Rumahnya adalah Tempat Dibacakan Wahyu Allah (Al-Qur’an) dan Sumber Sunnah Nabi

3. Rumahnya adalah Tempat Dibacakan Wahyu Allah (Al-Qur’an) dan Sumber Sunnah Nabi

34 Ar-Râzî, Tafsir ar-Râzî, juz. 25, h. 209 35 Perhatikan penafsiran as-Sayûthî, Ad-Durr al-Mantsûr, juz 5, h. 373

Di samping beberapa keistimewaan sebagaimana tersebut di atas, ada satu hal utama yang menjadikan mereka istimewa dan memiliki berbagai beban, tanggung jawab, tugas dan kewajiban, yaitu bahwa rumah tempat tinggal mereka dengan Nabi saw adalah rumah tempat dibacakan ayat-ayat Allah dan sumber sunnah Nabi yang merupakan pengajaran Nabi saw kepada ummatnya. Oleh karena itu maka tempat tinggal mereka dengan Nabi saw –atau rumah Nabi saw-- adalah sekolah kenabian (madrasah an-nubuwwah) karena di dalamnya berlangsung proses pembelajaran dan komunikasi risalah antara tiga kelompok subjek pembelajaran yaitu Allah swt melalui Jibril sebagai sumber wahyu, Nabi Muhammad sebagai pengemban risalah dan para

sahabat sebagai sasaran risalah. Maka peran istri Nabi di dalam rumah Nabi tersebut sangat sentral, mereka adalah kelompok pertama yang mengetahui aktifitas komunikasi eskatologis Nabi, serta yang paling pertama menerima pengajaran dari

Nabi tentang berbagai hal yang menyangkut ajaran Islam. 36 Dengan demikian suasana bathin rumah yang ditempati para istri Nabi

menggambarkan magma spiritualitas, ketenangan, dinamika keilmuan dan tarbiyyah. Gambaran suasana bathin rumah Nabi beserta para istrinya diungkapkan dengan jelas oleh Allah swt dalam Surah al-Ahzâb ayat 34:

36 Dalam tradisi ilmu hadits misalnya, kualitas hadits yang diterima oleh ‘Âisyah menempati kualitas hadits paling baik, karena bisa dipertanggungjawabkan validitasnya sehubungan Aiysah

dipastikan menerimanya dari tangan pertama, Nabi sendiri.

“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Ahzâb/33: 34).

Ibnu Said meriwayatkan dari Abû Amâmah Ibnu Sahl ra. ketika mengomentari ayat ini menjelaskan bahwa Nabi saw shalat sunnah di rumah-rumah

istrinya baik pada malam ataupun siang hari. 37 Sementara ‘Abd ar-Razzâq, Ibnu Sa’îd, Ibnu Jarîr, Ibnu Mundzîr dan Ibnu Abî Hâtim meriwayatkan dari Qatâdah,

bahwa Nabi saw mengingatkan istri-istrinya tentang apa yang dibacakannya di rumah masing-masing dari al-Qur’an dan Sunnahnya tentang hal yang wajib dan hal yang haram. 38

Dalam hal ini, istri-istri Nabi menjadi beruntung karena mengetahui betul suasana kemu’jizatan al-Qur’an dan bisa ikut terlibat dalam suasana bathin Nabi ketika akan mendapatkan wahyu sehingga mereka bisa mendapatkan nilai-nilai esoteris dan eksoteris wahyu, pada saat itu dari tangan pertama. Para istri Nabi

mengetahui betul rahasia dan nilai mendasar dari setiap ajaran syari’at. 39 Ia juga mampu menyaksikan reaksi spontan Nabi dan respon beliau atas berbagai persoalan

yang muncul dari para sahabat atau dari mereka sendiri secara pribadi, atau yang berkaitan dengan persoalan ummat dan kenabian. Sesuatu yang boleh jadi tidak bisa

didapatkan oleh para sahabat di luar rumah tangga Nabi saw. 40

37 as-Sayûthî, Ad-Durr al-Mantsûr, Juz 5, h. 379 38 as-Sayûthî, Ad-Durr al-Mantsûr, Juz 5, h. 379. Perhatikan pula al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî, Juz

22, h. 20 39 al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî, Juz 22, h. 20

40 Para istri Nabi mendapatkan penjelasan dan bacaan dari setiap wahyu yang turun di rumahnya masing-masing. Lihat al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî, Juz 22, h. 21.

Dengan demikian ukuran-ukuran kuantitatif dan material menjadi tidak berlaku untuk menilai kemegahan dan wibawa rumah istri-istri Nabi saw. Karena rumah mereka hanya dihiasi oleh aksesoris spiritual dan keilmuan.