Angin tersebut mengangkut massa udara yang mengandung uap air yang berasal
dari proses penguapan di atas Samudera Hindia dan kemudian membentuk awan
potensial yang merata dan menutupi sebagian besar pulau Jawa dan Sumatera. Awan
tersebut sangat potensial untuk menghasilkan hujan, sehingga pada periode tersebut di
Pulau Jawa dan sekitarnya mengalami musim penghujan.
Kejadian sebaliknya bulan kering yang lebih banyak terjadi di daerah Citeko
dan Gunung Mas. Tekanan udara di daratan Asia pada periode Juni - September mulai
melemah sehingga angin muson timur bergerak dari Australia menuju Asia. Massa
udara yang dibawa angin tersebut umumnya tidak mengandung uap air bahkan memiliki
sifat yang kering sehingga tidak potensial untuk mendatangkan hujan. Hujan yang
terjadi pada periode tersebut hanya dipengaruhi oleh sumber – sumber lokal dan
awan yang dibentuk karena keadaan orografik dan juga proses konveksi. Pada
periode tersebut sebagian besar daerah di Pulau Jawa mengalami musim kemarau.
100 200
300 400
500 600
jan feb
mar apr
mei jun
jul ags sep
okt nov des
Bulan Cu
ra h
H u
ja n
m m
Gambar 12. Grafik curah hujan wilayah bulanan rata – rata DAS Ciliwung Hulu
5.3 Analisis Evapotranspirasi
Hasil perhitungan metode Penman FAO keluaran software Irsis diketahui bahwa
nilai evapotranspirasi bulanan dan tahunan untuk ketiga stasiun yang dianalisis tidak
nenunjukkan perbedaan yang nyata. Untuk stasiun Citeko nilai evapotranspirasinya 117
mmbulan dan 1410 mmtahun, stasiun Gunung Mas 113 mmbulan dan 1366tahun,
sedangkan stasiun Katulampa 118 mmbulan dan 1417 mmtahun. Perbedaan topografi
yang relatif rendah untuk daerah Katulampa menyebabkan daerah ini mrempunyai nilai
evapotranspirasi yang relatif lebih tinggi karena penerimaan radiasi surya yang lebih
banyak dengan jumlah curah hujan yang tinggi pula. Vegetasi di daerah ini pun sudah
relatif berkurang sehingga penguapan air dari permukaan tanah akan lebih banyak
menyokong dari proses evapotranspirasi.
20 40
60 80
100 120
140 160
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
Bulan E
v a
p otr
a ns
pi ra
s i m
m b
u la
n
Citeko Gn Mas
Katulampa
Gambar 13. Grafik nilai evapotranspirasi
5.4 Analisis Debit Sungai Ciliwung
Hulu 1993 – 2005 Peningkatan debit sungai Ciliwung
hulu terjadi pada musim hujan dengan nilai maksimum 195 m
3
det. Penurunan debit sungai pada musim kemarau mencapai 0,02
m
3
det yang terjadi pada minggu ke-2 Oktober tahun 1997. Penurunan debit
minimum yang sangat drastis pada tahun 19971998 diduga kuat akibat adanya El Nino
pada periode tersebut yang menyebabkan debit sungai menyusut pada musim kering.
Selanjutnya analisis debit sungai dibagi menjadi dua periode pengamatan. Periode
pertama mulai tahun 1993 sampai dengan 1996 sedangkan periode kedua dari tahun
1997 sampai dengan 2005. Pembagian ini didasarkan pada nilai koefisien rejim sungai
yang mulai naik signifikan setelah tahun 1996. Untuk melihat kecenderungan grafik
kenaikan debit selama periode tersebut maka data debit dipilah menurut kesamaan
probabilitas atau kemungkinanan peluang kejadian suatu nilai melebihi suatu nilai
tertentu yang dalam analsis ini digunakan peluang terlampaui di atas 75. Berikut hasil
dari analisis data debit sungai di outlet Katulampa.
50 100
150 200
250
1 251
501 751
1001 1251
1501 1751
2001 2251
2501 2751
3001 3251
Hari Julian date De
bi t
m 3
dt
20 40
60 80
100 120
140
CH m m
h a
ri
CH Debit
Gambar 14. Grafik time series hubungan curah hujan dan debit harian
50 100
150 200
250
20 40
60 80
100 120
140
Hujan mmhari D
e b
it m 3
d t
per 1997-2005 per 1993-1996
Gambar 15. Hubungan antara curah hujan dengan distribusi debit periode 1993 - 2005.
Curah hujan dan debit harian telah dipilah berdasarkan kesamaan exeedance probability
peluang kejadian suatu nilai melebihi suatu nilai tertentu.
Secara umum peningkatan debit seiring dengan peningkatan curah hujan
Terjadi peningkatan debit harian yang cukup signifikan antara periode tahun pertama
1993 – 1996 dan periode kedua 1997 – 2005. Pada periode tahun kedua rata – rata
debit hariannya lebih tinggi dibandingkan periode pertama dengan puncaknya mencapai
dua kali debit puncak periode tahun pertama. Debit harian rata – rata periode pertama
sebesar 12,32 m
3
det sedangkan periode kedua sebesar 18,41 m
3
det. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh ekosistem bagian hulu
yang lahannya terus terkonversi untuk lahan hutan dan kebun sebagai penyangga air hujan
pada musim hujan dan penyimpanan air pada saat musim kering. Tercatat untuk klasifikasi
hutan baik hutan lebat maupun hutan semak telah berkurang 3,9, kebun teh telah
berkurang 4,5, sdangkan pemukiman meningkat tajam hingga 6,2. Sehingga
daerah hulu yang seharusnya menjadi daerah resapan air catchment area perlahan – lahan
berubah fungsi menjadi daerah padat hunian akibat maraknya pembukaan lahan.
5.5 Analisis Indikator Penyangga