tidak dicantumkan nilai koefisien determinasinya hanya dari pola grafik yang
teratur. Di DAS Sumberjaya dengan total luas 404 km
2
menggunakan tiga skenario, yaitu seluruh DAS merupakan lahan hutan, seluruh
DAS berupa lahan alang – alang, dan kondisi penutupan lahan sebenarnya. Sedangkan
untuk DAS Mae Chaem dengan luas 40.000 km
2
menggunakan tiga skenario, yaitu kondisi penutupan lahan sebenarnya,
seluruhnya berupa hutan hijau sepanjang tahun, dan hutan yang berganti daun
sepanjang tahun.
Berikut beberapa gambar hasil simulasi GenRiver di DAS Sumberjaya
Lampung dan Mae Chaem Thailand Van Noordwijk et al., 2004.
Gambar 3. Hasil simulasi debit Sumberjaya Lampung
Gambar 4. Hasil simulasi debit di Mae Chaem Thailand
III. METODOLOGI 3.1
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan September sampai dengan Desember 2006 di
Laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika dan Meteorologi.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang diguanakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Peta penggunaan lahan DAS
Ciliwung Hulu tahun 1994 dan 2004, skala 1:150.000 hasil
penelitian Janudianto 2004. Dan data penggunaan lahan
tahun 2004 dari citra Ikonos yang dipetakan oleh Prasatya
2006
2. Data debit harian tahun 1993 -
2005 Bendung Katulampa, Ciliwung Hulu dari Balai
Pengelolaan Sumber Daya Air Ciliwung – Cisadane Bogor.
3. Data curah hujan harian dari
stasiun Katulampa, Citeko, dan Gunung Mas tahun 1993 - 2005.
4. Data jenis tanah Ciliwung Hulu
5. Data morfometri sungai sub-
DAS, panjang sungai utama. Alat yang digunakan meliputi:
Seperangkat komputer dengan software Arcview 3.3, dan MS Office 2003Excel dan
Word, Minitab 14, Stella Vr. 511.
3.3 Metodologi
Penelitian ini meliputi kegiatan:
3.3.1 Studi Literatur
Tahap persiapan diawali dengan studi literatur dan pengumpulan data-data
berupa Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1994 dan 2004, data
debit, data tanah, dan data penunjang lainnya. Langkah berikutnya adalah
menyeragamkan atau kalibrasi data, khususnya untuk data penggunaan lahan
sehingga memungkinkan proses analisis spasial.
3.3.2 Analisis Alih guna lahan
Operasi tumpang susun overlay dilakukan menggunakan data digital peta
penggunaanpenutupan lahan dengan bantuan ArcView 3.3. Operasi tumpang susun
dilakukan antara peta penggunaanpenutupan lahan tahun 1994 dan 2004 yang bertujuan
untuk melihat arah dan pola perubahan penggunaanpenutupan lahan. Ekstraksi data
atribut hasil dari operasi tumpang susun ini digunakan sebagai data dalam teknik analisis
selanjutnya.
3.3.3 Menentukan kriteria dan
indikator fungsi hidrologi Kriteria dan indikator kuantitatif
diperlukan dalam mempelajari fungsi hidrologi DAS. Fluktuasi debit sungai dan
curah hujan dijadikan parameter utama untuk menilai indikator penyangga buffering
indicator
akibat alih guna lahan. Kriteria ini dapat dihubungkan langsung dengan
tidak dicantumkan nilai koefisien determinasinya hanya dari pola grafik yang
teratur. Di DAS Sumberjaya dengan total luas 404 km
2
menggunakan tiga skenario, yaitu seluruh DAS merupakan lahan hutan, seluruh
DAS berupa lahan alang – alang, dan kondisi penutupan lahan sebenarnya. Sedangkan
untuk DAS Mae Chaem dengan luas 40.000 km
2
menggunakan tiga skenario, yaitu kondisi penutupan lahan sebenarnya,
seluruhnya berupa hutan hijau sepanjang tahun, dan hutan yang berganti daun
sepanjang tahun.
Berikut beberapa gambar hasil simulasi GenRiver di DAS Sumberjaya
Lampung dan Mae Chaem Thailand Van Noordwijk et al., 2004.
Gambar 3. Hasil simulasi debit Sumberjaya Lampung
Gambar 4. Hasil simulasi debit di Mae Chaem Thailand
III. METODOLOGI 3.1
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan September sampai dengan Desember 2006 di
Laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika dan Meteorologi.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang diguanakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Peta penggunaan lahan DAS
Ciliwung Hulu tahun 1994 dan 2004, skala 1:150.000 hasil
penelitian Janudianto 2004. Dan data penggunaan lahan
tahun 2004 dari citra Ikonos yang dipetakan oleh Prasatya
2006
2. Data debit harian tahun 1993 -
2005 Bendung Katulampa, Ciliwung Hulu dari Balai
Pengelolaan Sumber Daya Air Ciliwung – Cisadane Bogor.
3. Data curah hujan harian dari
stasiun Katulampa, Citeko, dan Gunung Mas tahun 1993 - 2005.
4. Data jenis tanah Ciliwung Hulu
5. Data morfometri sungai sub-
DAS, panjang sungai utama. Alat yang digunakan meliputi:
Seperangkat komputer dengan software Arcview 3.3, dan MS Office 2003Excel dan
Word, Minitab 14, Stella Vr. 511.
3.3 Metodologi
Penelitian ini meliputi kegiatan:
3.3.1 Studi Literatur
Tahap persiapan diawali dengan studi literatur dan pengumpulan data-data
berupa Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1994 dan 2004, data
debit, data tanah, dan data penunjang lainnya. Langkah berikutnya adalah
menyeragamkan atau kalibrasi data, khususnya untuk data penggunaan lahan
sehingga memungkinkan proses analisis spasial.
3.3.2 Analisis Alih guna lahan
Operasi tumpang susun overlay dilakukan menggunakan data digital peta
penggunaanpenutupan lahan dengan bantuan ArcView 3.3. Operasi tumpang susun
dilakukan antara peta penggunaanpenutupan lahan tahun 1994 dan 2004 yang bertujuan
untuk melihat arah dan pola perubahan penggunaanpenutupan lahan. Ekstraksi data
atribut hasil dari operasi tumpang susun ini digunakan sebagai data dalam teknik analisis
selanjutnya.
3.3.3 Menentukan kriteria dan
indikator fungsi hidrologi Kriteria dan indikator kuantitatif
diperlukan dalam mempelajari fungsi hidrologi DAS. Fluktuasi debit sungai dan
curah hujan dijadikan parameter utama untuk menilai indikator penyangga buffering
indicator
akibat alih guna lahan. Kriteria ini dapat dihubungkan langsung dengan
pengertian kuantitatif bagaimana hujan atau presipitasi P terurai menjadi aliran sungai
Q dan evapotranspirasi E pada suatu sistem neraca air. Hubungan antara faktor-
faktor tersebut dapat membantu kita dalam memahami logika dan tarik ulur antara
perubahan transmisi air, daya sangga kejadian puncak hujan dan fungsi DAS dalam
menyalurkan air secara perlahan. Melalui pemanfaatan data empiris curah hujan dan
aliran sungai dan atau hasil simulasi model, maka dapat dikembangkan beberapa indikator
kuantitatif untuk tiga kriteria utama fungsi DAS.
3.3.3.1 Transmisi air
Merupakan hasil air per unit curah hujan tiap suatu luasan DAS.
Sebagai indikator adalah Total debit sungai per unit hujan TWY yang
dirumuskan sebagai berikut:
∑ ∑
= P
A Q
TWY
Dengan: Q = debit sungai mmhari P = presipitasi mmhari
A = luasan DAS km
2
Satuan unit parameter tersebut selanjutnya digunakan untuk
perhitungan indikator penyangga.
3.3.3.2 Penyangga pada puncak kejadian hujan.
Merupakan indikator kejadian banjir relatif terhadap kejadian hujan pada
suatu luasan DAS. Sebagai indikator dari kriteria ini adalah:
a. Buffering indicator BIIndikator
penyangga Merupakan koefisien yang menyatakan
kemampuan suatu DAS untuk menyangga hasil air debit tiap satuan
waktu curah hujan pada suatu luasan DAS.
1
abAvg abAvg
abAvg abAvg
abAvg
P A
Q P
A Q
P BI
− =
− =
dimana : PabAvg = ∑ maxP-Pmean,0
QabAvg = ∑ maxQ-Qmean,0
b. Relative buffering indicator
RBI Indikator penyangga relatif
terhadap total debit
1
tot abAvg
tot abAvg
P P
Q Q
RBI −
=
c. Buffering peak event BPEIndikator
penyangga puncak kejadian hujan Koefsien yang menyatakan kemampuan
suatu DAS dalam menyangga total hasil air debit pada saat hujan maksimum
atau curah hujan di atas rata – rata selama bulan – bulan basah atau musim
hujan.
_ _
1
mean mean
P P
daily Max
A Q
Q daily
Max BPE
− −
− =
Satuan debit yang digunakan untuk analisis indikator adalah dalam mmhari.
3.3.3.3 Koefisien Rejim Sungai KRS Besarnya fluktuasi debit aliran
sungai yang terjadi dapat diketahui dengan menggunakan koefisien rejim sungai.
Koefisien rejim sungai merupakan perbandingan antara debit harian rata – rata
maksimum dan debit harian rata – rata minimum. KRS bisa digunakan untuk
mengevaluasi kondisi suatu DAS. Semakin kecil koefisien ini berarti kondisi hidrologi
dari suatu wilayah DAS semakin baik Batasan yang diberikan untuk menilai
indikator ini adalah sebagai berikut Asdak, 1995:
• KRS 50 ; baik • 50
≤ KRS 120 ; sedang • KRS
≥ 120 ; buruk
3.3.4 Simulasi model GenRiver
Simulasi model GenRiver menggunakan Stella sebagai software yang
dihubungkan dengan file microsoft excel. Input utama dari model ini adalah curah
hujan, tingkat penutupan lahan dan sifat fisik tanah dengan keluaran utama berupa aliran
sungai dan neraca air untuk skala DAS Gambar 6. Komponen utama model
GenRiver dan proses-proses yang terlibat sebagai berikut : curah hujan harian,
intensitas hujan dan waktu untuk infiltrasi, intersepsi, infiltrasi dan aliran permukaan,
evapotranspirasi, redistribusi air tanah, pelepasan air tanah menuju sungai melalui
aliran dasar, jarak routing distance.
Gambar 5. Diagram konsep model Sutoyo, 1999
Gambar 6. Diagram alur proses hidrologi Asdak, 1995 Model
Keluaran
model
CURAH HUJAN TOTAL
Intersepsi Air
Air Lolos
Curah Hujan Bersih
Permukaan Tanah
Kelembaban Tanah Curah hujan
langsung Air hilang
terintersepsi
Aliran batang
Debit Evaporasi tanah
Transpirasi vegetasi
evapotranspirasi
Air larian ya
Data pengukuran
Aplikasi model
Kesalahan minimum
tidak
Input: CH, tutupan lahan,tanah,
kalibrasi
Model GenRiver dihubungkan dengan sebuah file Excel GenRiver.xls. File
ini berisi parameter masukan yang terhubung pada GenRiver.STM. Parameter utama
masukan untuk model GenRiver pada file excelnya adalah sebagai berikut:
• Data hujan dan debit Data hujan dalam satuan mmhari
sedangkan untuk data debit dalam m
3
detik. Data hujan yang digunakan adalah data dari tiga stasiun yang
dianggap mewakili wilayah DAS Ciliwung hulu yaitu stasiun Katulampa,
stasiun Citeko, dan stasiun Gunung Mas dari tahun 1994 sampai dengan 2004.
Sedangkan data debit diambil dari Stasiun Pengamatan Aliran Sungai
SPAS Katulampa pada periode 1993 – 2005.
Curah hujan wilayah dihitung dengan metode Thiessen, yaitu:
∑
=
⋅ =
n i
g
Pi Wi
P
1
dengn
∑
= Ai
Ai Wi
Dimana: P
g
: curah hujan wilayah mm P
i
: curah hujan pada stasiun ke mm
Ai : luas polygon ke-i Ha W
i
: bobot stasiun ke-i i :jumlah stasiun pengamatan
• Data tutupan lahan Terdiri atas jenis tutupan lahan,
parameter – parameter fisik tanah, dan evapotranspirasi. Data tutupan lahan
yang dianalisis yaitu data tahun 1994 dan 2004 di lampiran hasil penelitian
Janudianto 2004 dan Prasatya 2006 . Untuk paremeter – parameter fisik tanah
mengacu pada database yang ada pada file GenRiver.xls yang disesuaikan
dengan kondisi wilayah Ciliwung hulu. • Nilai evapotranspirasi bulanan diperoleh
dengan software ETo Irsis versi 1.0 keluaran Leuven University. Penentuan
evapotranspirasi menggunakan metode Penman FAO yang dirumuskan sebagai
berikut:
1
d a
n
e e
u f
w R
w ET
− −
+ =
dengan faktor pembobot merupakan
fungsi suhu dan ketinggian.
w
a
e
tekanan uap jenuh; tekanan uap
aktual
d
e
⎥ ⎦
⎤ ⎢
⎣ ⎡
+ =
= 3
. 237
27 .
17 exp
6108 .
dew dew
dew a
T T
T e
e
Input data yang digunakan untuk analisis evapotranspirasi model Penman FAO
adalah: -Temperatur : T
rata – rata o
C, T
max o
C, T
min o
C - Kelembaban: RH rata – rata
- Radiasi surya - Kecepatan angin: U
rata – rata
kmjam • Informasi sub DAS
DAS dibagi menjadi beberapa sub-DAS dalam km
2
dan jarak suatu titik terhadap pelepasannya routing distance
tiap – tiap sub-DAS. Data morfometri DAS Ciliwung hulu diperoleh dari
interpretasi peta Landsat tahun 2000 hasil penelitian Irianto 2000 yang
didasarkan atas nilai bilangan kurva. Nilai bilangan kurva sendiri telah
ditetapkan berdasarkan klasifikasi kelompok hidrologi tanah, klasifikasi
komplek penutup tanah dan kondisi kandungan air dalam tanah sebelumnya.
Data tersebut selanjutnya dianggap berlaku pada saat penelitian.
Tabel 3. Morfometri DAS Ciliwung Hulu Sub DAS
No. Sub Sub DAS
Luas Panjang
sungai utama Panjang sungai
utama ha
m km
Ciliwung Hulu 1
Ciliwung Hulu 1 4908
14750 14.75
2 Cisarua
2237 16500
16.5 3
Ciliwung Hulu 2 240
2300 2.3
4 Cibogo
1376 14000
14 5
Ciliwung Hulu 3 106
1050 1.05
6 Cisukabirus
1688 15300
15.3 7
Ciliwung Hulu 4 131
1300 1.3
8 Ciesek
12557 14800
14.8 9
Ciseuseupan 1190
12100 12.1
10 Ciliwung Hulu 5
595 4200
4.2
1. Model Sektor
initialization
Patch water balance
Stream network Reservoir dynamic
Output conversion Additional output
Gambar 7. Daigram alur model dalam stella 2.
Sub model Neraca Air Jumlah curah hujan tiap – tiap jenis
penutupan lahan pada setiap sub-DAS dihitung per unit area dan masing – masing
fraksi area. Curah hujan yang jatuh pada sebuah DAS, setelah diuapkan sisanya akan
mengalir ke sungai, biasa disebut hasil air water yield. Neraca air sebuah DAS yang
berhutan dapat digambarkan dengan persamaan matematika sebagai berikut:
P
g
= T + Ic + If + Es + w + Q + ∆S ± L + U
Jika T + Ic + If + Es + w sama dengan total veapotranspirasi Et dan dianggap tidak ada
kebocoran L dan aliran sungai bawah tanah U, maka persamaan neraca air sebuah DAS
dapat disederhanakan sebagai berikut Manan, 1978 dan Ward 1975 dalam
Bruijnzeel, 1982:
P
g
= Et + Q + ∆S
Gambar 8. Diagram sub model neraca air Van Noordwijk et al., 2004 dalam modul
GenRiver 3.
Sub model aliran sungai Sub model aliran sungai merupakan
sub model yang mengumpulkan dan menyusun proses – proses hidrologi dari sub
model lain menjadi debit aliran sungai. Pada sub model ini, komponen – komponen
tersebut membentuk debit aliran sungai untuk periode harian serta akumulasi harian selama
setahun.
Gambar 9. Diagram sub model aliran sungai Van Noordwijk et al., 2004 dalam modul
GenRiver
3.3.5 Verifikasi dan Kalibrasi Model
Verifikasi model dalam penelitian ini dilakukan pada data tahun 1994 dan 2004.
Proses verifikasi ini melibatkan kegiatan kalibrasi model untuk mendapatkan nilai
koefisien determinasi tertinggi dan kesalahan minimum terrendah sehingga hasil model
yang berupa data nilai debit mendekati data debit harian hasil pengukuran di lapangan.
Proses kalibrasi dilakukan dengan memasukkan beberapa parameter secara coba
ulang trial error. Dari proses ini didapatkan nilai koefisien determinasi yang menyatakan
bahwa secara statistik hasil keluaran model telah menggambarkan kebenaran dengan nilai
R-square berkisar antara 0 – 1. R-square yang semakin besar, yaitu mendekati 1
menunjukkan bahwa model yang dirumuskan untuk menjelaskan keragaman data sangat
baik Sutoyo, 1999.
3.3.6 Analisis Sensitivitas
Model
Tujuan utama analisis ini pada proses permodelan adalah untuk menentukan
peubah keputusan mana yang cukup penting untuk ditelaah lebih lanjut pada aplikasi
model. Peubah keputusan ini dapat berupa parameter rancang bangun atau input peubah
keputusan. Analisis ini mampu menghilangkan faktor yang kurang penting
sehingga pemusatan studi lebih dapat ditekankan pada peubah keputusan kunci
serta menaikkan efisiensi dari proses pengambilan keputusan Suwarto, 2006.
Menurut Syaifullah 2004 model dikatakan sensitive terhadap perubahan nilai
parameter apabila perubahan nilai parameter sebesar X diikuti oleh perubahan nilai
keluaran model minimal dalam persentase yang sama. Model dikatakan tidak sensitive
apabila persentase perubahan luaran model terlalu kecil dibandingkan persentase
perubahan nilai parameter tersebut. Belum ada referensi nilai persentase tertentu dalam
membandingkan perubahan luaran model GenRiver terhadap perubahan parameternya.
3.3.7 Uji Keabsahan
Model
Tolok ukur uji keabsahan model didasarkan pada:
1. Penampilan hubungan antara debit
dugaan dan debit aktual secara grafik sehingga dapat ditentukan
nilai mutlak maksimum dan minimum data yang diperoleh.
2. Nilai koefisien model R
2
Wardhani, 2002 dengan persamaan:
[ ]
∑ ∑
− −
=
2 2
2
1
i i
i
Y y
Y R
Dengan: Y
i
: debit aktual ke-i y
i
: debit model ke-i
3.3.8 Skenario Tutupan Lahan dan
Curah Hujan Penggunaan model dilakukan
dengan menerapkan beberapa kemungkinan skenario untuk mengetahui penggunaan lahan
yang paling optimal dalam menekan fluktuasi debit, maka skenario yang digunakan adalah
perubahan luas penggunaan lahan.
Untuk skenario curah hujan digunakan nilai curah hujan apabila naik 15 -
20 dari rata – rata dan turun 15 - 20 dari kondisi rata – rata normalnya untuk masing –
masing skenario perubahan penggunaan lahan.
Beberapa skenario yang dilakukan seluruhnya mengacu pada kondisi awal yaitu
tahun 2004. Skenario 1 merubah tegalan dan perkebunan masing – masing 9,1 dan 4,3
menjadi lahan hutan sedangkan lainnya tetap. Sehingga hutan pada skenario 1 menjadi 35
Sedangkan skenario kedua merubah 17,8 lahan perkebunan dan 7,3 lahan sawah
menjadi lahan hutan, serta merubah 9,1 tegalan menjadi hutan dan 1 menjadi
pemukiman. Sehingga pada skenario 2 proporsi hutan menjadi 55,8.
Dengan asumsi bahwa kriteria debit harian maksimum yang normal ditetapkan
berdasarkan batas debit harian maksimum normal dari bendungan katulampa, yaitu debit
yang tidak melebihi 244 m
3
detik. Debit yang melebihi angka tersebut sudah termasuk
kategori status siaga I yaitu debit yang berada antara 244 m
3
detik dan 411 m
3
detik. Besarnya debit diantara nilai tersebut sudah
memiliki potensi untuk menimbulkan banjir di Jakarta. Dalam skenario ini input data
iklim dianggap tetap.
Berdasarkan hal tersebut, maka kriteria penggunaan lahan yang optimal
dalam menekan fluktuasi debit dalam penelitian ini adalah tipe penggunaan lahan
yang mampu memberikan nilai KRS yang rendah. Kriteria lain yang digunakan dalam
penentuan lahan yang paling optimal adalah debit harian maksimum yang tidak melebihi
batas debit normal di bendung katulampa.
Tabel 4. Skenario perubahan penggunaan lahan Komposisi
Awal Skenario 1
Skenario 2 Hutan
21.6 35 55.8
Perkebunan 31.6
27.3 13.8 Pemukiman
25.8 25.8 26.8
Tegalan 11.6
2.5 1.5 Sawah
9.4 9.4 2.1
awal: mengacu pada kondisi tahun 2004
IV. KONDISI UMUM WILAYAH
KAJIAN 4.1
Kondisi Umum DAS Ciliwung Hulu
Secara astronomis Sungai Ciliwung berada pada letak lintang dan bujur 6
°
05` - 6
°
50` LS dan 106
°
40` - 107
°
00` BT. Sungai ini bermula hulu di Gunung Mandalawangi.
Talaga dan bermuara hilir di Teluk Jakarta. Wilayah DAS dengan luas sekitar
322 km
2
ini dibatasi oleh DAS Cisadane di sebelah barat dan DAS Citarum di sebelah
Timur. Sungai ini mengalir dari arah Selatan ke Utara dengan bentuk melebar di bagian
hulu dan menyempit di bagian hilir. Sungai ini mengalir melalui daerah – daerah yang
termasuk wilayah administrasi: a Kabupaten Bogor khususnya kecamatan Cisarua, Ciawi,
Kedunghalang, Cibinong dan Cimanggis; b Kotamadya Bogor; c Kota Administratif
Depok; dan d wilayah DKI Jakarta.
Bagian hulu merupakan pegunungan dan berada pada batas ketinggian 300 m
sampai 3000 dpl. Dengan luas 146 km2 bagian hulu DAS ini meliputi kecamatan
Cisarua, Ciawi, dan Kedunghalang yang dibatasi oleh bendungan Katulampa sebagai
outletnya, serta dikelilingi oleh G. Gede, G. Pengrango, G. Hambalang, dan
Megamendung. Bagian DAS hulu ini terdiri dari sepuluh anak sungai yaitu: Citamiang,
Cimegamendung, Cilember, Ciesek, Cisukabirus, dan Ciseuseupan.
4.2 Iklim
Iklim di daerah penelitian tergolong ke dalam iklim tropika. Suhu berkisar antara
23-24 °C dengan kelembaban nisbi antara 73- 82 . Radiasi surya minimum terjadi pada
bulan Januari 27,36 dan maksimum pada bulan September 81,85 . Rata-rata
penguapan minimum sebesar 2,08 mm terjadi pada bulan Januari sedangkan rata-rata
penguapan maksimum sebesar 3,56 mm pada bulan Oktober.
Menurut Klasifikasi Iklim Schmidt Ferguson dalam Handoko 1994, iklim Sub
DAS Ciliwung Hulu adalah termasuk ke dalam Zona Agroklimat A yang berarti
daerah sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropika. Klasifikasi ini ditentukan
berdasar dari jumlah Bulan Basah hujan bulanan jangka panjang
100 mm dan Bulan Kering hujan bulanan jangka panjang 60
mm. Klasifikasi iklim A karena daerah ini mempunyai bulan – bulan basah berturut –
turut sepanjang tahun. Hal ini sesuai dengan kondisi daerah hulu yang selalu tertutup awan
4.3 Tanah