Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 552

Selanjutnya, ayat 22 sampai 24 menyebut pendamping mereka. Karena kenikmatan baru dapat dikatakan sempurna begitu pula makan dan minum baru terasa lezat bila ada yang mendampinginya, maka Quraish Shihab menafsirkan ayat di atas diyatakan bahwa: Di samping apa yang telah disebut sebelum ini, ada juga di dalam surga itu, pendamping-pendamping penghuninya yaitu wanita-wanita surgawi yang bermata indah; kebeningan dan kecemerlangan mata mereka laksana mutiara yang tersimpan baik sehingga tidak disentuh oleh sedikit kekeruhan pun. Dan itu semua sebagai balasan bagi apa yang telah mereka al-sâbiqûn kerjakan. 80 Ayat 25 dan 26 – secara singkat – menafikan segala macam kekurangan yang boleh jadi terbayang dalam benak seseorang dengan menyatakan bahwa, mereka tidak mendengar di dalam surga itu perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, akan tetapi yang mereka dengar hanyalah ucapan – sikap dan perlakuan yang mengandung makna – salam yang disusul lagi secara bersinambung tanpa putus dengan salam sejahtera serupa. 81 Pengulangan kata salâm di sini, bukan saja mengandung makna pengukuhan ucapan, tetapi juga mengisyaratkan terulang dari saat kesaat ucapan tersebut karena silih bergantinya anugrah Ilahi kepada mereka. Dan menurut Quraish Shihab, salam ini adalah salâm aktif yang bermakna anugerah dan kesejahteraan. 80 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 551 81

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 552

Salah satu cara memuji dalam bahasa Arab adalah mengungkapkan satu keistimewaan lalu mengecualikannya. Pengecualian biasanya bertolak belakang maknanya dengan yang disebut sebelumnya. Ini yang dinamai, ذلا هبشي مب حدملا ديك ت ta‟kîd al-madh bimâ yusybihu adz-dzam menentukan pujian dengan gaya yang serupa dengan celaan. Ayat di atas menggunakan gaya tersebut. Setelah memuji dengan menafikan adanya lagw dan ta‟tsîm, ayat di atas menyebut kata „tetapi‟. Yang disebut sesudahnya bukannya celaan atau kekurangan, tetapi justru sesuatu yang sangat terpuji yakni salâm. 82

b. Ashâb Al-Yamîn Ayat 8, 27 – 40

Surat al- Wâqi‟ah ayat 8.  َ  َ  َ  َ  َ  َ “Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu.” Quraish Shihab memaknai kata al-maimanah serupa dengan kata al-yamîn kanan. Ia terambil dari kata yumn yang berarti keberkatan. Sedangkan kata al- masy‟amah merupakan antonim dari kata al-maimanah. Arah kanan biasa digunakan sebagai isyarat tentang kebaikan dan kebahagiaan. Demikian banyak bahasa menggunakan istilah itu. Seperti juga dalam bahasa Indonesia ketika berkata langkah kanan yakni mujur dan untung. Maka ayat di atas ditafsirkan; yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu. Surat al- Wâqi‟ah ayat 27 - 34.  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ 82 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 553  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ “Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Berada di antara pohon bidara yang tak berduri, Dan pohon pisang yang bersusun-susun buahnya, Dan naungan yang terbentang luas, Dan air yang tercurah, Dan buah-buahan yang banyak, Yang tidak berhenti berbuah dan tidak terlarang mengambilnya. Dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk. ” Ayat-ayat di atas menguraikan kelompok penghuni surga yang kedudukannya lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang lalu. Namun itu bukan berarti kenikmatan yang mereka raih tidak sempurna. Quraish Shihab menafsirkan ayat-ayat ini bahwa kelompok kedua adalah Ashâb al-Maimanah yaitu golongan kanan; alangkah bahagianya mereka. Tidak terbayang betapa kenikmatan yang diraih golongan kanan itu. Mereka berada di antara pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon pisang atau kurma yang buahnya bersusun-susun dengan indah dan menarik. Kemudian naungan yang terbentang luas sepanjang masa dan di seluruh tempat. Lalu air yang tercurah setiap diinginkan. Buah-buahan yang banyak jenis, rasa dan ragamnya, tidak putus-putusnya seperti halnya di dunia yang hanya ditemukan pada musim musim tertentu dan tidak juga terhalangi untuk mengambilnya. Kemudian kasur-kasur yang diangkat ke atas ranjang-ranjang tidur, atau bersusun satu dengan yang lain sehingga terasa empuk. 83 83 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 554-555 Surat al- Wâqi‟ah ayat 35 - 40.  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ “Sesungguhnya kami menciptakan mereka Bidadari-bidadari dengan langsung, Dan kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya. Kami ciptakan mereka untuk golongan kanan, yaitu segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu. Dan segolongan besar pula dari orang-orang yang kemudian. ” Hubungan ayat di atas dengan uraian ayat-ayat yang lalu sangatlah jelas. Tetapi jika dipahami, kata furusy dalam arti kasur-kasur tempat pembaringan, maka untuk sementara ulama, ketika disebut hal tersebut muncul di dalam benak pertanyaan tentang siapa yang menjadi teman para penghuni surga pada kasur-kasur yang empuk itu. Nah, ayat di atas menjawab dengan menyatakan bahwa ada teman-teman yang menyertai mereka. Beliau menafsirkan ayat 35 sampai 40 bahwa Allah menciptakan mereka yakni wanita-wanita surgawi yang menjadi teman dan pasangan penghuni surga dengan penciptaan sempurn. Lalu Allah jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya. Bentuk badannya satu dengan yang lain sebaya dengan pasangan-pasangan mereka. Mereka Allah ciptakan untuk golongan kanan Ashâb al-Yamîn. Mereka itu sekelompok dari umat yang terdahulu, yang hidup pada masa para nabi yang lalu dan sekelompok besar pula dari umat yang kemudian yang hidup pada masa Nabi Muhammad SAW. serta generasi sesudah mereka. 84 84 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 556

c. Ashâb Al-Syimâl Ayat 9, 41 – 56

Surat al- Wâqi‟ah ayat 9.  َ  َ  َ  َ  َ  َ “Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu.” Kata al- masy‟amah serupa dengan kata syimâl kiri. Ia terambil dari kata syu‟m. Sedangkan kata al-maimanah terambil dari kata yumn yang berarti keberkatan. Kata yumn merupakan antonim dari kata syu‟m. Arah kiri biasa digunakan sebagai isyarat tentang kejahatan dan kesengsaraan. Demikian banyak bahasa menggunakan istilah itu. Seperti juga dalam bahasa Indonesia ketika berkata langkah kiri berarti yang sial atau serba salah. Maka ayat di atas ditafsirkan; yaitu golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Surat al- Wâqi‟ah ayat 41 - 44.  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ   َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ “Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu? Dalam siksaan angin yang amat panas, dan air panas yang mendidih, Dan dalam naungan asap yang hitam. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.” Ayat-ayat ini menguraikan keadaan golongan manusia yang ketiga yakni penghuni neraka, setelah sebelumnya telah menguraikan kedua golongan penghuni surga. Quraish Shihab menafsirkan ayat 41 sampai 44 yang menyatakan bahwa kelompok ketiga yang akan hadir di hari kemudian, adalah Ashâb al- Masy‟amah yaitu golongan kiri; alangkah buruk dan ngeri apa yang dialami oleh golongan kiri itu. Mereka berada dalam wadah siksaan berupa angin yang amat panas yang menembus pori-pori, air panas yang mendidih dan dalam naungan asap hitam yang panas dari hembusan neraka Jahannam. Tidak sejuk sehingga meringankan panasnya udara dan tidak menyenangkan bila dihirup. 85 Surat al- Wâqi‟ah ayat 45 - 50.  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ “Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewahan. Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar. Dan mereka selalu mengatakan: Apakah bila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah Sesungguhnya kami akan benar-benar dibangkitkan kembali? Apakah bapak-bapak kami yang terdahulu juga? Katakanlah: Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian, Benar-benar akan dikumpul- kan di waktu tertentu pada hari yang dikenal.” Selanjutnya ayat 45 sampai 50 menjelaskan beberapa sebab utama dari siksa tersebut. Beliau Quraish menafsirkan ayat tersebut bahwa, secara mendarah daging sebelum siksa menimpa mereka, yakni ketika masih di dunia ini, mereka hidup berlebih-lebihan atau berfoya-foya. Angkuh sambil melupakan Allah Pemberi nikmat dan mengabaikan tuntunan-Nya. Di samping itu mereka juga terus-menerus bersikeras mengerjakan dosa yang besar. Dan mereka juga mengingkari keniscayaan kiamat serta senantiasa dari 85 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 558 saat kesaat mengatakan; “Apakah apabila kami telah mati dan kelak menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan kembali? Apakah bapak-bapak kami yang terdahulu, juga akan dibangkitkan?” Padahal keadaan mereka jauh lebih mustahil dari kebangkitan kami. Karena pastilah setelah sekian lama mereka mati, tulang belulang mereka telah punah dan tidak ada bekas-bekasnya lagi. Kemudian Allah SWT. memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW. untuk menjawabnya pada ayat 49 dan 50 bahwa, “Katakanlah kepada mereka dan yang semacam mereka bahwa tidak ada bedanya di sisi Allah dalam hal membangkitkan manusia, tidak ada yang sulit dan lebih sulit baginya. Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu mati dan yang kamu kira lebih sulit dibangkitkan dan orang-orang yang mati kemudian – termasuk kamu – benar-benar akan sama-sama dan bersamaan dikumpulkan dengan sangat mudah di waktu dan tempat tertentu pada hari yang ditentukan oleh Allah SWT.” 86 Surat al- Wâqi‟ah ayat 51 - 56.  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ “Kemudian Sesungguhnya kamu Hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan, Benar-benar akan memakan pohon zaqqum, Dan akan memenuhi perutmu dengannya. Sesudah itu kamu akan 86 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13,h. 560 meminum air yang sangat panas. Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum. Itulah hidangan untuk mereka pada hari pembalasan. Ayat 51 sampai 55 diuraikan bahwa siksaan yang akan dialami para pendurhaka dengan menjelaskan sebab utamanya. Quraish Shihab menafsir- kan bahwa mereka Ashâb al-Syimâl orang-orang sesat, yang tidak bahkan enggan mengikuti jalan yang benar lagi para pengingkar kebenaran. Benar- benar mereka semua pasti akan memakan makanan yang diambil dari pohon zaqqûm. Yaitu pohon yang sangat buruk bentuk, rasa dan aromanya serta yang akarnya tumbuh di jurang neraka. Kemudian mereka juga secara mantap tetapi terpaksa akibat lapar yang mereka derita pasti memenuhi perutnya dengan memakan pohon itu. Mereka pun akan meminum air yang sangat panas dan yang tidak menghilangkan dahaga. Meminumnya dengan sangat banyak seperti unta yang sangat haus. Namun demikian dahaganya tidak juga hilang. 87 Setelah lengkap apa yang harus disampaikan oleh Nabi SAW. kepada para pendurhaka itu, ditutuplah dengan ayat 56 bahwa, inilah aneka siksa yang disebut itu merupakan hidangan selamat datang untuk mereka pada hari Pembalasan dan tentu saja hidangan pokoknya jauh lebih buruk dari itu.” 88 87 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 561-562 88 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 562 66

BAB III ANALISA PERBANDINGAN DAN IMPLIKASINYA

A. Pengertian Umum Ayat 7 - 56

1. Persamaan Dan Perbedaan

Ada benang merah yang dapat ditarik diantara keduanya, baik itu penafsiran Al-Marâghî maupun penafsiran Quraish Shihab, yaitu bahwa kajian fenomenal tentang surat al- Wâqi‟ah mengenai tiga golongan manusia ketika hari kiamat merupakan bahan wacana yang seharusnya menjadi kajian yang urgen dalam setiap rentan waktu yang tak terbatas. Selain menambah kamajemukan berpikir juga merupakan wadah setiap manusia untuk meningkatkan setiap detik kesadaran religinya dan meningkatkan kepada mereka bahwa kiamat itu semakin dekat. Penafsiran surat al- Wâqi‟ah yang menggambarkan tentang tiga golongan ini, di antara keduanya – baik penafsiran al-Marâghî maupun Quraish Shihab – tidak jauh berbeda secara global, bahwa Allah SWT. merendahkan suatu kaum dan mengangkat derajat kaum yang lain. Dan bumi ketika itu bergoncang sehingga gunung-gunung dan bangunan-bangunan yang ada di atasnya roboh. Kemudian gunung-gunung berhamburan seperti debu yang berhamburan di udara. Lalu manusia di waktu itu terbagi menjadi tiga golongan, yaitu golongan kanan, golongan kiri, dan orang-orang yang bersegera kepada kebaikan. Kemudian di ikuti dengan penjelasan rinci tentang