaksi APMK, termasuk kartu debit dan kartu ATM, mencapai Rp 230.453 milyar pada tahun 2005 untuk jumlah transaksi yang mencapai 8 juta
kali. Nilai transaksi kliring tidak signifikan mempengaruhi perubahan transaksi
tunai. Hal ini mungkin dikarenakan adanya peralihan sistem penyelesaian transaksi ke sistem BI-RTGS. Dewasa ini terdapat sejumlah penyelenggara
kliring. Masing-masing penyelenggara kliring tersebut menerapkan teknologi yang cukup bervariasi, mulai dari elektronik hingga manual. Di antara semua
lembaga kliring tersebut, yang terbesar dari segi jumlah peserta dan volume serta nilai transaksi adalah Sistem Kliring Elektronik Jakarta. Nilai akhir netto yang
diselesaikan melalui sistem kliring dihitung dari posisi penutupan harian di seluruh Indonesia termasuk Jakarta sebelum peluncuran sistem RTGS menurut
data sampai dengan tanggal 27 November 2000 secara harian mencapai IDR 7,3 trilyun sekitar USD 730 juta. Setelah pelaksanaan sistem BI-RTGS, terjadi
pergeseran pangsa nilai kliring yang cukup besar ke BI-RTGS. Sistem kliring
dilaksanakan berdasarkan penyelesaian transaksi secara tertunda netto di akhir hari transaksi Bank Indonesia, 2006.
5.2.3. Uji Kebaikan Model Persamaan Jangka Pendek
Uji kebaikan model persamaan jangka pendek ini dilakukan untuk mencapai asumsi BLUE Best Linier Unbiased Estimator artinya bahwa persamaan ini
bebas dari pelanggaran asumsi OLS. Pengujian ini dilakukan melalui uji autokorelasi, heteroskedasitas, dan normalitas.
Tabel 5.14. Hasil Uji Autokorelasi dengan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test
Variabel Dependen ObsR-squared
Probability
DLNCASH 1.426820 0.489971
Dari hasil uji autokorelasi dengan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test
maka dapat disimpulkan bahwa persamaan ini bebas dari masalah autokorelasi. Hal ini terlihat dari nilai probabilitas ObsR-squared yang lebih
besar dari taraf nyata sepuluh persen. Tabel 5.15. Hasil Uji Heteroskedastisitas
ARCH Test Variabel dependen
ObsR-squared Probability
DLNCASH 0.024678 0.875171
Pengujian heteroskedastisitas pada persamaan kali ini tidak dilanjutkan pada White Heteroskedasticity Test karena jumlah observasi yang digunakan tidak
mencukupi insufficient number of observation. Hasil pengujian heteroskedastisitas dengan ARCH Test menunjukkan bahwa model persamaan
jangka pendek ini bebas dari masalah heteroskedastisitas, hal ini terlihat dari nilai probabilitas ObsR-squared yang lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen.
Tabel 5.16. Hasil Uji Normalitas dengan Histogram-Normality Test
Variabel Dependen Jarque-Bera
Probability
DLNCASH 1.771831 0.412337
Hasil pengujian normalitas menunjukkan bahwa error term model persamaan jangka pendek terdistribusi secara normal. Hal ini terlihat dari nilai
probabilitas Jarque-Bera yang lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen. Hasil pengujian normalitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16.
5.2.4. Hasil Estimasi Jangka Pendek
Salah satu keunggulan dari ECM pada penelitian ini ialah model ini dapat melakukan formulasi pengkoreksian kesalahan dinamik hubungan jangka panjang
antara nilai transaksi tunai yang terjadi dengan penggunaan APMK, dalam persamaan yang menangkap variasi dan dinamika dalam jangka pendeknya
dengan baik. Hasil estimasi persamaan jangka pendek kali ini digunakan untuk melihat perilaku jangka pendek daya substitusi transaksi non tunai terhadap
transaksi tunai di Indonesia, yang secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 13. Untuk mengefisiensikan hasil estimasi, maka variabel yang tidak signifikan
dapat dihilangkan Thomas, 1997. Dengan demikian dalam Tabel 5.17 dapat dilihat hasil estimasi persamaan jangka pendek daya substitusi transaksi non tunai
terhadap transaksi tunai yang signifikan. Hasil estimasi persamaan jangka pendek menunjukkan hampir seluruh variabel dependen mempengaruhi transaksi tunai
dalam jangka pendek. Nilai transaksi tunai lima bulan sebelumnya berturut-turut pada tiap periode mempengaruhi transaksi tunai secara positif, artinya bahwa
tingkat konsumsi tunai pada bulan ini masih relatif sama dengan konsumsi tunai
lima bulan berturut-turut sebelumnya. Demikian pula dengan variabel lainnya dalam jangka pendek pengaruhnya signifikan terhadap transaksi tunai.
Tabel 5.17. Hasil Estimasi Persamaan Jangka Pendek Daya Substitusi Transaksi Non Tunai terhadap Transaksi Tunai yang Signifikan
Variabel Koefisien Std.
Error t-statistik
Probabilitas
DLNCASH-1 2.744797 0.293077
9.365445 0.0000
DLNCASH-2 2.142023 0.249620
8.581133 0.0000
DLNCASH-3 2.064573 0.252946
8.162114 0.0000
DLNCASH-4 1.324304 0.208372
6.355471 0.0000
DLNCASH-5 1.609759 0.196921
8.174634 0.0000
DLNGDP 12.95418 1.618263
8.004987 0.0000
DLNGDP-1 -12.46447 1.609066
-7.746404 0.0000
DLNGDP-5 -7.935333 0.996304
-7.964768 0.0000
DSBI 0.105456 0.018383
5.736550 0.0000
DSBI-2 -0.058859 0.015564
-3.781695 0.0016
DSBI-3 0.034284 0.017051
2.010675 0.0615
DSBI-4 -0.106238 0.017851
-5.951513 0.0000
DSBI-5 0.071104 0.016284
4.366565 0.0005
DLNVAPMK -0.280877 0.025886
-10.85045 0.0000
DLNVAPMK-1 0.301837 0.041442
7.283433 0.0000 DLNVAPMK-2 0.149933
0.036460 4.112278 0.0008
DLNVRTGS -0.600770 0.026321
-22.82513 0.0000
DLNVRTGS-1 1.260720 0.142439
8.850922 0.0000 DLNVRTGS-2 0.921410
0.113438 8.122575 0.0000
DLNVRTGS-3 0.886420 0.110360
8.032105 0.0000 DLNVRTGS-4 0.501625
0.094646 5.300032 0.0001
DLNVRTGS-5 0.743279 0.097334
7.636407 0.0000 DLNVKLIRING 0.183898
0.045803 4.014994 0.0010
DLNVKLIRING-2 0.219682 0.040497
5.424705 0.0001
DLNVKLIRING-3 0.157404 0.045206
3.481926 0.0031
U-1 -3.222467 0.300412
-10.72682 0.0000
R-squared 0.989199 Adjusted R-squared 0.972322
Akaike info criterion -4.422435 Schwarz criterion -3.346735
Variabel nilai transaksi APMK berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai transaksi tunai dalam jangka pendek yaitu pada bulan yang sama, lag 1 dan
lag 2. Nilai transaksi APMK mensubstitusi transaksi tunai pada bulan yang sama
namun tidak demikian pada lag 1 dan lag 2. Peningkatan nilai transaksi APMK
sebesar satu persen akan menurunkan nilai transaksi tunai sebesar 0.280877 persen pada periode yang sama. Korelasi negatif yang ditunjukkan dalam jangka
pendek ini memiliki kesamaan dengan korelasi jangka panjang antara nilai transaksi APMK terhadap nilai transaksi tunai.
Variabel nilai transaksi BI-RTGS memiliki hubungan yang signifikan dan positif terhadap nilai transaksi tunai untuk nilai transaksi lag 1 sampai lag 5
berturut-turut. Sedangkan untuk periode yang sama, nilai transaksi BI-RTGS mensubstitusi transaksi tunai sebesar 0.600770 persen untuk setiap peningkatan
satu persennya. Kemampuan pensubstitusian transaksi BI-RTGS dalam jangka panjang menunjukkan angka yang lebih besar yaitu mencapai 0.569992 persen.
Semakin besarnya proporsi penggunaan BI-RTGS dalam proses transaksi non tunai antar bank menunjukkan semakin tingginya penggunaan transaksi non tunai
elektronik untuk transfer antar bank. Variabel nilai transaksi kliring menunjukkan korelasi positif pada bulan
yang sama, lag 2 dan lag 3. Ketidakmampuan pensubstitusian transaksi kliring dalam jangka pendek memiliki hasil yang sama dalam jangka panjang.
Peningkatan satu persen nilai transaksi kliring pada lag 3 misalnya akan meningkatkan nilai transaksi tunai sebesar 0.157404 persen. Demikian pula yang
terjadi pada lag 2 dan pada periode transaksi yang sama, transaksi kliring belum mampu mensubstitusi transaksi tunai. Sementara itu hasil estimasi jangka panjang
memperlihatkan bahwa nilai kliring tidak signifikan secara statistik mempengaruhi nilai transaksi tunai. Hal ini mungkin disebabkan peningkatan
yang signifikan atas penggunaan fasilitas BI-RTGS dalam transaksi antar bank.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN