Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

UU No. 13 tahun 1962 meyebutkan bahwa setiap daerah diberikan hak untuk mendirikan Bank Pembangunan Daerah BPD untuk mempercepat terlaksananya usaha-usaha pembangunan yang merata di seluruh Indonesia perlu adanya pengerahan modal dan potensi di daerah-daerah untuk pembiayaan pembangunan daerah masing-masing. Pada tahun 2008 jumlah BPD di Indonesia mencapai 26 BPD yang tersebar diseluruh provinsi di Indonesia, sedangkan BPD yang membuka Unit Usaha Syariah hanya 15 BDP saja. 1 Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Banten BPD JABAR BANTEN merupakan salah satu perusahaan milik pemerintah daerah yang fungsinya sama seperti bank umum lainnya, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan tarap hidup rakyat banyak. Setelah lahirnya UU No. 10 tahun 1998 tentang sistem perbankan yang membolehkan adanya dual banking system, maka BPD JABAR BANTEN membuka Unit Usaha Syariah UUS yang akan meramaikan dunia perbankan syariah di Indonesia. 1 Asosiasi Bank Pembangunan Daerah diakses pada 10 oktober dari http:asbanda.combpd.php 1 Perkembangan perbankan syariah dari masa ke masa telah memberikan warna baru dalam dunia perbankan di Indonesia, tercatat sampai dengan Januari 2009, jumlah bank syariah telah mencapai 31 unit, yaitu 5 Bank Umum Syariah BUS dan 26 Unit Usaha Syariah UUS, sedangkan jumlah Bank Perkreditan Rakyat BPRS mencapai 132 unit. 2 Salah satu fugsi bank syariah adalah Penyalur Dana financing, yang terdiri dari empat kategori yang dibedakan berdasarkan penggunaannya, yaitu: Pembiayaan dengan prinsip jual beli, sewa, bagi hasil, dan dengan akad pelengkap. Produk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil terbagi dua bagian, yaitu: Pembiayaan Musyarakah dan Pembiayaan Mudharabah. Pembiayaan ini mempunyai pengaruh terhadap perkembangan perekonomian, karena pembiayaan ini diperuntukan untuk sektor riil. Musyarakah yaitu pembiayaan kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 3 Pembiayaan Musyarakah ini memiliki keunggulan dalam kebersamaan dan keadilan, baik dalam berbagi keuntungan maupun risiko kerugian. Perbedaan yang mendasar antara pembiayaan Musyarakah dengan Murabahah ialah sifat dari pembiayaan itu sendiri, pembiayaan Musyarakah bersifat produktif 2 Bank Indonesia “Statistik Perbankan Syariah” diakses pada 3 Maret 2009 dari http:www.bi.go.idwebidStatistikStatistik+PerbankanStatistik+Perbankan+Syariahsps_0109.htm 3 Karim, Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, PT. RajaGrafindo Persada, 2006 cet. Ke-3, hal 102. sedangkan pembiayaan murabahah bersifat konsumtif. Pembiayaan Musyarakah yang bersifat produktif seharusnya menjadi produk unggulan bank syariah, karena pembiayaan mudharabah ditujukan kepada sektor riil yang akan menggerakan roda perekonomian. Dengan adanya sektor riil yang mendapatkan kucuran dana dari bank tentunya akan menjadi dana segar bagi kegiatan usaha, dengan adanya dana segar tersebut pengusaha dapat menjalankan usahanya dengan baik sehingga akan menyerap tenaga kerja, secara mikro memang tidak terlalu berdampak pada perkembangan ekonomi negara, akan tetapi apabila semua bank syariah lebih meprioritaskan pembiayaan Mudharabah atau Musyarakah, tentunya akan menambah pendapatan dalam negeri. Dengan demikian akan meningkatkan perkembangan perekonomian, khususnya perekonomian daerah. Dalam rangka penyaluran pembiayaan Musyarakah BPD Jabar Banten Syariah melakukan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang menjadi mitra Pemerintah Daerah. Penyaluran pembiayaan tersebut dipergunakan untuk melakukan berbagai kegiatan proyek infrastruktur pembangunan jalan dan bangunan serta fasilitas umum lainnya yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, sedangkan pelaksana proyek tersebut ialah perusahaan-perusahaan yang menjadi mitra Pemerintah Daerah. UU No 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi Bab VII Pasal 32 menyebutkan bahwa untuk pengembangkan penyedia jasa konstruksi nasional, maka dibutuhkan peran serta dari mayarakat khususnya masyarakat jasa konstruksi, peran tersebut diimplementasikan dengan membentuk organisasi atau asosiasi bagi para pengusaha jasa konstruksi yang berfungsi sebagai sarana aspirasi dan pengawasan, salah satu dari Asosiasi tersebut ialah Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia GAPENSI, anggota GAPENSI terdiri dari perusahaan-perusahan penyedia jasa konstruksi, GAPENSI merupakan mitra kerja Pemerintah Pusat maupun Daerah dalam konteks pembinaan usaha jasa konstruksi yang berpartisipasi untuk menyukseskan kebijakan pemerintah di sektor konstruksi baik dalam hal daya guna, kualitas, ketepatan waktu, mutu maupun biaya. Dari sisi dunia usaha, semakin besarnya permintaan terhadap jasa konstruksi dibidang pembangunan proyek-proyek infrastruktur pemerintah, maka akan meningkatkan permintaan terhadap jasa konstruksi. Kebutuhan terhadap jasa konstruksi membuat perusahaan-perusahaan yang menjadi anggota GAPENSI berlomba-lomba ingin mendapatkan proyek tersebut. Namun, proses pengerjaan proyek tidak akan berjalan dengan lancar tanpa adanya modal cukup. Oleh karena itu, sebagain anggota GAPENSI memanfaatkan peluang ini dengan menjalin kerjasama dalam hal permodalan dengan BPD Jabar Banten Syariah melalui akad Pembiayaan Musyarakah. Modal yang cukup akan berpengaruh pada keberhasilan pada proyek yang dikerjakan, sehingga akan meningkatkan pendapatan para pengusaha. Bedasarkan permasalahan di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tetang pengaruh pembiayaan Musyarakah di Bank Pembangunan Dareah BPD JABAR BANTEN Syariah terhadap pendapatan nasabah. Oleh karena itu penulis memilih judul “PENGARUH PEMBIAYAAN MUSYARAKAH PADA BPD JABAR BANTEN SYARIAH CABANG BEKASI TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN NASAHABAH” Studi Pada GAPENSI Cabang Kabupaten Bekasi B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatansan Masalah Karena luasnya pembahasan yang akan diteliti, oleh karena itu penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti agar pembahasannya lebih terarah serta mencapai tujuan yang diharapkan. Masalah penelitian ini dibatasi pada pengaruh pembiayaan Musyarakah dan pada tingkat pendapatan nasabah setelah melakukan pembiayaan Musyarakah. Sedangkan Nasabah Penelitian ini dibatasi hanya anggota perusahaan yang menjadi Anggota GAPENSI.

2. Perumusan Masalah

Agar permasalahan yang akan diteliti terfokus dan terarah, kiranya penulis perlu merumuskan permasalahan yang diuraikan terlebih dahulu. Permasalahan dalam tulisan ini mencakup pada kajian produk pembiayaan Musyarakah di BPD Jabar Banten Syariah Cabang Bekasi, adapun perumusan masalah yang akan diangkat adalah: 1. Berapakah jumlah nominal pembiayaan Musyarakah yang diberikan kepada nasabah BPD JABAR BANTEN Syariah cabang Bekasi? 2. Berapakah jangka waktu pembiyaan Musyarakah dan lama bermitra nasabah terhadap BPD JABAR BANTEN Syariah cabang Bekasi? 3. Adakah pengaruh lamanya bermitra dan jumlah pinjaman terhadap tingkat pendapatan nasabah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian