4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antihipertensi Golongan Diuretik
Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah.
Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan diastolik, tekanan sistolik, atau
kedua-duanya secara terus menerus Hull, 1996.
Adapun lima golongan obat primer yang digunakan sebagai agen antihipertensi yaitu diuretik, -bloker, ACE inhibitor, reseptor bloker angiotensin
II, bloker kanal kalsium. Pada obat golongan diuretik, terdapat beberapa jenis
yang digunakan yaitu tiazid, diuretik hemat kalium, antagonis aldosteron, dan
diuretik kuat Dipiro et al., 2006.
2.2 Spironolakton 2.2.1
Monografi Obat
Nama : Spironolactone
Nama Kimia :17-hydroxy-
7α-mercapto-3-oxo17α- pregn-4-ene-21-carboxylic acid-
– lactone acetate
Struktur Formula : C
24
H
32
O
4
S Berat Molekul
: 416,59
Struktur Formula :
Bentuk Fisik : Sintetik, kekuningan, kristal padat dan
termasuk senyawa kimia kelas steroid.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kelarutan : Tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
sebagian besar pelarut organik Metanol, Asetonitril
pH : 4,5
Titik Leleh : 134,5
C Golongan Obat
: Antagonis Aldosteron Indikasi
:Edema, Hipertensi, hirsutisme, hipokalemia
Bentuk Sediaan : Tablet salut selaput 25 mg, 50 mg, dan
100 mg Sediaan Beredar
: Aldactone, Aldazide, Carpiaton, Letonal, Spirola, Spirolactocton
Drug Information Handbook ed. 17, 2008; The United State Pharmacopeial. 2007.
2.2.2 Pengertian Umum
Spironolakton merupakan antagonis farmakologis spesifik aldosteron, yang bertindak terutama melalui pengikatan secara kompetitif pada reseptor
yang berkaitan dengan aldosteron, tempat pertukaran natrium-kalium di distal tubulus ginjal. Spironolakton menyebabkan peningkatan jumlah natrium dan
air untuk disekresi, sedangkan kehilangan kalium diminimalkan Drug Information Handbook ed. 17, 2008.
Waktu paruh plasma pada obat ini lebih kurang 1,4 jam, meskipun pada pasien gagal jantung koroner dengan kongesti hati, durasi ini dapat
meningkatkan 5 kali lipat. Sebuah respon obat maksimal terlihat 48 jam setelah dosis pertama. Dosis spironolakton antara 25 dan 200 mghari untuk
gagal jantung koroner serta 50 dan 100 mghari untukhipertensi, dengan dosis titrasi dianjurkan pada 4 sampai interval 6 minggu sampai efek klinis yang
diinginkan tercapai Maron, 2010.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.3 Stabilitas Spironolakton
Spironolakton memiliki guguf fungsi yang dapat mudah terhodrilis, yaitu gugus cinci lakton ester siklik dan gugus tioester Basusaskar, 2013.
Lakton adalah ester siklik yang merupakan produk kondensasi dari alkohol-OH dan asam karboksilat-COOH dalam senyawa yang sama. Ciri
khas dari lakton adalah sebuah cincin yang menutup yang terdiri dari 2 atau lebih karbon yang memiliki carbonyl dan atom oksigen yang bersebelahan.
Lakton yang dibentuk oleh esterifikasi intramolekul asam hidroksikarboksilat yang sesuai, akan berlangsung secara spontan ketika cincin yang terbentuk
adalah lima atau enam anggota Francis A, Carey dan Robert M, Giuliano. 2011.
Gambar 2.1
Keseluruhan biotransformasi spironolakton Cashman, 1988. Daftar Singkatan μ 7α-tiometilspironolakton 7α-TMSL, 7α-tiospironolakton
7α-ThSL, 7α tiometilspironolakton S-oksida 7α-TMSL S-oksida, 6β- hidroksi-
7α-tiometilspironolakton 6β-OH-7 TMSL dan Karenon C Pada Spironolakton, reaksi hidrolisis pada gugus tioester membentuk
7α-tiometilspironolakto dengan zat perantara 7α-tiospironolakton. Selanjutnya dengan metilasi-S s
ehingga terbentuk 7α-tiometilspironolakton.Gugus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
cincin ɣlakton pada 7α-tiometilspironolakton mengalami hidrolisis untuk
membentuk kanrenon WHO, 2001. Bedasarkan penelitian Alexander 1997, formulasi suspensi dari tablet
spironolakton yang digerus dapat stabil dalam jangka waktu 3 bulan dengan suhu penyimpanan 5
C, 30 C, 50
C, dan 60 C dimana terjadi degradasi
kurang dari 10 Alexander K.Set al.,1997.
2.3 Stabilitas Obat
Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia. Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama
penyimpanan Connors,1986.
Degradasi kimia konstituen dalam sebuah produk obat sering menyebabkan kerugian dalam potensi, misalnya, hidrolisis cincin b-laktam hasil benzilpenisilin
dalam aktivitas antimikroba yang lebih rendah. dalam contoh beberapa produk degradasi dari obat mungkin degradasi beracun suatu eksipien dapat menimbulkan
masalah stabilitas fisik atau mikrobiologis. Pada umumnya, reaksi kimia berlangsung lebih mudah dalam keadaan cair daripada dalam keadaan padat
sehingga masalah stabilitas serius lebih umum ditemui dalam obat cair Walter,1994.
Stabilitas farmasi harus diketahui untuk memastikan bahwa pasien menerima dosis obat yang diresepkan dan bukan hasil ditemukan degradasi efek terapi aktif.
farmasi diproduksi bertanggung jawab untuk memastikan ia merupakan produk yang stabil yang dipasarkan dalam batas-batas tanggal kedaluwarsa. apoteker
komunitas memerlukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas bahwa ia benar dapat menyimpan obat-obatan, pemilihan wadah yang
tepat untuk mengeluarkan obat tersebut, mengantisipasi interaksi ketika pencampuran beberapa bahan obat, persiapan, dan menginformasikan kepada
pasien setiap perubahan yang mungkin terjadi setelah obat telah diberikan Parrot,
1978.
Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia masing-
masing bahan dan sifat kimia fisika dari masing-masing bahan. Yang keduaadalah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
faktor-faktor luar, seperti suhu, cahaya, kelembaban, dan udara, yang mampu menginduksi atau mempercepat reaksi degradasi bahan. Skala kualitas yang
penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat adalah kandungan bahan aktif, keadaan galenik, termasuk sifat yang terlihat secara sensorik, secara
miktobiologis, toksikologis, dan aktivitas terapetis bahan itu sendiri. Skala perubahan yang diijinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope.
Kandungan bahan aktif yang bersangkutan secara internasional ditolerir suatu penurunan sebanyak 10 dari kandungan sebenarnya Voight,1994.
2.3.1 Dekomposisi kimia dari obatakibat Hidrolisis
Berikut terdapat beberapa gugus kimia yang rentan terhadap hidrolisis.
Gambar 2.2
Contoh gugus kimia yang rentan terhadap hidrolisis T Florence et al
., 2006
Obat yang yang mengandung ikatan ester diantaranya adalah asam asetilsalisilat aspirin, physostigmine, methyldopate, tetrakain dan prokain.
Hidrolisis ester biasanya reaksi biomolekuler yang melibatkan pemecahan asil-oksigen.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk dapat mengontrol hidrolisis obat dalam larutanT Florence et al., 2006
a. Optimalisasi Formulasi Hidrolisis sering dikatalisis oleh ion hidrogen katalis asam tertentu
atau ion hidroksil katalis basa tertentu dan juga dengan jenis asam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
atau basa lainnya yang biasa ditemui sebagai komponen buffer. Beberapa metode tersedia untuk menstabilkan larutan obat yang rentan
terhadap hidrolisis katalis asam basa. Metode yang biasa digunakan adalah menentukan pH stabilitas maksimum dari percobaan kinetik
pada rentang nilai pH dan memformulasikannya pada pH tersebut. Perubahan konstanta dielektrik dengan penambahan pelarut bukan air
seperti alkohol, gliserin atau propilen glikol dalam banyak kasus dapat mengurangi hidrolisis. Karena hanya bagian dari obat yang dalam
larutan akan dihidrolisis, untuk menekan degradasi dapat dilakukan dengan membuat obat kurang larut. Stabilitas penisilin prokain dalam
suspensi penisilin meningkat secara signifikan dengan mengurangi kelarutan dan menggunakan aditif seperti sitrat, dekstrosa, sorbitol dan
glukonat. Menambahkan senyawa yang membentuk kompleks dengan obat dapat meningkatkan stabilitas. Penambahan kafein untuk larutan
air dari benzokain, prokain dan tetrakain telah terbukti menurunkan hidrolisis yang dikatalisis oleh basa dari anestesi lokal dengan cara ini.
Dalam banyak kasus kelarutan obat dengan surfaktan dapat melindungi dari hidrolisis.
b. Modifikasi struktur kimia obat Kontrol stabilitas obat dengan memodifikasi struktur kimia
menggunakan substituen yang tepat telah disarankan untuk obat yang dengan adanya modifikasi tersebut tidak mengurangi efikasi terapetik.
Konsep ini telah digunakan, misalnya, dalam produksi substituen terbaik untuk asam alilbarbiturat untuk mendapatkan stabilitas yang
optimal.
2.3.2 Permasalahan
dalam sediaan
suspensi tanpa
persiapan Extemporaneous suspensions
Pembuatan yang dilakukan tanpa persiapan dari suspensi obat yang tersedia secara komersial hanya dalam bentuk dosis lain, secara luas
dipraktekkan di farmasi rumah sakit, terutama untuk digunakan pada anak.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Contohnya pada obat-obatan seperti asetazolamid, amiodaron dan
merkaptopurin T Florence et al., 2006.
Metode yang paling sering digunakan adalah menggerus sejumlah tablet yang diperlukan menjadi bubuk halus dalam mortar dan membentuk
bubur dengan menambahkan air dengan volume yang kecil. Eksipien seperti pengawet antimikroba, agen pensuspensi dan agen perasa ditambahkan untuk
membuat produk akhir. Martin et al., 1993.
Secara sederhana, formulasi tersebut tentunya dapat menjadi kompleks yang terdiri dari campuran basis dan suspensi atau larutan biasanya
kombinasi keduanya eksipien dari tablet dan bahan aktif obat. Jika obat ini larut dalam air, timbul suatu keharusan untuk menyaring eksipien tablet yang
tidak larut agar larutan menjadi jernih tetapi filtrasi dapat menghilangkan sejumlah besar bahan aktif obat jika ekstraksi dari tablet tidak sempurna G. H
Ahmed, 1987; D. J Woods, 1994.
Eksipien tablet yang tidak larut dalam suspensi dapat membahayakan penampilan produk sedangkan eksipien yang larut dapat mengurangi stabilitas
obat, misalnya, dengan mengubah pH sediaan. Jadi mungkin ada beberapa keuntungan dalam menggunakan bubuk obat murni, bukan tablet, tapi serbuk
tersebut mungkin tidak mudah didapat Taketomo C.K, 1990.
Akhirnya, ketika memutuskan formulasi yang digunakan, penting untuk mempertimbangkan efek samping yang mungkin terjadi dari komponen yang
tidak aktif pada sediaan. Contohnya sukrosa dalam sirup dapat meningkatkan pembentukan karies gigi, etanol dapat menyebabkan
hipoglikemia dan para-hidroksibenzoat dapat menyebabkan reaksi
hipersensitivitas dan memperburuk gejala asma L.K Golightly, 1988.
Dari hal ini juga telah disarankan bahwa benzoat dan para- hidroksibenzoat dapat memperburuk hiperbilirubinemia neonatal dengan
menggantikan bilirubin yang terikat pada protein plasma, tetapi efek ini belum dibuktikan secara in vivo dan jumlah hadir dalam formulasi oral tidak
mungkin menimbulkan risiko apapun L.K Golightly, 1988; D.J Woods, 1996. Batas untuk penyertaan etanol dalam formulasi pediatrik telah
diusulkan oleh American Academy of Pediatrics Anon, 1984.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berikut terdapat tabel mengenai potensi risiko yang terkait dengan memodifikasi bentuk sediaan padat oral.
Tabel 2.1
Potensi risiko yang terkait dengan memodifikasi bentuk sediaan padat oral S.C Sweetman, 2007
Bentuk sediaan yang tidak boleh digerus
Potensi resiko
Pelepasan diperpanjang atau berkelanjutan
Peningkatan toksisitas, efek samping Lapisan enterik melindungi bahan
aktif asam yang labil Khasiat menurun, penyerapan obat
diubah Lapisan film melindungi bahan aktif
yang sensitif terhadap cahaya Khasiat menurun, penyerapan obat
diubah Lapisan untuk pelepasan yang
tertunda dirancang untuk melepaskan bahan aktif di tempat yang
didefinisikan dalam saluran pencernaan
Khasiat menurun, penyerapan obat diubah
Lapisan enterik yang melindungi saluran pencernaan bagian atas dari
bahan aktif Peningkatan efek iritasi lokal
Gula atau lapisan film yang menyamarkan rasa pahit pada bahan
aktif Rasa tidak dapat diterima, kepatuhan
berkurang
Sitotoksik atau teratogenik Potensi bahaya pada pekerja
kesehatan
2.4 Crushing Suspension MethodMetode suspensi dengan penggerusan
Metode suspensi ini biasa digunakan untuk sediaan padattablet yang tidak dapat terdisentigrasi jika ditempatkan dalam air. Berikut metode pemberian yang
dilakukan :
a. Menggunakan mortar dan alu 1. Hentikan enteralfeed.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bersihkan enteralfeed dengan volume air yang disarankan sekitar 15-30 ml.
3. Periksa monografi obat yang diberikan relevan dengan enteralfeed, atau berdasarkan interval waktu tertentu yang diperbolehkan
sebelum pemberian obat. 4. Pastikan bahwa pakaian pelindung yang sesuai telah dikenakan.
5. Tempatkan tablet dalam mortar. 6. Menghancurkan tablet sampai menjadi serbuk halus, pastikan bahwa
serbuk terkandung dalam mortir. 7. Tambahkan 5 mL air dan hancurkan lebih lanjut untuk membentuk
pasta. 8. Tambahkan lanjut 5 - 10 ml air dan terus menghancurkan dan
bercampur dengan pasta, iniharus membentuk suspensi yang baik. Pastikan bahwa tidak ada potongan yang terlihat lapisan ataupartikel
tablet besar. 9. Menarik suspensi ini ke ukuran dan jenis jarum suntik yang sesuai
dan mengelolanya melalui enteral feeding tube. 10. Selanjutnya 10 - 20 mL air harus ditambahkan ke mortar dan diaduk
dengan alu untuk memastikan bahwa setiap obat yang tersisa di mortar atau di alu tercampur dengan air.
11. Menarik air ini ke jarum suntik dan membilaskannya ke dalam enteral feeding tube.
Dapat diulang untuk memastikan bahwa semua serbuk yang diberikan.
12. Tabung kemudian akhirnya harus dibilas dengan air untuk memastikan bahwa seluruh dosis telah diberikan.
13. Memulai kembali eternal feeding tube, kecuali interval waktu tertentu diperlukan setelah pemberian obat.
Catatan : Perawatan harus diambil ketika menggunakan metode ini pada pasien yang penggunaan cairan dibatasi. Lumpang dan alu harus dibersihkan
dengan air sabun panas setelah digunakan untuk menghindari kontaminasi silang. White et al., 2007.
b. Menggunakan jarum suntik penghancur
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Hentikan enteralfeed. 2. Bersihkan enteralfeed dengan volume air yang disarankan sekitar
15-30 ml. 3. Periksa monografi obat yang diberikan relevan dengan enteralfeed,
atau berdasarkan interval waktu tertentu yang diperbolehkan sebelum pemberian obat.
4. Tempatkan tablet dalam tabung dari jarum suntik untuk menghancurkan dan mendorong plunger ke dalam tabung.
5. Pasang tutup pada jarum suntik pada saat penghancuran dan memutar tabung pada jarum suntik untuk menghancurkan tablet.
6. Lepaskan tutup dan menarik 10 - 15 mL air ke dalam jarum suntik penghancur.
7. Pasang tutup dan kocok jarum suntik untuk memastikan bahwa serbuk tercampur dengan baik.
8. Periksa isi jarum suntik untuk memastikan bahwa tidak ada partikel besar yang mungkin memblokir tabung.
9. Memasukkan suspensi ini kedalam enteral feeding tube. 10. Selanjutnya menarik 10 - 30 mL air ke dalam jarum suntik
penghancur dan kocok sebelum dibilas kedalam enteral feeding tube untuk memastikan bahwa seluruh dosis telah diberikan.
11. Akhirnya, bilas dengan volume air sekitar 15-30 ml. 12. Memulai kembali eternal feeding tube, kecuali interval waktu
tertentu diperlukan setelah pemberian obat. White et al., 2007.
Sistem yang tertutup ini lebih dipilih untuk sitotoksik atau hormon yang tidak tersedia dalam formulasi cair, untuk menghindari kontaminasi lingkungan
dan paparan dari obat ke perawat. Pada tablet yang diberi lapisan enterik berfungsi untuk melindungi obat dari degradasi oleh kondisi asam lambung atau untuk
mengurangi timbulnya efek samping lambung. Penghancuran tablet berlapis enterik dan pemberiannya enteral feeding tube sangat mungkin menyebabkan
penyumbatan pada tabung White et al., 2007.Pemberian tablet enterik berlapis melalui makan tabung enteral dengan ujung yang ditempatkan di perut akan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memerlukan penghancuran atau menghapus lapisan enterik sebelum pemberian; Oleh karena itu, obat ini kemungkinan akan terdegradasi dalam lambung. Tingkat
degradasi obat tidak dapat diprediksi dan praktisi harus mencari terapi atau rute alternatif sebelum memutuskan untuk mengelola enterik tabel dilapisi melalui
tabung makanan enteral ditempatkan di perut. Jika memutuskan untuk mengelola obat dengan metode ini, teknik di atas berlaku tetapi akan menghasilkan jumlah
penurunan obat yang tersedia untuk penyerapan dan respon pasien terhadap terapi harus dipantau secara hati-hati. Jika pasien memiliki tabung pengisi dengan akhir
dalam usus kecil duodenum atau jejunum, kemudian penghancuran atau menghapus lapisan enterik sebelum pemberian bawah tabung makanan enteral
tidak menjadi masalah White et al., 2007. Penghancuran Crushing tablet dalam wadah terbuka seperti mortir atau pot
obat-obatan, atau membuka kapsul untuk mendapatkan obat puyer yang terkandung di dalamnya, akan meningkatkan risiko inhalasi oleh operator. Hal ini
tentunya berpotensi menyebabkan sensitisasi, alergi, absorbsi dan efek samping yang mungkin. Ada juga bahaya pada tingkat lingkungan, paparan ke staf lain dan
pasien untuk obat puyer yang dihasilkan dari manipulasi tersebut. Jika metode ini tetap harus dilakukan, metode ini harus dilakukan di sebuah ruangan dengan pintu
yang tertutup dan lalu lintas melalui ruangan harus dibatasi selama manipulasi. Hal ini penting bahwa peralatan secara menyeluruh harus dibersihkan setelah
manipulasi tersebut untuk menghilangkan residu obat dan untuk menjamin keamanan orang lain.Obat-obatan seperti kortikosteroid, hormon, antibiotik,
imunosupresan, sitotoksik dan fenotiazin yang iritasi atau sangat kuat dan perlindungan ekstra harus diambil ketika menyerahkan obat ini. Paparan zat-zat
tersebut sangat berbahaya. Oleh karena itu, kontak dengan kulit dan menghirup debu harus dihindari dan peralatan pelindung harus digunakan, misalnya jarum
suntik penghancurWhite et al., 2007. Penghancuran Crushing tablet yang diberikan melalui enteral feeding tube
tidak hanya meningkatkan kejadian penyumbatan tabung tetapi juga meningkatkan risiko efek samping. Ada banyak formulasi dengan pelepasan yang
dimodifikasi dipasarkan untuk kenyamanan sehari-hari. Penghancuran Crushing tablet dengan pemberian pelepasan segerapada feeding tube dapat berakibat fatal
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ketika seluruh dosis harian diberikan sebagai bolus dengan pelepasan segera. Sebisa mungkin, profesional kesehatan harus mempertimbangkan formulasi
alternatif obat yang sama atau obat yang berbeda yang dapat diberikan melalui enteral feeding tube
yang memiliki efek terapi yang sama White et al., 2007. Pada suatu penelitian, didapatkan suatu hasil yang menunjukkan bahwa
terjadinya kehilangan kandungan bobot obat selama menggunakan metode ini. Dalam penelitian tersebut dilakukan penghancuran lima jenis obat, dimana
masing –masing dari obat tersebut telah mengalami penurunan massa kandungan
obat sekitar 70 – 90. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor penghancuran pada
mortir atau alat penghancur lainnya sehingga terjadi pengurangan jumlah obat Zamami et al., 2014.
2.5 Simple Suspension MethodMetode suspensi dengan sederhana