Latar Belakang Lahirnya Konvensi Jenewa IV Tahun 1949

menurutnya Hukum Humaniter hanya menyangkut hukum Jenewa. Sedangkan Starke dan Haryomataram menganut aliran tengah yang menyatakan bahwa Hukum Humaniter terdiri atas Hukum Jenewa dan Hukum Den Haag. 7

B. Latar Belakang Lahirnya Konvensi Jenewa IV Tahun 1949

Konvensi-konvensi Jenewa Tahun 1949 tentang Perlindungan Korban Perang Geneva Convention of 1949 for the Protection of Victims of war terdiri atas 4 Konvensi, yaitu : 8 1. Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Keadaan yang Luka dan Sakit dalam Angkatan Bersenjata di Medan Pertempuran Darat Geneva Convention for the Amelioration of the Condition of the Wounded and Sick in Armed Forces in the Field, of August 12, 1949. 2. Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Bersenjata di Laut yang Luka, Sakit, dan Korban Karam Geneva Convention for the Amelioration of the Condition of the Wounded, Sick, and Shipwrecked Members of Armed Forces at Sea, of August 12, 1949. 3. Konvensi Jenewa mengenai Perlakuan Tawanan Perang Geneva Convention relative to the Treatment of Prisoners of War, of August 12, 1949. 4. Konvensi Jenewa mengenai Perlindungan Orang Sipil di waktu Perang Geneva Convention relative to the Protection of Civilian Persons in time of War, of August 12, 1949. 7 Arlina Permanasari, Aji Wibowo, Fadillah Agus, Achmad Romsan, Supardan Mansyur, Michael G. Nainggolan, Pengantar Hukum Humaniter, Miamita Print, Jakarta, 1999, hal.8-10. 8 Direktorat Jenderal Hukum Dan Perundang-Undangan Departemen Kehakiman, Terjemahan Konvensi Jenewa Tahun 1949, Pengayoman, Jakarta, 1999, hal. iii. Universitas Sumatera Utara Yang dimana keempat konvensi tersebut di atas awal mulanya dibentuk pada Tahun 1864. Pembentukan Konvensi Jenewa 1864, dalam sejarahnya berkaitan dengan pembentukan Komite Internasional Palang Merah atau International Committee of the Red Cross ICRC. Pembentukan Konvensi Jenewa 1864, sedikit banyak, dipengaruhi dari ide yang terpublikasi dari buku “A Memory of Solferino” yang ditulis oleh salah satu pendiri ICRC, yaitu Henry Dunant. Dalam buku tersebut, Henry Dunant menggambarkan pengalamannya menyaksikan penderitaan para tentara yang menjadi korban dan tidak memperoleh pertolongan di medan bekas pertempuran di Solferino. Cerita Henry Dunant tidak terlalu terfokus pada hal-hal yang mengerikan akibat perang, tetapi justru kepada permasalahan tidak cukupnya pertolongan untuk tentara korban tersebut. Ia juga menceritakan upaya spontannya mengumpulkan para wanita setempat untuk menolong para korban tersebut dengan fasilitas seadanya. Dua dari ide yang termuat dalam buku tulisan Henry Dunant terealisasi pada Tahun 1863 dan 1864. Tahun 1863 adalah Tahun pembentukan organisasi sukarelawan yang dipersiapkan untuk membantu korban perang yang kemudian dikenal dengan ICRC. Tahun 1864 adalah Tahun pembentukan perjanjian internasional untuk melindungi korban perang dan pihak yang bertugas menolong korban perang. Adapun konferensi diplomatik yang membahas dan mengadopsi perjanjian tersebut diselenggarakan oleh negara Swiss atas himbauan dari Henry Dunant dan para pendiri ICRC. Konvensi Jenewa 1864 menjadi instrumen hukum pertama tentang kesepakatan negara di bidang Hukum Humaniter Internasional dan menjadi Universitas Sumatera Utara perjanjian pertama yang terbuka bagi setiap negara untuk ikut serta di dalamnya. Setelah itu cukup banyak pertemuan diplomatik dan antarnegara yang diselenggarakan secara teratur dan menghasilkan perjanjian-perjanjian lainnya di bidang Hukum Humaniter Internasional. Dalam perjalanannya, pembentukan perjanjian Hukum Humaniter Internasional dan norma-norma hukum yang disepakati di dalamnya banyak dipengaruhi oleh kebutuhan yang dirasakan karena peristiwa peperangan yang terjadi pada waktu itu. Di antaranya, juga dipengaruhi oleh kenyataan perkembangan teknologi dan sistem persenjataan atau metode peperangan yang digunakan. Peristiwa Perang Dunia I dan II serta berbagai perang atau konflik- konflik dalam negeri, seperti yang terjadi di Amerika Latin yang melibatkan upaya dekolonisasi dan teknik gerilya sampai pembersihan etnis di Former Yugoslavia dan genosida di Rwanda, turut memberikan kontribusi bagi pembentukan dan penyempurnaan Hukum Humaniter Internasional. Sebelum masa Perang Dunia I, telah terbentuk berbagai perjanjian Hukum Humaniter Internasional berkenaan dengan larangan dan pembatasan penggunaan senjata dan metode perang tertentu, yaitu Deklarasi St Petersburgh Tahun 1868 yang melarang penggunaan proyektil eksplosif tertentu pada saat perang dan beberapa Konvensi Den Haag 1899-1907 berkenaan dengan peperangan di darat dan laut serta larangan penggunaan racun, gas mencekik, peluru mengembang, berikut pembatasan pengiriman proyektil tertentu melalui balon udara. Setelah masa Perang Dunia II, yaitu Tahun 1945-1948, dunia melihat terbentuknya peradilan internasional terhadap penjahat perang, yaitu di Tokyo Universitas Sumatera Utara dan Nurmberg atas prakarsa para pemenang perang. Sementara itu, Konvensi Jenewa 1864 mengalami perbaikan dan penyempurnaan terakhir dengan terbentuknya empat Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 berkenaan dengan perlindungan korban perang. Tahun 1977 ditandai dengan terbentuknya dua perjanjian internasional yang merupakan tambahan atas Konvensi-Konvensi Jenewa 1949. Perjanjian Hukum Humaniter Internasional tersebut adalah Protokol Tambahan I1977 tentang Perlindungan Korban Perang pada situasi sengketa bersenjata internasional dan Protokol Tambahan II1977 tentang Perlindungan Korban Perang pada Situasi Sengketa Bersenjata non-internasional Protokol I antara lain, memuat referensi Hukum Humaniter Internasional bagi perang melawan kolonial dan pembatasan penggunaan metode perang gerilya. 9 Konvensi Jenewa IV mengenai Perlindungan Penduduk Sipil dalam waktu Perang merupakan konvensi yang sama sekali baru. Konvensi ini yang mengatur kedudukan penduduk sipil pihak-pihak yang bersengketa, baik dalam daerah pertempuran maupun daerah pendudukan serta di negara-negara netral, seluruhnya meliputi 159 pasal dan tiga buah lampiran. Persiapan untuk Konvensi Jenewa IV 1949 sudah dimulai oleh Konferensi Internasional Palang Merah yang ke XV yang diadakan di Tokyo diTahun 1934. Konferensi ini telah menyetujui suatu rancangan konvensi mengenai perlindungan penduduk sipil di negara musuh atau di negara yang diduduki musuh yang terdiri dari 40 pasal, yang dibuat untuk memenuhi rekomendasi 9 Ambarwati, Denny Ramdhany, Rina Rusman, Hukum Humaniter Internasional Dalam Studi Hubungan Internasional, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hal. 32-34. Universitas Sumatera Utara konferensi diplomatik yang diadakan di Jenewa diTahun 1929 untuk memperbarui Konvensi I dan menyusun Konvensi mengenai Perlakuan Tawanan Perang. Rancangan konvensi mengenai perlindungan penduduk sipil ini yang dikenal juga dengan nama rancangan Tokyo, yang merupakan rancangan pertama bagi Konvensi Jenewa IV yang sekarang, mula-mula akan diajukan pada suatu konferensi Diplomatik yang akan diadakan di Jenewa pada Tahun 1940. Pecahnya Perang Dunia II membatalkan niat ini. Maksud untuk memperbaharui ketiga konvensi lainnya yaitu Konvensi I, II, dan III lahir setelah Perang Dunia II berakhir diTahun 1945. Di Tahun 1946 Komite Internasional Palang Merah mengadakan suatu konferensi pendahuluan di Jenewa yang dihadiri oleh utusan-utusan Palang Merah nasional untuk membahas Konvensi-Konvensi Jenewa dan masalah-masalah yang bertalian dengan Palang Merah. Konferensi ini membahas ketiga rancangan konvensi yang sebelumnya telah dipersiapkan oleh suatu konferensi para ahli yang diadakan di Jenewa diTahun 1945. Pekerjaan persiapan di atas dilanjutkan dalam Tahun 1947 dengan diadakannya suatu konferensi di Jenewa antara ahli-ahli dari berbagai negara untuk mempelajari Konvensi- Konvensi mengenai Perlindungan Korban Perang, yang kemudian disusul dengan konsultasi antara Komite Internasional dengan beberapa pemerintah yang tidak mengirimkan wakilnya. Hasil pekerjaan- pekerjaan persiapan tersebut di atas berupa empat buah rancangan Konvensi dibicarakan pada Konferensi Internasional Palang Merah ke-XVII yang diadakan Universitas Sumatera Utara di Stockholm diTahun 1948. Rancangan-rancangan ini diterima dengan beberapa perubahan. Rancangan konvensi-konvensi inilah yang menjadi bahan perbincangan working documents daripada Konferensi Diplomatik yang diadakan di Jenewa dari tanggal 21 April hingga 12 Agustus 1949, dan yang akhirnya menghasilkan keempat konvensi mengenai perlindungan korban perang dalam bentuknya yang dikenal sekarang. 10

C. Penjelasan Konvensi Jenewa IV Tahun 1949