Khadîjah Binti Khuwailid

1. Khadîjah Binti Khuwailid

Khadîjah adalah putri Khuwailid bin Asad bin ‘Abd al-‘Uzza bin Qushai Al- Qurasyiyyah al-Asadiyyah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghâlib bin

Fihr bin Mâlik bin An-Nadhr bin Kinânah. 43 Ibunya adalah Fathîmah binti Zaidah bin al-Asham, nama al-Asham adalah Jundab bin Harim bin Rawâhah bin Hijr bin

‘Abd bin Maish bin ‘Âmir bin Luai. 44 Khadîjah lahir kira-kira 15 tahun sebelum tahun Fîl (tahun gajah). 45

43 Abu ‘Umar Yusuf bin ‘Abdullah bin Muhammad Ibnu ‘Abdil Barr al-Qurthubi, Al-Istî’âb fî Ma’rifah al-Ashhâb, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995), cet. 1, juz. 4, h. 379. Al-Hâfiz Ibnu

Hajar berkata di Fath al-Bâri j. 7, h. 167, “Khadîjah binti Khuwailid adalah istri Rasulullah Saw yang nasabnya paling dekat dengan beliau.”

44 Lihat al-Qurthubi, Al-Istî’âb, h. 379. Ahmad Khalîl Jam’ah, Istri-istri Para Nabi, h. 312 45 Ibnu Sa’ad, Purnama Madinah, h. 23

Sebelum menikah dengan Nabi saw, Khadîjah bersuamikan ‘Âtiq bin Aidz bin Abdullah bin Amr bin Makhzûm. Darinya Khadîjah mempunyai satu anak wanita, yaitu Hindun. Setelah bersuamikan ‘Âtiq bin Aidz, Khadîjah bersuamikan

Abû Hâlah Mâlik 46 bin Nabbasy bin Zurârah bin Waqdân bin Habîb bin Salamah bin ‘Adî bin Usayyid bin ‘Amr bin Tamîm, sekutu Bani ‘Abdudar bin Qushai. Khadîjah

melahirkan dua anak dari Abû Hâlah, yaitu Hindun dan Hâlah. Jadi keduanya adalah saudara laki-laki anak-anak Nabi saw Meskipun demikian, sebagian besar ulama mengatakan bahwa Khadîjah binti Khuwailid lebih dahulu menikah dengan Abû

Hâlah. 47

Setelah itu, sebenarnya banyak pemuka Quraisy yang menginginkan beliau, tetapi beliau memprioritaskan perhatiannya dalam mendidik putra-putrinya serta mengurusi perniagaan sehingga beliau menjadi seorang yang kaya raya. Suatu ketika, beliau mencari orang yang dapat menjual dagangannya. Maka tatkala beliau mendengar tentang Muhammad sebelum bi'tsah (diangkat menjadi Nabi) yang memiliki sifat jujur, amanah dan berakhlak mulia, beliau meminta kepada Muhammad untuk menjualkan dagangannya bersama seorang pembantunya yang bernama Maisarah. Beliau memberikan barang dagangan kepada Muhammad melebihi dari apa yang dibawa oleh selainnya. Muhammad al-Amîn pun

46 Sebagian besar sumber menyebutkan bahwa nama asli Abû Hâlah ialah Hindun. al-Hâfiz menukil dari Ibnu Katsîr di Fath al-Bâri, j. 7, h. 167 empat nama bagi Abû Hâlah: Mâlik menurut

Az-Zubair, Zurârah menurut Ibnu Mandah, Hindun menurut penegasan Al-Askari, dan An-Nabasy menurut penegasan Abû Ubaid. Menurut Ahmad Khalîl Jam’ah, Istri-istri Para Nabi, h. 313 di sebagian nasabnya juga terdapat perbedaan pendapat.

47 Ahmad Khalîl Jam’ah, Istri-istri Para Nabi, h. 312-313.

menyetujuinya dan berangkatlah beliau bersama Maisarah. Perdagangannya tersebut menghasilkan laba yang banyak. Khadîjah merasa gembira dengan hasil yang banyak tersebut karena usaha dari Muhammad, akan tetapi ketakjubannya terhadap kepribadian Muhammad lebih besar dan lebih mendalam dari semua itu. Maka mulailah muncul perasaan-perasaan aneh yang berbaur di benaknya, yang belum pernah beliau rasakan sebelumnya. Pemuda ini tidak sebagaimana kebanyakan laki- laki lain.

Khadîjah merasa pesimis tentang kemungkinan Muhammad mau menikahinya mengingat umurnya sudah mencapai 40 tahun. Ia juga bukan lagi

seorang wanita muda, tetapi sudah menjadi seorang wanita dewasa, sudah banyak makan asam-garam kehidupan di dunia ini, pernah dua kali menikah dengan pria dari kalangan Quraisy, dan sudah berpengalaman bergaul dengan kaum pria lain, yang mengambil upah dengan membawakan barang-barang dagangannya ke negeri Syam

(Syria). 48 Maka di saat dia bingung dan gelisah karena problem yang menggelayuti

pikirannya, tiba-tiba muncullah seorang temannya yang bernama Nafîsah binti Munabbih yang mengerti tentang perasaannya. Kemudian Nafîsah pergi menemui Muhammad dan menyampaikan maksudnya. Muhammad pun menerimanya.

Maka kemudian Nafîsah pergi menemui Khadîjah untuk menyampaikan kabar gembira tersebut, sedangkan Muhammad al-Amîn memberitahukan kepada paman-paman beliau tentang keinginannya untuk menikahi Khadîjah. Kemudian Maka kemudian Nafîsah pergi menemui Khadîjah untuk menyampaikan kabar gembira tersebut, sedangkan Muhammad al-Amîn memberitahukan kepada paman-paman beliau tentang keinginannya untuk menikahi Khadîjah. Kemudian

selanjutnya menyerahkan mahar berupa 20 ekor unta. 49 Setelah usai akad nikah, disembelihlah beberapa ekor hewan kemudian

dibagikan kepada orang-orang fakir. Khadîjah membuka pintu bagi keluarga dan handai taulan dan di antara mereka terdapat Halimah as-Sa'diyah yang datang untuk menyaksikan pernikahan anak susuannya. Setelah itu dia kembali ke kampungnya dengan membawa 40 ekor kambing sebagai hadiah perkawinan yang mulia dari Khadîjah, karena dahulu dia telah menyusui Muhammad yang sekarang menjadi

suami tercinta. Kekaguman Khadîjah terhadap Muhammad dan hasratnya untuk melangsungkan pernikahan dengannya menjadi kenyataan. Khadîjah menemukan dalam kepribadian Muhammad sifat-sifat kekeluargaan yang menarik, yang tidak ditemukannya pada pria-pria lain yang telah berebut mengetuk pintu rumahnya untuk melamarnya. Yang pasti, pada waktu itu, Siti Khadîjah melihat Muhammad tidak lebih sebagai gambaran seorang laki-laki yang ideal, bukan sebagai seorang calon

nabi yang ditunggu-tunggu. 50 Maka jadilah Sayyidah Quraisy sebagai istri dari Muhammad al-Amîn dan

jadilah dirinya sebagai contoh yang paling utama dan paling baik dalam hal mencintai suami dan mengutamakan kepentingan suami dari pada kepentingan sendiri.

48 Bint Asy-Syâthi, Istri-istri Nabi, h. 23 49 Bint Asy-Syâthi, Istri-istri Nabi, h. 47

Manakala Muhammad mengharapkan Zaid bin Haritsah, maka Khadîjah menghadiahkannya kepada Muhammad. Demikian juga tatkala Muhammad ingin mengambil salah seorang putra pamannya, Abû Thâlib, maka Khadîjah menyediakan suatu ruangan bagi ‘Alî bin Abî Thâlib r.a. agar dia dapat mencontoh akhlak suaminya, Muhammad saw.

Saat menikah dengan Khadîjah, Nabi Muhammad saw berusia 25 tahun sedangkan Khadîjah 40 tahun. Dari Khadîjah, Nabi saw dikaruniai putra-putri yang bernama al-Qâsim, ‘Abdullâh, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kaltsûm dan Fâtimah. Perkawinan Nabi Saw dengan Khadîjah berlangsung selama lima belas tahun

sebelum beliau diangkat menjadi rasul pilihan. 51 Nabi saw tidak menikah dengan wanita lain hingga Khadîjah wafat.

52 Khadîjah hidup bersama Nabi saw selama dua puluh empat tahun beberapa bulan. Khadîjah wafat dalam usia 65 tahun pada bulan Ramadhan tiga tahun

sebelum hijrah atau tahun kesepuluh kenabian. Ia dimakamkan di Hajun. Nabi sendiri yang masuk ke dalam liang kuburnya. Saat itu shalat Jenazah belum diwajibkan. 53

Keutamaan Khadîjah

Sebelum menikah dengan Nabi, beliau dikenal sebagai wanita yang berakhlak mulia. Bahkan pada zaman Jahiliyah ia dijuluki ath-Thâhirah yakni yang

50 Bint Asy- Syâthi, Istri-istri Nabi, h. 23 51 Bint Asy-Syâthi, Istri-istri Nabi, h. 23

52 Diriwiyatkan Ath-Thabrânî di Al-Kabîr, 22/450 sampai dengan kata hingga ia wafat.

Ibnu Sa’ad, Purnama Madinah, h. 24-25 Ibnu Sa’ad, Purnama Madinah, h. 24-25

sebagai seorang yang teguh dan cerdik serta memiliki perangai yang luhur. Karena itulah banyak laki-laki dari kaumnya menaruh simpati kepadanya.

Setelah menikah, sebagai seorang istri, beliau selalu mendukung, membantu, dan membela suami. Pada saat Nabi Muhammad menerima wahyu yang pertama dan resmi diangkat Allah menjadi seorang rasul, maka Khadîjah adalah orang yang pertama kali beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan yang pertama kali masuk Islam. Bahkan di antara empat orang yang termasuk golongan yang memeluk

Islam pertama kali (as-Sâbiqûn al-Awwalûn) dialah satu-satunya orang dari kalangan perempuan. Firman Allah:

“Dan Orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk surga)” (Q. S. al-Wâqi’ah/56: 10)

Tatkala kemudian datang gelombang keras yang menentang kenabian Muhammad, maka Khadîjah adalah seorang istri yang selalu mendukung dan membantu suami. Ia berdiri kokoh membela Nabi, ibarat sebuah gunung yang tegar, kokoh dan kuat dalam membela Nabi.

54 Al-‘Asqalânî, Al-Istî’âb, j. 4, h. 379

Karena sifat-sifatnya yang demikian itu, beliau menjadi sebaik-baik wanita. Nabi Saw pernah bersabda: “Sebaik-baik wanita adalah Maryam binti Imrân, sebaik-

baik wanita adalah Khadîjah binti Khuwailid.” 55 Imam Ahmad, Abû Ya’la, Ath-Thabrânî dengan para perawi hadits

meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas r.a. yang berkata:

“Rasulullah saw. membuat empat garis di tanah, kemudian bersabda, “Tahukah kalian, garis apakah ini?” para shabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”. Rasulullah Saw. bersabda: “Wanita penghuni surga yang paling utama adalah Khadîjah binti Khuwailid, Fâthimah binti Muhammad, dan Asiyah binti Muzâhim, istri Fir’aun, Maryam binti Imrân.” 56

55 Bunyi teks hadits tersebut adalah:

Al-Bukhori, Shahîh al-Bukhârî, Kitab Ahâdits al-Anbiyâ’, bab

Hadits No. 3178, CD Room 56 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, Kitab ‘Di antara musnad Bani Hasyim, bab permulaan

Musnad ‘Abdullah bin ‘Abbâs, Hadits No. 2536, CD Room.

Bahkan ‘Âisyah pernah merasa sangat cemburu terhadap Khadîjah meskipun beliau sudah meninggal dikarenakan Nabi selalu menyebut-nyebut namanya, sampai-sampai ‘Âisyah berkata, ”Mengapa kau sebut-sebut namanya

padahal ia telah meninggal dan engkau telah diberikan yang lebih baik darinya?” 57 . Nabi menjawab yang menggambarkan kedudukan Khadîjah yang sangat mulia di

matanya:

“…Allah tidak menganugerahkan kepadaku seorang istri sebagai pengganti yang lebih baik dari pada Khadîjah r.a. Ia beriman kepadaku ketika orang- orang mengingkari kenabianku; ia membenarkan ketika orang-orang mendustakanku; dan ia membantuku dengan harta kekayaannya ketika orang lain tidak mau memberiku; dan dari rahimnya Allah menganugerahkan anak- anak bagiku, bukan dari wanita-wanita lainnya.” 59

Banyak sekali sanjungan dan keutamaan Khadîjah yang disebabkan kebaikan dan jasanya terhadap Nabi dalam menyebarkan dakwah Islam.