26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Farmasi yaitu Labolatorium Penelitian II dan Labolatorium Farmakognosi dan Fitokimia Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta. Penelitian akan dimulai bulan Maret hingga Mei.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
KCKT Dionex Ultimate 3000 yang terdiri dari: pompa Dionex Ultimate 3000 pump, kolom Acclaim
TM
1200 C18 5µm 120Å 4,6x250mm, autosampler, detektor DAD Diode Array Detector, program komputer PC Chromeleon.
Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel Hitachi U-2910, Ultrasonic Bath Branson 5510, pH meter Horiba, magnetic stirer Wiggen Hauser, vorteks, sentrifugator
dan tabung sentrifugasi Eppendorf Centrifuge 5417 R, timbangan analitik, alat- alat gelas, mikropipet, lumpang dan alu dan lemari pendingin.
3.2.2 Bahan
Bahan baku Standar Analitik Spironolakton Sigma-Aldrich, tablet Spironolakton dengan merek dagang Letonal
®
25 mg, Metanol Grade HPLC Merck, Aquabidest, Aquadest, KH
2
PO
4.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan Larutan Induk Bahan Baku Standar Spironolakton.
Larutan induk yang dibuat adalah larutan standar denngan konsentrasi 1000 ppm, dimana 50 mg dari standar spironolakton dilarutkan dalam 50 ml
metanol. 3.3.2
Penetapan panjang gelombang maksimum dari bahan baku standar.
Pada larutan induk diambil 100 μL untuk diencerkan dengan metanol pada
labu ukur 10 ml sehingga didapatkan konsentrasi 10 ppm. Larutan ini kemudian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dianalisis dengan sprektrofotometer UV-VIS dengan rentang spektrum serapan
200 nm-400 nm. Kemudian ditentukan panjang gelombang maksimumnya. 3.3.3
Penetapan Kondisi Optimum
Dilakukan verifikasi metode yang berdasarkan pada United States Pharmacopeia 30
dengan menginjeksikan 20 µL larutan standar 100µgmL dengan fase gerak yaitu campuran metanol dan air dengan perbandingan 60 : 40.
Dideteksi pada panjang gelombang yang telah didapatkan sebelumnya dengan laju alir 1mlmenit,dan temperatur kolom 25
C. Kemudian dicatat waktu retensi, luas puncak, tailing factor tidak boleh lebih dari 2, RSD Relative Standard
Deviation yang tidak boleh lebih dari 1,5. 3.3.4
Uji Kesesuaian Sistem
Larutan standar Spironolakton pada konsentrasi 100µgmL diinjeksikan sejumlah 20µL ke alat KCKT sesuai dengan kondisi optimum yang telah
ditetapkan, sebanyak lima kali. Kemudian dicatat waktu retensi, luas puncak, tailing factor
tidak boleh lebih dari 2, RSD Relative Standard Deviation yang tidak boleh lebih dari 1,5The United States Pharmacopeial Convention,
2007. 3.3.5
Uji Linieritas
Uji ini dilakukan untuk dapat membuat kurva kalibrasi dari masing-masing larutan induk, persamaan garis linier, nilai koefisien korelasi r, Limit deteksi
LOD, dan Limit LOQ.
Uji ini diawali dengan pembuatan kurva kalibrasi yaitu dengan menggunakan rentang konsentrasi larutan standar spironolakton 25, 50, 75, 100,
125, 150 ppm. Masing-masing konsentrasi diinjeksikan sebanyak 20 µL dengan menggunakan panjang gelombang maksimum yang telah didapatkan sebelumnya.
Dari nilai luas area puncak kromatogram, dibuat kurva kalibrasi yang dilengkapi
dengan persamaan garis linier, nilai koefisien korelasi, LOD, dan LOQ.
LOD dihitung melalui persamaan garis regresi linier dari kurva kalibrasi
dengan rumus:
LOQ=
10
�
�
Sedangkan LOD didapatkan melalui rumus:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LOD=
3
�
�
Dimana Syx adalah simpangan baku residual, b adalah slope dari persamaan regresi.
3.3.6 Uji Akurasi
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan 3 konsentrasi larutan standar dari nilai presentasi berat sampel masing-masing obat yang digunakan
oleh pasien yaitu 80, 100, dan 120.
Untuk larutan standar spironolakton, adapun konsentasi yang digunakan adalah 80 ppm, 100 ppm, dan 120 ppm yang mewakili nilai persentrasi 80,
100, dan 120 dari konsentrasi obat yang digunakan dalam uji linieritas yaitu
100 ppm.
Uji dilakukan dengan menyuntikkan20,0 µL masing-masing konsentrasi sebanyak 3 kali. Dari uji ini dihitung nilai perolehan kembali recovery dan
koefisien variasinya KV. 3.3.7
Uji Presisi
Uji ini dilakukan dari perlakuan serta data yang sama dari uji akurasi. Namun, pada uji ini dilkakukan penambahan perlakuan yaitu adanya perlakuan
berupa penyuntikan secara intra day dan penyuntikan secara inter day. Penyuntikan secaraintra daydilakukakan pada jam ke 0, 8, dan 24. Sedangkan
penyuntikan secara inter day dilakukan pada hari ke-1 dan ke-2. Dari uji ini dapat
ditentukan standar deviasi relatif SDR dan SD Standar Deviasi.
3.3.8 Penyiapan Sampel
a. Pembuatan Reagen Dapar Fosfat
Untuk Dapar Fosfat, pH yang digunakan adalah 4,5. Adapun prosedurnya adalah dengan menimbang 0,36 gram Na
2
HPO
4
yang kemudian dilarutkan dengan 40 ml aquadest. Setelah terlarut sempurna,
adjust larutan dengan asam ortofosfat hingga pH 4,5. Kemudian larutan
akhir digenapkan dengan aquadest hingga 50 ml.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Penyiapan Sampel dengan cara Crushing Suspension Method
Sampel obat tablet spironolakton dengan merek dagang Letonal
®
25 mg dibuat dengan menggerus tablet pada lumpang alu. Hasil gerusan
diambil menggunakan sudip hingga tidak ada serbuk yang tertinggalkemudian dimasukkan kedalam tube berukuran 50 ml kemudian
disuspensikan dengan aquadest hingga 50 ml. c.
Penyiapan Sampel dengan cara Simple Suspension Method
Sampel obat tablet spironolakton dengan merek dagang Letonal
®
25 mg dibuat dengan mensuspensikannya dalam aquadest hangat 55
C sebanyak 50 ml pada tube berukuran 50 ml. Diamkan kira-kira 2-5 menit
agar obat terdispersi secara menyeluruh. 3.3.9
Analisa Kadar
Masing-masing sampel obat yang telah disuspensikan, dilakukan rangkaian pengujian berdasarkan waktu yaitu pada menit ke 5, 15,30, 45, dan 60.
Pada waktu ke 5 menit, cuplikan dari masing – masing obat diambil sebanyak 300
µL yang kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang telah berisi 150 µL Dapar Fosfat dan 1050 µL Metanol Grade HPLC. Menuju ke menit 15,
masing-masing sampel obat dilakukan pengocokan sebanyak 20 kali dengan tujuan untuk mendispersi obat yang kemudian 1 menit sebelum menuju waktu
pengambilan cuplikan, dilakukan sonikasi. Kemudian dilakukan pengambilan cuplikan sama halnya dengan menit yang ke
– 0. Begitu selanjutnya hingga menit ke-60. Masing
– masing sampel obat yang terdapat dalam larutan campuran di tabung eppendorf, kemudian divortex selama 5 menit dan disentrifugasi selama 5
menit pada suhu kamar dan dengan kecepatan 5000 rpm. Selanjutnya masing –
masing cuplikan dalam tabung eppendorf dimasukkan ke dalam tabung injeksi HPLC. Setelah dimasukkan ke dalam tabung HPLC, larutan siap untuk
diinjeksikan. Larutan disuntikkan sebanyak 20 µL ke dalam alat HPLC, yang kemudian diamati terbentuknya puncak kromatogram dengan waktu retensi dan
nilai luas area tertentu Area Under Curvel AUC. Setiap sampel diinjeksikan sebanyak tiga kali triplo. AUC pada kromatogram dimasukkan ke dalam
persamaan kurva kalibrasi larutan bahan baku standar Spironolakton untuk menentukan kadar zat aktifnya.
30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Optimasi Metode Analisis Kadar Spironolakton
4.1.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Pada penenlitian ini, penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer Uv-Vis. Panjang gelombang optimum
yang terpilih untuk analisis spironolakton yaitu pada panjang gelombang 237,5 nm, karena pada panjang gelombang ini sampel dapat memberikan serapan yang
baik dan menghasilkan luas puncak yang besar. Berdasarkan literatur dari USP 30, adapun panjang gelombang maksimum spironolakton adalah 238 nm.
4.1.2 Pemilihan Fase Gerak dan Kondisi Optimum HPLC
Pemilihan fase gerak awalnya berdasarkan literatur USP 30 yaitu Metanol μ Air 60 μ 40 dengan laju alir 1 mlmenit, volume injeksi β0 L, dan pada
panjang gelombang 237,5 nm. Namun, dari hasil penggunaan kondisi ini, tidak
munculnya peak dari spironolakton. Hal ini dapat dikarenakan kondisi optimum tersebut digunakan pada kolom C-18 dengan panjang 15 cm. Sedangakan kolom
yang tersedia adalah kolom dengan panjang 30 cm. Dengan volume injek yang kecil sedangkan digunakan kolom yang panjang hal ini tentunya tidak dapat
memunculkan peak karena semakin panjang kolom akan membutuhkan volume yang besar untuk dapat dideteksi dan munculnya peak. Oleh karena itu dilakukan
perubahan volume injek untuk dapat memunculkan peak dari spironolakton. Selain itu, dilakukan perubahan fase gerak karena pada fase gerak Metanol : Air
60 : 40 tidak memberikan bentuk peak yang baik pada standar dan sampel.Dari hal ini, setelah dilakukan uji pendahuluan didapatkan bentuk peak yang baik
dengan fase gerak Metanol : Air 65 : 35. Dari hasil optimasi ini, maka diperoleh suatu kondisi analisis
Spironolakton dengan ketentuan sebagai berikut : Spesifikasi alat
: HPLC merk Dionex, auto sampler, detektor ultraviolet
Kolom : Acclaim
TM
1200 C
18
4,6 x β50 mm, 5 m