Kedudukan yang Tidak Sama dengan Perempuan Lain

2. Kedudukan yang Tidak Sama dengan Perempuan Lain

Sebagai Ummahât al-Mu’minîn, istri-istri Nabi mempunyai kedudukan yang berbeda dengan perempuan lain, karena memang berbeda dari segi tanggung jawabnya. Firman Allah swt:

27 Al-Marâghî, Tafsir al-Marâghî, Jilid VIII, h. 4 28 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol. 11, h. 260

“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Q. S. al-Ahzâb/33: 32)

Dalam analisis Râghib al-Asfahânî seperti dikutip oleh Mahmud al-Alûsî dalam Rûh al-Ma’ânî, kata ahad ( ﺪﺣا ) pada ayat tersebut bermakna nafy li al-istigrâq (negasi untuk keseluruhan) baik sedikit ataupun banyak. Artinya kata ﺪﺣا tidak menunjukan kepada seseorang tetapi pada umumnya kaum perempuan, dan tidak

menunjukan kepada penetapan atas satu subjek (itsbât). Sehingga makna ayat tersebut adalah masing-masing istri Nabi tidak sama dengan perorangan semua perempuan

pada umumnya. 29 Ketidaksamaan istri-istri Nabi dengan perempuan lain disebabkan kedudukan mereka sebagai Ummahât al-Mu’minîn yang diberikan penghormatan

oleh seluruh umat Islam. Selain itu, ketinggian kedudukan mereka itu diperoleh karena kedekatan mereka kepada Nabi. Kedekatan ini menjadikan mereka mendapat bimbingan khusus yakni kesempatan lebih banyak untuk mengenal Nabi dan meneladani beliau. Di sisi lain, Nabi pun memperlakukan mereka melebihi perempuan-perempuan lain, dalam kedudukan beliau sebagai suami. Menurut Quraish Shihab, walaupun semua istri Nabi mendapat kehormatan yang sama, namun antar mereka terjadi perbedaan

29 al-Alûsî, Rûh al-Ma’âni, Juz 22, h. 4.

peringkat, bukan saja akibat kedekatan Nabi kepadanya, tetapi juga akibat berbedanya pengabdian dan ketakwaan mereka. Istri Nabi yang paling utama adalah Khadijah yang melahirkan anak-anaknya untuk Nabi (kecuali satu, yaitu putra beliau

Ibrahim 30 ). Khadijah mendampingi beliau saat kritis serta mencurahkan segala yang dimilikinya untuk mendukung perjuangan Nabi Muhammad saw. Selain Khadijah,

istri nabi yang utama adalah ‘‘Âisyah . Beliau adalah satu-satunya gadis yang dikawini Nabi, dan memiliki banyak pengetahuan sampai-sampai dinyatakan dalam

satu riwayat bahwa setengah tuntunan agama diperoleh melalui ‘‘Âisyah ra. 31 Berdasarkan ayat di atas, ada syarat tertentu sehingga mereka dapat berbeda

dengan perempuan lain, yaitu jika mereka bertakwa, menghindari segala yang mengundang murka Allah dan Rasul-Nya. 32 Meskipun demikian, firman Allah

ﻦﺘﯿﻘﺗا نا (jika kamu bertakwa), bukanlah isyarat bahwa di antara mereka ada yang belum bertakwa, melainkan bertujuan mendorong mereka untuk lebih meningkatkan

ketakwaan. 33 Imam ar-Râzî dalam Mafâtih al-Ghaibnya menyatakan bahwa

kalimat ﱠﻦُﺘ ْﯿَﻘﱠﺗا ِنِإ mengandung dua hal: pertama, kalimat tersebut berkaitan dengan kalimat sebelumnya sehingga ketidaksamaan istri-istri Nabi saw dengan perempuan lain ditentukan oleh ketakwaan mereka, kedua, kalimat tersebut berkaitan dengan kalimat sesudahnya sehingga maknanya menjadi ‘jika mereka bertakwa hendaknya

30 Ibrahim adalah putra Nabi dari budak beliau, Mariyah al-Qibtiyyah. Mariyah adalah hadiah yang diberikan raja Mukaukis untuk beliau.

31 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol. 11, h. 261-262 32 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol. 11, h. 261 33 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol. 11, h. 262 31 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol. 11, h. 261-262 32 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol. 11, h. 261 33 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol. 11, h. 262

larangan tersebut merupakan sumber munculnya fâh 34 isyah. Oleh karena untuk menjaga ketakwaan dan kemuliaan mereka itulah maka Allah memberikan aturan-

aturan atau batasan-batasan kepada para istri Nabi saw sehingga akhirnya mereka dapat menjadi perempuan-perempuan yang berbeda dengan perempuan lainnya.

Dalam konteks fiqh al-mu’âsyarah, ayat di atas mengandung empat tanda- tanda perempuan yang bersuami dan menjadi ciri-ciri istimewa para istri Nabi sehingga kemudian mereka berbeda dengan perempuan pada umumnya; pertama

mempertegas perbedaan dengan perempuan pada umumnya (ءﺎﺴﻨﻟا ﻦﻣ ﺪﺣﺎﻛ ﻦﺘﺴﻟ); kedua, mempertinggi kualitas ketakwaan ( ﻦﺘﯿﻘﺗا نا ); ketiga, membatasi dan mengatur komunikasi dan hubungan dengan orang ( لﻮﻘﻟﺎﺑ ﻦﻌﻀﺨﺗ ﻼﻓ ); keempat,

memiliki akhlak terpuji yang menjadi teladan ( ﺎﻓوﺮﻌﻣ ﻻﻮﻗ ﻦﻠﻗو ). 35 Oleh karena itu, selain mendapatkan hak istimewa, para istri Nabi saw pun

mempunyai beban dan tanggung jawab, tugas dan kewajiban yang harus mereka emban/laksanakan sebagai perempuan pilihan, pendamping Nabi, panutan dan teladan umat.