di Stockholm diTahun 1948. Rancangan-rancangan ini diterima dengan beberapa perubahan. Rancangan konvensi-konvensi inilah yang menjadi bahan
perbincangan working documents daripada Konferensi Diplomatik yang diadakan di Jenewa dari tanggal 21 April hingga 12 Agustus 1949, dan yang
akhirnya menghasilkan keempat konvensi mengenai perlindungan korban perang dalam bentuknya yang dikenal sekarang.
10
C. Penjelasan Konvensi Jenewa IV Tahun 1949
Penjelasan Konvensi Jenewa IV 1949 mengenai perlindungan terhadap penduduk sipil yang menjadi korban perang diatur di dalam bagian II yang berisi
tentang perlindungan umum. 1. Perlindungan Umum
Berdasarkan Konvensi Jenewa IV, perlindungan umum yang diberikan kepada penduduk sipil tidak boleh dilakukan secara diskriminatif. Dalam segala
keadaan, penduduk sipil berhak atas penghormatan pribadi, hak kekeluargaan, kekayaan dan praktek ajaran agamanya. Terhadap mereka, tidak boleh dilakukan
tindakan-tindakan sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 27-34.
11
Isi Pasal 27-34 Konvensi Jenewa IV adalah : 1. Orang-orang yang dilindungi, dalam segala keadaan berhak akan
penghormatan atas diri pribadi, kehormatan hak-hak kekeluargaan, keyakinan dan praktek keagamaan, serta adat istiadat dan kebiasaan mereka.
10
Mochtar Kusumaatmadja, Konvensi DJenewa TH. 1949 Mengenai Perlindungan Korban Perang, Binatjipta Bandung, 1968, hal. 3-4.
11
Arlina Permanasari, Aji Wibowo, Fadillah Agus, Achmad Romsan, Supardan Mansyur, Michael G. Nainggolan, Pengantar Hukum Humaniter, Miamita Print, Jakarta, 1999, hal. 170.
Universitas Sumatera Utara
Mereka selalu harus diperlakukan dengan perikemanusiaan, dan harus dilindungi khusus terhadap segala tindakan kekerasan atau ancaman-
ancaman kekerasan dan terhadap penghinaan serta tidak boleh menjadi objek tontonan umum.
Wanita harus terutama dilindungi terhadap setiap serangan atas kehormatannya, khususnya terhadap perkosaan, pelacuran yang dipaksakan,
atau setiap bentuk serangan yang melanggar kesusilaan. Tanpa
mengurangi ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan keadaan
kesehatan, umur dan jenis kelamin mereka, maka semua orang yang dilindungi harus diperlakukan dengan cara yang sama oleh Pihak dalam
sengketa dalam kekuasaan mana mereka berada, tanpa perbedaan merugikan yang didasarkan terutama pada suku, agama atau pendapat politik.
Akan tetapi Pihak-pihak dalam sengketa dapat mengambil tindakan-tindakan pengawasan dan keamanan berkenaan dengan orang-orang yang dilindungi,
yang mungkin diperlukan sebagai akibat perang Pasal 27. 2. Adanya seseorang yang dilindungi tidak boleh digunakan untuk menyatakan
sasaran-sasaran atau daerah tertentu kebal dari operasi-operasi militer Pasal 28.
3. Pihak-pihak dalam sengketa bertanggung jawab atas perlakuan yang
diberikan oleh alat-alat kelengkapannya kepada orang-orang yang dilindungi yang ada dalam tangannya, lepas dari tanggung jawab perseorangan apapun
yang mungkin ada Pasal 29.
Universitas Sumatera Utara
4. Orang-orang yang dilindungi harus memperoleh setiap fasilitas untuk berhubungan secara tertulis dengan Negara Pelindung, dengan Komite
Palang Merah Internasional, Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah Nasional Bulan Sabit Merah, Singa dan Matahari Merah dari negara-negara
tempat mereka berada, demikian pula dengan setiap organisasi yang dapat memberi bantuan kepada mereka.
Organisasi-organisasi ini harus diberikan fasilitas-fasilitas untuk maksud itu oleh penguasa-penguasa, dalam batas-batas yang ditentukan oleh
pertimbangan militer atau keamanan. Di samping kunjungan-kunjungan dan utusan-utusan Negara Pelindung serta
Komite Palang Merah Internasional, sebagaimana diatur dalam Pasal 143, maka Negara Penahan atau Negara Pendudukan harus sebanyak mungkin
memudahkan kunjungan-kunjungan kepada orang-orang yang dilindungi oleh wakil-wakil organisasi-organisasi lain yang bertujuan memberikan
bantuan spiritual atau pertolongan materil kepada orang-orang trsebut Pasal 30.
5. Terhadap orang yang dilindungi tidak boleh dilakukan paksaan phisik atau moral, terutama untuk memperoleh keterangan-keterangan dari mereka atau
dari pihak ketiga Pasal 31. 6. Pihak-pihak Peserta Agung teristimewa sepakat bahwa mereka masing-
masing dilarang mengambil tindakan apapun yang sifatnya menimbulkan penderitaan-penderitaan jasmani atau pemusnahan orang-orang yang
dilindungi yang ada dalam tangan mereka. Larangan ini tidak hanya berlaku
Universitas Sumatera Utara
terhadap pembunuhan, penganiayaan, hukuman badan, pengudungan serta percobaan-percobaan kedokteran atau percobaan-percobaan ilmiah yang
tidak diperlukan oleh perawatan kedokteran daripada seorang yang dilindungi, akan tetapi juga berlaku terhadap setiap tindakan kekuasaan
lainnya, baik yang dilakukan oleh alat-alat negara sipil maupun militer Pasal 32.
7. Orang yang dilindungi tidak boleh dihukum untuk suatu pelanggaran yang tidak dilakukan sendiri olehnya. Hukuman kolektif dan semua perbuatan
intimidasi atau terorisme dilarang. Perampokan dilarang. Tindakan pembalasan terhadap orang-orang yang dilindungi dan harta miliknya adalah
dilarang Pasal 33. 8. Penangkapan orang untuk dijadikan sandera tanggungan dilarang Pasal
34. Yang dapat disimpulkan isi dari pasal 27-34 tersebut tentang perlindungan
umum terhadap penduduk sipil yaitu adalah :
12
Melakukan pemaksaan jasmani maupun rohani untuk memperoleh keterangan;
1. Melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan jasmani;
2. Menjatuhkan hukuman kolektif;
3. Melakukan intimidasi, terorisme dan perampokan;
4. Melakukan pembalasan reprisal;
5. Menjadikan mereka sebagai sandera;
12
Ibid, hal. 171.
Universitas Sumatera Utara
6. Melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan jasmani atau permusuhan
terhadap orang yang dilindungi. Demikian besarnya perhatian yang diberikan Konvensi Jenewa untuk
melindungi penduduk sipil dalam sengketa bersenjata, sehingga konvensi ini juga mengatur mengenai pembentukan kawasan-kawasan rumah sakit dan daerah-
daerah keselamatan safety zones, dengan persetujuan bersama antara pihak- pihak yang bersangkutan Pasal 14 Konvensi Jenewa IV.
Berikut adalah isi lengkap dari Pasal 14 Konvensi Jenewa IV : Dalam waktu damai, Pihak-pihak Peserta Agung dan setelah pecahnya
permusuhan, pihak-pihak dalam permusuhan itu dapat mengadakan dalam wilayah mereka sendiri dan apabila perlu, dalam daerah yang diduduki, daerah-
daerah serta perkampungan-perkampungan rumah sakit dan keselamatan, yang diorganisir sedemikian rupa sehingga melindungi yang luka, sakit dan orang-
orang tua, anak-anak di bawah lima belas Tahun, wanita-wanita hamil serta ibu- ibu dari anak di bawah tujuh Tahun dari akibat-akibat perang.
Pada waktu pecahnya dan selama berlangsungnya permusuhan, pihak- pihak yang bersangkutan dapat mengadakan persetujuan-persetujuan tentang
pengakuan bersama daripada daerah dan perkampungan yang telah mereka adakan.
Untuk maksud ini mereka dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan dan Rencana Persetujuan yang dilampirkan pada Konvensi ini, dengan perubahan-
perubahan yang dianggap perlu.
Universitas Sumatera Utara
Negara-negara Pelindung serta Komite Palang Merah Internasional diundang untuk memberikan jasa baik mereka guna memudahkan penetapan dan
pengakuan atas rumah sakit dan daerah-daerah keselamatan serta perkampungan- perkampungan.
Pembentukan kawasan ini terutama ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada orang-orang sipil yang rentan terhadap akibat perang, yaitu
orang yang luka dan sakit, lemah, perempuan hamil atau menyusui, perempuan yang memiliki anak-anak balita, orang lanjut usia dan anak-anak. Daerah
keselamatan ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1.
Daerah-daerah kesehatan hanya boleh meliputi sebagian kecil dari wilayah yang diperintah oleh negara yang mengadakannya.
2. Daerah-daerah itu harus berpenduduk relatif lebih sedikit dibandingkan
dengan kemungkinan-kemungkinan akomodasi yang terdapat disitu. 3.
Daerah-daerah itu harus jauh letaknya dan tidak ada hubungannya dengan segala macam objek-objek militer atau bangunan-bangunan industri dan
administrasi yang besar. 4.
Daerah-daerah seperti itu tidak boleh ditempatkan di wilayah-wilayah yang menurut perkiraan, dapat dijadikan areal untuk melakukan peperangan.
Berkaitan dengan perlakuan terhadap orang-orang yang dilindungi, perlakuan khusus harus diberikan terhadap anak-anak. Para pihak yang
bersangkutan diharuskan untuk memelihara anak-anak yang sudah yatim piatu atau terpisah dengan orangtua mereka.
Universitas Sumatera Utara
Di antara penduduk sipil yang harus dilindungi, terdapat beberapa kelompok orang-orang sipil yang perlu dilindungi, seperti :
1 Orang asing di wilayah pendudukan Pada waktu pecah perang antara negara yang warga negaranya berdiam di
wilayah negara musuh, maka orang-orang asing ini merupakan warga negara musuh. Walaupun demikian, mereka tetap mendapatkan penghormatan dan
perlindungan di negara dimana mereka berdiam. Berdasarkan pasal 35 Konvensi Jenewa IV, mereka harus diberi ijin untuk meninggalkan negara tersebut. Jika
permohonan mereka ditolak, mereka penolakan tersebut dipertimbangkan kembali. Permintaan tersebut ditujukan kepada pengadilan atau badan
administrasi yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas itu.
13
Berikut adalah isi lengkap dari Pasal 35 Konvensi Jenewa IV: Semua orang yang dilindungi yang berkehendak meninggalkan wilayah
pada permulaan, atau selama berlangsungnya suatu sengketa, boleh berbuat demikian, kecuali apabila keberangkatannya itu bertentangan dengan
kepentingan-kepentingan nasional dari negara itu. Permohonan-permohonan orang tersebut untuk berangkat harus diputuskan sesuai dengan prosedur-
prosedur secara teratur dan keputusan harus diambil secepat mungkin. Orang- orang yang diizinkan untuk berangkat dapat melengkapi diri mereka dengan
dana-dana yang diperlukan untuk perjalanan mereka dan membawa serta satu jumlah yang pantas dari milik dan barabg-barang untuk pemakaian pribadi.
13
Ibid, Hal. 171-173.
Universitas Sumatera Utara
Apabila ada seorang ditolak permintaannya untuk meninggalkan wilayah itu, maka ia berhak supaya penolakan itu dipertimbangkan kembali selekas
mungkin oleh sebuah pengadilan atau dewan administratif, yang ditunjuk oleh Negara Penahan untuk maksud itu.
Atas permintaan, maka wakil-wakil Negara Pelindung harus, kecuali apabila bertentangan dengan alasan-alasan keamanan, atau apabila orang-orang
yang bersangkutan berkeberatan, diberitahu alasan-alasan penolakan dari tiap permohonan izin untuk meninggalkan wilayah dan kepada wakil-wakil itu harus
diberi secepat mungkin nama-nama semua orang yang tidak diberi izin untuk berangkat.
Hukum yang berlaku bagi mereka harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku di masa damai hukum tentang orang asing. Perlindungan
minimum atas hak asasi manusia mereka harus dijamin. Oleh karena itu mereka harus dimungkinkan untuk tetap menerima pembayaran atas pekerjaannya,
menerima bantuan, perawatan kesehatan, dan sebagainya. Sebaliknya, negara penahan juga diperbolehkan mengambil tindakan yang perlu seperti membuat
laporan regular ke kantor polisi, atau menentukan tempat tinggal tertentu jika keadaan keamanan yang mendesak mengharuskan orang-orang asing ini untuk
berpindah tempat tinggal Pasal 42 Konvensi Jenewa IV.
14
Berikut ini adalah isi lengkap dari Pasal 42 Konvensi Jenewa IV :
14
Ibid, Hal. 173.
Universitas Sumatera Utara
Penginterniran orang-orang yang dilindungi atau penempatan mereka di tempat-tempat tinggal yang ditunjuk hanya dapat diperintahkan apabila keamanan
Negara Penahan betul-betul memerlukannya. Apabila seseorang, melalui wakil-wakil Negara Pelindung, dengan
sukarela mohon penginterniran dan apabila keadaannya menyebabkan perlu diambil tindakan tersebut, maka ia akan diinternir oleh kekuasaan dalam tangan
siapa ia pada waktu itu berada. Mereka juga dapat dipindahkan ke negara asal mereka kapan saja, dan
apabila masih ada, mereka harus dipulangkan pada saat terakhir setelah berakhirnya permusuhan. Mereka dapat diserahkan melalui negara ketiga. Harus
pula terdapat jaminan bahwa mereka tidak akan diajukan ke pengadilan karena keyakinan politik atau agama yang mereka anut.
2 Orang yang tinggal di wilayah pendudukan Dalam wilayah pendudukan, penduduk sipil sepenuhnya harus dilindungi.
Penguasa Pendudukan occupying power tidak boleh mengubah hukum yang berlaku di wilayah tersebut. Dengan perkataan lain, hukum yang berlaku di
wilayah tersebut adalah hukum dari negara yang diduduki. Oleh karena itu, perundang-undangan nasional dari negara yang diduduki masih berlaku secara
de jure, walaupun yang berkuasa atas wilayah pendudukan adalah Penguasa Pendudukan secara de facto. Sejalan dengan hal ini, maka Pemerintah Daerah di
wilayah yang diduduki, termasuk pengadilannya, harus diperbolehkan untuk melanjutkan aktivitas-aktivitas mereka seperti sedia kala.
Universitas Sumatera Utara
Orang-orang sipil di wilayah ini harus dihormati hak-hak asasinya; misalnya mereka tidak boleh dipaksa bekerja untuk Penguasa Pendudukan, tidak
boleh dipaksa untuk melakukan kegiatan-kegiatan militer. Penguasa Pendudukan bertanggung jawab untuk memelihara dinas-dinas kesehatan, rumah sakit dan
bangunan-bangunan lainnya. Perhimpunan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah Nasional harus tetap diperbolehkan untuk melanjutkan tugas-tugasnya. Penguasa
Pendudukan juga harus memperhatikan kesejahteraan anak-anak, serta menjamin kebutuhan makanan dan kesehatan penduduk Pasal 50 Konvensi Jenewa IV;
dan bila Penguasa Pendudukan tidak mampu melakukan hal tersebut maka mereka harus mengijinkan adanya bantuan yang datang dari luar negeri, sesuai
dengan Pasal 59-61 dan sebagainya.
15
Berikut adalah isi lengkap dari pasal 50,59,60 dan 61 Konvensi Jenewa IV:
Kekuasaan Pendudukan, dengan bantuan penguasa-penguasa nasional dan lokal, harus membantu kelancaran bekerja semua lembaga yang bertujuan untuk
perawatan dan pendidikan anak-anak. Kekuasaan Pendudukan harus mengambil segala tindakan yang perlu
untuk memudahkan identifikasi anak-anak dan pendaftaran dari asal-usul mereka. Kekuasaan Pendudukan bagaimanapun juga, tidak boleh merubah kedudukan
pribadi mereka, atau memasukkan mereka dalam kesatuan-kesatuan atau organisasi-organisasi kekuasaannya.
15
Ibid, hal. 173-174.
Universitas Sumatera Utara
Apabila lembaga-lembaga setempat tidak mencukupi untuk tujuan itu, maka Negara Pendudukan harus mengatur pemeliharaan dan pendidikan anak-
anak yatim piatu atau anak-anak yang terpisah dari ibu bapaknya sebagai akibat peperangan, dan yang tidak dapat dipelihara dengan baik oleh kerabat atau
kawan. Pemeliharaan dan pendidikan ini jika mungkin dilakukan oleh orang- orang yang sama kebangsaan, bahasa dan agamanya.
Suatu seksi khusus dari Biro yang didirikan sesuai dengan Pasal 136, akan bertanggung jawab atas segala tindakan yang perlu diambil untuk
mengidentifikasi anak-anak yang identitasnya diragukan. Keterangan-keterangan mengenai ibu-bapak atau keluarga mereka yang dekat, selalu harus dicatat apabila
ada. Kekuasaan Pendudukan tidak boleh menghalang-halangi diadakannya
tindakan-tindakan istimewa mengenai makanan, pengobatan dan perlindungan terhadap akibat-akibat perang yang mungkin telah diadakan sebelum pendudukan
dan yang telah diadakan untuk manfaat anak-anak di bawah lima belas Tahun, wanita hamil, dan ibu-ibu dari anak-anak di bawah tujuh Tahun Pasal 50.
Apabila seluruh atau sebagian dari penduduk sesuatu wilayah yang diduduki tidak mempunyai persediaan-persediaan cukup, maka Kekuasaan
Pendudukan harus menyetujui rencana-rencana pemberian bantuan bagi penduduk tersebut, dan harus membantu rencana-rencana tersebut, dengan segala
kesanggupan yang ada padanya. Rencana-rencana bantuan tersebut, yang mungkin diadakan, atau oleh
negara-negara atau organisasi-organisasi kemanusiaan yang tidak memihak
Universitas Sumatera Utara
seperti Komite Palang Merah Internasional, terutama harus berisikan pemberian- pemberian kiriman bahan makanan, persediaan obat-obatan dan pakaian.
Semua Pihak Peserta harus mengizinkan lalul lintas bebas daripada kiriman-kiriman ini, dan harus menjamin perlindungannya.
Akan tetapi suatu negara yang mengizinkan perjalanan bebas kiriman- kiriman yang menuju ke wilayah yang diduduki oleh pihak lawan dalam
sengketa, berhak untuk memeriksa kiriman-kiriman itu untuk mengatur perjalanannya sesuai dengan waktu dan rencana perjalanan yang telah ditentukan,
dan berhak untuk mendapat jaminan sepantasnya dari Negara Pelindung bahwa kiriman-kiriman itu akan dipergunakan untuk menolong penduduk yang
membutuhkannya dan tidak akan dipergunakan untuk keuntungan Kekuasaan Pendudukan Pasal 59.
Kiriman-kiriman sumbangan sekali-sekali tidak akan membebaskan Kekuasaan Pendudukan dari kewajiban dan tanggung jawab apapun dibawah
Pasal 55, 56 serta Pasal 59. Kekuasaan Pendudukan bagaimanapun juga tidak boleh membelokkan kiriman-kiriman sumbangan itu dari tujuannya yang
dimaksudkan semula, kecuali dalam hal-hal keperluan yang mendesak, guna kepentingan-kepentingan penduduk wilayah yang diduduki dan dengan
persetujuan Negara Pelindung Pasal 60. Pembagian kiriman-kiriman sumbangan yang tercantum dalam pasal-pasal
di atas, harus diselenggarakan dengan kerja sama dan di bawah pengawasan Negara Pelindung. Kewajiban ini, dengan persetujuan dari Kekuasaan
Pendudukan dan Negara Pelindung, dapat juga diserahkan kepada suatu Negara
Universitas Sumatera Utara
Netral, kepada Komite Palang Merah Internasional atau kepada setiap badan kemanusiaan lain yang tidak memihak.
Kiriman-kiriman tersebut harus dibebaskan dari segala biaya, kewajiban- kewajiban pajak atau bea dalam wilayah yang diduduki, kecuali apabila hal itu
diperlukan demi kepentingan ekonomi wilayah itu. Kekuasaan Pendudukan harus memberi kelonggaran-kelonggaran untuk membantu pembagian yang cepat
daripada kiriman-kiriman itu. Segenap Pihak Peserta Agung harus berusaha untuk mengizinkan lalu
lintas dan pengangkutan yang bebas biaya dari pada kiriman-kiriman sumbangan tersebut dalam perjalanan kiriman-kiriman itu menuju wilayah yang diduduki
Pasal 61. Sebaliknya Penguasa Pendudukan, berdasarkan ketentuan pasal 64
Konvensi Jenewa IV, dapat membentuk peraturan perundang-undangan sendiri. Mereka, berdasarkan pasal 66 Konvensi Jenewa IV, juga dapat membentuk
pengadilan militer yang bersifat non-politis.
16
Berikut ini adalah isi lengkap dari pasal 64 dan 66 Konvensi Jenewa IV : Perundang-undangan hukum pidana wilayah yang diduduki akan tetap
berlaku, dengan pengecualian bahwa undang-undang tersebut dapat dicabut atau ditangguhkan pelaksanannya oleh Kekuasaan Pendudukan dalam hal-hal dimana
undang-undang ini merupakan suatu ancaman terhadap keamanannya atau merupakan penghalang bagi pelaksanaan Konvensi ini. Dengan mengingat
pertimbangan yang disebut terakhir di atas dan untuk menjamin pelaksanaan
16
Ibid, hal. 174.
Universitas Sumatera Utara
peradilan yang efektif, pengadilan wilayah yang diduduki harus terus melakukan tugasnya berkaitan dengan segala kejahatan yang diatur oleh undang-undang
hukum pidana termaksud. Akan tetapi Kekuasaan Pendudukan boleh menggunakan ketentuan-
ketentuan hukum atas penduduk wilayah yang diduduki, yang perlu untuk memungkinkan Kekuasaan Pendudukan memenuhi kewajiban-kewajibannya
menurut Konvensi ini, untuk memelihara pemerintahan yang teratur dari wilayah dan untuk menjamin keamanan Kekuasaan Pendudukan, anggota dan harta milik
angkatan perang atau pemerintah pendudukan dan pula untuk keamanan gedung- gedung dan saluran-saluran perhubungan-perhubungan yang mereka pergunakan
Pasal 64. Dalam hal terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum
pidana yang ditetapkan berdasarkan paragraf kedua dari Pasal 64, maka Kekuasaan Pendudukan dapat menyerahkan si tertuduh kepada pengadilan-
pengadilan militer yang non politis dan yang dibentuk dengan sewajarnya, dengan syarat bahwa pengadilan tersebut bersidang di wilayah negara yang
diduduki. Pengadilan-pengadilan banding sebaiknya bersidang di wilayah yang diduduki Pasal 66.
Namun, adanya pembentukan tersebut tidak boleh melepaskan kewajibanPenguasa Pendudukan untuk tetap melaksanakan kewajibannya sesuai
dengan Konvensi Jenewa, untuk memelihara keamanan dan ketertiban, dan untuk menjaga segala infra struktur di daerah tersebut agar tetap dapat berfungsi
sebagaimana sedia kala. Dalam melakukan kegiatan peradilan, Penguasa
Universitas Sumatera Utara
Pendudukan juga harus menghormati dan menerapkan asas-asas hukum umum general principles of law, terutama asas hukum yang menyatakan bahwa
hukuman yang dijatuhkan haruslah seimbang dengan pelanggaran yang dilakukan Pasal 67 Konvensi Jenewa IV; pidana mati hanya boleh dijatuhkan terhadap
kasus pelanggaran berat, seperti mata-mata, sabotase terhadap peralatan militer, atau karena pelanggaran yang disengaja yang memang dapat dijatuhi hukuman
mati menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku Pasal 68 Konvensi Jenewa IV.
17
Berikut ini adalah isi lengkap dari pasal 67 dan 68 Konvensi Jenewa IV : Pengadilan-pengadilan itu hanya boleh menggunakan ketentuan-ketentuan
hukum yang telah berlaku sebelum pelanggaran yang dituduhkan, dan yang sesuai dengan azas-azas hukum umum, terutama azas bahwa hukuman harus
seimbang dengan pelanggaran yang dilakukan. Pengadilan-pengadilan itu harus turut mempertimbangkan hal bahwa yang tertuduh seorang warga negara
Kekuasaan Pendudukan Pasal 67. Orang-orang yang dilindungi yang telah melakukan suatu pelanggaran
yang khusus ditujukan untuk merugikan Kekuasaan Pendudukan akan tetapi yang tidak merupakan suatu percobaan atas jiwa dan raga anggota-anggota tentara atau
administrasi pendudukan, yang juga tidak merupakan suatu bahaya kolektif besar, maupun yang tidak merusak dengan hebat harta milik tentara dan administrasi
pendudukan atau instalasi-instalasi yang dipakai mereka, dapat dikenakan interniran atau hukuman penjara biasa, asal saja lamanya interniran atau hukuman
17
Ibid, hal. 174.
Universitas Sumatera Utara
penjara itu seimbang dengan pelanggaran yang telah dilakukan. Selanjutnya, penginterniran atau hukuman penjara untuk pelanggaran-pelanggaran tersebut,
merupakan tindakan satu-satunya yang boleh dipakai untuk merampas kebebasan orang-orang yang dilindungi.
Pengadilan-pengadilan yang dimaksudkan oleh Pasal 66 dari Konvensi ini dapat, atas kebijaksanaan sendiri, merubah hukuman penjara menjadi interniran
untuk jangka waktu yang sama. Peraturan-peraturan hukum pidana yang diumumkan oleh Kekuasaan
Pendudukan sesuai dengan Pasal-pasal 64 dan 65 hanya dapat menetapkan hukuman mati atas diri seseorang yang dilindungi, dalam hal-hal dimana orang
itu bersalah melakukan pekerjaan mata-mata, perbuatan sabotase yang berat terhadap instalasi-instalasi militer Kekuasaan Pendudukan, atau karena
pelanggaran-pelanggaran yang disengaja yang dapat dihukum dengan kematian di bawah hukum wilayah yang diduduki yang berlaku sebelum pendudukan dimulai.
Hukuman mati itu tidak boleh dijatuhkan atas diri seorang yang dilindungi, kecuali jika pengadilan sudah memperhatikan terutama hal bahwa
karena yang tertuduh itu bukan warga negara Kekuasaan Pendudukan, yang bersangkutan tidak terikat pada Kekuasaan Pendudukan oleh kewajiban
kesetiaan. Bagaimanapun juga, hukuman mati tidak boleh dijatuhkan atas diri
seorang yang dilindungi yng berumur di bawah delapan belas Tahun pada waktu pelanggaran itu dilakukan Pasal 68.
3 Interniran sipil
Universitas Sumatera Utara
Penduduk sipil yang dilindungi dapat diinternir. Ketentuan-ketentuan tentang perlakuan orang-orang yang diinternir diatur dalam Seksi IV, pasal 79-
135 Konvensi Jenewa IV. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, tindakan perampasan kebebasan dapat dilakukan apabila terdapat alasan keamanan yang
riil dan mendesak. Tindakan untuk menginternir penduduk sipil pada hakekatnya bukan merupakan suatu hukuman, namun hanya merupakan tindakan pencegahan
administratif. Oleh karena itu, walaupun penduduk sipil ini diinternir, namun mereka tetap memiliki kedudukan dan kemampuan sipil mereka dan dapat
melaksanakan hak-hak sipil mereka Pasal 80 Konvensi Jenewa IV.
18
Berikut ini adalah isi lengkap dari pasal 80 Konvensi Jenewa IV : Orang-orang yang diinternir tetap memiliki kedudukan dan kemampuan
sipil mereka sepenuhnya dan akan dapat melaksanakan hak-hak attendance yang bersangkutan dengan kedudukan sipil yang mereka miliki.
Orang-orang sipil yang dapat diinternir adalah : a
Penduduk sipil musuh dalam wilayah pihak yang bersengketa yang perlu diawasi dengan ketat demi kepentingan keamanan;
b Penduduk sipil musuh dalam wilayah pihak yang bersengketa yang dengan
suka rela menghendaki untuk diinternir; atau karena keadaannya menyebabkan ia diinternir;
c Penduduk sipil musuh dalam wilayah yang diduduki, apabila Penguasa
Pendudukan menghendaki mereka perlu diinternir karena alas an mendesak;
18
Ibid, hal. 175.
Universitas Sumatera Utara
d Penduduk sipil yang telah melakukan pelanggaran hukum yang secara khusus
bettujuan untuk merugikan Penguasa Pendudukan. Selanjutnya, para interniran sipil ini tidak boleh ditempatkan di dalam
daerah-daerah yang sangat terancam bahaya perang. Bila kepentingan militer memerlukan, tempat interniran ini harus ditandai dengan huruf “IC” TI =
Tempat Interniran; IC = Internment Camps, atau system penandaan lainnya yang disepakati. Pengurusan para interniran, harus dilakukan oleh Negara Penahan,
termasuk meliputi layaknya tempat interniran, makanan dan pakaian, kebersihan dan pengamatan kesehatan, serta kegiatan-kegiatan keagamaan. Setiap tempat
interniran, harus ditempatkan di bawah kekuasaan seorang perwira yang bertanggung jawab, yang dipilih dari anggota angkatan bersenjata tetap atau
pemerintahan sipil biasa dari Negara Penahan. Para interniran sipil, walaupun dilindungi sepenuhnya oleh Konvensi
Jenewa, tetap dapat dijatuhi sanksi pidana dan sanksi disipliner. Yang penting, penjatuhan sanksi-sanksi tersebut harus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di daerah yang diinternir tersebut. Segera setelah permusuhan berakhir, interniran sipil harus dipulangkan
kembali ke negara asal mereka. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk melakukan tindakan-tindakan serupa selama berlangsungnya permusuhan antara
para pihak yang bersengketa.
19
19
Ibid, hal. 175-176.
Universitas Sumatera Utara
2. Perlindungan Khusus Di samping perlindungan umum yang diberikan terhadap penduduk sipil
dalam sengketa bersenjata sebagaimana diuraikan di atas, maka terdapat pula sekelompok penduduk sipil tertentu yang dapat menikmati perlindungan khusus.
Mereka umumnya adalah penduduk sipil yang tergabung dalam suatu organisasi social yang melaksanakan tugas-tugas yang bersifat sosial untuk membantu
penduduk sipil lainnya pada waktu sengketa bersenjata. Mereka adalah penduduk sipil yang menjadi anggota Perhimpunan Palang Merah Nasional dan anggota
Perhimpunan Penolong Sukarela lainnya, termasuk anggota Pertahanan Sipil. Pada saat melaksanakan tugas-tugas yang bersifat social sipil, biasanya mereka
dilengkapi dengan sejumlah fasilitas transportasi, bangunan-bangunan khusus, maupun lambing-lambang khusus. Apabila sedang melaksanakan tugasnya,
mereka harus dihormati respected dan dilindung protected. ‘Dihormati’ berarti mereka harus dibiarkan untuk melaksanakan tugas-tugas sosial mereka pada
waktu sengketa bersenjata; sedangkan pengertian ‘dilindungi’ adalah bahwa mereka tidak boleh dijadikan sasaran serangan militer.
20
D. Konvensi Jenewa IV Tahun 1949 Sebagai Pelindung Bagi Penduduk Sipil Pada Saat Berperang