Analisis Data dan Pembahasan

C. Analisis Data dan Pembahasan

1. Lokasi dan Pemetaan Wilayah Rawan Banjir

Penelitian yang berjudul Analisis Kesediaan membayar (willingness to pay) mitigasi banjir di Eks Karisidenan Surakarta ini wilayah penelitiannya Penelitian yang berjudul Analisis Kesediaan membayar (willingness to pay) mitigasi banjir di Eks Karisidenan Surakarta ini wilayah penelitiannya

(Sumber: Data primer diolah, 2012)

Gambar 4.1 Peta Tingkat Kerawanan Banjir Gambar 4.1 Peta Tingkat Kerawanan Banjir

1. Wilayah yang masuk dalam Daerah Aliran Sungai, dalam penelitian ini adalah wilayah-wilayah yang di lintasi Sungai Bengawan Solo, jadi jika air Bengawan Solo meluap, wilayah ini terancam banjir. Semakin dekat jarak wilayah/desa dengan Sungai Bengawan Solo semakin tinggi tingkat kerawanan banjir. Rata-rata jarak wilayah desa yang rawan bencana banjir denga Sungai Bengawan Solo 500-1000 meter (m).

2. Wilayah-wilayah dibantaran Sungai Bengawan Solo yang berkontur datar sehingga pada musim hujan muka tanah hampir sejajar dengan muka air Bengawan Solo. Wilayah ini mempunyai tingkat kerawanan banjir yang tinggi.

3. Wilayah yang sudah terjadi perubahan guna lahan yang tidak sesuai dengan perencanaan terutama pada daerah bantaran sungai dan badan- badan saluran untuk permukiman. Daerah seperti ini tingkat kerawanan banjir juga besar.

4. Wilayah yang hampir semua kawasan merupakan lahan terbangun dan kawasan resapan yang ada sangat kecil. Di daerah seperti ini mempunyai tingkat kerawanan banjir yang tinggi.

5. Wilayah yang masuk daerah Aliran Sungai Bengawan Solo yang ada tanggul buat pengendali banjir tapi karena kurangnya pemeliharaan tanggul menyebabkan berkurangnya kekuatan tanggul akibat erosi.

No

Desa/Kelurahan

Tingkat kerawanan

11. Tegal Made

Sumber : Analisis data primer dan data sekunder Tahun 2012

Desa-desa yang tingkat kerawanan banjir tinggi adalah desa yang dilintasi oleh sungai besar, yaitu Sungai Bengawan Solo, apabila Sungai Bengawan Solo banjir dan meluap maka desa-desa yang dikategorikan tingkat kerawananya tinggi akan terendam banjir dan kalau dilihat dari bentuk desa- desa yang berkategori tingkat kerawanan banjir tinggi memang desa-desa itu Desa-desa yang tingkat kerawanan banjir tinggi adalah desa yang dilintasi oleh sungai besar, yaitu Sungai Bengawan Solo, apabila Sungai Bengawan Solo banjir dan meluap maka desa-desa yang dikategorikan tingkat kerawananya tinggi akan terendam banjir dan kalau dilihat dari bentuk desa- desa yang berkategori tingkat kerawanan banjir tinggi memang desa-desa itu

2. Analisis Deskriptif Banjir Bengawan Solo

a. Sejarah Banjir Sungai Bengawan Solo

Bengawan Solo merupakan sungai terbesar dan terpanjang di Pulau Jawa, terletak di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan panjang ± 600 Km, dan luas daerah aliran ± 16.100 Km 2 . Berdasarkan wilayah administrasinya aliaran air Bengawan Solo melalui 17 Kabupaten dan 3 kota Jawa Tengah dan Jawa Timur. Secara fisik, alur utama Sungai Bengawan Solo berawal dari sungai-sungai yang ada di Kabupaten Wonogiri yang mengalir ke Waduk Gajah Mungkur, dari Waduk Gajah Mungkur inilah arus Sungai Bengawan Solo menjadi semacam satu- satunya pengendali arus aliran Sungai Bengawan Solo. Apabila kondisi waduk berfungsi secara optimal maka banjir di aliran Sungai Bengawan Solo dapat dikendalikan dengan baik. Hal itu terbukti sejak Waduk Gajah Mungkur difungsikan (1978) sudah tidak terjadi banjir besar seperti yang terjadi pada tahun 1965. Banjir besar kembali melanda di kawasan aliran Sungai Bengawan Solo yang terjadi pada akhir tahun 2007 sampai tahun 2012, dikarenakan fungsi Waduk Gajah Mungkur yang sudah tidak lagi

Sedimentasi yang terjadi di waduk dewasa ini lebih dari 3 juta meter kubik setiap tahun. Dengan terjadinya sedimentasi yang begitu cepat sehingga fungsi waduk sebagai penampung air menjadi berkurang secara signifikan. Faktor yang kedua adalah karena kerusakan bangunan tanggul yang berwujud retakan-retakan. Kejadian tersebut dapat dilihat dari Gambar 4.1 dibawah ini.

(Sumber: Data primer diolah, 2012)

Gambar 4.1 Sejarah Banjir 4 Kabupaten Lokasi Penelitian

Gambar 4.1 merupakan sejarah banjir Sungai Bengawan Solo dari tahun 1965 sampai dengan 2007 sampai awal 2008 yang di mana banjir besar terulang kembali. Seperti yang dituturkan Pak Atmo siyem warga Cabeyan, Tenggak berikut ini:

“Banjir yang paling besar desa Tenggak ini terjadi pada tahun

Banjir Besar DAS Bengawan Solo

Th 1965

Membuat Waduk

Gajah Mungkur Sebagai penampung air

Th 1978

Sedimentasi, kerusakan bangunan tanggul dan Perubahan struktur Sungai

Fungsi Waduk Gajah Mungkur Tidak Optimal

Banjir Besar DAS Bengawan Solo 2007- 2012

Banjir Kecil DAS

Bengawan Solo

sehari semalam sedangkan di persawahan 4 hari. Namun sejak pemerintah membangun Waduk Gajah Mungkur, banjir tidak terjadi lagi sehingga masyarakat merasa aman, tetapi tidak disangka banjir terjadi lagi mulai tahun 2007 sampai sekarang bisa dipastikan kalau musim penghujan terjadi banjir”.

Banjir tersebut disebabkan karena hujan deras di kawasan hulu serta pendangkalan sungai dan perubahan struktur sungai di daerah Sub DAS Bengawan Solo.

b. Kejadian Banjir Sungai Bengawan Solo

Banjir yang terjadi pada tanggal 26-29 Desember 2007 dan 30 Januari 2009 temasuk kategori banjir besar yang terjadi di Sungai Bengawan Solo selain banjir yang terjadi sekitar tahun 1965. Masyarakat menganggap bahwa setelah dibangunnya Waduk Gajah Mungkur tidak akan terjadi banjir besar lagi, masyarakat sudah merasa aman dengan adanya waduk tersebut.

Kejadian banjir tahun itu tidak hanya dikarenakan oleh hujan deras yang melanda disekitar wilayah DAS Bengawan Solo tetapi juga dengan Waduk Gajah Mungkur yang sudah tidak berfungsi secara optimal karena pendangkalan yang hebat, selain itu gempa tahun 2006 juga berakibat pada kondisi waduk yang beberapa bagian dindingnya retak. Kondisi ini menyebabkan volume air yang dapat ditampung tidak maksimal sehingga semestinya belum dibuka pintu air waduk saat musim hujan terpaksa dibuka karena ditakutkan waduk akan jebol, dengan dibukanya pintu air waduk maka memyebabkan banjir.

sepanjang aliran sungai Bengawan Solo di antaranya yaitu : Solo, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Ponorogo, Madiun, Cepu, Bojonegoro, Tuban, Babat, Lamongan, Gresik dan daerah di sekitarnya yang menimbulkan kerusakan.

Pemahaman masyarakat terhadap daerah mereka yang rawan banjir sebenarnya sudah cukup baik, masyarakat di DAS Bengawan Solo di wilayah penelitian telah memahami tanda-tanda akan terjadinya banjir, berikut penuturan informan Pak Sastro Wiryono warga dusun ketonggo, Masaran.

“Tanda-tanda jika akan terjadi banjir biasanya ditandai dengan turunnya hujan deras cukup lama yang merata dari atas (daerah hulu sungai) sampai daerah sini sehingga air sungai Bengawan Solo semakin banyak dan airnya terlihat hitam gelap, banyak sampah-sampah yang terbawa arus sungai serta ada bau yang menyengat.Tanda-tanda ini maka dapat dipastikan akan terjadi banjir”.

Kejadian banjir yang terjadi pada tahun 2007-2012 cukup meresahkan penduduk di sekitar DAS Bengawan Solo, akibat banjir rumah-rumah mereka dan sawahnya terendam air sehingga mengakibatkan aktivitas penduduk lumpuh total terutama banjir yang terjadi akhir tahun 2007, walau banjirnya hanya satu hari satu malam namun sempat membuat penduduk tidak bisa keluar rumah dan bertahan di dalam rumah menunggu air surut.

Kondisi jika terjadi banjir diwilayah penelitian Kabupaten Sragen cukup memprihatinkan sebab air yang menggenangi desa-desa mereka Kondisi jika terjadi banjir diwilayah penelitian Kabupaten Sragen cukup memprihatinkan sebab air yang menggenangi desa-desa mereka

c. Kerugian Akibat Banjir Sungai Bengawan Solo

Kerugian akibat banjir besar seperti terjadinya pengikisan lahan penduduk pinggir sungai khususnya yang berada di tikungan Sungai Bengawan Solo, hal ini membuat luas wilayah desa semakin berkurang, korban jiwa, berbagai kerusakan fisik seperti terendamnya perumahan, sawah, pekarangan, jembatan putus, talud ambrol, sarana dan prasarana umum terendam, PDAM macet, air sulit didapat, lalu lintas terendam, harta benda hanyut atau busuk, terganggunya kesehatan terutama pada anak-anak, dan setelah banjir timbul penyakit gatal-gatal,masuk angin, diare,batuk dan pilek serta kerugian-kerugian lainya.

Penduduk di daerah DAS Bengawan Solo mayoritas bermatapencaharian sebagai petani jadi jika terjadi banjir besar kerugian yang paling besar adalah di bidang pertanian. Terjadi gagal panen karena padi yang belum siap panen terendam air dan membusuk. Kerusakan padi juga dipicu oleh kualitas air yang merendam tanaman padi sangat jelek karena tercemari oleh buangan air limbah pabrik, misalnya di wilayah sragen faktor tambahnya rusak tanaman sewaktu banjir karena bukan saja buangan zat kimia dari pembatik tetapi juga limbah dari pabrik alcohol PT Acidatama. Para petani merasa rugi karena tidak ada harapan atau penghasilan dari hasil pertaniannya, semua tanaman di sawah tidak dapat diharapkan karena rusak akibat banjir. Sawah baru bisa ditanami setelah Penduduk di daerah DAS Bengawan Solo mayoritas bermatapencaharian sebagai petani jadi jika terjadi banjir besar kerugian yang paling besar adalah di bidang pertanian. Terjadi gagal panen karena padi yang belum siap panen terendam air dan membusuk. Kerusakan padi juga dipicu oleh kualitas air yang merendam tanaman padi sangat jelek karena tercemari oleh buangan air limbah pabrik, misalnya di wilayah sragen faktor tambahnya rusak tanaman sewaktu banjir karena bukan saja buangan zat kimia dari pembatik tetapi juga limbah dari pabrik alcohol PT Acidatama. Para petani merasa rugi karena tidak ada harapan atau penghasilan dari hasil pertaniannya, semua tanaman di sawah tidak dapat diharapkan karena rusak akibat banjir. Sawah baru bisa ditanami setelah

“jika terjadi banjir dan sawah saya itu hanya terendam air banjir satu hari satu malam tanaman masih bisa diselamatkan walaupun nanti hasilnya cuman dapat 50 persen dari hasil normal tetapi kalau banjir merendam sawah lebih dari dua hari berarti saya gagal panen karena tanaman mati akibat genangan air hujan dan air limbah yang mengalir ke sawah. saya tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menunggu masa tanam berikutnya dan harus mengolah tanah sedemikian rupa hingga punya kemampuan untuk ditanami lagi”.

d. Tindakan Mitigasi Masyarakat dan Pemerintah

Coburn et al. (1992) mendefinisikan mitigasi bencana sebagai pengambilan tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh suatu bahaya sebelum bahaya itu terjadi. Istilah mitigasi berlaku untuk cakupan yang luas dari aktifitas-aktifitas dan tindakan-tindakan perlindungan yang mungkin diawali, dari yang fisik, seperti membangun bangunan-bangunan yang lebih kuat, sampai dengan yang prosedural, seperti teknik-teknik yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam rencana penggunaan lahan. Dalam usaha mengurangi dampak yang ditimbulkan banjir, seringkali penanganan masalah banjir ditekankan pada usaha struktural dan dibebankan secara keseluruhan kepada pemerintah. Sama halnya tindakan mitigasi di daerah penelitian.

Hasil dari penelitian ini upaya untuk melakukan tindakan mitigasi, masyarakat cenderung pasrah akan keadaan yang terjadi karena banyak Hasil dari penelitian ini upaya untuk melakukan tindakan mitigasi, masyarakat cenderung pasrah akan keadaan yang terjadi karena banyak