BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komplikasi Kehamilan
Komplikasi kehamilan adalah kegawatdaruratan obstetrik yang dapat menyebabkan kematian pada ibu dan bayi Prawirohardjo, 2006. Sedangkan menurut
Manuaba 2010, komplikasi kehamilan adalah keadaan patologis yang erat kaitannya dengan kematian ibu atau janin.
Menurut Indiarti 2009, kondisi ibu hamil dengan faktor resiko dan risiko tinggi yang dapat mengalami komplikasi kehamilan adalah sebagai berikut: 1Faktor-
faktor risiko: a Umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun; b Ibu dengan tinggi badan kurang dari 145 cm; c Jarak kelahiran anak kurang dari 2 tahun;
dJumlah anak lebih dari 4 orang; e Bentuk panggul ibu yang tidak normal; 2 Resiko Tinggi; a Badan ibu kurus pucat; b Adanya kesulitan pada kehamilan atau
persalinan sebelumnya; c Pernah terjadi keguguran sebelumnya; d Kepala pusing, kaki bengkak; e Perdarahan pada waktu hamil; f Keluar air ketuban pada waktu
hamil; g Batuk-batuk lama. Jenis komplikasi yang sering terjadi pada masa kehamilan adalah perdarahan
28, keguguran abortus, Kehamilan Ektopik Terganggu KET, preeklampsia hipertensi kehamilan eklampsia, dan anemia. Komplikasi pada kehamilan dapat
diketahui sejak dini jika ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur Salmah, 2006.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Anemia pada Kehamilan 2.2.1. Pengertian
Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah eritrosit dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi
fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh jaringan. Sedangkan menurut WHO, anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin lebih rendah dari
batas normal untuk kelompok orang yang bersangkutan Tarwoto, 2007. Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit,
dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan Arisman, 2009. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan
kadar hemoglobin di bawah 11 gr pada trimester I dan III atau kadar 10,5 gr pada trimester II Saifuddin, 2007.
Anemia defisiensi besi pada wanita hamil merupakan problema kesehatan yang dialami oleh wanita di seluruh dunia terutama di negara berkembang. Badan
kesehatan dunia, WHO m melaporkan bahwa ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75 serta semakin meningkat seiring dengan
pertambahan usia kehamilan Ibrahim dan Proverawati, 2011.
2.2.2. Penyebab Anemia Dalam Kehamilan
Secara umum, ada tiga penyebab anemia defisiensi zat besi, yaitu 1Kehilangan darah secara kronis sebagai dampak perdarahan kronis, seperti pada
penyakit ulkus peptikum, hemoroid, infestasi parasit, dan proses keganasan; 2Asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat; 3Peningkatan
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan, dan
menyusui Arisman, 2009. Sumsum tulang membuat sel darah merah. Proses ini membutuhkan zat besi,
dan vitamin B12 dan Asam folat. Eritropoietin Epo merangsang membuat sel darah merah. Anemia dapat terjadi bila tubuh kita tidak membuat sel darah merah
secukupnya. Anemia juga disebabkan kehilangan atau kerusakan pada sel tersebut Wijaya, 2010.
Penyebab anemia pada umumnya adalah kurang gizi malnutrisi; kurang zat besi dalam diet; malabsorpsi; kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu,
haid dan lain-lain; penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain Mochtar, 2004.
Saat kehamilan, zat besi yang dibutuhkan oleh tubuh lebih banyak dibanding saat tidak hamil. Tujuan suplemen zat besi selama kehamilan bukan untuk
meningkatkan atau menjaga konsentrasi hemoglobin ibu atau mencegah kekurangan zat besi pada janin, tetapi untuk mencegah kekurangan zat besi pada ibu
Pusdiknakes, 2008. Demikian halnya dengan kebutuhan zat besi pada setiap trimester kehamilan
adalah berbeda. Kebutuhan zat besi tiap semester adalah sebagai berikut : Wirakusumah, 2010
1. Trimester I : Kebutuhan zat besi ± 1 mg hari kehilangan basal 0,8 mghari ditambah 30-40 mg untuk sebagai janin dan sel darah merah.
Universitas Sumatera Utara
2. Trimester II : Kebutuhan zat besi ± 5 mghari kehilangan basal 0,8 mghari ditambah kebutuhan sel darah merah 30 mg dan conceptus
115 mg. 3. Trimester III : Kebutuhan zat besi 5 mghari kehilangan basal 0,8 mghari
ditambah kebutuhan sel darah merah 150 mg dan conceptus 823 mg.
Zat besi yang diperlukan wanita hamil adalah sekitar 1.000 mg, ini termasuk 500 mg yang digunakan untuk meningkatkan massa RBC, 300 mg untuk janin dan
200 mg untuk mengganti kehilangan zat besi setiap hari. Jadi ibu hamil perlu menyerap rata-rata zat besi 3.5 mghari. Kekurangan zat besi akan menyebabkan
anemia Pusdiknakes, 2008.
2.2.3. Patofisiologi Anemia pada Kehamilan
Menurut Ibrahim dan Proverawati 2011, perubahan hematology sehubungan dengan kehamilan adalah karena perubahan sirkulasi yang makin
meningkat terhadap plasenta. Volume plasma meningkat 45-65 dimulai pada trimester kedua kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke sembilan dan
meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti
laktogen plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron. Stimulasi peningkatan 300-350 ml massa sel merah ini dapat disebabkan oleh hubungan
antara hormon maternal dan peningkatan eritropoitin selama kehamilan.
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan volume plasma menyebabkan terjadinya hidremia kehamilan atau hemodilusi, yang menyebabkan terjadinya penurunan hematokrit 20-30,
sehingga hemoglobin dari hematokrit lebih rendah secara nyata dari pada keadaan tidak hamil. Hemoglobin dari hematokrit mulai menurun pada bulan ke 3-5
kehamilan, dan mencapai nilai terendah pada bulan ke 5-8. Cadangan besi wanita hamil mengandung 2 gram, sekitar 60-70 berada dalam sel darah merah yang
bersirkulasi, dan 10-30 adalah besi cadangan yang terutama terletak di dalam hati, empedu, dan sumsum tulang. Kehamilan membutuhkan tambahan zat besi sekitar
800-1000 mg untuk mencukupi kebutuhan yang terdiri dari : 1. Terjadinya peningkatan sel darah merah membutuhkan 300-400 mg zat besi dan
mencapai puncak pada 32 minggu kehamilan. 2. Janin membutuhkan zat besi 100-200 mg
3. Pertumbuhan plasenta membutuhkan zat besi 100-200 mg. Sekitar 190 mg hilang selama melahirkan.
Ibrahim dan Proverawati, 2011.
2.2.4. Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Manuaba 2008 adalah sebagai berikut:
1. Anemia Defisiensi Besi Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.
Pengobatannya yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi.
Universitas Sumatera Utara
a. Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mghari dapat
menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk
profilaksis anemia. b. Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi
per oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua. Pemberian preparat parenteral dengan ferum
dextran sebanyak 1000 mg 20 mg intravena atau 2 x 10 ml IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr.
Untuk menegakkan diagnosa anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang dan keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat
sahli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli menurut WHO dapat digolongkan sebagai berikut:
Tarwoto dan Wasnidar, 2007 1 Ringan sekali
: Hb 10 gdl-batas normal 2 Ringan
: Hb 8 gdl-9,9 gdl 3 Sedang
: Hb 6 gdl-7,9 gdl 4 Berat
: Hb 6 gdl
Universitas Sumatera Utara
Menurut Departemen Kesehatan dalam Tarwoto dan Wasnidar 2007, derajat anemia adalah sebagai berikut :
1 Ringan sekali : Hb 11 gdl-batas normal
2 Ringan : Hb 8 gdl - 11 gdl
3 Sedang : Hb 5 gdl - 8 gdl
4 Berat : Hb 5 gdl
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekati 800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta
serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan massa hemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit.
Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan sekitar
20–25 mg zat besi per hari. Selama kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi
masih kekurangan untuk wanita hamil. 2. Anemia Megaloblastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik, jarang sekali karena kekurangan vitamin B12.
Pengobatannya: a. Asam folik 15-30 mg per hari
b. Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari c. Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari
Universitas Sumatera Utara
d. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan transfusi darah.
3. Anemia Hipoplastik Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk
sel darah merah baru. Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi lengkap, pemeriksaan fungsi eksternal dan
pemeriksaan retikulosi. 4. Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan
kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.
Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat
penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil, sehingga transfusi darah berulang dapat membantu penderita.
2.2.5. Tanda dan Gejala Anemia pada Kehamilan
Tanda dan gejala anemia defisiensi besi biasanya tidak khas dan sering tidak jelas, seperti: pucat, mudah lelah, berdebar, takikardia, dan sesak nafas. Kepucatan
bisa diperiksa pada telapak tangan, kuku, dan konjungtiva palpebra. Tanda yang khas meliputi anemia, stomatitis angularis, glositis, disfagia, hipokloridia,
koilonikia, dan pagofagia. Tanda yang kurang khas berupa kelelahan, anoreksia,
Universitas Sumatera Utara
kepekaan terhadap infeksi meningkat, kelainan perilaku tertentu, kinerja intelektual serta kemampuan kerja menyusut Arisman, 2009.
Salah satu faktor masih tingginya angka kejadian anemia, kurangnya pengetahuan disini adalah ketidaktahuan akan tanda-tanda, gejala dan dampak yang
ditimbulkan oleh anemia akibatnya kalaupun individu tersebut terkena anemia ia
tidak merasa dirinya “sakit“ Mardiwiono, 2009.
Tanda dan gejala ibu hamil dengan anemia adalah keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, sementara tensi masih dalam batas normal perlu dicurigai anemia
defisiensi, mengalami malnutrisi, cepat lelah, sering pusing, mata berkunang- kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun anoreksia, konsentrasi hilang,
nafas pendek pada anemia parah dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda Proverawati, 2009.
2.2.6. Dampak Anemia pada Masa Kehamilan
Anemia defisiensi besi pada wanita hamil mempunyai dampak buruk, baik pada ibunya maupun terhadap janinnya. Ibu hamil dengan anemia berat lebih
memungkinkan terjadinya partus prematur dan memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah serta dapat meningkatkan kematian perinatal. Menurut WHO, 40
kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan
akut, bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi Ibrahim dan Proverawati, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Anemia pada masa kehamilan dapat mengakibatkan efek buruk baik pada wanita hamil itu sendiri maupun pada bayi yang akan dilahirkan. Anemia pada ibu
hamil akan meningkatkan risiko dan cenderung mendapatkan kelahiran prematur atau Berat Badan Lahir Rendah BBLR, risiko perdarahan sebelum dan saat
persalinan yang dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya bila ibu hamil tersebut menderita anemia berat. Hasil beberapa penelitian juga menunjukkan
bahwa 40 kematian ibu saat melahirkan disebabkan oleh karena perdarahan. Selain itu, Ibu hamil dengan anemia berat mempunyai risiko melahirkan bayi mati 3
kali lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak anemia berat Budiono, 2009.
Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia defisiensi zat besi pada wanita hamil dan janin, maka perlu perhatian yang cukup dan dengan diagnosa yang
cepat serta penatalaksanaan yang tepat komplikasi dapat diatasi serta akan mendapatkan prognosa yang lebih baik Ibrahim dan Proverawati, 2011.
2.2.7. Pencegahan dan Terapi Anemia pada Kehamilan
Untuk menghindari terjadinya anemia sebaik ibu hamil melakukan pemeriksaan sebelum hamil sehingga dapat data-data dasar kesehatan umum calon
ibu tersebut dalam pemeriksaan kesehatan disertai pemeriksaan laboratorium, termasuk pemeriksaan tinja sehingga diketahui adanya infeksi parasit. Pemerintah
telah menyediakan preparat besi untuk dibagikan kepada masyarakat sampai ke posyandu. Contoh preparat Fe diantaranya Barralat, Biosanbe, Iberet, Vitonal, dan
Hamvitom. Semua preparat tersebut dapat dibeli bebas Wijaya, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Pemberian suplemen tablet zat besi secara rutin adalah untuk membangun cadangan besi, sintesa sel darah merah, dan sintesa darah otot. Setiap tablet besi
mengandung FeSO
4
Menurut Wijaya 2010, terapi anemia defisiensi besi adalah dengan preparat besi oral dan parenteral :
sebanyak 320 mg zat besi 30 mg, minimal 90 tablet selama hamil. Dasar pemberian zat besi adalah adanya perubahan volume darah atau
hydraemia peningkatan sel darah merah 20-30 sedangkan peningkatan plasma darah 50. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi karena
mengandung tannin atau pitat yang menghambat penyerapan zat besi Kusmiyati, 2009.
1. Terapi oral ialah dengan pemberian preparat besi sulfat, fero gluconat atau noferobisirat.
Pemberian preparat 60 mghari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 19bulan. Kini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 mg asam
folat untuk profilaksis anemia. 2. Pemberian preparat parental yaitu dengan forum dextran sebanyak 1000 mg
20ml intervena atau 2 x 10 mlim. Pada gluteus, dapat meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu 2 gr pemberian parenteral ini mempunyai indikasi.
Intoleransi besi pada traktus gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan yang buruk.
Sedangkan menurut Arisman 2009 dan Daemeyer 2005, pencegahan dan penanganan anemia pada ibu hamil adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Pemberian tablet besi Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang diprioritaskan dalam
program suplementasi, dosis yang dianjurkan dalam satu hari adalah dua tablet satu tablet mengandung 60 mg Fe dan 200 mg asam folat yang dimakan
selama paruh kedua kehamilan karena pada saat tersebut kebutuhan akan zat besi sangat tinggi.
2. Pemeriksaan hemoglobin Pemeriksaan hemoglobin pada ibu hamil dilakukan minimal 2 x selama
kehamilan, yaitu pada TM I dan TM III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia maka dari itu dilakukan pemberian Preparat
Fe sebanyak 90 tablet pada ibu-ibu di Puskesmas maupun pada bidan praktek swasta
3. Pendidikan Konsumsi tablet zat besi dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu
sehingga orang cenderung menolak tablet yang diberikan. Penolakan tersebut sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan mereka bahwa selama kehamilan
mereka memerlukan tambahan zat besi. Agar mengerti para wanita hamil harus diberikan pendidikan yang tepat misalnya tentang bahaya yang mungkin terjadi
akibat anemia dan harus pula diyakini bahwa salah satu penyebab anemia adalah defisiensi zat besi.
Universitas Sumatera Utara
4. Modifikasi makanan Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua cara, pertama
memastikan konsumsi makanan yang cukup kalori sebesar yang dikonsumsi. Kedua meningkatkan ketersediaan zat besi yang dimakan yaitu dengan jalan
mempromosikan makanan yang dapat memacu dan menghindarkan pangan yang bisa mereduksi penyerapan zat besi.
5. Pengawasan penyakit infeksi Pengobatan yang efektif dan tepat waktu dapat mengurangi dampak gizi yang
tidak diinginkan. Tindakan yang penting sekali dilakukan selama penyakit berlangsung adalah mendidik keluarga penderita tentang cara makan yang sehat
selama dan sesudah sakit. Pengawasan penyakit infeksi ini memerlukan upaya kesehatan masyarakat, pencegahan seperti penyediaan air bersih, perbaikan
sanitasi dan kebersihan perorangan. 6. Fortifikasi makanan
Merupakan salah satu cara terampuh dalam pencegahan defisiensi zat besi. Kelompok masyarakat yang dijadikan target harus dilatih dibiasakan
mengkonsumsi makanan fortifikasi ini serta harus memiliki kemampuan untuk mendapatkannya Arisman, 2009. Hasil olahan makanan fortifikasi yang paling
lazim adalah tepung gandum roti, makanan yang terbuat dari jagung serta jagung giling dan hasil olahan susu.
Universitas Sumatera Utara
2.2.8. Cara Pemberian Zat Besi pada Ibu Hamil
Dosis pemberian zat besi dibedakan atas dosis pencegahan dan dosis pengobatan. Dosis pencegahan diberikan kepada kelompok sasaran tanpa
pemeriksaan kadar Hb. Dosis yang dianjurkan untuk ibu hamil sampai masa nifas adalah sehari satu tablet 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat. Berturut-
turut selama 90 hari masa kehamilannya dan sampai 42 hari setelah melahirkan. Mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu hamil memeriksakan kehamilannya
Kunjungan pertama atau K1 Depkes RI, 2009. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia,
maka dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak 90 tablet pada ibu-ibu hamil di Puskesmas Manuaba, 2010. Beri tablet Fe pada semua ibu hamil 1 tablet selama 90
hari berturut-turut. Bila Hb kurang dari 11 gramdl teruskan pemberian tablet Fe PP IBI, 2006.
Untuk menghindari akibat yang tidak diinginkan, maka ibu hamil dengan anemia perlu ditangani segera dengan asupan nutrisi yang baik sesuai dengan
kebutuhan antara lain makanan yang mengandung zat besi dan protein cukup bahan pangan hewani dan nabati seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan dan sayuran
berwarna hijau yang mengandung mineral dan vitamin Paath, 2005. Kebutuhan suplemen zat besi pada ibu hamil menurut Hilman et.al dalam
Mandriwati 2008 adalah 65 mg perhari sejak umur kehamilan 20 minggu. Dalam kemasan suplemen zat besi mengandung tablet sulfat ferosis. Penyerapan zat besi bisa
meningkat bila ada zat asam dalam lambung dan bisa terhambat bila diminum
Universitas Sumatera Utara
bersamaan dengan minuman yang mengandung teh, kopi. Cara minum tablet besi yang baik adalah bersamaan dengan minum vitamin C, air putih atau minum dengan
jus buah. Biasanya ibu hamil diberikan tablet zat besi untuk mencukupi kebutuhan zat
besi, untuk perkembangan otak janin dan pembentukan sel darah merah. Namun sebaiknya ibu hamil tidak berlebihan dalam mengkonsumsi zat besi, sebab hal itu
akan menyebabkan peningkatan tekanan darah, padahal tekanan darah yang tinggi akan menyulitkan proses persalinan. Kelebihan zat besi berpengaruh buruk pada janin
dan ibunya. Anemia memang menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah atau lahir prematur, tapi bukan berarti wanita hamil mengkonsumsi pil vitamin secara
membabi buta atau sembarangan Almatsier, 2011.
2.3. Model Pencarian Pelayanan Kesehatan
Selama 3 dekade yang lalu, sejumlah besar riset telah dilakukan ke dalam faktor-faktor penentu determinan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kebanyakan
model-model adanya pemanfaatan pelayanan kesehatan dikembangkan dan dilengkapi. Model-model pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu model demografi
kependudukan model struktur sosial, model psikolog sosial, model sumber keluarga, model sumber daya masyarakat, model organisasi, model sistem kesehatan
dari Anderson, model kepercayaan kesehatan dari Lewin dan model PRECEDE Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes in Education Diagnosis and
Evaluation dari Green Notoatmodjo, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah teori model sistem kesehatan dari Anderson, model PRECEDE Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes in
Education Diagnosis and Evaluation dari Green, dan
2.3.1. Model Sistem Kesehatan Health System Model dalam Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Teori Anderson
model kepercayaan kesehatan dari Lewin. Ketiga elemen utama dalam model tersebut dianggap dapat membantu
memberikan gambaran Health-Seeking Behavior HSB, yang menurut sejumlah literatur dipahami sebagai: berbagai upaya yang dilakukan seseorang ketika
menganggap dirinya mempunyai masalah kesehatan atau sakit dengan tujuan memperoleh pengobatan yang sesuai.
Anderson 1974 dalam Notoatmodjo 2007 menggambarkan model sistem kesehatan health system model dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dalam
model Anderson ini terdapat 3 kategori utama yaitu karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung, karakteristik kebutuhan.
1. Karakteristik predisposisi predisposing characteristics
Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang
berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu, yang digolongkan ke dalam 3 kelompok yaitu :
a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur. Laki-laki umumnya lebih cepat memutuskan dalam memilih tempat untuk mencari pengobatan. Mereka
berpikir lebih menggunakan rasio sehingga sering berpikir taktis dan praktis
Universitas Sumatera Utara
pengambilan keputusan, berbeda dengan perempuan yang lebih banyak pertimbangan. Sedangkan umur yang dewasa lebih matang dalam mengambil
atau menentukan pilihan dibandingkan umur yang belum dewasa. Orang yang berumur di atas 20 tahun, lebih matang dibandingkan mereka yang berumur
20 tahun seperti dalam pengambilan keputusan untuk pencarian pelayanan kesehatan Notoatmodjo, 2010.
b.
Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras dan sebagainya. Pendidikan dapat memengaruhi daya intelektual seseorang dalam
memutuskan suatu hal, termasuk penentuan penolong persalinan. Pendidikan ibu yang kurang menyebabkan daya intelektualnya juga masih terbatas
sehingga perilakunya masih sangat dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya ataupun perilaku kerabat lainnya atau orang yang mereka tuakan.
Petani merupakan pekerjaan yang sangat umum di Desa. Menjadi seorang petani bagi ibu hamil adalah suatu pekerjaan yang sangat berarti. Mereka
menyibukkan waktunya untuk di sawah yang juga jarak antara sawah dan rumahnya cukup jauh sehingga bekerja di sawah dijadikan alasan untuk tidak
bisa datang dan periksa kepada bidan. Untuk bisa mendatangkan mereka ke posyandu saja harus di berikan imbalan seperti bantuan biskuit dan sembako
Wahyudi, 2008. c. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan
dapat menolong proses penyembuhan penyakit.
Universitas Sumatera Utara
2. Karakteristik pendukung enabling characteristics Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan, ia tak akan bertindak untuk memanfaatkan- nya, kecuali bila ia mampu memanfaatkannya. Pemanfaatan pelayanan kesehatan
yang ada tergantung kepada kemampuan konsumen untuk membayar. Karakteristik pendukung terdiri dari sumber keluarga dan sumber masyarakat.
Sumber keluarga yaitu pendapatan keluarga, cakupan asuransi keluarga atau sebagai anggota suatu asuransi kesehatan dan pihak yang membiayai pelayanan
kesehatan keluarga dan sebagainya. Karakteristik ini untuk mengukur kesanggupan dari individu atau keluarga untuk memperoleh pelayanan kesehatan
mereka. Ringkasnya, model sumber keluarga menekankan kesanggupan untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi anggotanya. Dengan demikian model
sumber keluarga adalah berdasarkan model ekonomis. Sumber masyarakat adalah penyediaan pelayanan kesehatan dan sumber-sumber
di dalam masyarakat, dan ketercapaian dari pelayanan kesehatan yang tersedia dan sumber-sumber di dalam masyarakat. Model sumber daya masyarakat
selanjutnya adalah suplai ekonomi yang berfokus pada ketersediaan sumber- sumber kesehatan pada masyarakat setempat. Dengan demikian model ini
memindahkan pelayanan dari tingkat individukeluarga ke tingkat masyarakat. 3. Karakteristik kebutuhan need characteristics
Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan.
Dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk
Universitas Sumatera Utara
memanfaatkan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan enabling itu ada. Kebutuhan need di sini dibagi menjadi 2 kategori, dirasa atau perceived
subject assessment dan evaluated clinical diagnosis. Model Anderson in diilustrasikan pada gambar berikut ini.
Gambar 2.1. Model Anderson dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Model Anderson ini juga dapat menganalisis pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh ibu bersalin yaitu pemanfaatan penolong persalinan. Dalam
memanfaatkan pertolongan persalinan, ibu bersalin dan keluarga juga dipengaruhi oleh faktor karakteristik predisposisi yang meliputi ciri-ciri individudemografi,
struktur sosial dan manfaat-manfaat kesehatan. Ibu memilih tempat bersalin didorong oleh pengalaman-pengalaman sebelumnya baik pengalaman sendiri maupun
pengalaman orang lain. Pendidikan ibu yang rendah juga turut memengaruhi pemanfaatan pertolongan persalinan, biasanya ibu yang berpendidikan rendah lebih
memilih melakukan pertolongan persalinan ke dukun bayi sedangkan ibu yang Predisposing
Enabling Need
Health Service Use
Demography
Social Structure
Health beliefs Family
resources Community
Resources Perceived
Evaluated
Universitas Sumatera Utara
berpendidikan tinggi cenderung menggunakan tenaga kesehatan. Karakteristik pendukung seperti pendapatan keluarga juga berpengaruh terhadap pemilihan tempat
pertolongan persalinan, keluarga dengan pendapatan rendah cenderung menggunakan tenaga pertolongan persalinan seperti dukun bayi yang dapat dibayar dengan
mencicil. Karakteristik kebutuhan ibu bersalin untuk melahirkan karena sudah waktunya juga turut memengaruhi pemilihan tempat persalinan, ibu yang merasa
bahwa kebutuhan kenyamanan persalinan dapat diperoleh dari tenaga kesehatan maka mempunyai kecenderungan untuk melakukan persalinan di tenaga kesehatan.
2.3.2. Model PRECEDE dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Teori Green
Menurut Green 1980 yang diterjemahkan oleh Hamdy dkk 2002 bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagai suatu perencanaan perilaku kesehatan
dalam bentuk kerangka kerja yang disebut PRECEDE Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes in Education Diagnosis and Evaluation.
Faktor predisposisi predisposing terdiri dari pengetahuan; keyakinan, sikap, nilai-nilai dan persepsi. Faktor pemungkin enabling merupakan faktor kedua terdiri
dari ketersediaan fasilitas dan ketercapaian sarana kesehatan dan faktor ketiga yaitu reinforcing adalah faktor penguat alam bentuk sikap dan perilaku kesehatan dan
dukungan dari orang lain. Adapun uraian ketiga faktor tersebut adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Kerangka kerja PRECEDE dapat digambarkan sebagai berikut :
1.
Gambar 2.2. Perilaku Kesehatan dengan Model PRECEDE Predisposing
2. faktor, adalah faktor-faktor yang mendahului perilaku seseoarang
yang akan mendorong untuk berperilaku, misalnya, pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai dan persepsi yang mendorong seseorang atau kelompok
untuk melakukan tindakan. Faktor-faktor sosiodemografi seperti umur, jenis kelamin, besar keluarga dan tingkat pendidikan juga merupakan bagian dalam
faktor predisposisi.
Enabling
faktor adalah faktor-faktor yang memungkinkan motivasi individu atau kelompok akan terlaksana. Hal-hal yang termasuk dalam kelompok pemungkin
atau
enabling factor adalah
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan, kemudahan
Faktor predisposisi: -
Pengetahuan -
Sikap -
Nilai -
Persepsi Faktor pemungkin:
- Ketersediaan
sumber daya -
Keterjangkauan -
Rujukan -
Keterampilan Faktor penguat:
Sikap dan perilaku petugas kesehatan
dan petugas lain, teman sebaya, orang
tua, majikan, dsb Penyebab
perilaku Penyebab
non perilaku:
- kuman - bakteri
Masalah kesehatan
Masalah non kesehatan:
- sosial - ekonomi
- budaya Kualitas
Hidup
Universitas Sumatera Utara
mencapai sarana kesehatan, waktu pelayanan, kemudahan transportasi, keterampilan petugas dan sebagainya.
3.
Reinforcing
faktor, adalah faktor-faktor yang mendukung atau menguatkan perubahan perilaku seseorang dalam upaya pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Adanya manfaat sosial ekonomi, manfaat fisik merupakan bentuk dari
reinforcing
factor
termasuk di dalamnya adalah adanya dukungan keluarga, teman, tenaga kesehatan ataupun keluarga.
Teori Green di atas juga dapat digunakan untuk menganalisis pemilihan pertolongan persalinan. Dalam pemilihan pertolongan persalinan dibuat faktor predisposisi seperti
pengetahuan, sikap, nilaikeyakinan, dan persepsi. Kurangnya faktor predisposisi tersebut akan menyebabkan munculnya perilaku yang tidak tepat dalam pemilihan pertolongan
persalinan. Ibu yang memahami bahwa dalam bersalin dibutuhkan kenyamanan, kebersihan, dan kemampuan mengatasi kegawatdaruratan maka ibu akan lebih memilih bersalin ke
tenaga kesehatan dibandingkan ke dukun bayi. Adanya faktor pemungkin enabling factor yaitu ketersediaan fasilitas, jarak yang mudah dijangkau, rujukan, dan keterampilan akan
menjadi pertimbangan bagi ibu dalam memilih pertolongan persalinan. Ibu bersalin yang mengerti bahwa kelengkapan merupakan salah satu faktor penunjang dalam keberhasilan
persalinan maka ibu akan memilih tempat bersalin di tenaga kesehatan yang memiliki prasarana pertolongan seperti APN kit, mempunyai kemampuan melakukan rujukan ke
tingkat yang lebih tinggi, dan terampil melakukan pertolongan persalinan. Sementara faktor penguat reinforcing factor yaitu dukungan dari tenaga kesehatan, keluarga dan masyarakat
akan membantu ibu dalam memutuskan tempat persalinan yang akan dipilihnya. Keluarga atau masyarakat yang terbiasa bersalin ke dukun bayi maka akan mendukung ibu bersalin
Universitas Sumatera Utara
untuk memilih dukun bayi sebagai tempat bersalinnya, sementara dukungan tenaga kesehatan cenderung untuk mendukung ibu bersalin ke tenaga kesehatan..
2.3.3. Model Kepercayaan Kesehatan Health Belief Model dalam Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Teori Lewin
Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem-problem kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima
usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku
pencegahan penyakit preventive health behaviour, yang oleh Becker 1974 dikembangkan dari teori lapangan Field Theory, Lewin, 1954 menjadi model
kepercayaan kesehatan health belief model. Teori Lewin menganut konsep bahwa individu hidup pada lingkup kehidupan
sosial masyarakat. Di dalam kehidupan ini individu akan bernilai, baik positif maupun negatif, di suatu daerah atau wilayah tertentu. Apabila seseorang keadaannya
atau berada pada daerah positif, maka berarti ia ditolak dari daerah negatif. Implikasinya di dalam kesehatan adalah penyakit atau sakit adalah suatu daerah
negatif sedangkan sehat adalah wilayah positif. Apabila individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada
empat variabel kunci yang terlibat di dalam tindakan tersebut, yakni kerentanan yang dirasakan terhadap suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang diterima
dan rintangan yang dialami dalam tindakannya melawan penyakitnya dan hal-hal yang memotivasi tindakan tersebut.
1. Kerentanan yang dirasakan perceived susceptibility
Universitas Sumatera Utara
Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan susceptible terhadap penyakit tersebut. Dengan kata
lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul bila seseorang telah merasakan bahwa ia rentan terhadap penyakit tersebut.
2. Keseriusan yang dirasakan perceived seriousness Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan
didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat. Penyakit polio misalnya, akan dirasakan lebih serius bila
dibandingkan dengan flu. Oleh karena itu tindakan pencegahan polio akan lebih banyak dilakukan bila dibandingkan dengan pencegahan pengobatan flu.
3. Manfaat yang diterima dan rintangan yang dialami dalam tindakannya melawan penyakitnya perceived benefit and barriers
Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit yang dianggap gawat serius, ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan tergantung
pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menentukan
daripada rintangan yang mungkin ditemukan di dalam melakukan tindakan. 4. Isyarat atau tanda-tanda cues
Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang
berupa faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut, misalnya pesan-pesan pada media massa, nasehat atau anjuran kawan-kawan atau anggota keluarga lain dari
Universitas Sumatera Utara
si sakit dan sebagainya. Model kepercayaan kesehatan dari Lewin digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.3. Health Belief Model Model Kepercayaan Kesehatan
Teori Lewin ini juga dapat digunakan untuk menganalisis perilaku ibu bersalin dalam pemilihan pertolongan persalinannya. Ibu memilih tempat bersalin
Variabel demografis umur, jenis kelamin, bangsa kelompok
etnis
Variabel sosial psikologis peer dan reference groups,
kepribadian, pengalaman sebelumnya.
Variabel struktur kelas sosial, akses ke pelayanan kesehatan
Kecenderungan yang dilihat
perceived mengenai
gejalapenyakit.
Syaratnya yang dilihat mengenai
gejala dan penyakit.
Ancaman yang dilihat mengenai
gejala dan penyakit
Manfaat yang dilihat dari pengambilan
tindakan dikurangi biaya rintangan yang
dilihat dari pengambilan tindakan
Pendorong cues untuk bertindak
kampanye media massa, peringatan dari
dokterdokter gigi, tulisan dalam surat
kabar, majalah Kemungkinan
mengambil tindakan tepat untuk perilaku
sehatsakit
Universitas Sumatera Utara
yang baik karena merasakan bahwa ia butuh tempat bersalin, karena bersalin tidak dapat dilakukan sendiri, butuh bantuan orang lain untuk melakukannya. Bagi ibu
yang mengalami komplikasi kehamilan seperti anemia maka ia merasa bahwa kehamilan yang dialami harus mendapatkan pelayanan dengan serius agar proses
kehamilan dan persalinan dapat berjalan dengan selamat. Apabila ibu hamil merasa bahwa dirinya rentan karena mengalami komplikasi seperti anemia maka ia akan
melakukan suatu tindakan yaitu mencari pertolongan persalinan yang tepat sesuai dengan apa yang diketahui dan diyakininya. Adanya informasi yang diperoleh dari
media massa tentang komplikasi kehamilan seperti anemia menyebabkan ibu akan mencari pertolongan persalinan yang dapat membantunya dengan baik yaitu tenaga
kesehatan, sedangkan ibu yang kurang mendapatkan informasi tentang komplikasi kehamilan seperti anemia maka akan cenderung tetap melakukan persalinan ke dukun
bayi.
2.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Ibu Hamil Trimester III yang Mengalami Anemia Memilih Penolong Persalinan
2.4.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya mata, hidung, telinga, dan lain
sebagainya. Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai dengan menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian
dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran telinga, dan penglihatan mata. Tindakan atau
Universitas Sumatera Utara
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan langgeng. Ibu hamil yang pengetahuannya baik lebih banyak memilih tenaga kesehatan sebagai penolong
persalinan dibanding ibu hamil yang pengetahuannya kurang Taufik, 2007 Pengetahuan mempunyai keeratan hubungan dengan pemilihan tempat
persalinan, artinya semakin baik pengetahuan ibu maka kecenderungan ibu memilih penolong persalinan pada bidan atau tenaga kesehatan akan semakin
besar, maupun jika dihadapkan pada permasalahan lain seperti faktor ekonomi atau kebutuhan yang sangat mendesak akibat kurangnya akses ke pelayanan
kesehatan, maka ibu akan memilih untuk memutuskan memanfaatkan dukun bayi untuk menolong persalinan. Pengetahuan ibu merupakan salah satu indikator dari
perilaku kesehatan untuk pemilihan tempat persalinan Notoatmodjo, 2010.
2.4.2. Sikap
Sikap adalah suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang positif, yaitu afeksi
senang, sedangkan afeksi negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan Walgito, 2008. Menurut Thurstone yang dikutip Ahmadi 2007 menyatakan sikap sebagai
tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan obyek psikologi. Obyek psikologi di sini meliputi : simbol, kata-kata, slogan, orang,
lembaga, ide dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu obyek psikologi apabila ia suka atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang
yang dikatakan memiliki sikap yang negatif terhadap obyek psikologi bila ia tidak suka atau sikap unfavorable terhadap obyek psikologi.
Universitas Sumatera Utara
Sikap ibu tentang penolong persalinan juga berkaitan erat dengan pemilihan tempat persalinan. Ibu yang mempunyai sikap negatif atau pernah mempunyai
pengalaman yang kurang baik dengan tenaga kesehatan maka akan cenderung memilih tempat persalinan ke dukun bayi. Sementara ibu yang mempunyai sikap
positif tentang penolong persalinan bahwa proses persalinan akan dapat menyebabkan kejadian yang tidak diinginkan, maka ibu akan lebih memilih bersalin ke tenaga
kesehatan karena ibu paham jika ibu tiba-tiba mengalami gangguan pada saat proses persalinan maka bidan akan mampu melakukan rujukan dengan cepat demi
keselamatan ibu dan bayi Mercy, 2003.
2.4.3. Dukungan Keluarga
Banyak kasus kematian ibu melahirkan sering disebabkan oleh keterlambatan suami dalam mengambil keputusan rujukan ke pelayanan kesehatan Elizabeth and
Nancy, 2002. Berdasarkan hasil SUSENAS 1995, sebagian besar suami 51 memilih dukun saat istrinya melahirkan dengan alasan, murah biaya terjangkau,
lebih nyaman dan dapat membantu perawatan bayi sampai 35 hari Meiwita, 1998. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa peran suami sangat dominan dalam
pengambilan keputusan, sehingga berpengaruh terhadap akses dan kontrol terhadap sumber daya yang ada. Dengan demikian ibu hamil perlu mempunyai
keberanian dan rasa percaya diri untuk berpendapat menentukan penolong
persalinan profesional yang diinginkan Susana, 2000; Mercy, 2003.
Suami dam keluarga memiliki peranan penting dalam memilih penolong selama kehamilan, persalinan dan nifas. Hal ini terutama terjadi pada perempuan
Universitas Sumatera Utara
yang relatif muda usianya sehingga kemampuan mengambil keputusan secara mandiri masih rendah. Mereka berpendapat bahwa pilihan orang yang lebih tua adalah yang
terbaik karena orang tua lebih berpengalaman daripada mereka. Selain itu, kalau mereka mengikuti saran orang tua, jika terjadi sesuatu yang buruk, maka seluruh
keluarga dan terutama orang tua akan ikut bertanggung jawab. Oleh karena itu ketika orang tua menyarankan memilih dukun, mereka akan memilih dukun
ataupun sebaliknya. Hal ini agak berbeda dengan perempuan yang lebih dewasa usianya. Mereka lebih mampu mengambil keputusan sendiri dalam memilih
penolong. Sebagai contoh, ada perempuan yang meskipun mendapat saran dari ibunya untuk memilih dukun tetapi memutuskan untuk memilih bidan karena dia
fikir jika terjadi satu masalah muncul, dia dan bayinya yang akan menjadi “korban” Juariah, 2009
2.4.4. Sosial Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan pokok primer maupun kebutuhan sekunder keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibanding keluarga
dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan memengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pendidikan. Hal ini menjadi alasan perempuan untuk lebih memilih
dukun sebagai penolong. Karena mereka beralasan bahwa dukun lebih murah dibanding tenaga kesehatan lainnya. Mereka menganggap dukun murah karena
mereka dapat membayarnya dengan beras, kelapa atau ayam yang tersedia di rumah mereka. Mereka tidak ingin memilih bidan karena mereka harus membayar bidan
dengan uang yang kadang-kadang tidak tersedia di rumah mereka. Sebaliknya,
Universitas Sumatera Utara
perempuan yang menganggap bahwa biaya ke dukun bayi sama dengan ke bidan, hanya cara pembayarannya yang berbeda cenderung akan memilih bidan. Mereka
berpendapat bahwa, jika memilih bidan mereka harus membayar dengan uang yang relatif banyak dalam sekali waktu, tetapi jika mereka memilih dukun, mereka harus
membayar secara berkesinambungan sampai periode nifas Juariah, 2009. Hasil penelitian Djaswadi, dkk 2000 menunjukkan bahwa mahalnya biaya
persalinan dan alasan kenyamanan sebagian besar ibu hamil di Kabupaten Purworejo lebih memilih melahirkan di rumah dengan pertolongan dukun. Sebagai contoh saat
ini biaya untuk kelahiran normal di kamar kelas tiga di rumah sakit swasta sekitar Rp. 390.000,00 sedangkan biaya untuk pelayanan gawat darurat sekitar 16 sampai 20
juta rupiah. Perempuan yang menjadi ibu rumah tangga tanpa bekerja di luar rumah,
secara finansial mereka tergantung pada suaminya. Sehingga, ketika suaminya berpenghasilan sedikit, juga akan berdampak terhadap tabungan mereka untuk
melahirkan. Selain itu, ketidaksiapan secara finansial, selain berkaitan dengan jumlah penghasilan, juga dengan kemauan untuk menabung untuk persiapan persalinan. Hal
ini menjadi alasan perempuan untuk lebih memilih dukun sebagai penolong. Sebaliknya, perempuan yang secara finansial lebih baik, apakah karena penghasilan
suaminya lebih memadai, atau karena mereka juga berpenghasilan, lebih memiliki kesiapan secara finansial. Selain itu, perempuan yang sudah mempersiapkan biaya
persalianannya, dengan cara menabung sebagian penghasilannya atau penghasilan suaminya, akan memilih untuk melahirkan di bidan Juariah, 2009.
2.4.5. Sosial Budaya
Universitas Sumatera Utara
Keyakinan dan kepatuhan mengikuti adat istiadat selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas memengaruhi perempuan dalam memilih penolong. Di
masyarakat, selain dipercaya memiliki kemampuan untuk memeriksa dipercaya memiliki pengetahuan sering diminta untuk memimpin upacara-upacara selamatan
seperti empat bulanan dan tujuh bulanan. Hal ini berbeda dengan bidan. Asumsi di masyarakat, bidan adalah hanya memiliki keahlian dalam memeriksakan kehamilan,
persalinan dan nifas, tetapi mereka tidak memiliki pengetahuan tentang keharusan dan larangan atau adat istiadat selama kehamilan, persalinan dan nifas. Oleh karena
itu perempuan yang masih taat dan patuh mengikuti adat istiadat akan lebih memilih dukun dari pada bidan atau kalau pun mereka memilih memeriksakan kehamilannya
ke bidan mereka juga akan meminta dukun untuk memimpin upacara tujuh bulanan dan sebagainya atau meminta saran dan dukun berkaitan dengan keharusan dan
pantangan selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas Juariah, 2009. Hasil penelitian Setiyadi 2009, menemukan bahwa ada perbedaan bermakna
kebudayaan responden dalam menolong persalinan. Dukun bayi yang kebanyakan lebih tua usianya dianggap dalam budaya setempat lebih berpengalaman dalam
menolong persalinan dan merawat bayi dibandingkan dengan bidan.
2.5. Keaslian Penelitian
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan serta menurunkan angka kematian bayi dan ibu, maka Departemen Kesehatan telah berupaya dengan
Universitas Sumatera Utara
menetapkan kebijakan tentang pengadaan dan penempatan tenaga bidan di desa. Secara bertahap bidan-bidan baru yang dihasilkan segera ditempatkan di desa-desa.
Bidan-bidan baru ini diperoleh dengan cara mendidik para lulusan Sekolah Perawat Kesehatan SPK lewat Program Pendidikan Bidan PPB selama 1 tahun atau Bidan
yang berpendidikan Diploma III Kebidanan D-3 Kebidanan Gunawan, 1991. Akan tetapi meskipun pemerintah Indonesia sudah berupaya menempatkan bidan di desa-
desa, masih banyak ibu-ibu di desa yang melahirkan dengan pertolongan dukun bayi. Maka tidaklah mengherankan bila ditemukan bahwa penyebab kematian ibu
melahirkan yang tinggi antara lain karena pertolongan persalinan khususnya di pedesaan sekitar 75 masih belum ditangani oleh tenaga medis profesional Firani,
2008. Berbagai profesional yang dapat membantu dalam pertolongan persalinan
yaitu ahli obstetri dan ginekologi, dokter umum dan dokter praktik umum bidan, personil pembantu dan paraji terlatih, dukun bayi Inaku, 2009. Pelayanan kebidanan
yang diberikan pada ibu yaitu pengawasan antenatal, pertolongan persalinan, serta perawatan nifas dan pengawasannya. Pertolongan persalinan pada masyarakat desa
lebih banyak ditangani oleh dukun tradisional sekitar 90, sedangkan pertolongan bidan 9, dan 1 oleh dokter. Sedangkan masyarakat di perkotaan lebih banyak
ditolong oleh bidan 76, oleh dokter 22,5 dan oleh dukun bayi 1,5 Nurhayati, 2012.
Hasil penelitian Firani 2008, di Desa Curah Mojo Kabupaten Mojokerto menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu yang
Universitas Sumatera Utara
mengalami anemia dengan perilaku ibu dalam memilih penolong persalinan. Sebanyak 74,47 masih berpendidikan rendah, yakni hanya tamat sekolah dasar
SD, 14,89 berpendidikan SLTP, dan 10,64 berpendidikan SLTA. Sebagian besar wanita yang berpendidikan rendah tersebut dan mengalami anemia yakni
38,30 memilih dukun sebagai penolong persalinan, 31,91 yang memilih bidan dan hanya 4,26 yang memilih dokter untuk menolong persalinannya.
Hasil penelitian Amilda 2010, di Desa Banjarsari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang. didapatkan bahwa 55,6 ibu yang mengalami anemia memilih
pertolongan persalinan oleh dukun bayi dan 44,4 oleh bidan. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan p=0,000, status ekonomi p=0,036, dan
keterjangkauan sarana kesehatan p=0,000 dengan pemilihan pertolongan persalinan oleh dukun bayi. Tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan
p=0,159 dan persepsi dengan pemilihan pertolongan persalinan oleh dukun bayi. Penelitian Jahidin 2012, di Kecamatan Limboro Kabupaten Polewali
Mandar mendapatkan hasil bahwa pengetahuan ibu p= 0,791 tidak berpengaruh terhadap alternatif pemilihan penolong persalinan. Faktor Nilai sosial budaya
p=0,037 merupakan faktor dominan terhadap alternatif pemilihan penolong persalinan sedangkan faktor jarak pelayanan kesehatan p=0,001 yang berarti ada
pengaruh antara jarak pelayanan kesehatan dengan pemilihan penolong persalinan. Dari ketiga variabel, nilai sosial budaya adalah faktor dominan yang memengaruhi
alternatif pemilihan penolong persalinan.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian lainnya telah dilakukan oleh Juliwanto 2009 yang meneliti di Kecamatan Babul Rahmah Kabupaten Aceh Tenggara mendapatkan hasil bahwa
78,2 ibu yang mengalami anemia memilih penolong persalinan pada bidan dan 21,8 pada dukun bayi. Ada hubungan secara signifikan pendapatan keluarga
p=0,032, pengetahuan p=0,020, sikap p=0,002, dan budaya p=0,000 dengan pemilihan penolong persalinan pada ibu bersalin. Variabel yang paling tinggi
pengaruhnya terhadap pemilihan penolong persalinan adalah faktor budaya p=0,000.
Penelitian yang dilakukan oleh Zulaeha 2008, mendapatkan hasil bahwa ibu yang berpendidikan rendah dan mengalami anemia lebih besar memilih dukun
sebagai penolong persalinan dibanding pendidikan tinggi, ibu dengan ekonomi tidak mampu dan mengalami anemia lebih besar memilih dukun sebagai penolong
persalinan dibanding ekonomi mampu dan pengambil keputusan orang lain lebih besar memilih dukun sebagai penolong persalinan dibanding pengambil keputusan
responden sendiri. Analisis multivariat didapatkan ekonomi, dan pengambil keputusan berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan.
Masih kurangnya informasi dan pengetahuan masyarakat terutama di pedesaan tentang komplikasi kehamilan seperti anemia menyebabkan mereka kurang
paham bahwa ibu hamil yang mengalami anemia dapat berdampak buruk pada proses persalinan dan pengetahuan penolong persalinan seperti dukun bayi yang kurang
memadai tentang anemia dapat meningkatkan angka kesakitan maupun angka kematian ibu dan bayi yang dilahirkan Manuaba, 2011.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Landasan Teori