Kajian Indeks Kerusakan Pada Struktur Bangunan Baja Berdasarkan Pendekatan Energi Akibat Gempa Kuat

(1)

ASR

UNIV

TESIS

Oleh

SROI BENNY NOOR HARAHAP

117016011/TS

FAKULTAS TEKNIK

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KAJIAN INDEKS KERUSAKAN PADA STRUKTUR BANGUNAN

BAJA BERDASARKAN PENDEKATAN ENERGI AKIBAT

GEMPA KUAT

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik

Dalam Program Studi Teknik Sipil

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

ASROI BENNY NOOR HARAHAP

117016011/TS

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

AKIBAT GEMPA KUAT Nama Mahasiswa : Asroi Benny Noor Harahap Nomor Pokok : 117016011

Program : Teknik Sipil

Menyetujui:

Komisi Pembimbing

(Dr. Ing. Hotma Panggabean) (Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 3 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Dr. Ing. Hotma Panggabean

ANGGOTA : Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan Ir. Sanci Barus, MT


(5)

Struktur Bangunan Baja Berdasarkan Pendekatan Energi Akibat Gempa Kuat” adalah karya saya dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tesis ini dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Medan, 3 Juli 2014

Asroi Benny Noor Harahap 117016011/TS


(6)

i ABSTRAK

Setiap struktur yang terbuat dari material apapun memiliki batas kekuatan mekanik. Hal ini dijelaskan oleh berbagai teori, dimana digambarkan dalam grafik

stress-deformation bahwa material akan runtuh akibat pemberian beban yang

melebihi kekuatan batasnya. Diketahui selama umur layan bangunan, struktur mengalami kerusakan, seperti yang diakibatkan oleh beban gempa. Kerusakan-kerusakan ini mengakibatkan perubahan dalam sifat-sifat dari sistem struktur. penggunaan indeks kerusakan memungkinkan kuantifikasi kerusakan. Drift atau Inter-story drift secara umum digunakan sebagai kriteria untuk melihat perilaku struktur akibat gempa. Namun, beberapa penelitian menyatakan bahwa kumulatif deformasi plastis lebih kuat pengaruhnya dibandingkan dengan drift dan inter-story drift dalam tingkat kerusakan struktur. Kumulatif deformasi plastis dapat dipertimbangkan melalui konsep energi, khususnya melalui plastis dissipasi histeresis energi demand.

Dalam tesis ini akan dibahas indeks kerusakan berdasarkan energi, dimana ada dua persamaan yang digunakan yaitu persamaan Boz rquez dan Cosenza. Model bangunan yang digunakan ada 3 jenis yaitu SMRF 4, SMRF 7, dan SMRF 10. Ketiga bangunan ini akan di analisa terhadap 4 gempa, dimana gempa-gempa tersebut diskalakan terhadap gempa rencana yang sesuai dengan peta gempa Indonesia 2010.

Dari penelitian yang dilakukan, dapat dilihat bahwa indeks kerusakan berhubungan langsung dengan enegi masuk terhadap struktur. Nilai indeks kerusakan terbesar untuk persamaan Boz rquez pada SMRF 4 sebesar 0.147 (rusak ringan), SMRF 7 sebesar 0.079 (rusak ringan), dan SMRF 10 sebesar 0.154 (rusak ringan), ketiga bangunan tersebut dipengaruhi oleh gempa Kobe. Untuk persamaan Cosenza, pada SMRF 4 sebesar 0.170 (rusak ringan), SMRF 7 sebesar 0.176 (rusak ringan), dan SMRF 10 sebesar 0.260 (rusak sedang), ketiganya diakibatkan oleh gempa Kobe.


(7)

limitation. This is explained by many theories as it is described in the graph of stress-deformation that material will fall down because its load has exceeded its strength limitation. It is known that during a structure serving age, the structure undergoes damage such as it is caused by earthquake. These damages bring about the change in the nature of the structural system, and the use of damage index enables the quantity of damage. Drift or inter-story drift is generally used as the criteria for finding out the structure behavior which has caused by earthquake. However, some researches have found that the cumulative plastic deformation has more significant influence than drift or inter-story drift in the level of structural damage. The cumulative plastic deformation can be considered through the concept of energy, especially through plastic dissipation hysteresis energy demand.

This thesis analyzed damage index, based on energy in which there were two equations were used: Bozórquez equation and Cosenza equation. There were three types of structure model: SMRF 4, SMRF 7, and SMRF 10. These three structures would be analyzed in four earthquakes in which the earthquakes were scaled against planned earthquakes, according to earthquake mapping in Indonesia in 2010.

The result of the research showed that damage index was directly correlated with incoming energy on structure. The biggest value of damage index for Bozórquez equation in SMRF 4 was 0.147 (lightly damaged), in SMRF 7 was 0.079 (lightly damaged), and in SMRF 10 was 0.154 (lightly damaged). The three structures were affected by Kobe earthquake. For Cosenza equation, in SMRF 4 was 0.170 (lightly damaged), in SMRF 7 was 0.176 (lightly damaged), and in SMRF10 was 0.260 (moderately damaged). The three structures were affected by Kobe earthquake.


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim, dengan mengucapkan Alhamdulillahi robbil alamin dan Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program Magister pada bidang Rekayasa Struktur, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini yang berjudul “Kajian Indeks Kerusakan Pada Struktur Bangunan Baja Berdasarkan Pendekatan Energi Akibat Gempa Kuat” disusun penulis dengan harapan bukan hanya sebagai syarat untuk menyelesaikan program S2 tetapi dapat juga bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan para pembaca khususnya dalam dunia teknik sipil.

Penulis menyadari bahwa tesis ini bukanlah semata-mata karena kehebatan penulis. Banyak pihak yang telah banyak menyumbangkan tenaga dan pikiran dalam menyelesaikan tesisi ini, terutama kepada kedua orangtua saya.

Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu. DTM & H. M.Sc (CTM), Sp.A(k) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE selaku Ketua program Studi Magister Teknik Sipil.

Penulis juga mengucapkan terimakasih banyak kepada Bapak Dr. Ing. Hotma Panggabean dan Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT sebagai pembimbing yang telah memberikan masukan yang sangat berharga dalam penulisan ini, Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan dan Bapak Ir. Sanci Barus, MT sebagai dosen penguji, Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT sebagai Sekretaris Program Studi Magister Teknik Sipil dan seluruh Staff Pengajar program studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan, masukan, waktu, tenaga dan pikiran dalam menyelesaikan tesis ini. Serta Bapak Yun Ardi yang telah memberikan banyak


(9)

Nurmala Srg serta kedua mertua saya Imron Srg dan Rosmala Hrp yang telah memberikan doa serta dukungannya. Kepada istri tercinta Rinawaty Siregar, SKM terimakasih atas doa dan dukungannya. Untuk kedua kakak saya Nita Irmayani Hrp, SPd dan Neny Asnizar Hrp, SPd dan seluruh rekan-rekan seangkatan 2011. Kepada mereka semua, teman, rekan, kenalan dan saudara-saudara yang lain, yang tidak sempat disebutkan satu persatu, tidak ada yang dapat kami berikan sebagai balasan yang setimpal, kecuali hanya doa, semoga Allah SWT memberi berkat dan perlindungan-Nya, diberi-Nya umur panjang, kesejahteraan lahir dan batin, dan dipenuhi oleh rasa syukur di hatinya selama kehidupan di dunia.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaannya. Akhir kata saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 3 Juli 2014 Penulis

Asroi Benny Noor Harahap 117016011/TS


(10)

v

RIWAYAT HIDUP

A. DATA PRIBADI

Nama : ASROI BENNY NOOR HARAHAP

Tempat/Tgl Lahir : Gunungtua Tonga, 22 Desember 1986

Alamat : Jl.Nagasati No.72 Gunungtua, Kec. Padang Bolak, Kab. Padang Lawas Utara

Email : asroyhrp@gmail.com

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1996 – 1999 : SDN 2 Padang Bolak 1999 – 2002 : SMPN 1 Padang Bolak 2002 – 2005 : SMAN 1 Padang Bolak

2005 – 2010 : Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil USU

2011 – 2014 : Magister Teknik Sipil Program Pasca Sarjana USU

C. RIWAYAT PEKERJAAN

2010 – 2011 : PT.Diagram Consultant

: PT. Rekayasa Damper Pratama Consultant : Lembaga Pendidikan Keterampilan Paulin 2011 – 2012 : PT. Barata Indonesia

2012 – 2013 : PT. Bumi Torant Kencana


(11)

LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN...

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... . x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR NOTASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Pembatasan Masalah ... 4

1.5 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1 Konsep Dasar Metode Energi ... 7


(12)

vii

2.1.2 Prosedur Menghitung Energi Masuk ... 12

2.1.3 Pengaruh Karakter Gerakan Tanah Pada Spektra Energi ... 14

2.1.4 Pengaruh Properties Struktur Pada Spektra Energi ... 15

2.2 Kerusakan Pada Struktur ... 15

2.3 Indeks Kerusakan ... 17

2.3.1 Indeks Kerusakan Roufaiel dan Meyer ... 18

2.3.2 Indeks Kerusakan Park - Ang ... 18

2.3.3 Indeks Kerusakan Zahrah dan Hall ... 20

2.3.4 Indeks Kerusakan Hwang dan Scribner ... 21

2.3.5 Indeks Kerusakan Cosenza ... 23

2.3.6 Indeks Kerusakan Boz rquez ... 24

2.4 Energi dan Distribusi Kerusakan pada Struktur Baja ... 29

2.5 Energi Histeresis ... 31

2.5.1 Energi Histeresis Demand ... 32

2.6 Karakteristik Gempa ... 33

2.6.1 Percepatan Puncak Tanah ... 33

2.6.2 Durasi Gempa ... 34

2.7 Getaran Gempa ... 35

2.8 Penskalaan Gempa ... 37

2.8.1 Skala PGA (Peak Ground Acceleration)... 37

2.8.2 Skala Ordinat ... 38

2.8.3 Least Square ... 38


(13)

2.8.7 Spectrum Matching ... 40

2.9 Accelerogram ... 40

BAB III PROSEDUR ANALISIS... 42

3.1 Modelisasi Struktur ... 42

3.2 Input Data ... 46

3.2.1 Dimensi Struktur ... 46

3.2.2 Beban Struktur ... 47

3.2.3 Properti Material ... 47

3.3 Prosedur Analisa ... 47

3.4 Persyaratan Perencanaan Struktur Baja ... 48

3.4.1 Waktu Getar Alami ... 49

3.4.2 Kinerja Batas Layan ... 50

3.4.3 Kinerja Batas Ultimit ... 50

3.5 Analisa Struktur dan Modeling ... 51

BAB IV ANALISA DAN PEMODELAN STRUKTUR ... 52

4.1 Perencanaan Struktur ... 52

4.2 Penskalaan Gempa dengan SeismoMatch ... 56

4.2.1 Loading dan spectral matching dari akselerogram ... 57


(14)

ix

4.2.3 Mendefinisikan Target Spektrum ... 59

4.2.4 Spectral Matching ... 61

4.3 Modelisasi Struktur dengan Abaqus ... 62

4.3.1 Preprocessing (Abaqus CAE)... 63

4.3.2 Simulasi... 67

4.3.3 Post Processing ... 68

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 69

5.1 Perencanaan Struktur ... 69

5.2 Accelerogram dan Respon Spektrum Design ... 70

5.3 Inter-story Drift ... 71

5.4 Energi Masuk dan Energi Histeresis Demand ... 74

5.5 Karakteristik Struktur ... 79

5.6 Indeks Kerusakan Boz rquez ... 80

5.7 Indeks Kerusakan Cosenza ... 85

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 86

6.1 Kesimpulan ... 86

6.2 Saran ... 87 DAFTAR PUSTAKA


(15)

No Judul Halaman

2.1 Idealisasi model matematis SDOF (a) absolut dan (b) relatif... 10

2.2 Idealisasi model matematis MDOF (a) absolut dan (b) relatif ... 11

2.3 Pengertian parameter model Park-Ang, (a) histeresis lentur dan (b) hysteresis torsi ... 20

2.4 Pengertian parameter model Hwang dan Scribner (a) histeresis lentur dan (b) histeresis torsi ... 23

2.5 Pengertian Vy dan uy dari kurva kapasitas ... 24

2.6 Pengertian rotasi plastis komulatif ... 26

2.7 Evaluasi Cy dan Dy ... 28

2.8 Rotasi plastis komulatif struktur baja (Akbas 1997) ... 29

3.1 Steel Moment Resisting Frame (SMRF 10) ... 44

3.2 Steel Moment Resisting Frame (SMRF 7) ... 45

3.3 Steel Moment Resisting Frame (SMRF 4) ... 46

3.4 Diagram alir proses analisa ... 48

4.1 Input file SeimoMatch ... 59

4.2 Diagram alir proses running Abaqus ... 63

4.3 Viewport awal Abaqus CAE 6.10-1 ... 64

4.4 Viewport part Abaqus CAE 6.10-1 ... 64


(16)

xi

4.6 Hubungan kerja Preprocessor, Solver dan Postprocessor ... 68

5.1 Deskripsi Bangunan ... 69

5.2 Hasil Skala Respon Spektrum ... 71

5.3 Grafik Interstory drift – Lantai pada SMRF 4... 73

5.4 Grafik Interstory drift – Lantai pada SMRF 7... 73

5.5 Grafik Interstory drift – Lantai pada SMRF 10... 74

5.6 Time history Ei dan Eh total pada SMRF 4... 75

5.7 Time history Ei dan Eh total pada SMRF 7... 75

5.8 Time history Ei dan Eh total pada SMRF 10... 76

5.9 Distribusi energi histeresis tiap lantai SMRF 4 ... 78

5.10 Distribusi energi histeresis tiap lantai SMRF 7 ... 78

5.11 Distribusi energi histeresis tiap lantai SMRF 10 ... 79


(17)

No Judul Halaman

2.1 Ground Motion ... 41

3.1 Koefisien yang membatasi waktu getar alami fundamental struktur gedung ... 50

4.1 Perioda alami bangunan ... 53

4.2 Kinerja batas layan SMRF 4 ... 54

4.3 Kinerja batas layan SMRF 7 ... 54

4.4 Kinerja batas layan SMRF 10 ... 54

4.5 Kinerja batas ultimit SMRF 4 ... 55

4.6 Kinerja batas ultimit SMRF 7 ... 55

4.7 Kinerja batas ultimit SMRF 10 ... 55

5.1 Dimensi balok dan kolom SMRF 4 ... 69

5.2 Dimensi balok dan kolom SMRF 7 ... 70

5.3 Dimensi balok dan kolom SMRF 10 ... 70

5.4 Parameter struktur ... 80

5.5 Indeks kerusakan lokal gempa Kobe ... 81

5.6 Indeks kerusakan lokal gempa Lomaprieta ... 81

5.7 Indeks kerusakan lokal gempa Imperial Valley ... 81

5.8 Indeks kerusakan lokal gempa Northridge ... 81

5.9 Indeks kerusakan lokal gempa Kobe ... 82

5.10 Indeks kerusakan lokal gempa Lomaprieta ... 82


(18)

xiii

5.12 Indeks kerusakan lokal gempa Northridge ... 82

5.13 Indeks kerusakan lokal gempa Kobe ... 83

5.14 Indeks kerusakan lokal gempa Lomaprieta ... 83

5.15 Indeks kerusakan lokal gempa Imperial Valley ... 83

5.16 Indeks kerusakan lokal gempa Northridge ... 84

5.17 Indeks kerusakan global ... 84

5.18 Indeks kerusakan Cosenza ... 85


(19)

c = Damping ratio

Cy = Koefisien gempa

DHS = Indeks kerusakan oleh Hwang dan Scribner

DPA = Indeks kerusakan Park Ang

DRM = Indeks kerusakan Roufaiel dan Meyer

Dy = Perpindahan pada leleh pertama (mm)

Ed = Energi damping (Nm)

Eh = Energi histeresis (Nm)

EHC = Kapasitas energi histeresis plastis (Nm)

EHD = Energi histeresis demand (Nm)

Ehm = Energi histeresis demand maksimum (Nm)

Ei = Energi masuk (Nm)

Ek = Energi kenetik (Nm)

Es = Energi regangan elastis (Nm)

FEHi = Suatu faktor partisipasi energi yang menyumbang kontribusi yang

berbeda dari masing-masing lantai dengan kapasitas disipasi energi

sebuah frame

fm = Lenturan secant akibat pembebanan (mm)

fo = Lenturan sebelum leleh (mm)

fs = Gaya inersia (mm4)

fu = Lenturan akibat beban ultimit (mm)


(20)

xv

i = Jumlah siklus

k = Kekakuan struktur

Kmi = Kekakuan secant sesuai dengan umi

Ko = Kekakuan sebelum leleh

M = Jumlah total siklus leleh

m = Massa

NB = Jumlah blok di gedung

Neq = Jumlah leleh ekivalen

NS = Jumlah lantai

PSV = Kecepatan spektra

Qy = Kekuatan leleh struktur

T = Period of earthquake motion (sec)

To = Predominant period of alluvial deposit above base rock

uu = Perpindahan ultimit akibat beban statis

um = Perpindahan maksimum untuk beberapa siklus (mm)

umi = Perpindahan maksimum dalam siklus ke-i (mm)

uy = Perpindahan leleh (mm)

VE = Kecepatan ekivalen

W = Berat total struktur (kg) Zf = Modulus section (mm4)

= Perpindahan daktilitas untuk beberapa siklus u = Perpindahan daktilitas ultimit

= Percepatan = Kecepatan


(21)

= Konstanta pengaruh dari beban siklus dan properties struktur

Ehi = Disipasi energi histeretik dalam siklus ke-i

pa = Kapasitas rotasi plastis komulatif


(22)

i ABSTRAK

Setiap struktur yang terbuat dari material apapun memiliki batas kekuatan mekanik. Hal ini dijelaskan oleh berbagai teori, dimana digambarkan dalam grafik

stress-deformation bahwa material akan runtuh akibat pemberian beban yang

melebihi kekuatan batasnya. Diketahui selama umur layan bangunan, struktur mengalami kerusakan, seperti yang diakibatkan oleh beban gempa. Kerusakan-kerusakan ini mengakibatkan perubahan dalam sifat-sifat dari sistem struktur. penggunaan indeks kerusakan memungkinkan kuantifikasi kerusakan. Drift atau Inter-story drift secara umum digunakan sebagai kriteria untuk melihat perilaku struktur akibat gempa. Namun, beberapa penelitian menyatakan bahwa kumulatif deformasi plastis lebih kuat pengaruhnya dibandingkan dengan drift dan inter-story drift dalam tingkat kerusakan struktur. Kumulatif deformasi plastis dapat dipertimbangkan melalui konsep energi, khususnya melalui plastis dissipasi histeresis energi demand.

Dalam tesis ini akan dibahas indeks kerusakan berdasarkan energi, dimana ada dua persamaan yang digunakan yaitu persamaan Boz rquez dan Cosenza. Model bangunan yang digunakan ada 3 jenis yaitu SMRF 4, SMRF 7, dan SMRF 10. Ketiga bangunan ini akan di analisa terhadap 4 gempa, dimana gempa-gempa tersebut diskalakan terhadap gempa rencana yang sesuai dengan peta gempa Indonesia 2010.

Dari penelitian yang dilakukan, dapat dilihat bahwa indeks kerusakan berhubungan langsung dengan enegi masuk terhadap struktur. Nilai indeks kerusakan terbesar untuk persamaan Boz rquez pada SMRF 4 sebesar 0.147 (rusak ringan), SMRF 7 sebesar 0.079 (rusak ringan), dan SMRF 10 sebesar 0.154 (rusak ringan), ketiga bangunan tersebut dipengaruhi oleh gempa Kobe. Untuk persamaan Cosenza, pada SMRF 4 sebesar 0.170 (rusak ringan), SMRF 7 sebesar 0.176 (rusak ringan), dan SMRF 10 sebesar 0.260 (rusak sedang), ketiganya diakibatkan oleh gempa Kobe.


(23)

limitation. This is explained by many theories as it is described in the graph of stress-deformation that material will fall down because its load has exceeded its strength limitation. It is known that during a structure serving age, the structure undergoes damage such as it is caused by earthquake. These damages bring about the change in the nature of the structural system, and the use of damage index enables the quantity of damage. Drift or inter-story drift is generally used as the criteria for finding out the structure behavior which has caused by earthquake. However, some researches have found that the cumulative plastic deformation has more significant influence than drift or inter-story drift in the level of structural damage. The cumulative plastic deformation can be considered through the concept of energy, especially through plastic dissipation hysteresis energy demand.

This thesis analyzed damage index, based on energy in which there were two equations were used: Bozórquez equation and Cosenza equation. There were three types of structure model: SMRF 4, SMRF 7, and SMRF 10. These three structures would be analyzed in four earthquakes in which the earthquakes were scaled against planned earthquakes, according to earthquake mapping in Indonesia in 2010.

The result of the research showed that damage index was directly correlated with incoming energy on structure. The biggest value of damage index for Bozórquez equation in SMRF 4 was 0.147 (lightly damaged), in SMRF 7 was 0.079 (lightly damaged), and in SMRF 10 was 0.154 (lightly damaged). The three structures were affected by Kobe earthquake. For Cosenza equation, in SMRF 4 was 0.170 (lightly damaged), in SMRF 7 was 0.176 (lightly damaged), and in SMRF10 was 0.260 (moderately damaged). The three structures were affected by Kobe earthquake.


(24)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap struktur yang terbuat dari material apapun memiliki batas kekuatan mekanik. Hal ini dijelaskan oleh berbagai teori, dimana digambarkan dalam grafik

stress-deformation bahwa material akan runtuh akibat pemberian beban yang

melebihi kekuatan batasnya.

Diketahui selama umur layan bangunan, struktur mengalami kerusakan, seperti yang diakibatkan oleh beban gempa. Kerusakan-kerusakan ini mengakibatkan perubahan dalam sifat-sifat dari sistem struktur.

Penggunaan indeks kerusakan memungkinkan kuantifikasi kerusakan struktur yang disebabkan oleh gempa bumi untuk setiap elemen struktur. Indeks kerusakan yang ada didasarkan pada berbagai karakteristik, seperti jumlah siklik, daktilitas dan energi.

Sekarang ini, inter-story drift maksimum dan daktilitas demand ditargetkan sebagai parameter kinerja untuk mencapai pengendalian kerusakan struktur dalam struktur tahan gempa. Namun, ada banyak bukti bahwa dalam beberapa kasus, kinerja struktur terhadap lama durasi pergerakan tanah tidak dapat dijadikan karakter

deformasi demand maksimum, dengan cara yang sedemikian rupa sehingga efek dari deformasi plastis kumulatif demand harus diperhitungkan secara jelas selama


(25)

Pengaruh dari deformasi plastis kumulatif demand dapat dipertimbangkan melalui konsep energi, khususnya melalui plastis dissipasi histeresis energi demand. Penggunaan energi untuk tujuan ini awalnya dibahas oleh Housner (1956), dan telah digunakan oleh beberapa peneliti untuk mengusulkan metodologi berdasarkan energi yang bertujuan untuk menyediakan struktur tahan gempa dengan kapasitas dissipasi energi lebih besar atau sama dengan kebutuhan (Bojorquez dkk. 2008).

Karena batasan deformasi maksimum sebagai indikator utama dari kerusakan struktur, beberapa indeks kerusakan menjelaskan plastis dissipasi histeresis energi telah di rumuskan lebih baik dalam hal kerusakan struktur. Sebahagian besar penelitian telah dikhususkan untuk megkalibrasi indeks kerusakan untuk baja dan beton bertulang. Namun, ada tantangan untuk mempelajari dan mengkalibrasi penggunaan indeks tersebut untuk evaluasi struktur yang begitu kompleks. Dalam konteks ini, indeks kerusakan berdasarkan energi secara eksplisit menyumbang efek dari deformasi plastis kumulatif demand pada struktur baja.

1.2 Permasalahan

Dalam SNI 03-1726-2002 disebutkan bahwa perencanaan struktur itu di kontrol terhadap kinerja struktur, yaitu kinerja batas layan dan batas ultimit.

Untuk kinerja batas layan ditentukan oleh simpangan antar tingkat akibat gempa rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya kelelehan baja, peretakan beton yang berlebihan, mencegah kerusakan non-struktur dan ketidak nyamanan penghuni bangunan. Simpangan antar tingkat yang diizinkan tidak boleh melampaui 0,03/R x tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm diambil yang terkecil.


(26)

3

Kinerja batas ultimit gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar tingkat maksimum struktur gedung akibat gempa rencana dalam kondisi struktur gedung diambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah (dilatasi). Simpangan dan simpangan antar tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali = 0,7 x R (untuk gedung beraturan).

Dalam pasal 8.2.2, disebutkan bahwa dalam segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung untuk batas ultimit tidak boleh melampaui 0,02 x tinggi tingkat yang bersangkutan.

Artinya dengan pernyataan diatas bahwa kerusakan struktur itu didasarkan pada simpangan yang terjadi pada struktur. Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa karakter simpangan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai karakter pada gempa dengan waktu yang lama (Hancock dan Boomer 2006). Karena itu, pengaruh deformasi plastis kumulatif demand harus dipertimbangkan. Pengaruh dari deformasi plastis kumulatif demand dapat dipertimbangkan melalui konsep energi, khususnya melalui plastis dissipasi histeresis energi demand.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan tulisan ini diantaranya:


(27)

2. Untuk memperkenalkan indeks kerusakan berdasarkan energi untuk MDOF.

3. Melihat pengaruh berbagai jenis dan karakteristik gempa terhadap respon struktur.

4. Untuk melihat kinerja struktur berdasarkan energi dan di bandingkan dengan peraturan gempa.

5. Untuk melihat hubungan indeks kerusakan antara displacement dan energi. 6. Untuk mengetahui berapa indeks kerusakan akibat beberapa catatan gempa

kuat. Dengan mengetahui berapa nilai indeks kerusakan, sehingga kita dapat menyimpulkan termasuk dalam kategori mana struktur baja tersebut.

1.4 Pembatasan Masalah

Penelitian ini membatasi masalah dalam hal: 1. Struktur yang dianalisa 2D

2. Untuk desain struktur: Wilayah gempa: 6

Fungsi bangunan: perkantoran Jenis tanah: sedang

3. Peraturan gempa yang digunakan menggunakan SNI 03-1729-2002.

4. Gempa yang menjadi analisa diantaranya ada 4 catatan gempa kuat di dunia:

1. Loma Prieta.


(28)

5

3. Northridge.

4. Imperial Valley.

5. Indeks kerusakan berdasarkan persamaan Boz rquez dan Cosenza.

1.5 Sistematika Penulisan

Pembahasan mengenai latar belakang, metodologi, proses analisis hingga hasil analisis dalam tesisi ini akan disusun kedalam sejumlah bab dengan sistematika bab terurai berikut:

Bab I Pendahuluan

Berisi latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Dasar teori ini berisikan mengenai konsep energi, kerusakan struktur, histeresis energi, getaran gempa, penskalaan gempa dan indeks kerusakan. Bab III Prosedur Analisis

Berisikan langkah-langkah alur untuk penyelesaian permasalahan tersebut. Bab IV Analisa dan Pemodelan Struktur

Berisi perencanaan struktur, modelisasi struktur dalam program, dan prosedur analisa.

Bab V Hasil dan Pembahasan

Berisikan hasil analisa dan diskusi mengenai hasil yang dilakukan terhadap pemodelan struktur.


(29)

Bab VI Kesimpulan dan Saran

Berisi penarikan kesimpulan dari seluruh hasil analisis yang dilakukan serta mengemukakan saran-saran yang diperlukan untuk kelanjutan penelitian.


(30)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Metode Energi

Perencanaan bangunan tahan gempa secara tradisional di rencanakan berdasarkan kekuatan, artinya sejumlah beban gempa statik, dikombinasikan dengan beban gravitasi, yang digunakan pada struktur sebagai kebutuhan kekuatan. Struktur dipilih berdasarkan prinsip kekuatan dimana struktur diambil harus lebih besar atau sama dengan kekuatan yang dibutuhkan. Namun demikian, struktur yang menerima gaya gempa dalam peraturan tidak ditetapkan bahwa struktur tidak boleh mengalami kerusakan. Struktur dirancang sehingga diharapkan harus melewati deformasi inelastis yang besar saat terjadi gempa.

Ahli struktur telah mencari alternatif yang lebih rasional dalam perencanaan gempa sehingga struktur tahan gempa dapat dirancang secara eksplisit berdasarkan kinerjanya selama terjadi gempa. Salah satu alternatif itu adalah perencanaan berdasarkan energi. Konsep energi ini sepertinya baik dalam respon akibat gempa. Pengaruh gempa pada struktur dapat dianggap sebagai energi masuk. Kapasitas struktur didefenisikan oleh kapasitas disipasi energi, luas total diagram histeresis gaya dan perpindahan akibat beban siklik. Dengan demikian, gempa rencana akan menjadi seimbang antara energi masuk dan energi kapasitas struktur. Housner (1956) merekomendasikan energi masuk gempa pada struktur berderajat kebebasan tunggal


(31)

(SDOF) berhubungan dengan spektra kecepatan struktur. Sejak saat itu, peneliti pada konsep energi semakin maju secara signifikan.

2.1.1 Persamaan Energi

Fungsi keseimbangan untuk SDOF elastis akibat beban gempa dapat ditunjukaan pada Persamaan 2.1:

m + c + f s(x, ) = -m g (2.1) Dimana:

m = massa struktur.

c = damping rasio.

fs(x, ) = gaya inersia.

k = kekakuan struktur.

= percepatan.

= kecepatan.

x = perpindahan.

g = percepatan batuan dasar.

Persamaan 2.1 di integralkan terhadap perpindahan x (Chopra 1995), sehingga persamaan energi menjadi:

x x g s x x dx x m dx x x f dx x c dx x m 0 0 0 0 ) ,

( (2.2)

Dengan menggunakan hubungan dx = dt, sehingga persamaan diatas menjadi:


(32)

9 x x g s x x dt x x m dt x x x f dt x x c dt x x m 0 0 0 0 ) ,

( (2.3)

Dimana Persamaan 2.2 dan 2.3, suku pertama energi kinetik Ek, dan suku kedua energi redaman Ed, dan suku ketiga energi yang diserap Ea yang terdiri dari energi regangan elastis Es dan energi histeresis Eh. Pada persamaan sisi kanan, ini merupakan energi masuk yaitu energi gempa Ei. Oleh karena itu persamaan energi seimbang untuk SDOF dapat ditulis sebagai:

Ek + Ed + Es + Eh = Ei (2.4) Energi dalam persamaan diatas adalah energi relatif berdasarkan perpindahan relatif antara struktur. Energi absolut dapat diperkirakan dengan menggunakan perpindahan absolut yang dihubungkan dengan gerakan tanah dan perpindahan relatif. Uang dan Bertero (1988) menyatakan bahwa energi absolut lebih masuk akal dibandingkan dengan energi relatif, karena energi absolut bisa memperhitungkan pergerakan kekakuan struktur. Chopra (1995) menegaskan bahwa energi relatif lebih penting karena gaya pada struktur dihitung berdasarkan perpindahan relatif dan kecepatan relatif. Dengan membandingkan energi relatif dan absolut pada time history dari SDOF, Bruneau dan Wang (1996) menunjukkan bahwa konsepnya berlawanan, dia menyebutkan bahwa energi masuk absolut masih bisa berfluktuasi lama setelah berakhirnya eksitasi masuk. Mereka juga menyimpulkan bahwa energi relatif lebih berarti dari sudut pandang engineering.

Perbedaan antara energi relatif dan absolut adalah perbedaan konstribusi dari energi masuk dan energi kinetik. Namun, jumlah total menjadi sama pada getaran terakhir. Selain itu menurut Uang dan Bertero (1988) energi masuk relatif dan absolut


(33)

hampir sama ketika periode struktur berada dalam kisaran 0.3 – 5.0 detik. Dalam perencanaan berdasarkan energi, energi histeresis memberikan kontribusi dari deformasi plastik elemen struktur dihitung berdasarkan pada perpindahan relatif yang merupakan salah satu parameter desain yang paling penting. Untuk melihat perbedaan antara absolut dan relatif dapat kita lihat pada Gambar 2.1 untuk SDOF.

Gambar 2.1 Idealisasi model matematis SDOF (a) absolut dan (b) relatif Bentuk energi masuk absolut pada SDOF diperluas oleh Uang dan Bertero pada MDOF N-lantai sebagai berikut:

g N j j t j T s T t T

t mu u cdu f du m u du

u 1 ) ( 2 1 dt u u m g N j j t j 1 )

( (2.5)

Dimana:

m = matrik diagonal massa.

c = matrik damping.

u = perpindahan relatif tingkat.

mj = lump mass dari lantai ke-jth.


(34)

11

N = jumlah lantai.

Dengan cara yang sama, dimungkinkan untuk mengekspresikan energi relatif pada MDOF sebagai berikut:

du u m du f cdu u u m

uT t s g

2 1 dt u u m N j j g j 1 (2.6)

Perbedaan antara formulasi energi absolut dan relatif untuk sistem MDOF dasarnya adalah perbedaan dalam energi kinetik, yang dapat dinyatakan sebagai berikut: ) ( 1 2 2 1 j g N j j g i

i E mu m u u

E (2.7)

Dimana:

Ei = energi masuk absolut.

E’i = merupakan energi akibat gaya inersia.

Untuk modelisasi matematis energi relatif dan absolut pada MDOF dapat dilihat pada Gambar 2.2.


(35)

2.1.2 Prosedur Menghitung Energi Masuk

Housner (1956) memberikan persamaan untuk menghitung energi persatuan massa sebagi: 2 2 1 PSV m Ei (2.8) Dimana:

m = massa.

PSV = kecepatan spectra.

Dia menggunkan Persamaan 2.8 untuk perilaku elastis dan plastis. Zahran dan Hall (1984) memberikan persamaan untuk energi masuk persatuan massa sebagai:

dt u u m E t g i 0 (2.9)

Akiyama (1985) memberikan persamaan energi masuk persatuan massa pada SDOF elastis sebagai:

2 2 1 E i V m E (2.10)

Dimana VE merupakan kecepatan ekivalen. Dia merekomendasikan nilai VE sebagai berikut:

VE = 2,5Tn untuk Tn TG

VE = 2,5TG untuk Tn TG

Dimana TG merupakan predominant period motion sebagai fungsi dari tipe tanah. Nilai dari TG yaitu 0.4, 0.6, 0.8, dan 1 detik untuk tanah tipe I (tanah keras), II, III, dan IV secara berurutan tipe tanah makin lunak.


(36)

13

Kuwamura dan Galambos (1989) menggunakan persamaan Akiyama dan merekomendasikan nilai VE adalah:

= untuk untuk T TG

= untuk untuk T TG

Dimana IE adalah merupakan integral kuadrat dari percepatan tanah untuk total durasi accelerogram tf.

dt u I f t g E 0 2 (2.11)

Menggunakan 40 akselerogram Fajfar dkk. (1989) menghitung energi masuk gempa untuk periode menengah (kecepatan wilayah - konstan) dengan rasio redaman 5% dan : 0.5 - 1.0 , dimana adalah rasio dari gaya leleh dengan mPGA, dimana

PGA adalah percepatan tanah maksimum. Mereka merekomendasikan untuk

menghitung energi masuk persatuan massa sebagai:

2 5 . 0 di PGV t 2 . 2 m Ei (2.12) Dimana:

tdi = durasi gerak kuat didefinisikan oleh Trifunac dan Brady (1975). PGV = kecepatan tanah maksimum.

Mereka tidak mengusulkan formula untuk jangka pendek dan jangka panjang, yaitu pada wilayah percepatan-konstan dan perpindahan-konstan.


(37)

2.1.3 Pengaruh Karakter Gerakan Tanah Pada Spektra Energi

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Payam Khashaee dkk. dalam laporan distribusi energi pada struktur, pengaruh intensitas gempa, durasi dan besar frekuensi pada energi input gempa dikaji dengan menggunakan 10 accelerogram dengan durasi pendek (tdi lebih pendek dari 8 s) dan 10 dengan durasi panjang (tdi lebih dari 18 s). Durasi tdi dihitung menggunakan definisi yang diusulkan oleh Trifunac dan Brady (1975), yang dikenal sebagai durasi berbasis intensitas. Mereka mendefinisikan durasi sebagai interval waktu antara lima dan sembilan puluh lima persen kontribusi dengan integral dari kuadrat percepatan tanah, lihat Persamaan 2.11.

Studi ini menunjukkan bahwa puncak accelerasi meningkat efektif, energi masuk juga meningkat, yang menunjukkan bahwa energi masuk berhubungan dengan intensitas gerakan tanah. Rasio energi seperti rasio energi histeretik maksimum dengan energi masuk maksimum Ehm / Eirm tidak terpengaruh oleh percepatan puncak efektif. Oleh karena itu, skala sebuah accelerogram tidak mengubah distribusi energi masuk gempa antar komponen energi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh durasi gerak yang kuat pada input adalah sama pentingnya dengan pengaruh besar frekuensi, khususnya untuk struktur non-linear. Sebagai rasio daktilitas meningkat, pengaruh durasi gerak yang kuat pada spektrum energi masuk menjadi lebih signifikan, terutama di sekitar periode dominan Tpe.


(38)

15

2.1.4 Pengaruh Properties Struktur pada Spektra Energi

Zahrah dan Hall (1984), dan Akiyama (1985) percaya bahwa daktilitas dan redaman tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada energi masuk gempa. Perlu dicatat bahwa studi ini digunakan 4, 8, 1, dan 3 akselerogram. Housner (1956) percaya bahwa dalam merancang struktur untuk memenuhi energi demand, energi masuk elastis dihitung dari ½ m (PSV)2 dapat digunakan konservatif sebagai pengganti energi masuk inelastis. Akiyama menggunakan rekomendasi Housner itu, Persamaan 2.8, untuk mengembangkan sebuah metode desain berbasis energi untuk bangunan baja.

2.2 Kerusakan Pada Struktur

Setiap sistem struktur memiliki kerentanan terhadap kerusakan selama digunakan, dan dapat berbahaya bagi manusia yang menggunakan struktur tersebut apabila kerusakan yang terjadi dibiarkan tanpa dilakukan langkah perbaikan.

Secara umum pada bidang teknik sipil, material yang digunakan untuk struktur adalah beton bertulang, kayu dan baja. Kerusakan dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti korosi pada material, fatigue, beban hentak (impacts), dan beban yang berlebihan. Kerusakan struktur menyebabkan deviasi atau perubahan dari kondisi normal baik secara geometrik maupun properti material.

Besar kecilnya kerusakan komponen struktur dan non-struktur akibat gerakan tanah tidak hanya tergantung kepada karakteristik gempa saja. Berikut ini diberikan beberapa faktor utama yang mempengaruhi kerusakan bangunan akibat gempa, antara lain:


(39)

1. Karakteristik gempa yang terjadi a. Percepatan puncak muka tanah. b. Durasi gempa.

c. Frekwensi gempa. d. Panjang patahan.

2. Karakteristik lokasi dimana bangunan akan didirikan a. Jarak bangunan ke pusat gempa.

b. Struktur geologi antara bangunan ke pusat gempa. c. Jenis lapisan tanah dilokasi bangunan.

d. Waktur getar alami tanah dilokasi bangunan. 3. Karakteristik struktur

a. Waktu getar alami dari struktur bangunan. b. Redaman (damping) dari struktur bangunan.

c. Persyaratan dan konsep detailing yang direncanakan.

Faktor utama satu (1) dan dua (2) diatas merupakan kejadian alam yang harus diperhitungkan pengaruhnya terhadap bangunan yang direncanakan, tetapi faktor yang ketiga (3) merupakan properties dinamis dari bangunan yang dapat dirubah atau direkayasa sedemikian rupa agar pengaruh gempa terhadap bangunan yang direncanakan dapat diminimalisir.


(40)

17

2.3 Indeks Kerusakan

Respon fisik struktur digunakan sebagai indikator tingkat kerusakan, yang disebut dengan parameter kerusakan. Respon struktur digunakan sebagai parameter kerusakan dapat dibagi menjadi:

1. Deformasi plastis struktur. 2. Disipasi energi.

3. Cyclic fatigue struktur.

4. Parameter dinamik struktur.

Kerusakan struktur dapat dibedakan pada tiga skala yaitu:

a. Skala lokal, dimana kerusakan terjadi pada tingkat cross-section. Sebagai contoh penjelasan adalah kerusakan bagian beton akibat tegangan tekan yang melebihi fc’ dari beton bertulang, ataupun sebaliknya tegangan pada baja yang melebihi tegangan plastisnya pada beton bertulang.

b. Skala menengah atau intermediate, dimana kerusakan dilihat pada skala suatu elemen atau member penyusun suatu sistem struktur.

c. Skala global, dimana kerusakan dilihat pada skala yang lebih besar, yaitu suatu sistem struktur secara utuh.

Setiap skala kerusakan baik itu lokal, intermediate dan global diukur oleh suatu indeks kerusakan. Dimana indeks ini biasanya tidak memiliki dimensi dan memiliki nilai yang berkisar dari 0 hingga 1 untuk suatu bagian yang tidak rusak sama sekali dan 1 untuk bagian yang mengalami kerusakan total atau runtuh.


(41)

2.3.1 Indeks Kerusakan Roufaiel dan Meyer

Banon dkk. (1981) mengembangkan indeks kerusakan berdasarkan penyesuaian rasio dari kekakuan inisial dan kekakuan secant pada perpindahan maksimum akibat beban siklik. Mereka menyebutkan indeks kerusakan ini sebagai rasio kerusakan lentur. Kemudian, Roufaiel dan Meyer (1987) memodifikasi batas lentur, sebagaimana diberikan pada Persamaan 2.13:

0 0 f f f f D u m

RM (2.13)

Dimana:

DRM = indeks kerusakan Roufaiel dan Meyer.

fo = lenturan sebelum leleh.

fm = lenturan secant akibat pembebanan.

fu = lenturan akibat beban ultimit.

Namun, persamaan ini tidak dapat dipercaya berindikasi pada saat lentur tidak dimasukkan pengaruh beban siklik.

2.3.2 Indeks Kerusakan Park-Ang

Park dan Ang (1985) mengusulkan kombinasi dari indeks kerusakan komulatif dan non komulatif. Model ini bisa didefenisikan pada Persamaan 2.14 berikut ini, dimana suku yang pertama berkaitan dengan daktilitas dan suku yang kedua merupakan energi komulatif normalisasi yang diserap oleh struktur.

u y y hm u u y hm u m PA u Q E u Q E u u


(42)

19

Dimana:

uu = perpindahan ultimit akibat beban statis.

um = perpindahan maksimum untuk beberapa siklus.

uy = perpindahan leleh.

= perpindahan daktilitas untuk beberapa siklus. u = perpindahan daktilitas ultimit.

= konstanta pengaruh dari beban siklus dan properties struktur.

Ehm = energi histeresis demand maksimum.

Qy = kekuatan leleh struktur.

Park dan Ang menyatakan bahwa nilai indeks kerusakan terdiri dari beberapa tingkatan:

a. DPA< 0.1 Hanya retak-retak kecil.

b. 0.1 DPA< 0.25 Rusak ringan.

c. 0.25 DPA< 0.4 Rusak sedang.

d. 0.4 DPA< 1 Rusak berat.

e. DPA 1 Runtuh.

Parameter yang digunakan dalam model ini ditunjukkan pada Gambar 2.3. Faktor , yang menyumbang efek beban gempa siklik, berkisar 0,05-0,15. Hal ini menunjukkan bahwa lebih berat diberikan kepada istilah daktilitas perpindahan daripada istilah disipasi energi. Keakuratan prediksi terutama tergantung pada definisi parameter ultimit dari prediksi kurva monoton. Keuntungan utama dari indeks kerusakan Park dan Ang adalah bahwa sangat sederhana dan intuitif karena berkisar dari '0' mewakili tidak ada kerusakan '1' mewakili mendekati keruntuhan. Kunnath


(43)

dkk. (1997) menganalisa model ini dengan sejumlah data eksperimental dan menyimpulkan bahwa model Park dan Ang yang paling tepat untuk kegagalan yang dihasilkan dari perpindahan plastis demand.

Gambar 2.3 Pengertian parameter model Park-Ang, (a) histeresis lentur dan (b) histeresis torsi

2.3.3 Indek Kerusakan Zahrah dan Hall

Indeks ini dikembangkan oleh Zahrah dan Hall (1984) tingkat kerusakan di struktur yaitu dengan jumlah leleh ekivalen. Indeks ini mencakup kebutuhan energi histeretik maksimum, perpindahan daktilitas, dan kekuatan leleh dari baja, seperti yang ditunjukkan dalam Persamaan 2.15:

) 1 (

y y

hm eq

u Q

E

N (2.15)

Dimana:

uy = perpindahan leleh. = perpindahan daktilitas.


(44)

21

Qy = kekuatan leleh struktur.

Neq = jumlah leleh ekivalen.

Keuntungan dari indeks ini adalah bahwa hal itu mencerminkan potensi kerusakan yang terkait dengan jumlah total leleh dan deformasi inelastis kumulatif untuk seluruh durasi gerakan gempa. Ini adalah ukuran dari distribusi siklus amplitudo dan menunjukkan jumlah siklus pada perpindahan plastis maksimum dimana struktur harus mengembangkan untuk mendisipasi jumlah total permintaan energi histeresis (Ehm). Oleh karena itu, nilai-nilai Neq mendekati '1' menunjukkan adanya satu siklus plastik besar dan khas dari gempa impulsif. Sedangkan nilai tinggi

Neq mengacu pada sejumlah siklus plastik besar dan khas gempa durasi panjang. Kerugian indeks ini adalah bahwa hal itu sangat tergantung pada karakteristik gerakan tanah dan menghasilkan nilai yang berbeda sesuai dengan gerakan tanah yang dipaksakan.

2.3.4 Indeks Kerusakan Hwang dan Scribner

Model ini mencakup kekakuan dan disipasi energi bersama dengan perpindahan dalam siklus tertentu. Definisi parameter untuk indeks ini ditunjukkan pada Gambar 2.4. Persamaan untuk perhitungan indeks kerusakan:

y mi mi M i hi HS u u K K E D 2 2 0 1 (2.16) Dimana:

DHS = indeks kerusakan oleh Hwang dan Scribner.


(45)

M = jumlah total siklus leleh.

Ko = kekakuan sebelum leleh.

Ehi = disipasi energi histeretik dalam siklus ke-i.

umi = perpindahan maksimum dalam siklus ke-i.

Kmi = kekakuan secant sesuai dengan umi.

uy = perpindahan leleh.

Indeks kerusakan ini memberikan sama pentingnya dengan semua parameter (Hwang dan Scribner, 1984). Kerugian utama dari indeks ini adalah bahwa jangkauan tidak menyatu seperti indeks yang diusulkan oleh Park dan Ang. Selanjutnya, sangat tergantung pada properti penampang dan riwayat pembebanan. Ketergantungan ini membuat sulit untuk mengukur kerusakan.

Kalibrasi indeks ini terbatas, telah dilakukan pengamatan kerusakan dalam tes laboratorium setelah terjadi gempa. Arti fisik indeks ini dikategorikan ke dalam nilai-nilai numerik, akan tetapi tidak jelas sampai divalidasi dengan hasil eksperimen dengan berbagai jenis pembebanan. Pengalaman gempa bumi seperti Northridge, 1994, Kobe, 1995, Kocaeli, 1999, Chi-Chi, 1999, dan lain-lain, menunjukkan bahwa struktur bahkan dirancang sesuai dengan peraturan sering gagal di geser atau kombinasi geser dan lentur.


(46)

23

Gambar 2.4 Pengertian parameter model Hwang dan Scribner (a) histeresis lentur dan (b) histeresis torsi.

2.3.5 Indeks Kerusakan Cosenza

Cosenza dkk. (1993) mendeskripsikan indeks kerusakan sebagai berikut:

) 1 (

y y

H D

u V

E

I (2.17)

Dimana:

EH = energi histeresis demand. = daktitilitas perpindahan.

Vy = gaya geser pada saat leleh pertama.


(47)

Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Pengertian Vy dan uy dari kurva kapasitas

2.3.6 Indeks Kerusakan Boz rquez

Metodologi berdasarkan energi pada struktur adalah dimana energi yang tersedia pada struktur harus lebih besar atau sama dengan energi yang diterima struktur tersebut. Persyaratan struktur bangunan tahan gempa dapat dirumuskan sebagai berikut:

Energy Capacity Energy Demand (2.18) Energi akan diserap dan didissipasi oleh struktur, energi histeresis plastis Eh dengan jelas berhubungan dengan kerusakan struktur. Eh dapat diartikan secara fisik merupakan luas total area di bawah loop histeresis selama struktur menerima gempa. Oleh karena itu, akan lebih mudah menyatakan Persamaan 2.18 diatas dalam hal energi histeresis plastis:

EHC EHD (2.19)

Dimana:

EHC = kapasitas energi histeresis plastis.

EHD = energi histeresis demand.

Displacement

B

a

se

S

h

ea

r

uy


(48)

25

Persamaan 2.19 dapat dirumuskan sebagai indeks kerusakan berdasarkan energi:

1

HC HD DE

E E

I (2.20)

Pada Persamaan 2.20 dapat dinyatakan kinerja struktur, dimana apabila EHD dan EHC memiliki nilai yang sama maka dapat dianggap bahwa struktur runtuh. Oleh karena itu ketika IDE = 1 sesuai dengan kegagalan struktur, nilai 0 berarti tidak ada kerusakan struktur (berperilaku elastis). Dari sudut pandang fisik, persamaan ini merupakan keseimbangan antara kapasitas dan kebutuhan dalam hal energi. Dalam hal ini, formulasi ini mengikuti persamaan yang awalnya diberikan oleh Housner (1995) untuk konsep berdasarkan energi.

Menurut Persamaan 2.20, kerusakan struktur tergantung kepada keseimbangan antara kapasitas dan kebutuhan energi histeresis pada struktur. Sementara energi histeresis demand dapat diperoleh melalui analisa dinamis, suatu tantangan adalah bagaimana menentukan kapasitas energi histeresis pada struktur. Namun, perilaku lentur plastis biasanya berada pada ujung balok struktur, dalam kasus tertentu profil baja WF berada pada sayapnya. Kapasitas energi histeresis plastis pada balok struktur dapat diperkirakan sebagai berikut:

EHCm = 2 Zf fy pa (2.21) Dimana:

Zf = modulus section. fy = tegangan leleh baja.


(49)

Sambil melihat Persamaan 2.21 diatas menganggap bahwa energi plastis didisipasikan eksklusif melalui perilaku plastis di kedua ujung balok, definisi rotasi plastis kumulatif skematis diilustrasikan pada Gambar 2.6.

Persamaan 2.21 bisa digunakan bersamaan dengan Persamaan 2.20 untuk menghitung tingkat kerusakan pada struktur baja. Namun, untuk tujuan evaluasi kerusakan akan lebih mudah menormalkan energi histeresis EH sebagai berikut:

y y

H ND

f E

E (2.22)

Dimana:

Fy = tegangan leleh baja.

y = perpindahan leleh pertama.

Persamaan 2.20 dapat dinyatakan dalam EN sebagai berikut:

1

NC ND DEN

E E

I (2.23)

Gambar 2.6 Pengertian rotasi plastis komulatif

Rotation Moment

p1

p2

p3


(50)

27

Parameter yang digunakan pada Persamaan 2.23 sama dengan Persamaan 2.20. Keuntungan dari merumuskan masalah dalam hal EN adalah bahwa ini merupakan parameter lebih stabil, dan secara kuantitatif dengan mudah dapat digunakan untuk tujuan praktis. Dengan kata lain, indeks kerusakan berdasarkan energi diusulkan di sini sesuai dengan rasio antara permintaan energi histeresis normal dan kapasitas energi histeresis normal, dan kondisi kegagalan diasumsikan

IDEN sama dengan 1.

Dalam kasus struktur baja MDOF, tantangan utama untuk penggunaan praktis dari Persamaan 2.23 adalah definisi dari kapasitas energi dari struktur dalam hal frame struktur. Melalui pertimbangan bahwa dalam struktur baja biasa energi didisipasikan secara eksklusif oleh balok (yang merupakan hipotesis yang tepat untuk struktur kolom kuat – balok lemah), kapasitas energi sistem ini dapat diperkirakan sebagai (Boj rquez dkk.2008):

W D C F f Z N E y y N i EHi pa y f B NC S 1 ) 2 ( (2.24) Dimana:

NS = tingkat lantai.

NB = blok di gedung.

FEHi = faktor partisipasi energi yang menyumbang kontribusi yang berbeda dari masing-masing lantai dengan kapasitas disipasi energi sebuah frame.


(51)

Cy = koefisien gempa.

Dy = perpindahan pada leleh pertama.

Cy dan Dy dapat diperoleh dari kurva kapasitas, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Persamaan 2.23 menunjukkan peran kapasitas rotasi plastis kumulatif dari elemen struktural dalam kapasitas disipasi energi total dari sebuah frame. Gambar 2.8 menunjukkan berbagai nilai pa dikumpulkan oleh Akbas (1997) dari pengujian eksperimental dari frame baja dibebani oleh beban siklik. Berdasarkan hasil yang dikumpulkan oleh Akbas (1997), Boj rquez dkk. (2008) menemukan bahwa rotasi kapasitas plastik kumulatif frame baja merupakan fungsi kerapatan probabilitas lognormal dengan nilai median sebesar 0,23.

Gambar 2.7 Evaluasi Cy dan Dy

Meskipun pemilihan nilai pa untuk menghitung Persamaan 2.24, kapasitas energi histeresis plastis struktur baja susah didapatkan, perlu ditekankan bahwa hasil eksperimental memberikan dasar yang cukup memadai untuk pemilihan tersebut.

Maximum roof displacement (m) Seismic Coefficient

Dy Cy


(52)

29

Khususnya, nilai median dilaporkan oleh Boj rquez dkk. (2008) dan berdasarkan pada hasil eksperimen yang dikumpulkan oleh Akbas (1997) digunakan 0,23.

Gambar 2.8 Rotasi plastis komulatif struktur baja (Akbas 1997)

2.4 Energi dan Distribusi Kerusakan pada Struktur Baja

Untuk menghitung kontribusi dari struktur yang berbeda terhadap kapasitas total energi histeresis plastis pada MDOF, biasanya diperlukan untuk mengasumsikan distribusi disipasi energi plastis di sepanjang tinggi struktur. Sebagai contoh, Akbas dkk. (2001) mengusulkan distribusi linier, studi terbaru menunjukkan bahwa jika disipasi energi terkonsentrasi pada balok dari sebuah frame, distribusi lognormal merupakan pendekatan yang lebih baik (Boj rquez dkk. 2008). Sebuah faktor partisipasi energi histeresis plastis (FEH) perlu dibentuk untuk menjelaskan dengan baik dalam Persamaan 2.24 untuk kontribusi yang berbeda setiap tingkat pada total kapasitas disipasi energi dari bangunan. Secara khusus, FEH dapat dirumuskan

1. Tsai dkk. (1995)

2. Engelhardt dan Husain (1992) 3. Tsai dan Povop (1998) 4. Anderson dan Linderman (1991) 5. Povop dan Stephen (1972)

Number of observation

1 1 6 1 1 3 2 2 1 2 2 2 1 3 1 1 2 3 1 4 4 2 4 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

4 4 4

4 4

5 5 5

5 5 5 5 pa (%) 140 100 80 60 40 20 0 120


(53)

sehingga dapat di evaluasi persentase dari kapasitas energi ultimit yang hilang selama gempa (lantai kritis memberikan kontribusi kapasitas disipasi energi penuhnya, kenyataannya yang dinyatakan melalui nilai kesatuan untuk FEH). Biasanya, ekspresi untuk menggambarkan variasi FEH sepanjang tinggi bangunan berasal dari distribusi energi plastis demand diperkirakan secara analitis pada prototype bangunan. Dari studi statistik 8 SMRF (Structure Moment Resisting Frame) baja pada beberapa durasi gerakan tanah yang lama, FEHi didapat dengan persamaan oleh Boj rquez dkk. (2008) berikut ini:

) 1 *,

min( EH

EH F

F (2.25) Dimana: ! 2 39 . 0 06 . 0 ) 3461 . 0 031 . 0 ln( ln 2 1 exp / ) 82 . 2 0675 . 0 ( 1 * H h H h

FEH (2.26)

Persamaan 2.26 dapat disederhanakan dari hasil analisa dinamik nonlinier dan analisa regresi menjadi persamaan berikut ini:

! 2 49 . 0 ) 52 . 0 ln( ln 2 1 exp / 33 . 2 1 * H h H h

FEH (2.27)

Dimana:

h = tinggi lantai yang ditinjau.


(54)

31

2.5 Energi Histeresis

Energi histeresis, diserap oleh struktur selama terjadi gempa kuat untuk mendorong sejumlah sistem struktur nonlinier, telah diakui oleh beberapa peneliti secara potensial berguna sebagai indikator kinerja gempa. Secara umum, loop histeresis stabil dengan besar kapasitas disipasi energi pada tingkat struktur diperkirakan menjamin kinerja deformasi yang lebih baik dari struktur, menyiratkan bahwa ada korelasi yang baik antara energi histeresis yang hilang dan deformasi inelastik demand. Gagasan ini sering didasarkan pada pengamatan yang dilakukan percobaan di kuasi-statis cyclic, di mana tampak jelas bahwa antara dua sistem dengan kekuatan yang sama, diuji di bawah beban siklik yang sama, satu dengan penyerapan energi yang lebih tinggi, yaitu penuh loop histeresis, harus menunjukkan kinerja yang superior. Dengan demikian, disipasi energi menjadi kunci bahan dari peraturan gempa modern. Oleh karena itu, dasar perencanaan gempa, definisi dari perilaku (reduksi) faktor q (atau R) memungkinkan bahwa kekuatan tinggi dari sistem elastis linear memiliki penyerapan energi nol dapat digantikan oleh perilaku disipasi efektif dari sistem elastoplastis dengan kekuatan geser dasar yang q kali lebih rendah (setidaknya perpindahan lebih berperan). Meskipun tidak ada pertanyaan tentang perlunya daktilitas, peran disipasi energi masih tidak sempurna untuk dipahami.

Disipasi energi biasanya dipahami sebagai proxy untuk redaman viscous, sebuah konsep yang mungkin pertama kali melalui teknik linearisasi ekivalen. Metode tersebut memberikan perkiraan (rata-rata) perpindahan nonlinier osilator elastoplastis dengan memakai struktur SDOF linear ekivalen dengan periode yang lebih lama (diperkirakan pada kekakuan secant) dan ditandai dengan nilai


(55)

peningkatan redaman viscous. Peningkatan redaman disediakan sebagai fungsi langsung dari luas area di bawah kurva gaya-deformasi dari osilator nonlinier, kuantitas berhubungan baik dengan disipasi histeresis kuasi-statis. Hal ini tidak mengherankan bahwa disipasi energi yang lebih tinggi tampaknya menjadi setara dengan redaman tinggi, maka dari itu kinerja lebih baik.

2.5.1 Energi Histeresis Demand

Dalam perencanaan berdasarkan energi, kita harus membatasi kerusakan struktur dengan memberikan daktilitas dan kapasitas dissipasi energi yang cukup melalui histeresis dan redaman dalam struktur. Potensi kerusakan berhubungan dengan energi histeresis demand maksimum selama eksitasi dan selama perjalanan leleh terbesar. Kebutuhan energi histeresis dapat dihitung dari spektrum energi input jika rasio energi histeretik maksimum dengan energi input maksimum Ehm / Eirm diketahui. Untuk menguji hubungan antara energi histeresis dan potensi kerusakan tiga rasio energi dianggap:

1. Rasio maksimum histeresis untuk energi input (Eh/Eir) m umumnya terjadi selama perjalanan leleh terbesar.

2. Rasio energi histeresis maksimum energi input maksimum Ehm / Eirm terjadi pada akhir eksitasi.

3. Jumlah sama dengan Neq.

) 1 ( ) 1 ( ) ( 2 y hm y y hm y m y hm eq ku E u f E u u f E


(56)

33

Dimana:

um = deformasi maksimum.

uy = deformasi leleh.

= um / uy adalah rasio daktilitas.

2.6 Karakteristik Gempa

Sebagaimana kita ketahui kerusakan yang diakibatkan gempa khususnya pada bangunan sangat tergantung terhadap karakteristik gempa. Akan dijelaskan beberapa karakteristik gempa dari beberapa sumber yang penulis ketahui.

2.6.1 Percepatan Puncak Tanah

Percepatan permukaan setempat adalah yang langsung mempengaruhi konstruksi. Karena itu, hal ini merupakan titik tolak dari perhitungan bangunan tahan gempa.

Percepatan adalah parameter yang menyatakan perubahan kecepatan mulai dari keadaan diam sampai pada kecepatan tertentu. Percepatan gelombang gempa yang sampai di permukaan bumi disebut percepatan tanah, dan merupakan gangguan yang perlu dikaji untuk setiap gempa, kemudian dipilih percepatan tanah yang maksimum untuk dipetakan agar bisa memberikan pengertian tentang efek paling parah yang pernah dialami suatu lokasi.


(57)

2.6.2 Durasi Gempa

Lamanya durasi gempa menentukan tingkat masukan energi ke dalam struktur, dan harus dipertimbangkan dalam semua analisis respon struktur linear dan non-linear. Ini memiliki peran penting dalam analisis likuifaksi (Trifunac, 1995) dan pemindahan permanen tanah, dan dalam prosedur dan algoritma untuk penilaian probabilistik respon struktur terhadap gempa bumi. Sebagai contoh, studi tentang distribusi statistik puncak pada respon struktur mengharuskan durasi gempa ditentukan. Studi ini menentukan probabilitas terlampaui tingkat perpindahan, gaya geser atau momen guling, untuk sejumlah waktu tertentu, pada setiap tingkat bangunan bertingkat. Durasi goncangan yang kuat juga diperlukan untuk generasi akselerogram buatan site-specific.

Pentingnya durasi gemetar untuk respon non-linear telah diakui, tetapi masih tidak digunakan dalam peraturan perencanaan bangunan. Pengaruh kelelahan dan leleh non-linear diabaikan, atau dianggap dengan cara yang disederhanakan. Definisi durasi yang jelas dan langsung, dan model skala menghubungkannya dengan parameter sumber gempa (Trifunac dkk.), karakteristik jalur propagasi, dan kondisi tanah daerah geologi dan lokasi di lapangan, diminta untuk memasukkan durasi dalam analisis dan desain struktur.

Penelitian pertama durasi gerak yang kuat tidak menyajikan definisi kuantitatif atau ketergantungan pada besarnya dan jarak episentral. Dalam studi yang diikuti, durasi didefinisikan sebagai interval waktu antara pertama dan terakhir kali ketika percepatan melebihi tingkat 0.05g atau interval waktu selama 90% dari total energi tercatat di stasiun (Trifunac dan Brady, 1975).


(58)

35

2.7 Getaran Gempa

Runtuhnya bagian antar muka pada sesar aktif, baik itu pada sesar mendatar (strike-slip fault), sesar normal (normal fault) maupun sesar terbalik (reverse fault), adalah merupakan sumber gempa. Luas dan volume bagian yang runtuh tersebut akan mempengaruhi besarnya energi yang dilepaskan ke segala arah dari dalam kerak bumi sampai ke permukaan bumi dalam bentuk gelombang getaran. Rekaman getaran gempa tidak mudah untuk diperoleh di Indonesia dan juga di banyak negara berkembang di berbagai belahan dunia yang terletak di kawasan rawan gempa. Sehingga model getaran gempa diperlukan untuk mewakili getaran gempa yang terjadi di lokasi. Getaran seperti ini disebut dengan gerakan tanah artifisial dan simulasi. Pada makalah ini semua getaran gempa yang tidak asli berasal dari patahan yang ditinjau disebut dengan model getaran gempa sedangkan proses membuatnya disebut dengan pemodelan getaran gempa.

Pemodelan getaran gempa terdiri dari:

1. Mengadopsi rekaman getaran gempa dari kawasan lain dan menskalakannya ke spektrum rencana gempa.

2. Mensimulasikan getaran gempa dan menskalakannya ke spektrum rencana gempa.

Pemodelan getaran gempa berdasarkan rekaman getaran gempa dari kawasan lain sangat lazim dipakai di dalam praktek karena lebih mudah dan praktis di dalam pelaksanaannya.

Rekaman yang harus dipilih adalah rekaman gerakan tanah yang didapat di suatu lokasi yang mirip kondisi geologi, topografi dan seismotektoniknya (magnituda


(59)

gempa, jarak lokasi ke sumber gempa, dan jenis sesar aktif) dengan lokasi tempat struktur bangunan gedung yang ditinjau berada (SNI 03-1726-2003). Untuk mengurangi ketidak-pastian mengenai kondisi lokasi ini, SNI 1726-2002 telah mengatur bahwa paling sedikit harus ditinjau 4 buah rekaman getaran gempa, dari 4 gempa yang berbeda untuk analisa repon riwayat waktu salah satunya harus diambil dari Gempa El Centro N-S yang telah direkam pada tanggal 15 Mei 1940 di California.

Metode pemilihan rekaman gempa lain adalah berdasarkan konsep probabilitas yang sudah mulai sering dipakai seperti yang diusulkan oleh Prof. Baker dari Universitas Stanford. Baker memperkenalkan cara memilih sekumpulan rekaman gempa yang dinamakan conditional mean spectrum (CMS). Dalam CMS, pertama-tama nilai spektrum percepatan disain pada perioda alami struktur ditentukan. Kemudian rekaman dipilih dari database berdasarkan skenario magnituda dan jarak terdekat. Setelah mengubah semua rekaman ke bentuk spektrum respon (Sa) dan ke bentuk log Sa, nilai rata-rata dan standar deviasinya kemudian dihitung. Lalu nilai epsilon (conditional mean) ditentukan untuk semua perioda dan dikalikan terhadap koefisien korelasi. Kemudian CMS dapat ditentukan dengan menjumlahkan nilai rata-rata log Sa kepada hasil kali epsilon dengan standar deviasi logaritma Sa.

Respon struktur terhadap berbagai jenis rekaman gempa akan berbeda secara signifikan. Respon struktur bertingkat banyak akan mengalami deformasi yang lebih besar bila terkena getaran gempa dekat dibanding bila struktur tersebut mengalami getaran gempa jauh. Struktur bertingkat banyak yang terkena getaran gempa dekat epek pulsa (fulse effect) akan memberikan respon yang cenderung besar pada kondisi


(60)

37

ragam getar yang tinggi (higher mode effect). Ini berbeda bila struktur tersebut terkena getaran gempa dekat epek simpangan permanen dimana struktur akan cenderung memberikan respon yang besar pada kondisi ragam getar alami. Berdasarkan hal ini maka rekaman gempa harus dipilih secara hati-hati untuk analisa riwayat waktu.

2.8 Penskalaan Gempa

Untuk analisa riwayat waktu (time history analysis), rekaman gerakan tanah dipilih dan dijadikan sebagai respon spektrum disain. Ada beberapa metode dalam menskalakan gempa. Dibawah ini akan dijelaskan bebarapa metode menskalakan gempa.

2.8.1 Skala PGA (Peak Ground Acceleration)

Teknik skala ini yaitu memasukkan beberapa catatan gempa kemudian di

match terhadap PGA target yaitu PGA peraturan gempa:

gmr ds PGA

PGA factor

Scala (2.29)

Dimana:

PGAds = PGA desain spekrum.


(61)

2.8.2 Skala Ordinat

Teknik skala ini yaitu penskalaan berdasarkan nilai respon spektrum pada perioda T yang sama dengan perioda alami struktur (T1) disingkat RSA (T1), mengacu kepada spektra desain yang ada pada peraturan gempa:

gmr ds T T factor Scala 1 1 (2.30) Dimana:

T1ds = T1desain spekrum.

T1gmr = T1ground motion record.

2.8.3 Least Square

Teknik skala ini yaitu dengan memasukkan beberapa catatan gempa dan kemudian meminimalisir perbedaan antara jumlah total percepatan catatan gempa dengan spektra disain yang ada pada peraturan. Percepatan yang diambil yaitu pada 4 mode (T1, T2, T3 dan T4):

2 4 2 3 2 2 2 1 4 4 3 3 2 2 1 1 6 . 0 6 . 0 6 . 0 6 . 0 6 . 0 6 . 0 6 . 0 6 . 0 r r r r r s r s r s r s factor

Scala (2.31)

Dimana:

S1 = percepatan pada spektra desain pada T1.

S2 = percepatan pada spektra desain pada T2.

S3 = percepatan pada spektra desain pada T3.

S4 = percepatan pada spektra desain pada T4.


(62)

39

r2 = percepatan pada rekaman gempa pada T2.

r3 = percepatan pada rekaman gempa pada T3.

r4 = percepatan pada rekaman gempa pada T4.

2.8.4 Partial Area

Teknik skala ini yaitu luas area percepatan respon spektrum rekaman gempa dan luas area pada percepatan respon spektrum yang ada diperaturan tetapi area yang diambil adalah area pada 1.2 T1 sampai dengan T2:

record motion ground input under area spectrum et under targ area factor

Scala (2.32)

2.8.5 PSa

Teknik skala ini memerlukan area dibawah input spectrum dan target spectrum sehingga sama pada peride 0 – 2 detik:

(2.33)

2.8.6 ASCE-7

Teknik skala ini memiliki metode yang sama dengan Partial Area perbedaan terletak pada periode yang ditinjau. Disini yaitu diantara 0.2T1 dan 1.5T1:

(2.34) record motion ground input under area spectrum et under targ area factor Scala record motion ground input under area spectrum et under targ area factor Scala


(63)

2.8.7 Spectrum Matching

Metode numerik untuk penyesuaian spektra telah diusulkan termasuk oleh Hancock dkk. (2006). Metode Hancock dkk. ini dipakai di dalam program SeismoMatch dan RSPMatch.

2.9 Accelelogram

Perbedaan gempa menghasilkan gerakan tanah dengan karakteristik gempa yang berbeda juga, gerakan tanah (ground motion) juga mengandung intensitas, frekuensi dominan dan durasi yang berbeda. Untuk melakukan analisa riwayat waktu (time history analysis) pada bangunan sangat di pertimbangkan, penskalaan berdasarkan nilai respon spektrum pada perioda T yang sama dengan perioda alami struktur (T1) disingkat RSA (T1), mengacu kepada spektra desain yang ada pada peraturan gempa. Ke empat accelerogram berbeda dipilih dari data PEER tahun 2011. Rekaman gerakan tanah pilihan (atau juga hasil simulasi) ini kemudian harus diskalakan berdasarkan spektrum respon percepatan disain setempat untuk rentang perioda alami 0,2T sampai dengan 1,5T. Hal ini dibuat agar seluruh ragam getar yang dimiliki struktur dapat terakomodir dalam analisa riwayat waktu. Metode penskalaan gerakan tanah ini disebut dengan metode penyesuaian spektra (spectral matching). Sejumlah metode numerik untuk penyesuaian spektra telah diusulkan termasuk oleh Hancock dkk. (2006). Metode Hancock dkk. ini dipakai di dalam program SeismoMatch.

Accelerogram ini disesuaikan (matching) terhadap respon spektrum desain


(64)

41

catatan accelerogram target spektrum menggunakan software seismomatch sampai dengan periode fundamental (T1). Rincian ground motion diberikan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1.Ground Motion

No. Tahun Nama Gempa Magnitude Stasiun PGA (g) 1. 1980 Imperial Valley 6.53 El Centro 0.31

2. 1989 Loma Prieta 6.93 Capitola 0.53

3. 1994 Northridge 6.69 Bevery Hills 0.44


(65)

3.1 Modelisasi Struktur

Penelitian mengenai indeks kerusakan pada struktur berdasarkan energi harus dilakukan menggunakan proses pengukuran dan modelisasi struktur. Sehingga dapat dilakukan pencocokan antara besar tingkat kerusakan nyata pada suatu struktur dan seberapa besar tingkat kerusakan di dalam modelisasi struktur. Sebagai contoh adalah gedung Hotel Van Nuys yang rusak akibat gempa Northridge 1994, secara global lokasi kerusakan pada gedung ini telah di ketahui.

Namun, pada kesempatan ini penelitian hanya difokuskan untuk melakukan modelisasi struktur dalam kondisi tanpa kerusakan, tetapi peneliti akan memberikan gaya-gaya gempa kuat yang pernah terjadi di dunia. Sebagaiman telah disebutkan pada Bab I, langkah awal yang dilakukan yaitu merencanakan struktur baja sesuai dengan SNI 03-1726-2002 dengan data-data yang telah disesuaikan. Setelah struktur di desain dan memenuhi syarat terhadap SNI 03-1726-2002 dan SNI 03-1729-2002, dilanjutkan dengan melihat bagaimana perilaku struktur tersebut akibat pemberian ke-4 gaya gempa tersebut.

Untuk mempercepat pemodelan maupun perencanaan struktur, penulis menggunakan bantuan piranti lunak dengan menggunakan program analisa struktur dan desain struktur yang sudah tak asing lagi kita kenal yaitu program SAP 2000.


(66)

43

Untuk menghitung besarnya energi yang terdapat dalam struktur tersebut digunakan program komputer juga yaitu dengan menggunakan program Abaqus.

Sistem struktur akan dimodelkan dengan menggunakan metode elemen hingga. Dimana pada sebagian besar kasus system struktur akan dimodelkan dengan elemen portal 2 dimensi (space frame).

Pada penelitian ini, seluruh sistem struktur yang dibentuk dimodelkan dalam dua dimensi dan secara fungsi elemen penyusun struktur dibedakan kedalam kolom (elemen vertikal) dan balok (elemen horizontal). Gambar 3.1, 3.2, dan 3.3 berikut adalah gambar pemodelan sistem struktur yang dilakukan pada penelitian ini:


(67)

(68)

45


(69)

Gambar 3.3 Steel Moment Resisting Frame (SMRF 4)

3.2 Input Data

3.2.1 Dimensi Struktur

Sistem struktur pada penelitian ini, tinggi tingkat-1 yaitu = 450 cm dan untuk tingkat berikutnya 2 sampai lantai diatasnya yaitu sama 380 cm, untuk panjang bentang 800 cm, 600 cm, dan 800 cm.

Untuk dimensi struktur dapat diketahui setelah dilakukan analisa dan desain terhadap struktur tersebut.


(1)

85

5.7 Indeks Kerusakan Cosenza

Berdasarkan Tabel 5.4 maka persamaan Cosenza dapat diselesaikan, berikut diperlihatkan dalam Tabel 5.18 hasil perhitungan indeks kerusakan dan Tabel 5.19 merupakan perbandingan indeks kerusakan dan interstory drift.

Tabel 5.18 Indeks Kerusakan Cosenza

Struktur Gempa Eh (Nm) DI Kategori

SMRF 4

Kobe Rusak ringan

Lomaprieta Rusak ringan

Imperial Valley Rusak ringan

Northridge Rusak ringan

SMRF 7

Kobe Rusak ringan

Lomaprieta Rusak ringan

Imperial Valley Rusak ringan

Northridge Rusak ringan

SMRF 10

Kobe Rusak sedang

Lomaprieta Rusak ringan

Imperial Valley Rusak ringan

Northridge Rusak ringan

Tabel 5.19 Perbandingan Indeks Kerusakan dan Interstory Drift

Struktur Gempa DI

(Boz rquez) DI (Cosenza) Interstory Drift (%) SMRF 4 Kobe Lomaprieta Imperial Valley Northridge SMRF 7 Kobe Lomaprieta Imperial Valley Northridge SMRF 10 Kobe Lomaprieta Imperial Valley Northridge


(2)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah di lakukan ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil, adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah:

1. Bahwa dengan jenis gempa yang sama tetapi ditinjau terhadap struktur yang berbeda, ternyata belum tentu memiliki respon struktur yang sama, ini disebabkan karena respon struktur itu tidak hanya di pengaruhi oleh properti dinamis struktur tetapi juga karakter dari jenis gempa.

2. Dilihat dari struktur yang sama dapat disimpulkan besarnya Ei dipengaruhi oleh PGA dan durasi gempa, hubungan antara Ei dengan PGA dan durasi gempa adalah dengan semakin besarnya PGA dan durasi maka semakin besar juga Ei yang terjadi.

3. Dari hasil perhitungan dapat kita lihat nilai indeks kerusakan pada persamaan Boz rquez untuk ketiga bangunan tersebut dipengaruhi oleh gempa Kobe dimana besarnya untuk SMRF 4 sebesar 0,147 (rusak ringan), SMRF 7 sebesar 0,079 (rusak ringan), dan untuk SMRF 10 sebesar 0,154 (rusak ringan).

4. Untuk persamaan Cosenza, nilai indek kerusakan terbesar dipengaruhi oleh gempa Kobe juga, dimana untuk SMRF 4 sebesar 0,170 (rusak ringan),


(3)

87

SMRF 7 sebesar 0,176 (rusak ringan) dan SMRF 10 sebesar 0,260 (rusak sedang).

5. Inter-story drift sebagai indikator kerusakan yang disebabkan oleh gempa tidak dapat digunakan, karena inter-story drift tidak berhubungan langsung dengan kerusakan struktur.

6.2 SARAN

Ada beberapa saran yang diperlukan untuk mengetahui lebih jauh hubungan antara energi, kerusakan, dan struktur diantaranya:

1. Melakukan analisa untuk struktur yang lebih kompleks lagi dan dengan menambah data gempa yang lebih banyak lagi.

2. Melakukan analisa untuk struktur yang memakai anti gempa, yang bertujuan untuk melihat seberapa besar anti gempa tersebut bekerja dan melakukan analisa dari segi ekonomis struktur yang memakai dan tanpa anti gempa.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2002. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Akbas, B. 1997. Energy-Based Earthquake Resistant Design Of Steel Moment Resisting Frames. Ph.D thesis, Department of Civil and Architectural Engineering, Illinois Institute of Technology.

Akbas, B., Shen, J. and Hao, H. 2001. Energy Approach In Performance-Based Design Of Steel Moment Resisting Frames For Basic Safety Objective. Struct. Des. Tall Build., 10(8), 193-217.

Akiyama H. 1985. Earthquake-Resistant Limit-State Design For Building. The University of Tokyo Press, Tokyo, Japan.

Banon, H., Biggs, J. M.. and Irvine, H..M. 1981. Seismic Damage In Reinforced Concrete Members. Journal of Structural Engineering, ASCE107(9), 1713– 1729.

Bojórquez, E., Ruiz, S.E. and Terán-Gilmore, A. 2008. Reliability-Based Evaluation Of Steel Structures Using Energy Concepts. Engineering Structures 30:6, 1745-1759.

Boz rquez, E. Reyes-Salazar, A. Terán-Gilmore, A. and Ruiz, S.E. 2010. Toward Seismic Design Of Steel Frames Using An Energy-Based Damage Index, ECEE.

Bruneau, M. and Wang, N. 1996. Some Aspects Of Energy Methods For The Inelastic Seismic Response Of Ductile Sdof Structures. Eng. Struct., 18(1), 1-12.


(5)

Chopra, A.K. 1995. Dynamics of Structures: Theory and Applications to Earthquake Engineering. Prentice Hall Inc., New Jersey.

Cosenza, E., Manfredi, G. and Ramasco, R. 1993. The Use Of Damage Functionals In Earthquake Engineering: A Comparison Between Different Methods. Earthquake Engineering and Structural Dynamics 22, 855–868.

Fajfar P., Vidic T., and Fischinger M. 1989. Seismic Design In Medium-And Long-Period Structures, Earthquake Eng. Struct. Dyn., 18, pp. 1133-1144.

Hancock, J. J., Watson-Lamprey, J., Abrahamson, N.A., Bommer, J.J., Markatis, A., McCoy , E., Mendis, R. 2006. An Improved Method Of Matching Response Spectra Of Recorded Earthquake Ground Motion Using Wavelets. Journal of Earthquake Engineering, 10(1), 67–89.

Hastomo, B. 2009. Analisis Pengaruh Sifat Mekanik Material Terhadap Distribusi Tegangan Pada Proses Deep DrawingProduk End Cup Hub Body Makerdengan Menggunakan Software Abaqus 6.5-1. Tugas Akhir Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Housner, G. W. 1956. Limit Design Of Structures To Resist Earthquakes. First World Conference on Earthquake Engineering, Berkeley, California.

Hwang, T. H. and Scribner, C. F. 1984. R/C Member Cyclic Response During Various Loadings. Journal of Structural Engineering, ASCE 110(3), 477– 489.

Kuwamura H. and Galambos T.V. 1989. Earthquake Load For Structural Reliability. J. Struct. Eng., ASCE, 115(6), pp. 1446-1462.


(6)

Park, Y. J. and Ang, A. H. S. 1985. Mechanistic Seismic Damage Model For Reinforced Concrete. Journal of Structural Engineering, ASCE 111(4), 722– 739.

Roufaiel, M. S. L. and Meyer, C. 1987. Analytical Modeling Of Hysteretic Behavior Of R/C Frames. Journal of Structural Engineering, ASCE 113(3), 429–444. Sendi Aditya, P. (2010), Identifikasi Kerusakan Struktur Berdasarkan

Karakteristik Dinamik, Tesis, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok.

Teruna Daniel, R. 2013. Evaluation Of Seismic Performance On Ductile MRF System Subjected To Strong Earthquake Using Damage Index As Performance Criteria. Seminar dan Pameran HASTAG , Medan, Indonesia. Trifunac M.D. and Brady A.G. 1975. A Study On The Duration Of Strong

Earthquake Ground Motion. Bull. Seism. Soc. Amer., 65, pp.581-626. Uang, C.M. and Bertero, V.V. 1988. Use Of Energy As A Design Criterion In

Earthquake-Resistant Design. Report No. UCB/EERC-88/18, Earthquake Engineering Research Center, University of California at Berkeley.

Zahrah, T. F. and Hall, W. J. 1984. Earthquake Energy Absorption In SDOF Structures. Journal of Structural Engineering, ASCE 110(8), 1757–1772.