yang bersegera kepada kebaikan. Menurut al-Marâghî, setiap golongan yang disebutkan bersama golongan lain disebut Zauj
. Seperti halnya „Ainain dan Rijlain
dua mata dan dua kaki. Masing-masing dari keduanya disebut Zaujan
. Dan bila kedua-duanya disebut bersama-sama, maka disebut Zaujân. Sedang pada ayat ini disebutkan Azwâjan Tsalâtsah tiga golongan.
51
Adapun analisa penafsiran mengenai ketiga golongan yang dimaksud di dalam surat al-
Wâqi‟ah adalah sebagai berikut:
a. Al-Sâbiqûn Al-Sâbiqûn Ayat 10 - 26
Surat al- Wâqi‟ah ayat 10 - 14.
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
“Dan orang-orang yang beriman paling dahulu, mereka Itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan.
Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, Dan segolongan kecil dari orang-
orang yang kemudian.” Al-Marâghî menafsirkan ayat ke 10 di atas bahwa orang-orang yang
mendahului lainnya kepada ketaatan-ketaatan, merekalah yang bersegera kepada rahmat Allah SWT. Maka barang siapa yang bersegera di dunia ini
untuk melakukan kebaikan, maka di akhirat ia tergolong orang-orang yang bersegera ke negeri kehormatan surga. Jadi balasan itu sesuai dengan amal
51
Al-Marâghî, Ahmad Mustafa, Tafsîr Al-Marâghî, Mesir:1973, Juz.27, h.133
perbuatan, sebagaimana seseorang memberi hutang, maka ia akan mendapat bayarannya.
52
Diriway atkan dari „Aisyah RA. bahwa Rasulullah SAW. bersabda;
َ،مَل س وَِْي ل عَهاَىَل صَِهاَ ِلْوُس رَْن عَ،ا هْ عَُهاَ يِض رَ ة شِئا عَْن ع َ لا ق
َ: َ أَ ت
َْدَُر َْوَ ن
ََ م َِنَ
ََسلا َِباَُق
َْوَ ن ََِإ
َِظَى َّلَ
ها َ
ََل ج وََز ع ََ يَْو
َ مََْا َِقلَ ي
َ ماَِة َ قَ؟
َُلا اْو
َ: َُها
ََ وَ ر َُسَْو
َُلَُ ََ أ
َْعَ ل َُم
َ قَ، َ لا
َ: ََلا
َِذَْي َ نَ
َِإَ ذ َُأَا
َْعَ ُط
َْاَاو َ ل
ََق ََ قَِب
َُلَْو َُاَ
َ وَِإَ ذ َُسَا
َِئَُلَْو ََُ
َ بَ ذَُل َْوََُ
َ وَ ح َ ك
َُمَْو َِلَا
ََل َِسا
ََ َ ك
َُح َْك
َِم َِه
َْمَ َ ل
َْ نَُف َِس
َِه َْم.
53
دمأَ جرخأ .
54
Dari „Aisyah RA. berkata, dari Rasulullah SAW. bersabda: “Tahukah kalian siapakah orang-orang yang segera menuju
naungan Allah pada hari kiamat?” Para sahabat menjawab, “Allah dan rasul-
Nya yang lebih tahu.” Rasul bersabda, “Orang-orang yang apabila diberi hak, maka mereka menerimanya, apabila
mereka dimintai hak, maka mereka memberikannya. Dan mereka memberikan keputusan kepada orang lain seperti memberi
keputusan untuk dirinya sendiri.”
Hadis
Riwayat Ahmad. Kemudian ayat ke 11 dan 12 bahwa orang-orang yang mempunyai
sifat mulia tersebut As-Sâbiqûn, al-Marâghî menafsirkannya dengan orang- orang yang mendapatkan pangkat di sisi Allah. Mereka berada dalam surga
yang penuh kenikmatan, dimana mereka menikmati kenikmatan-kenikmatan yang tak pernah dilihat oleh mata, tak pernah didengar oleh telinga, dan tak
pernah terlintas dalam hati seorang manusia pun.
55
Pada ayat 13 dan 14, al-Marâghî menafsirkan makna Tsullatun min al-awwalîn
نيلوأا نم ة ث dengan segolongan besar umat-umat terdahulu, dan menafsirkan makna wa qalîlun min al-âkhirîn
نيرخآا نم لي قو ialah sedikit
52
Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.134
53
Muhammad bin Abdullah al-Khatîb at-Tabrîzî, Musykâtul Mashâbih, kitâb al-imârah wa al-qad
â‟, Juz 2, Dârul Fikr.1991, h. 341
54
Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.134
55
Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.134
dari umat Muhammad SAW. Beliau Rasulullah merasa senang menerima hal ini dan menyatakan dengan sabdanya, “Kita adalah umat yang terakhir segera
kepada kebaikan pada hari kiamat.”
56
Surat al- Wâqi‟ah ayat 15 - 17.
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
Mereka berada di atas dipan yang bertahta emas dan permata, Seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi
oleh anak- anak muda yang tetap muda”
Makna al-maudûnah ةنوضوملا
– pada ayat 15 – dari kata al-wahnu, yang artinya menenun menatahkan. Al-Marâghî menafsirkan ayat ini bahwa
mereka para al-sâbiqûn, yakni orang-orang yang bersegera kepada kebaikan, mereka berada di atas dipan-dipan yang bertahtakan emas, berjalin dengan
mutiara dan permata. Al-
A‟sya ketika mensifati baju perang mengatakan: “Di antara baju perang itu ada yang bertahtakan emas dan
mutiara al -maudûnah. Ia berjalan menyertai kabilah itu kafilah
demi kafilah .”
57
Lalu ayat 16, al-Marâghî menafsirkan bahwa mereka para al-sâbiqûn sambil bertelekan pada dipan-dipan, mereka saling memandang antara satu
dengan yang lain. Mereka berada dalam kejernihan dan penghidupan yang luas. Di samping pergaulan yang baik, dalam hati mereka tidak terdapat
dendam maupun kebencian yang menyebabkan perpisahan.
56
Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.136
57
Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h. 136
Selanjutnya makna mukhalladûn نود خم
– pada ayat 17 – diartikan dengan dikekalkan selamanya pada sifat ini sifat kekanakan. Al-Marâghî
menafsirkannya ayat ini, bahwa mereka para al-sâbiqûn dikelilingi oleh pelayan-pelayan yang sama sifatnya, yaitu tidak mengalami ketuaan dan
perubahan. Mereka senantiasa pada sifat yang menggembirakan kepada yang dilayani apabila ia melihat kepada pelayannya.
58
Surat al- Wâqi‟ah ayat 18 - 21
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
“Dengan membawa gelas, cerek dan minuman yang diambil dari air yang mengalir, Mereka tidak pening karenanya dan tidak pula
mabuk, Dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, Dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.
” Pada ayat 18, makna
ka‟sin min ma‟în نيعم نم س ك menurut Ibnu
Abbas dan Qatadah diartikan dengan arak yang mengalir dari sumbernya. Maksudnya bahwa arak itu bukan hasil perasan seperti halnya arak di dunia.
59
Al-Marâghî menafsirkan ayat ini, bahwa para pelayan itu berkeliling disekitar mereka al-sâbiqûn dengan alat minum yang sempurna, yang terdiri dari
gelas-gelas dan kendi-kendi, serta khamr yang mengalir dari sumber- sumbernya dan tidak perlu diperas lagi. Jadi khamr itu adalah khamr yang
jernih, bersih tidak terputus buat selama-lamanya. Ketika meminumnya
58
Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.136
59
Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.135
mereka tidak akan hilang akal mabuk seperti halnya terjadi akibat meminum khamr di dunia.
60
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas: “Bahwa khamr di dunia memuat empat hal, yaitu mabuk, pening,
muntah-muntah dan kencing. Allah SWT. membersihkan khamr surga dari hal-
hal seperti itu semua.”
61
Kemudian ayat 20 dan 21, al-Marâghî memberi penafsirannya bahwa para pelayan itu berkeliling dengan bermacam-macam buah-buahan yang
beraneka ragam cita rasanya. Mereka para al-sâbiqûn boleh memilih di antaranya yang mereka sukai. Dan juga membawa bermacam-macam daging
burung yang lezat dan enak. Mereka boleh mengambil di antaranya yang mereka sukai dan senangi.
Surat al- Wâqi‟ah ayat 22 - 26
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
“Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli, Laksana mutiara yang tersimpan baik. Sebagai balasan bagi apa yang Telah mereka
kerjakan. Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, Akan
tetapi mereka mendengar Ucapan salam.” Selanjutnya, makna hûrun
روح – pada ayat 23 – merupakan bentuk jama
‟ dari haura‟, yang artinya baida‟ putih. Penafsiran Al-Marâghî pada ayat 22 dan 23 ialah bahwa mereka menikmati istri-istri yang putih cemerlang
60
Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.136
61
Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.136
wajahnya tampak pada mereka kesegaran yang nikmat. Seolah-olah mereka adalah mutiara yang begitu jernih dan megah.
Ayat 24 beliau tafsirkan bahwasanya Allah memberi balasan kepada mereka atas apa yang telah mereka lakukan, di samping memberi pahala
kepada mereka atas apa yang telah mereka lakukan semasa di dunia, dan atas amal-amal soleh yang dengan itu mereka mensucikan jiwa mereka, juga atas
apa yang mereka tegakan, berupa pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama dengan cara yang paling sempurna dan paling lengkap. Mereka adalah orang-
orang yang gemar melakukan salat malam dan saum di siang hari. Firman Allah SWT. dalam Surat Az-Zâriyât15 ayat 17 - 19:
“Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. Dan pada
harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”
Kemudian ayat 25 - 26, beliau al-Marâghî menafsirkannya bahwa mereka para al-sâbiqûn tidak mendengar perkataan yang sia-sia yang tiada
mengandung kebaikan dan tidak pula perkataan kotor maupun perkataan yang dirasa menjijikan oleh jiwa yang tinggi, yang mempunyai akhlak luhur. Akan
tetapi mereka mendengar ucapan salam yang paling baik dan perkataan tinggi yang dirasa enak sebagaimana firman Allah SWT. di dalam al-Qurân surat
Yunus ayat ke-10 yang artinya: “Salam penghormatan mereka ialah salam.”
62
62
Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.137
b. Ashâb Al-Yamîn Ayat 8, 27 - 40