B. Objek dan Subjek Pajak Hotel
Subyek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Sedangkan obyek pajak adalah setiap
pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel. Obyek pajak yang sebagaimana dimaksudkan di atas adalah:
1. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek antara lain: gubuk
pariwisata cottage, motel, wisma pariwisata, pesanggrahan hostel, losmen dan rumah kos dengan jumlah minimal 5 kamar yang menyediakan fasilitas
seperti rumah penginapan 2.
Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tempat tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyaman,
antara lain telepon faksimili, teleks, fotokopi, pelayanan cuci, setrika, taksi dan pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel.
3. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel,
bukan untuk umum, antara lain pusat kebugaran fitness center, kolam renang, tennis, golf, karaoke, pub, diskotik, yang disediakan atau dikelola
hotel. 4.
Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel. Pelayanan-pelayanan yang dikecualikan atau bukan merupakan obyek
pajak hotel meliputi : 1.
Asrama dan pesantren 2.
Pemanfaatan ruangan yang dipergunakan untuk kepentingan sosial.
Universitas Sumatera Utara
Pengusaha hotel berkewajiban sebagai berikut : 1.
Memberikan perlindungan kepada para tamu hotel 2.
Menyelenggarakan adminsitrasi sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
3. Menjaga martabat hotel serta mencegah penggunaan fasilitas yang disediakan
untuk kegiatan yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, dan ketertiban umum.
4. Memenuhi persyaratan hygine dan sanitasi didalam dan di lingkungan hotel
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5.
Mentaati ketentuan mengenai ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
C. Sistem Pemungutan Pajak Hotel
Atas segala usaha penyelenggaraan hotel, Dinas Pendapatan menetapkan sistem pemungutan pajak terdiri dari official assessment, self assessment, dan with
holding. a.
Official Assessment adalah sistem pemungutan pajak dengan penetapan pajak oleh aparatur. Proses pemungutannya diawali dengan tahap penetapan
besarnya pajak oleh aparatur. b.
Self Assessment adalah sistem pemungutan pajak yang menempatkan wajib pajak pada posisi yang aktif atau dapat dikatakan dengan memanusiakan
manusia itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
c. With Holding adalah sistem penentuan perhitungan besarnya pajak yang
dilakukan dengan bantuan pihak lain. Contohnya oleh bendaharawan.
32
Selanjutnya, sesuai dengan prinsip perpajakan di Indonesia yang menganut sistem self assessment, maka setiap wajib pajak harus menghitung dan menyetor
pajaknya sendiri tanpa menunggu Surat Ketetapan Pajak dari Direktur Jenderal Pajak. Prinsip tentang membayar pajak sendiri tanpa menguntungkan adanya
ketetapan pajak ini sesuai dengan Pasal 12 ayat 1 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakn sebagaimana telah diubah terakhir
dengan UU No. 16 Tahun 2000 dan berdasarkan UU RI No. 28 Tahun 2007 Pasal 2 ayat 1 tentang Ketentuan Umum dan Tata Perpajakan, disebutkan bahwa setiap
wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri
pada kantor Direktoral Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor
Pokok Wajib Pajak. Self assesment merupakan salah satu sistem atau mekanisme pemungutan
pajak. Self assessment sistem diterapkan di beberapa Negara seperti Amerika, Jepang ,bahkan juga di Hindia Belanda dulu. Dalam sistem ini penghitungan
berapa besarnya pajak yang harus dibayar dilakukan sendiri oleh wajib pajak, sehingga wajib pajak bersifat aktif.
33
32
Waluyo, Perpajakan Indonesia, Edisi 5, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. 2001, hal.47
33
Ibid, hal.47
Universitas Sumatera Utara
Pada tata cara self assessment kegiatan pemungutan pajak diletakkan pada aktivitas masyarakat sendiri dimana memberi kewajiban kepada wajib pajak
untuk: a.
Menghitung sendiri besarnya pendapatankekayaanlaba. b.
Menghitung sendiri besarnya pajak pendapatankekayaanperseroan yang terutang dan menyetorkannya ke kas negara.
Wajib pajak bisa melihat dan memahami sendiri tentang bagaimana cara membayar pajak yang terutang, sehingga cara self assessment ini pada dasarnya
memberi kemudahan bagi wajib pajak, cara ini disebut juga dengan MPS Menghitung Pajak Sendiri.
Pada full self assessment, proses dan hak menetapkan sudah berada pada pihak wajib pajak.
34
Berdasarkan Undang-undang Pajak Nasional sistem self assessment ini menganut prinsip ke- 3 dari prinsip-prinsip yang tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu Proses dan hak menetapkan ini diwujudkan dalam mengisi
SPT secara baik dan benar dan menyampaikannya kepada fiskus. Pengisian secara baik dan benar oleh Wajib Pajak dijamin oleh undang-undang seperti diatur dalam
Pasal 12 ayat 2 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, yang telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan yang menyatakan: Jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak
yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
34
Ibid, hal.48
Universitas Sumatera Utara
wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang sehingga dengan cara ini kejujuran dari wajib pajak sangat
diperlukan dalam rangka pemungutan pajak. Wajib pajak di sini harus mendaftarkan diri terlebih dahulu pada Kantor
Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pajak Wajib Pajak NPWP. Selain menghitung dan
membayar sendiri wajib pajak juga harus melaporkan sendiri jumlah pajak yang dibayarkannya, sehingga diharapkan wajib pajak memiliki rasa tanggung jawab
yang besar, karena sistem ini sangat membutuhkan partisipasi yang besar dari wajib pajak diantaranya kesadaran, kejujuran serta tanggung jawab.
Di Indonesia sistem ini diberlakukan pada Undang-Undang Pajak yang baru seperti Pajak Pertambahan Nilai yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-
undang Nomor 18 Tahun 2000 dimana setiap orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak, badan, bentuk usaha
tetap merupakan subjek pajak baik yang ada di dalam negeri maupun yang berada di luar negeri.
Reformasi sistem perpajakan di Indonesia sudah berjalan terhitung sejak disahkannya paket Undang-undang Perpajakan pada tahun 1983. Perubahan besar
yang dilakukan saat itu bukan semata-mata mengubah nama dan organisasi dari Kantor Inspeksi Pajak menjadi Kantor Pelayanan Pajak, tetapi mengubah hampir
seluruh landasan hukum dan tata cara pemajakannya yang disebut self assessment. Makna self assessment adalah wajib pajak diberi kepercayaan untuk
menghitung, melaporkan, dan membayar sendiri berapa pajak terutang dalam satu
Universitas Sumatera Utara
tahun pajak. Sistem self assessment, peran fiskus cenderung pasif, yaitu sekadar mengawasi pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.
35
D. Landasan Hukumnya