Analisis Indikator Penyangga Analisis indikator kuantitatif fungsi hidrologi akibat alih guna lahan das ciliwung hulu

50 100 150 200 250 1 251 501 751 1001 1251 1501 1751 2001 2251 2501 2751 3001 3251 Hari Julian date De bi t m 3 dt 20 40 60 80 100 120 140 CH m m h a ri CH Debit Gambar 14. Grafik time series hubungan curah hujan dan debit harian 50 100 150 200 250 20 40 60 80 100 120 140 Hujan mmhari D e b it m 3 d t per 1997-2005 per 1993-1996 Gambar 15. Hubungan antara curah hujan dengan distribusi debit periode 1993 - 2005. Curah hujan dan debit harian telah dipilah berdasarkan kesamaan exeedance probability peluang kejadian suatu nilai melebihi suatu nilai tertentu. Secara umum peningkatan debit seiring dengan peningkatan curah hujan Terjadi peningkatan debit harian yang cukup signifikan antara periode tahun pertama 1993 – 1996 dan periode kedua 1997 – 2005. Pada periode tahun kedua rata – rata debit hariannya lebih tinggi dibandingkan periode pertama dengan puncaknya mencapai dua kali debit puncak periode tahun pertama. Debit harian rata – rata periode pertama sebesar 12,32 m 3 det sedangkan periode kedua sebesar 18,41 m 3 det. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh ekosistem bagian hulu yang lahannya terus terkonversi untuk lahan hutan dan kebun sebagai penyangga air hujan pada musim hujan dan penyimpanan air pada saat musim kering. Tercatat untuk klasifikasi hutan baik hutan lebat maupun hutan semak telah berkurang 3,9, kebun teh telah berkurang 4,5, sdangkan pemukiman meningkat tajam hingga 6,2. Sehingga daerah hulu yang seharusnya menjadi daerah resapan air catchment area perlahan – lahan berubah fungsi menjadi daerah padat hunian akibat maraknya pembukaan lahan.

5.5 Analisis Indikator Penyangga

DAS Analisis lain yang dilakukan dengan data empiris curah hujan dan debit sungai Ciliwung hulu adalah aplikasi perhitungan kuantitatif dari beberapa indikator. Hasil perhitungan kuantitatif dari beberapa indikator fungsi hidrologi DAS disajikan pada Gambar 16. Indikator penyangga buffering indicator cenderung berkorelasi negatif dengan total debit sungai sehingga peningkatan debit akan menurunkan kapasitas menyangga dari sungai. Indikator penyangga menunjukkan tingkat penurunan yang relatif rendah pada kondisi puncak kejadian hujan buffering peak events . y = -0.6534x + 0.9999 R 2 = 0.902 0.9965 0.997 0.9975 0.998 0.9985 0.999 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 TWY BI Gambar 16a. Hubungan indikator penyangga terhadap TWY y = -1.1931x + 1.0009 R 2 = 0.4478 0.991000 0.992000 0.993000 0.994000 0.995000 0.996000 0.997000 0.998000 0.999000 1.000000 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 TWY BP E Gambar 16b. Hubungan indikator penyangga puncak kejadian hujan terhadap TWY y = 16.306x + 0.2553 R 2 = 0.0543 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 TWY RB I Gambar 16c. Hubungan indikator penyangga relative terhadap total debit terhadap TWY Dari Gambar 16 terlihat bahwa indikator penyangga DAS berkorelasi negatif dan cenderung menurun terhadap nilai transmisi air pada saat bulan – bulan hujan. Berbeda pada indikator penyangga relatif terhadap total debit yang tidak memperhitungkan luasan area cenderung tidak terpengaruh terhadap perubahan nilai transmisi air TWY yang ditunjukkan dengan pola grafik yang tidak teratur. Hal ini sesuai dengan penelitian Van Noordwidjk et al ., 2004 di DAS Sumber Jaya Lampung yang menunjukkan indikator penyangga DAS semakin menurun apabila korelasinya negatif terhadap transmisi air. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kemampuan menyangga DAS semakin berkurang terhadap produksi limpasan pada musim hujan setiap tahunnya. Penurunan kemampuan menyangga ini dapat disebabkan oleh menurunnya daya dukung daerah disekitar aliran sungai yang telah berubah menjadi daerah pertanian dan pemukiman pada kurun waktu 1993 – 2005. Kemampuan suatu penggunaan lahan dalam menahan curah hujan dan mengurangi terjadinya debit sungai serta menyerapkan air ke dalam tanah dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah terutama vegetasi Asdak 1995, Chapman et al., 2003 dan sifat tanah Purwowidodo, 1999 dari lahan tersebut. Asdak 1995 menyatakan bahwa pengaruh vegetasi dan cara bercocok tanam terhadap debit sungai terjadi karena vegetasi dapat menghalangi jalannya limpasan langsung permukaan dan memperbesar jumlah air yang tertahan di atas permukaan tanah sehingga akan menurunkan laju debit sungai. 5.6 Koefisien Rejim Sungai KRS Kriteria lain yang digunakan untuk menilai fungsi hidrologi suatu DAS adalah dengan melihat nilai koefisien rejim sungai tiap tahunnya. Koefisien rejim sungai merupakan perbandingan antara debit harian rata – rata maksimum dan debit harian rata – rata minimum. Kecendrungan kenaikan nilai KRS menunjukkan bahwa fungsi hidrologi DAS semakin menurun demikian sebaliknya. semakin kecil koefisien ini berarti kondisi hidrologi dari suatu wilayah DAS semakin baik Batasan yang diberikan untuk menilai indikator ini adalah sebagai berikut Asdak, 1995: KRS 50 baik; 50 ≤ KRS 120 sedang; KRS ≥ 120 buruk. y = 25.503x 0.8151 R 2 = 0.1267 500 1000 1500 2000 2500 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun KR S Gambar 17. Grafik nilai KRS tahun 1993 – 2005 Dari analisis data didapatkan bahwa KRS mulai mengalami kenaikan yang cukup signifkan mulai tahun 1996 sampai dengan tahun 1999 dengan niai KRS tertinggi dicapai pada tahun 1998 sebesar 2040 hasil perbandingan dari debit maksimum 61,2 m 3 det dan debit minimumnya 0,03 m 3 det. Selisih yang sangat besar antara debit maksimum dan debit mimimum pada saat musim hujan dan musim kering mengindikasikan bahwa pada saat musim hujan debit sungai dapat mendatangkan banjir tetpai pada saat musim kemarau debit sungai sangat kecil hingga menyebabkan kekeringan disekitar daerah aliran sungai. Sepanjang rentang data pengamatan nilai KRS menunjukkan tahun 1993 -1995 koefisien baik karena nilai berkisar kurang dari 50, tahun 1996 – 2001 menunjukkan nilai KRS yang sangat buruk dengan kisaran 182 hingga 353,7, dan pada tahun 2002 – 2005 menunjukkan nilai KRS baik hingga sedang dengan nilai 36,6 sampai dengan 103,3. Simulasi Model GenRiver untuk Evaluasi dan Prediksi Debit Untuk mempelajari hubungan curah hujan, debit sungai dan alih guna lahan dilakukan simulasi model GenRiver menggunakan data-data daerah Ciliwung hulu. Untuk itu dilakukan simulasi model dengan komposisi 25,5 hutan pada awal simulasi dengan penurunan hingga 21,6 pada akhir simulasi selama periode 13 tahun. Peningkatan luasan pemukiman dari 19,6 hingga 25,8 dengan penurunan luas areal pertanian dari 17,1 hingga 9,4. Perbandingan debit dari data empiris data pengukuran dengan hasil simulasi model GenRiver untuk tahun ke -11994 dan ke- 112004 disajikan pada Gambar 18. Tahun ke – 1 mewakili kondisi awal simulasi 25,5 areal hutan dan tahun ke-11 mewakili kondisi akhir simulasi dengan 21,6 areal hutan 5 10 15 20 25 30 35 1 18 35 52 69 86 103 120 137 154 171 188 205 222 239 256 273 290 307 324 341 358 Hari D e bi t m m ha ri Debit Aktual Debit Prediksi Gambar 18a. Hasil simulasi GenRiver pada tahun 1994 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 1 18 35 52 69 86 103 120 137 154 171 188 205 222 239 256 273 290 307 324 341 358 Hari D e bi t m m ha ri Debit Aktual Debit Prediksi Gambar 18b. Hasil simulasi GenRiver pada tahun 2004 Perbandingan hasil simulasi dengan data pengukuran tidak dapat dilakukan dengan melihat kedekatan setiap titik hasil simulasi dengan data pengukuran. Hasil tersebut secara umum berarti simulasi model dapat menghasilkan pola debit yang sama dengan data pengukuran walaupun masih belum bisa mendekati beberapa titik puncak dan aliran dasar. Dari uji keabsahan model simulasi pertama, dilihat dari kesesuaian pola bahwa debit prediksi mendekati pola debit pengukuran dengan nilai koefisien determinasi model sebesar 0,55 yang berarti peluang data terwakili sebesar 55 sedangkan nilai rmsenya 1,7. Hal ini karena ragam variance dari debit prediksi yang lebih besar dari data pengukuran. Sedangkan untuk simulasi kedua, pola debit prediksi juga mendekati pola debit aktualnya dengan koefisien determinasi model R 2 mencapai 0,71 yang berarti peluang data terwakili sebesar 71 dan nilai rmse nya sebesar 2,7. Debit sungai pada tahun ke-11 relatif lebih tinggi dibandingkan debit pada tahun ke-1Gambar 18. Namun demikian peningkatan debit maksimum pada tahun ke-11 cukup signifikan dari tahun ke-1. Debit sungai tahun ke-11 lebih berfluktuasi jika dibandingkan dengan tahun ke-1 yang cenderung stabil setelah memasuki musim kering yaitu hari ke-201 hingga akhir tahun 1994. Pada simulasi tahun pertama debit maksimum tercapai pada besaran 44,40 m 3 dt untuk data aktual sedangkan untuk debit prediksi mencapai 49,16 m 3 dt. Debit minimum aktual 1.93 m 3 dt dan prediksinya 1,13 m 3 dt Perbedaan ini tidak terlalu jauh yang disebabkan oleh parameterisasi yang masih harus diuji lebih lanjut karena secara grafik untuk pola debit harian model mendekati pola debit harian aktualnya. Debit maksimum ini tercapai pada saat memasuki puncak musim hujan atau pada bulan Februari. Selanjutnya untuk simulasi tahun ke-11, debit maksimum aktual tercapai pada besaran 82,46 m 3 dt sedangkan untuk debit prediksinya 99,36 m 3 dt. Debit minimum aktual 1,20 dan prediksinya 2,35. Pada simulasi tahun ke-11 ini penyimpangan data aktual dan prediksinya juga tidak terlalu besar karena parameternya mendekati ketelitian meskipun waktu terjadinya hampir dapat bersamaan. Debit maksimum aktual dan prediksi tercapai pada tengah bulan Januari.

5.8 Analisis Sensitivitas Parameter