Pelayanan Makanan di Rumah Sakit

2.2 Pelayanan Makanan di Rumah Sakit

Penyelenggaraan makanan merupakan salah satu dari empat kegiatan pokok yang ada di rumah sakit. Penyelenggaraan makanan merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kapada pasien, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat, dan termasuk sampai kegiatan pencatatan, pelaporan dan evaluasi Depkes RI, 2003. Pelayanan Gizi Rumah Sakit PGRS adalah sub sistem pelayanan kesehatan paripurna di rumah sakit, yang merupakan rangkaian komponen yang saling terkait dan saling memengaruhi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama. PGRS seperti yang tercantum dalam Standar Pelayanan Departemen Kesehatan 2003 adalah pelayanan yang diberikan untuk mencapai status gizi pasien yang optimal dalam memenuhi kebutuhannya, baik untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan ataupun untuk mengoreksi kelainan metabolisme dalam upaya penyembuhannya. PGRS didefinisikan sebagai pelayanan yang diberikan kepada pasien rawat jalan maupun rawat inap untuk memilih dan memperoleh makanan yang sesuai guna mencapai syarat gizi yang optimal. Tujuan umum PGRS adalah tersedianya pelayanan gizi yang berdaya guna dan berhasil guna serta terintegrasi dengan pelayanan kesehatan lainnya di rumah sakit Depkes RI, 2003. Sistem pelayanan makanan dalam PGRS adalah program terpadu dimana pengadaan, penyimpanan, pemasakan dan penyajian makanan serta yang diperlukan Universitas Sumatera Utara untuk mencapai tujuan dikoordinasikan secara penuh dengan penggunaan tenaga seminimal mungkin, pengontrolan biaya secermat mungkin serta mutu dan kepuasan pasien seoptimal mungkin Almatsier, 2006. Tujuan dilaksanakannya penyelenggaraan makanan di rumah sakit untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi pasien yang membutuhkannya. Dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit, standar masukan, proses dan keluaran Depkes RI, 2006. Pelayanan makanan yang bermutu di rumah sakit bersifat paripurna sesuai dengan jenis dan kelas rumah sakit. Misi dari pelayanan makanan rumah sakit adalah: a meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia yang menyelenggarakan pelayanan makanan, b mengembangkan penelitian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menyelenggarakan pelayanan makanan yang berorientasi pada kepuasan klien atau pasien Depkes RI, 2006. Kegiatan PGRS secara umum meliputi : a asuhan gizi, b penyelenggaraan makanan, dan c penelitian dan pengembangan. Asuhan gizi adalah: suatu upaya bersama dan terintegrasi, dilakukan oleh petugas gizi, perawat, ahli gizi dan tenaga pendukung, melibatkan penderita, dengan tujuan, agar kebutuhan gizi yang diperlukan dapat tercapai Depkes RI, 2006. Pelayanan gizi yang diberikan di rumah sakit disesuaikan dengan keadaan penderita dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi penderita sangat berpengaruh pada proses penyembuhan Universitas Sumatera Utara penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi penderita. Sering terjadi kondisi klienpenderita semakin buruk karena tidak diperhatikan keadaan gizinya. Hal ini diakibatkan karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi tubuh untuk perbaikan organ tubuh. Laporan dari berbagai survei di rumah sakit membuktikan kejadian hospital malnutrition dengan asuhan gizi yang tidak tepat sebagai faktor resiko Prosiding ASDI, 2005. Perawatan pasien di rumah sakit berarti memisahkan orang sakit dari kebiasaan hidupnya sehari- hari, dan memasuki lingkungan yang masih asing baginya. Perubahan juga terjadi dalam hal makanan. Beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian dalam penyelenggaraan pengaturan makanan bagi orang sakit di rumah sakit Moehyi, 1999 : 1. Faktor psikologis Perawatan di rumah sakit menyebabkan orang sakit harus menjalani kehidupan yang berbeda dengan apa yang dialami sehari – hari di rumah. Apa yang dimakan, dimana orang tersebut makan, bagaimana makanan disajikan, dengan siapa orang tersebut makan, sangat berbeda dengan yang telah menjadi kebiasan hidupnya. Hal ini ditambah dengan hadirnya orang-orang yang masih asing baginya yang mengelilinginya setiap waktu, seperti petugas gizi, perawat, atau petugas paramedis lainnya. Kesemuanya itu dapat membuat orang sakit mengalami tekanan psikologis, yang dapat pula membawa perubahan perangai pada orang sakit Moehyi, 1999. Universitas Sumatera Utara 2. Faktor Sosial Budaya Tingkat budaya yang diwarisi dari orang tua pasien, bukan saja menentukan macam makanan dan cara mengolah makanan pasien sehari-hari, akan tetapi juga sikap dan kesukaan pasien terhadap makanan. Tingkah budaya yang beraneka ragam inilah yang dihadapi oleh petugas rumah sakit dalam memberikan makanan. Oleh karena itu, pemilihan jenis makanan, macam hidangan yang disajikan kepada orang sakit, harus dipilih sedemikian rupa sehingga tidak terlalu mengarah kepada pilihan atau kesukaan satu kelompok masyarakat saja Moehyi, 1999. 3. Keadaan Jasmaniah Orang Sakit Kondisi fisik orang sakit yang paling baik adalah pada waktu bangun pagi, setelah mendapat istirahat penuh dan dapat tidur nyenyak pada malam harinya. Oleh karena itu, makanan yang diberikan pada waktu pagi perlu diperhatikan agar orang sakit dapat makan dalam jumlah yang cukup, sehingga jika waktu makan siang nafsu makan tidak begitu baik, orang sakit tidak akan menjadi terlalu lemah. Hal ini berbeda dengan pendapat yang lazim di lingkungan keluarga, bahwa makan pagi cukup seadanya saja Moehyi, 1999. 4. Keadaan Gizi Orang Sakit Pemeriksaan keadaan gizi orang sakit pada waktu pasien mulai masuk rumah sakit, jarang dilakukan. Data yang tersedia biasanya adalah umur orang sakit, jenis kelamin, yang kesemuanya itu dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran kasar keadaan gizi orang sakit Moehyi, 1999. Universitas Sumatera Utara Program mutu pelayanan gizi adalah upaya-upaya peningkatan mutu yang dilakukan oleh unitbagianinstalasi gizi. Program mutu harus sejalan dengan program mutu rumah sakit dan memperhatikan cakupan indikator keberhasilan pelayanan gizi pada buku PGRS. Kegiatan program mutu harus dilengkapi dengan kerangka acuan, sehingga ada kejelasan tujuan, siapa pelaksana, bagaimana melaksanakan dan kapan dilaksanakan Depkes RI, 2006. Evaluasi dan tindak lanjut dari hasil kegiatan program melalui monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap dokumen kebijakan dan prosedur, serta kegiatan pelayanan gizi. Dalam hal ini diperhatikan apakah lengkap kegiatan pelayanan telah dilakukan sesuai dengan semua kebijakan dan prosedur. Demikian juga diperhatikan apakah pelayanan dilakukan dengan teratur sesuai dengan kebijakan yang dibuat Depkes RI, 2006. Dalam konsep quality assurance QA, kepuasan pasien dipandang sebagai unsur penentu penilaian baik buruknya sebuah rumah sakit. Unsur penentu lainnya dari empat komponen yang memengaruhi kepuasan adalah: aspek klinis, efisiensi dan efektivitas dan keselamatan pasien. Aspek Klinis, merupakan komponen yang menyangkut pelayanan petugas gizi, perawat dan terkait dengan teknis medis Sabarguna, 2004. Beberapa indikator mutu pelayanan makanan di rumah sakit menurut Sabarguna 2004 yaitu: a. Kelayakan adalah tingkat dimana pelayanan makanan yang berikan relevan terhadap kebutuhan klinis pasien. Universitas Sumatera Utara b. Kesiapan adalah tingkat dimana kesiapan pelayanan makanan yang layak dapat memenuhi kebutuhan pasien sesuai keperluannya. c. Kesinambungan adalah tingkat dimana pelayanan makanan bagi pasien terkoordinasi dengan baik setiap saat, diantara tim kesehatan dalam organisasi . d. Efektifitas adalah tingkat dimana pelayanan makanan terhadap pasien dilakukan dengan benar, serta mendapat penjelasan dan pengetahuan sesuai dengan keadaannya, dalam rangka memenuhi harapan pasien. e. Kemanjuran adalah tingkat dimana pelayanan makanan yang diterima pasien dapat diwujudkan atau ditunjukkan untuk menyempurnakan hasil sesuai harapan pasien. f. Efisiensi adalah ratio hasil pelayanan atau tindakan bagi pasien terhadap sumber- sumber yang dipergunakan dalam memberikan layanan bagi pasen. g. Penghormatan dan perhatian adalah tingkat dimana pasien dilibatkan dalam pengambilan keputusan tentang perawatan dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan pasien serta harapan-harapannya dihargai. h. Keamanan adalah tingkat dimana bahaya pelayanan makanan diminimalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, termasuk petugas kesehatan. i. Ketepatan waktu adalah tingkat dimana pelayanan makanan diberikan kepada pasien tepat waktu sangat penting dan bermanfaat Universitas Sumatera Utara Faktor–faktor yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan kualitas pelayanan jasa seperti pelayanan makanan di rumah sakit adalah Tjiptono dan Chandra, 2005 : a. Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan riset untuk mengindentifikasi determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran dan memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran terhadap perusahaan dan pesaing berdasarkan determinan-determinan tersebut. Dengan demikian dapat diketahui posisi relatif perusahaan di mata pasien dibandingkan para pesaing, sehingga perusahaan dapat memfokuskan upaya peningkatan kualitasnya pada determinan-determinan tersebut. b. Mengelola harapan pasien Semakin banyak janji yang diberikan, maka semakin besar pula harapan pasien yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan pasien oleh perusahaan. Untuk itu ada satu hal yang dapat dijadikan pedoman yaitu jangan janjikan apa yang tidak bisa diberikan tetapi berikan lebih dari yang dijanjikan. c. Mengelola bukti evidence kualitas jasa Pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi pasien selama dan sesudah jasa diberikan. Oleh karena itu jasa merupakan kinerja dan tidak dapat dirasakan sebagaimana halnya barang, maka pasien cenderung memperhatikan fakta-fakta tangibles yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas. Universitas Sumatera Utara d. Mendidik pasien tentang jasa Pasien yang lebih terdidik akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik. Oleh karenanya kepuasan mereka dapat tercipta lebih tinggi. e. Mengembangkan budaya kualitas Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai, tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas. f. Menciptakan automating quality Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan kurangya sumberdaya manusia yang dimiliki g. Menindaklanjuti jasa Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang perlu ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau semua pasien untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan. Perusahaan dapat pula memberikan kemudahan bagi para pasien untuk berkomunikasi, baik menyangkut kebutuhan maupun keluhan mereka. h. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa Sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang menggunakan berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi kualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan. Universitas Sumatera Utara Informasi dibutuhkan mencakup segala aspek, yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai perusahaan dan pasien Tjiptono dan Chandra, 2005. 2.3 Teori tentang Kepuasan Pasien 2.3.1 Pengertian Kepuasan