Analisis Risiko Keselamatan Kerja Dengan Metode HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) Pada Alat Suspension Preheater Bagian Produksi Di Plant 6 dan 11 Field Citeureup PT. Indocement Tunggal Prakarsa,Tahun 2013

(1)

ANALISIS RISIKO KESELAMATAN KERJA DENGAN METODE HIRARC (HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL)

PADA ALAT SUSPENSION PREHEATER BAGIAN PRODUKSI DI PLANT 6 DAN 11 FIELD CITEUREUP

PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, TAHUN 2013

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI

OLEH :

MUHAMMAD FIL SOCRATES 109101000012

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1434H/ 2013 M


(2)

(3)

iii Skripsi, September 2013

Muhammad Fil Socrates, NIM: 109101000012

Analisis Risiko Keselamatan Kerja Dengan Metode HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) Pada Alat Suspension Preheater Bagian Produksi Di Plant 6 dan 11 Field Citeureup PT. Indocement Tunggal Prakarsa,Tahun 2013

xvii + 232 halaman, 24 tabel, 10 lampiran

ABSTRAK

HIRARC merupakan salah satu cara mengidentifikasi potensi bahaya yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan. Langkah-langkahnya dimulai dengan cara mengidentifikasi bahaya, lalu menilai risikonya dan melakukan pengendalian. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk terletak di jalan Mayor Oking Jaya Atmaja kecamatan Citeureup, Bogor Jawa Barat. Barang hasil produksi yang dihasilkan berupa semen dengan salah satu proses produksinya adalah dengan alat pemanasan awal atau suspension preheater (SP). Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti HIRARC yang dimiliki PT Indocement.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu observasi lapangan, telaah dokumen, dan wawancara mendalam. Analisis data dimulai dengan menghitung nilai risiko dengan bentuk skor.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa terdapat 19 jenis pekerjaan di SP yang memiliki sumber bahaya berbeda-beda dan dibandingkan dengan 11 jenis pekerjaan di Indocement. Dari segi keselamatan PT Indocement masih memiliki beberapa kekurangan khususnya keselamatan pada perlengkapan APD dan menganalisis HIRARC yang telah dibuat.

Saran dari penelitian ini adalah agar perusahaan mau meningkatkan keselamatan pada setiap pekerjaan di SP untuk mengurangi unsafe action dan unsafe condition. Untuk perlengkapan APD seharusnya dapat disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dilakukan karena masih terdapat ketidak sesuaian dalam memakai APD atau masih belum memakainya.

.

Daftar bacaan : 42 (1970-2012)


(4)

iv OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Thesis, September 2013

Muhammad Fil Socrates, NIM :109101000012

Safety Risk Analysis With HIRARC Methods (Hazard Identification, Risk Assessment And Risk Control)To The Suspension Preheater Tools Of Production Section In Plant 6 And 11 Case Study PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Field Citeureup, years 2013.

ABSTRACT

HIRARC is one way to identify potencial hazard that accompany any type of job. The step begin with hazard identification, risk assessement and risk control. PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk is located at Mayor Oking Jaya Atmaja, Citeureup, Bogor west java. Manufactured goods produced in the form of cement with one of the production process is the beginning of the heating appliance or suspension preheater (SP). For that researchers interested in studying HIRARC owned PT.Indocement.

This study is a qualitative research. The technique used in the data collection field observation, document review, and in-depth interviews. Data analysis began by calculating the value of the risk score form.

Based of the result, it is known that there are 19 types of jobs in the SP which has a different source of danger and in comparison with the 11 types of jobs in Indocement. In terms of safety, PT Indocement still has some shortcomings particularly in safety equipment and analyze HIRARC PPE that has been made.

Suggestions from this study is that companies want to improve the safety of each job in SP to reduce unsafe action and unsafe condition. For PPE items should be tailored to the type of work done because there is still a discrepancy in the use of PPE or still do not wear it.

References : 42 (1970-2012)


(5)

(6)

(7)

vii

PERSONAL IDENTITY

Full Name : MUHAMMAD FIL SOCRATES

Place/Date of Birth : BOGOR/ NOVEMBER 1991

Sex : MALE

Religion : MOSLEM

Address : Puri Nirwana 1 Blok P No. 02 RT 03/16

Pabuaran, Cibinong-Bogor

Post Code : 16916

Citizenship : INDONESIAN

Height/ Weight : 170 cm/ 52 Kg

Phone Number : 087870774764

Email Address : Lhead_shead@yahoo.com


(8)

viii Year

Name Of Institute Location Faculty/

Majoring Result

In Out

2009 2013

ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

CIPUTAT PUBLIC

HEALH/ SHE

2006 2009 SMAN 1 CIBINONG CIBINONG - Graduated

2003 2006 SMPN 1 CIBINONG CIBINONG - Graduated

1997 2003 SDN CIRIUNG 2 CIBINONG - Graduated

ORGANIZATION EXPERIENCES

Year Organization/ Events

2013 Apprentice in PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup, Bogor

2013 Apprentice in PT Pertamina Prabumulih, Sumatera Selatan

2012 Participant in occupational safety and health at PT. Pertamina Garut 2012 Participant in analysis of environmental impacts at Bantar Gebang, Bekasi 2012 Participant in HIV/AIDS prevention Training from UNESCO at Ciputat,

Banten

2011 Participant in occupational safety and health at PT. Pertamina Balongan, Cirebon

2010 English languange courses in Mahesa Institute Pare, Kediri


(9)

ix

2013 Training of Working of Heigh Basic Awareness Indorope, Prabumulih

2012 Participant of Seminar K3 Tanggap Darurat Bencana Banjir

Participant of Seminar Profesi Gizi Bongkar Kebiasaan Lama Ganti Dengan Diet Yang Tepat

2012 Participant of Seminar profesi Gizi Sudah sehatkah kantin kita 2012 Participant of Seminar Profesi K3 Lalai Listrik Waspadalah Kebakaran 2011 Participant of Seminar Profesi K3 Angkutan Transportasi Nyaman Tanpa

Berdesakan Sampai Tujuan Dengan Aman

2011 Participant of Seminar Profesi K3 Sudah Amankah Anda Berkendara 2011 Participant of Seminar Profesi Regulasi Keamanan Pangan Minuman

Isotonik Di Indonesia

2011 Participant of Workshop Disaster Management

2011 Participant of Seminar Hari Bumi

Year Organization/ Events

2010 Participant of Seminar Peran Pesantren dalam Pembangunan Nasional 2010 Participant of Seminar Nasional Simposium Perspektif Islam Dalam

membangun Karakter Bangsa Pada Era Milenium Kesehatan 2010 Participant of Seminar Esensi Shalat Dalam Perspektif keislaman 2010 Participant of SeminarNasional Bahaya kanker serviks dan Hubungannya

dengan Seks Anda

2009 Participant of Seminar Pengembangan Profesi K3

2009 Participant of Seminar Umum “Hilangnya Ayat Dalam Undang-Undang

Anti Rokok”

2009 Participant of Seminar Nasional Menuju Indonesia Bebas Kaki Gajah dan Sosialisasi Flu Burung

2009 Participant of Seminar Gizi Status Gizi Baik, Keturunan Sehat, Keluarga Bahagia


(10)

(11)

xi

Kulangkahkan Kakiku Menuju Impian

Namun Tidak Sendiri …

Karena Tangan Ini Selalu Dirangkul

Oleh Manusia-Manusia Luar Biasa

Yang Selalu Memberiku Dukungan, Doa, dan Harapan

Agar Kami Dapat Berhasil

Namun Tidak Sendiri …

Tapi Selalu Bersama

Skripsi Ini ku Persembahakn Untuk Kedua Orang Tua Tercinta,

Adikku Dan Sahabat Kembarku Yang Luar biasa, Serta


(12)

xii

Segala puji kehadirat Allah SWT, yang telah menciptakan dunia dan seisinya dengan beraneka ragam dan menjadikan perrbedaan sebagai rahmat-NYA, karena syukur tak pernah henti bagi penulis ucapkan ridhanya akhirnya Penelitian saya yang berjudul “ANALISIS RISIKO KESELAMATAN KERJA DENGAN METODE HIRARC (HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL) PADA ALAT SUSPENSION PREHEATER BAGIAN PRODUKSI DI PLANT 6 DAN 11 FIELD CITEUREUP PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, TAHUN 2013” telah penulis selesaikan. Shalawat serta salam selalu tak lupa penulis sampaikan kepada Rasullallah Muhammad SAW yang membawa perubahan jaman yang gelap gulita menjadi jaman yang terang benderang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan banyak bantuan, bimbingan, petunjuk dan motivasi dari banyak orang-orang terdekat karena tanpa bantuannya penulis belum tentu bisa menyelesaikannya.

Dengan kerendahan hati penulis memberikan rasa hormat dan ucapan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada :

1. Kedua Orang tua tercinta, Ibuku yang selalu memberikan dukungan berupa doa dan nasihatnya sehingga saya dapat termotivasi untuk terus mengerjakan penelitian ini hingga selesai. Kemudian ayah yang banyak memberikan masukan dan dukungan terlebih beliau memahami isi penelitian yang saya kerjakan.

2. Adikku Tercinta “Layalia Qodri” yang selalu memberikan semangat agar saya dapat menyelesaikan penelitian ini dengan semaksimal mungkin.

3. Saudara sanak family ku yang selalu memberikan support dan dukungan agar aku selalu semangat mengerjakan penelitian ini.

4. Bapak Prof. Dr. (hc). Dr. M.K Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(13)

xiii Jakarta.

6. Bapak Muhammad Farid Hamzen, M.Si. selaku pembimbing Fakultas yang selalu memberikan masukan positif dan membimbing saya hingga skripsi saya dapat berjalan dengan baik dan hasil yang memuaskan.

7. Ibu Dewi Utami Iriani M.Kes Phd selaku pembimbing Fakultas yang memberikan nasihatnya dengan sangat baik.

8. Ibu Fase Badriyah, Ph.D selaku dosen penguji yang memberikan motivasi dengan baik agar saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lebih baik.

9. Bapak dr.Yuli Prapanca Satar, MARS selaku dosen penguji yang banyak sekali memberikan masukan dan nasihat agar revisian skripsi saya lebih baik lagi.

10. Ibu Nurul Wandasari S.,M.Epid selaku dosen penguji yang banyak sekali

memberikan masukan dan nasihat agar revisian skripsi saya lebih baik lagi. 11. Ibu Iting Shofwati ST, MKKK selalu penanggung jawab peminatan K3.

12. Bapak Widi Wibisono selaku pembimbing penelitian di Perusahaan yang tiada hentinya memberikan ilmu-ilmu mengenai safety dengan cukup baik.

13. Ibu Tika selaku pembimbing penelitian di perusahaan yang selalu memberikan masukan positif terutama mengenai perundangan keselamatan kerja.

14. Teman-teman kantor PT Indocement Tunggal Prakarsa atas bantuannya selama ini. 15. Sahabat-sahabat Benkyu (Nia, Denis, VJ, Ubay, Ana, Heni) yang selalu mensupport

hingga saat ini dan selalu mendoakan agar kami dapat lulus dengan hasil yang memuaskan.

16. Teman-teman K3 2009 seperjuangan yang selalu kompak dalam menjarkom,

menghabiskan waktu luang,berdiskusi kelompok, maupun dalam hal lainnya. 17. Anak-anak pengajian Himatul Ulya atas doa dan dukungannya selama ini.

18. Dan semua rekan yang telah membantu dalam tahap menyusun laporan skripsi saya.

Akhir kata dengan mengucapkan rasa syukur dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, semoga semua amal kebaikan dari semua pihak dibals oleh Allah SWT


(14)

xiv

Jakarta, 22 Agustus 2013


(15)

xv

LEMBAR PERNYATAAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

CURRICULUM VITAE ... vii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... xi

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR BAGAN ... xxii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.4.1 Tujuan Umum ... 6

1.4.2 Tujuan Khusus ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.5.1 Bagi Peneliti ... 7


(16)

xvi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 9

2.2 Kecelakaan Akibat Kerja ... 11

2.2.1 Penyebab Kecelakaan Akibat Kerja ... 12

2.3 Bahaya ... 16

2.3.1 Jenis Bahaya ... 17

2.4 Analisis Risiko ... 18

2.4.1 Pengertian Risiko ... 18

2.5 Manajemen Risiko ... 19

2.5.1 Tujuan Manajemen Risiko ... 19

2.5.2 Manfaat Manajemen Risiko ... 20

2.6 Perangkat Manajemen Risiko ... 21

2.7 HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) ... 25

2.7.1 Identifikasi Bahaya ... 25

2.7.2 Penilaian Risiko ... 27

2.7.3 Pengendalian Risiko ... 29

2.8 Definisi Suspension Preheater ... 33

2.9 Kerangka Teori ... 41

BAB 3 KERANGKA BERFIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 3.1 Kerangka Berfikir ... 43


(17)

xvii

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 48

4.3 Informan Penelitian ... 48

4.4 Instrumen Penelitian ... 50

4.5 Sumber Data ... 51

4.6 Pengumpulan Data ... 51

4.7 Keabsahan Data ... 53

4.8 Pengolahan Data ... 54

4.9 Analisis Data ... 55

4.10 Penyajian Data ... 55

BAB 5 HASIL 5.1 Gambaran Umum PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ... 56

5.1.1 Sejarah PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ... 56

5.1.2 Perkembangan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ... 58

5.1.3 Visi, Misi, Motto dan Logo PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ... 59

5.1.4 Lokasi PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ... 60

5.1.5 Struktur Organisasi ... 62

5.1.6 Manajemen Perusahaan ... 64

5.1.7 Produk Semen ... 66

5.1.8 Proses Produksi ... 68

5.2 Alur Kerja Suspension Preheater ... 76

5.3 SOP Suspension Preheater ... 78

5.4 Hasil Identifikasi Bahaya Suspension Preheater ... 82 5.4.1 Hasil Identifikasi Bahaya SP PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk . 83


(18)

xviii

5.5.1 Penilaian Risiko PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ... 114

5.5.2 Penilaian Risiko dari hasil observasi peneliti ... 117

5.6 Hasil Pengendalian Risiko SP ... 125

5.6.1 Pengendalian Risiko PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ... 126

5.6.2 Pengendalian Risiko dari hasil observasi peneliti ... 129

5.7 Rekomendasi Pengendalian Risiko ... 152

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian ... 161

6.2 Pembahasan Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja Dengan Metode HIRARC Pada Pekerjaan Di Suspension Preheater ... 162

6.3 Analisis Perbandingan Milik PT Indocement Dengan Peneliti ... 211

6.3.1 HIRARC Perusahaan Dengan Peneliti ... 211

6.4 Peraturan Perundang-Undangan dan Standarisasi dari Pemerintah ... 216

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 228

7.2 Saran ... 231 DAFTAR PUSTAKA

LEMBAR OBSERVASI PEDOMAN WAWANCARA


(19)

xix

Tabel 2.1 Penilaian Tingkat Kemungkinan (Occurance / O) ... 26

Tabel 2.2 Penentuan Tingkat Konsekuensi/ Keparahan (Severity / S) ... 28

Tabel 2.3 Penentuan Tingkat Risiko ... 28

Tabel 2.4 Klasifikasi Risiko ... 28

Tabel 2.5 Penentuan Tingkat Keberhasilan (Detection / D) ... 33

Tabel 4.1 Informan Penelitian ... 51

Tabel 5.1 Jam Kerja Normal Untuk Mining dan Packing Departement ... 65

Tabel 5.2 Jam Kerja Normal Untuk Mining dan Packing Departement ... 66

Tabel 5.3 Jam Kerja Shift Untuk Bagian Produksi, Pengendalian Mutu, Elektrik Dan Power station dan Paper Bag ... 66

Tabel 5.4 Jam Kerja untuk DepartementPaperbag ... 66

Tabel 5.5 HIRARC PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ... 86

Tabel 5.6 Identifikasi Bahaya Pekerjaan Di Alat Suspension Preheater ... 103

Tabel 5.7 Lembar Observasi Identifikasi Risiko Pada Suspension Preheater ... 108

Tabel 5.8 Penilaian Tingkat Kemungkinan Dilakukannya Kegiatan ... 112

Tabel 5.9 Penentuan Tingkat Konsentrasi/Keparahan ... 112

Tabel 5.10 Matriks Risiko WRAC ... 113

Tabel 5.11 Penentuan Tingkat Risiko ... 114

Tabel 5.12 Penilaian Risiko Pada Pekerjaan di SP PT ITP Tbk ... 116

Tabel 5.13 Hasil Observasi Penilaian Risiko ... 119


(20)

xx

Tabel 5.16 Hasil Pengendalian Risiko SP ... 131 Tabel 5.17 Lembar Observasi Pengendalian Bahaya ... 140 Tabel 5.18 Rekomendasi pengendalian Risiko ... 143


(21)

xxi

Gambar 2.1 Suspension Preheater ... 37 Gambar 2.2 Proses Suspension Preheater ... 38


(22)

xxii

Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 42 Bagan 3.1 Kerangka Berfikir ... 44


(23)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya risiko yang terjadi tergantung dari jenis industri, teknologi serta upaya pengendalian risiko yang dilakukan. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan pada perusahaan. Secara garis besar kejadian kecelakaan kerja disebabkan oleh dua faktor, yaitu tindakan manusia yang tidak memenuhi keselamatan kerja (unsafe act) dan keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition) (Suma’mur, 1984). Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja dituliskan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. Begitu juga dengan setiap orang lain yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Oleh karena itu, sesuai dengan peraturan yang berlaku setiap perusahaan yang didalamnya terdapat pekerja dan resiko terjadinya bahaya wajib untuk memberikan perlindungan Keselamatan.

Seperti yang terjadi bahwa sistem keselamatan kesehatan kerja dapat dikatakan baru akan dilaksanakan setelah proses pendirian suatu pabrik/ unit usaha berjalan, padahal menurut aturan hukum seharusnya dilakukan pada saat


(24)

perencanaan pabrik/ perusahaan tersebut (Pabiban, 2007). Dari data ILO menunjukkan bahwa sebanyak 1.2 juta pekerja meninggal dunia akibat kecelakaan kerja tiap tahun, penyakit akibat kerja (PAK) menimpa 160 juta tenaga kerja pertahun. Kerugian pun mencapai tingkat yang tinggi sebesar 2.4 % dari Gross domestic product (GDP).

Data angka kecelakaan di Indonesia pada tahun 2012, terjadi kasus kecelakaan kerja sebesar 4.130 yang mengalami cacat fungsi, 2.722 orang mengalami cacat sebagian, 34 orang harus mengalami cacat total tetap dan 2.218 jiwa meninggal dunia (Jamsostek, 2012). Upaya pencegahan kecelakaan akibat kerja dapat direncanakan, dilakukan dan dipantau dengan melakukan studi karakteristik tentang kecelakaan agar upaya pencegahan dan penananggulanganya dapat dipilih melalui pendekatan yang paling tepat. Analisa tentang kecelakaan dan resikonya dilakukan atas dasar pengenalan atau identifikasi bahaya di lingkungan kerja dan pengukuran bahaya di tempat kerja. Secara garis besar ada empat faktor utama yang mempengaruhi kecelakaan yaitu faktor manusia, alat atau mesin, material dan lingkungan (Suma’mur, 1986).

Proses identifikasi bahaya merupakan salah satu bagian dari manajemen resiko. Penilaian resiko merupakan proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat resiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Proses identifikasi bahaya bisa dimulai berdasarkan kelompok, seperti: kegiatan, lokasi, aturan-aturan, dan fungsi atau proses produksi. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan guna mengidentifikasi bahaya di lingkungan kerja, misalnya melalui inspeksi, informasi mengenai data kecelakaan kerja, penyakit dan absensi, laporan dari tim K3, P2K3,


(25)

supervisor dan keluhan pekerja, pengetahuan tentang industri, lembar data keselamatan bahan dan lain-lain (Depnaker, 1991).

Salah satu sistem manajemen K3 yang berlaku global atau Internasional adalah OHSAS 18001;2007. Menurut OHSAS 18001, manajemen K3 adalah upaya terpadu untuk mengelola risiko yang ada dalam aktivitas perusahaan yang dapat mengakibatkan cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan terhadap bisnis perusahaan. Manajemen risiko terbagi atas tiga bagian yaitu Hazard Identification, Risk Assessment dan Risk Control. Biasanya dikenal dengan singkatan HIRARC. Metode ini merupakan bagian dari manajemen risiko dan yang menentukan arah penerapan K3 dalam perusahaan (Ramli, 2010).

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (PT.ITP) adalah perusahaan semen swasta terbesar di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1975 dan memiliki 12 pabrik yang tersebar di 3 kota yakni Bogor, Cirebon dan Kotabaru. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk memiliki 6316 jumlah karyawan yang bekerja yang tidak dipungkiri bahwa terdapat bermacam-macam jenis bahaya yang bisa saja terjadi mulai dari proses awal hingga produksi akhir (www.Indocement.co.id).

Dilihat dari proses produksinya, PT Indocement Tunggal Prakarsa tidak akan terlepas dari risiko timbulnya kecelakaan akibat kerja. Dengan jumlah karyawan mencapai angka 3000 karyawan, risiko terjadinya kecelakaan kerja dapat terjadi sewaktu-waktu ketika pekerja melakukan pekerjaannya. Data angka kecelakaan kerja pada tahun 2010 hingga tahun 2012 di pabrik PT Indocement Tunggal Prakarsa Citeureup adalah berjumlah 86 orang pada tahun 2010 dengan jumlah karyawan 3145 orang, kemudian mengalami penurunan di tahun 2011 yakni 76 orang dengan


(26)

jumlah karyawan 3074orang. Namun kembali mengalami kenaikan di tahun 2012 adalah 86 orang dengan jumlah karyawan 3090 orang (HSE Indocement, 2013).

Dari data angka kecelakaan yang terjadi dari tahun 2010-2012 menunjukkan masih adanya kecelakaan kerja yang terjadi di areal pabrik tersebut dengan 20 divisi yang tersebar di area pabrik terdapat angka yang paling besar mengalami kecelakaan yakni pada plant 6/11 berjumlah 15 orang. Riwayat kejadian kecelakaan di Plant 6 dan 11 menunjukkan fluktuasi jumlah kecelakaan kerja yang tertinggi dari divisi lainnya. Kemudian setelah melihat temuan data pada plant 6 dan 11 dalam produksi semen, kegiatan proses kerja yang mempunyai risiko paling tinggi atau high risk di bagian suspension preheater. Hasil ini didapatkan dari hasil temuan investigasi di plant 6/11 dalam kurun waktu 3 tahun terakhir yang didapatkan dari data HSE pusat. Pada proses ini mesin akan mengeluarkan panas yang cukup tinggi dan pada proses ini semen mengalami pemanasan awal dengan suhu diatas 3000 derajat celcius. Hal itu mengindikasikan adanya risiko keselamatan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan plant atau divisi lainnya. Untuk itu diperlukan analisis risiko keselamatan kerja untuk mengetahui tingkat risiko keselamatan kerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 dengan metode HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Indocement Tunggal Prakarsa, field Citeureup tahun 2013.


(27)

1.2 Perumusan Masalah

Perusahaan atau industri memerlukan proses yang baik di semua kegiatan dalam mencapai tujuan yang efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja dan menekan angka kecelakaan kerja. Walaupun telah dibuatkannya sistem HIRARC dalam mengidentifikasi bahaya dan risiko sebagai acuan dalam mengevaluasi permasalahan kecelakaan yang ada, kemudian peraturan dan prosedur kerja yang baik serta penyediaan alat pelindung diri (APD), akan tetatpi kecelakaan kerja masih terjadi lebih tinggi dibandingkan plant atau divisi lainnya yakni di plant 6/11 PT Indocement Tunggal Prakarsa tahun 2013. Hal ini merupakan alasan bagi peneliti untuk menjadikan masalah kecelakaan kerja bagi pekerja untuk di analisis melalui suatu penelitian dengan menggunakan metode HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control)

1.3 Pertanyaan penelitian

1. Bagaimana risiko keselamatan kerja pada alat suspension preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013 ?

2. Bagaimana pelaksanaan identifikasi bahaya pada alat suspension preheater preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013 ?

3. Bagaimana pelaksanaan menganalisis risiko pada alat suspension preheater preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013 ?


(28)

4. Bagaimana pelaksanaan pengendalian risiko pada alat suspension preheater preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013 ?

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya tingkat risiko keselamatan kerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 dengan metode HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Citeureup tahun 2013.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya risiko keselamatan kerja pada alat suspension preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun

2. Diketahuinya pelaksanaan identifikasi bahaya pada alat suspension preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013.

3. Diketahuinya pelaksanaan analisis risiko pada alat suspension preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013.

4. Diketahuinya pelaksanaan pengendalian risiko pada alat suspension preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013.


(29)

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti

Memberikan manfaat bagi peneliti untuk memperdalam pengetahuan, wawasan serta kemampuan untuk mengaplikasikan ilmu tentang keselamatan kerja. Terutama mengenai analisis risiko keselamatan kerja pada alat suspension preheater dengan metode HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control)

1.5.2 Bagi Institusi

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi tambahan bagi civitas akademik prodi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah jakarta. Terutama mengenai analisis risiko keselamatan kerja pada alat suspension preheater preheater dengan metode HIRARC ( Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control)

1.5.3 Bagi Perusahaan

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi informasi dan rekomendasi kepada perusahaan dan mitra kerja sebagai bahan pertimbangan atau masukan tentang potensi bahaya yang terdapat di pekerjaan bagian produksi pada alat suspension preheater.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa program studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta karena ingin menganalisis risiko yang ada di plant 6/11 bagian produksi pada alat suspension


(30)

preheater. Penelitian ini dilakukan di PT Indocement Tunggal Prakarsa Citeureup, Jawa Barat pada bulan Mei-Juli tahun 2013 karena dari data kecelakaan menunjukkan adanya risiko yang berbahaya pada pekerjaan di bagian tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan sasaran pekerja yang melakukan produksi menggunakan alat suspension preheater di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, data sekunder dengan telaah dokumen yang terdapat di bagian SHE (Safety Health and Environment) dari pusat dan data dari plant 6/11. Data primer dilakukan dengan cara wawancara kepada pekerja, pekerja maintenance dan pekerja SHE plant 6/11.


(31)

(32)

9

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut ILO/WHO (1998) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu promosi, perlindungan dan peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya mencakup aspek fisik, mental, dan sosial untuk kesejahteraan seluruh pekerja di semua tempat kerja. Pelaksanaan K3 merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat nmeningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Sedangkan menurut Suma’mur (1988) keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Tujuan dari keselamatan itu sendiri adalah sebagai berikut : (Suma’mur, 1981)

1. Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.


(33)

3. Menjamin agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Kecelakaan kerja dapat menimbulkan kerugian langsung dan juga dapat menimbulkan kerugian tidak langsung yaitu kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi, kerusakan pada lingkungan kerja. Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.

Adapun syarat-syarat keselamatan kerja yang di atur dalam Undang-Undang keselamatan dan kesehatan kerja yang dibuat untuk (Undang-Undang K3 pasal 3 ayat 1, tahun 1970) :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;

d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

e. Memberi pertolongan pada kecelakaan;

f. Member alat-alat perlindungan diri kepada pekerja;

g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,

kelembapan, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,sinar atau radiasi, suara dan getaran;

h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physic maupun psikis. Peracunan, infeksi dan penularan;


(34)

j. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai; k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;

n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman dan barang;

o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang;

q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang

bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi. 2.2 Kecelakaan Akibat Kerja

Menurut Suma’mur (1995), definisi kecelakaan adalah kejadian tidak terduga dan tidak diharapkan. Dikatakan tidak terduga karena dibelakang peristiwa yang terjadi tidak terdapat unsur kesengajaan atau unsur perencanaan, sedangkan tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian materil ataupun menimbulkan penderitaan dari skala paling ringan sampai skala paling berat. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja atau sedang melakukan pekerjaan di suatu t empat kerja. Ruang lingkup kecelakaan akibat kerja terkadang diperluas meliputi kecelakaan tenaga kerja yang terjadi saat perjalanan ke dan dari tempat kerja.


(35)

Menurut Bird and Germain (1990) kecelakaan kerja adalah kejadian tidak diharapkan yang mengakibatkan kesakitan (cedera atau korban jiwa) pada orang, kerusakan pada properti dan kerugian dalam proses yang terjadi saat pekerjaan dilakukan. Kecelakaan kerja biasanya terjadi karena adanya kontak dengan bahan atau sumber energi (bahan kimia, suhu tinggi, kebisingan, mesin, listrik, dan lain-lain) di atas nilai ambang batas kemampuan tubuh manusia untuk.dapat menerimanya, yang kemungkinan dapat menyebabkan terpotong, terbakar, luka lecet, patah tulang, dan terjadi ganguan fungsi fisiologis alat tubuh.

2.2.1 Penyebab Kecelakaan Akibat Kerja

Kecelakaan akibat kerja terjadi tanpa disangka-sangka dalam waktu sekejap mata. Bennett (1991) mengemukakan bahwa di dalam setiap kejadian kecelakaan kerja, empat faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai, yakni a) faktor lingkungan, b) faktor bahaya, c) faktor peralatan dan perlengkapan, dan d) faktor manusia. Cara penggolongan sebab-sebab kecelakaan di berbagai negara tidak sama. Namun ada kesamaan umum, yaitu kecelakaan disebabkan oleh dua golongan penyebab, antara lain (Suma’mur, 1981) :

1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts)

2. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions) A. Faktor Manusia

-Umur

Umur mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian kecelakaan akibat kerja. Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk


(36)

mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan golongan umur muda karena umur muda mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi (Menurut Hunter dalam Hernawati, 2008). Namun umur muda pun sering pula mengalami kasus kecelakaan akibat kerja, hal ini mungkin karena kecerobohan dan sikap suka tergea-gesa (Tresnaningsih, 1991).

Dari hasil penelitian di Amerika Serikat diungkapkan bahwa pekerja muda usia lebih banyak mengalami kecelakaan dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Pekerja muda usia biasanya kurang berpengalaman dalam pekerjaanya (ILO, 1989).

-Jenis Kelamin

Tingkat kecelakaan akibat kerja pada perempuan akan lebih tinggi daripada pada laki-laki. Perbedaan kekuatan fisik antara perempuan dengan kekuatan fisik laki-laki adalah 65%. Secara umum, kapasitas kerja perempuan rata-rata sekitar 30% lebih rendah daripada laki-laki. Tugas yang berkaitan dengan gerak berpindah, laki laki mempunyai waktu reaksi lebih cepat daripada perempuan, baik pergerakan kaki, tangan, dan lengan (www.depkes.go.id).

-Pengalaman kerja

Semakin banyak pengalaman kerja dari seseorang, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat kerja. Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan kerja bertambah baik sesuai dengan usia, masa kerja atau lamanya bekerja di tempat yang bersangkutan. Pengalaman kerja merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja. Berdasarkan berbagai penelitian dengan meningginya pengalaman dan keterampilan akan disertai dengan


(37)

penurunan angka kecelakaan akibat kerja. Kewaspadaan terhadap kecelakaan akibat kerja bertambah baik sejalan dengan pertambahan usia dan lamanya kerja di tempat kerja yang bersangkutan (Suma’mur 1989). Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara mendalam seluk-beluk pekerjaannya. Penelitian dengan studi restropektif di Hongkong dengan 383 kasus membuktikan bahwa kecelakaan akibat kerja karena mesin terutama terjadi pada buruh yang mempunyai pengalaman kerja di bawah 1 tahun (Menurut Ong, Sg, dalam Agusliadi 1982).

-Tingkat pendidikan

Pendidikan sesorang berpengaruh dalam pola pikir sesorang dalam menghadapi pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, selain itu pendidikan juga akan mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap pelatihan yang diberikan dalam rangka melaksanakan pekerjaan dan keselamatan kerja. Hubungan tingkat pendidikan dengan lapangan yang tersedia bahwa pekerja dengan itngkat pendidikan rendah, seperti Sekolah Dasar atau bahkan tidak pernah bersekolah akan bekerja di lapangan yang mengandalkan fisik. Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja karena beban fisik yang berat dapat mengakibatkan kelelahan yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja. Pendidikan adalah pendidikan formal yang diperoleh disekolah dan ini sangat berpengaruh terhadap perilaku pekerja. Namun disamping pendidikan formal, pendidikan non formal seperti penyuluhan dan pelatihan juga dapat berpengaruh terhadap pekerja dalam pekerjaannya (Menurut Achmadi dalam Agusliadi 1990).


(38)

-Kelelahan

Kelelahan dapat menimbulkan kecelakaan kerja pada suatu industri. Kelelahan merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya. Kelelahan ini ditandai dengan adanya penurunan fungsi-fungsi kesadaran otak dan perubahan pada organ di luar kesadaran. Kelelahan disebabkan oleh berbagai hal, antara lain kurang istirahat, terlalu lama bekerja, pekerjaan rutin tanpa variasi, lingkungan kerja yang buruk, serta adanya konflik (Silalahi, 1991).

B. Faktor Lingkungan -Lokasi/Tempat kerja

Tempat kerja adalah tempat dilakukannya pekerjaan bagi suatu usaha, dimana terdapat tenaga kerja yang bekerja, dan kemungkinan adanya bahaya kerja di tempat itu (Silalahi, 1991). Disain dari lokasi kerja yang tidak ergonomis dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Tempat kerja yang baik apabila lingkungan kerja aman dan sehat.

-Peralatan/perlengkapan

Proses produksi adalah bagian dari perencanaan produksi. Langkah penting dalam perencanaan adalah memilih peralatan dan perlengkapan yang efektif sesuai dengan apa yang diproduksinya. Pada dasarnya peralatan/perlengkapan mempunyai bagian-bagian kritis yang dapat menimbulkan keadaan bahaya, yaitu (Silalahi, 1991):

1. bagian-bagian fungsional 2. bagian-bagian operasional


(39)

Bagian-bagian mesin yang berbahaya harus ditiadakan dengan jalan mengubah konstruksi, memberi alat perlindungan. Peralatan dan perlengkapan yang dominan menyebabkan kecelakaan kerja, antara lain :

1. peralatan/perlengkapan yang menimbulkan kebisingan 2. peralatan/perlengkapan dengan penerangan yang tidak efektif

3. peralatan/perlengkapan dengan temperatur tinggi ataupun terlalu rendah 4. peralatan/perlengkapan yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya 5. peralatan/perlengkapan dengan efek radiasi yang tinggi

6. peralatan/perlengkapan yang tidak dilengkapi dengan pelindung, dll. -Shift Kerja

Menurut National Occupational Health and Safety Commitee, shift kerja adalah bekerja diluar jam kerja normal, dari Senin sampai Jumat termasuk hari libur dan bekerja dimulai dari jam 07.00 sampai dengan jam 19.00 atau lebih. Shif kerja malam biasanya lebih banyak menimbulkan kecelakaan kerja dibandingkan dengan shift kerja siang, tetapi shif kerja pagi-siang tidak menutup kemungkinan dalam menimbulkan kecelakaan akibat kerja.

2.3 Bahaya

Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotesi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya. Karena hadirnya bahaya maka diperlukan upaya pengendalian agar bahaya tersebut tidak menimbulkan akibat yang merugikan (Ramli, 2010).

Bahaya merupakan sifat yang melekat dan menjadi bagian dari suatu zat, sistem, kondisi atau peralatan. Misalkan api, secara alamiah mengandung sifat panas


(40)

yang bila mengenai benda atau tubuh manusia dapat menimbulkan kerusakan atau cidera.

2.3.1 Jenis Bahaya

Ditempat umum banyak terdapat sumber bahaya seperti perkantoran, tempat rekreasi, mal, jalan raya, sarana olahraga dan lain-lain. Di tempat kerja juga banyak jenis bahaya seperti di pertambangan, pabrik kimia, kilang minyak, pengecoran logam dan lainnya.

Kita tidak dapat mencegah kecelakaan jika tidak dapat mengenal bahaya dengan baik dan seksama. Jenis bahaya dapat diklasifikasiakan antara lain (Ramli, 2010) :

a) Bahaya Mekanis

Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun dengan penggerak. Misalnya mesin gerinda, bubut, potong, press, tempa, pengaduk dan lain-lain.

b)Bahaya Listrik

Adalah sumber bahaya yang berasal dari energi listrik. Energi listrik dapat mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan arus pendek. Dilingkungan kerja banyak ditemukan bahaya listrik, baik dari jaringan listrik, maupun peralatan kerja atau mesin yang menggunakan energi listrik.


(41)

c) Bahaya Kimiawi

Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat dan kandungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat bahan kimiawi.

d)Bahaya Fisik.

Bahaya yang berasal dari faktor fisik diantaranya : karena getaran, tekanan, gas, kebisingan, suhu panas atau dingin, cahaya penerangan, radiasi dari bahan radioaktif

2.4 Analisis Risiko

2.4.1 Pengertian Risiko

Menurut OHSAS 18001, risiko adalah kombinasi dari kemungkinan terjadinya kejadian berbahaya atau paparan dengan keparahan dari cidera atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut. Sedangkan manajemen risiko adalah suatu proses untuk mengelola risiko yang ada dalam setiap kegiatan (Ramli, 2010).

Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar. Tergantung dari cara pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi. Melalui analisis dan evaluasi semua potensi bahaya dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya ( Sugandi, 2003).

Risiko diukur dalam kaitannya dengan kecenderungan terjadinya suatu kejadian dan konsekkuensi atau akibat yang dapat ditimbulkannya. Dari definisi


(42)

tersebut maka diperoleh pengertian bahwa suatu risiko diperhitungkan menurut kemungkinan terjadinya suatu kejadian serta konsekuensi yang ditimbulkan. Tidak selamanya risiko diartikan sebagai sesuatu yang negatif. Contohnya adalah seseorang harus berani mengambil risiko untuk melakukan suatu perubahan.

2.5 Manajemen Risiko

Manajemen risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko K3 untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif, terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik (Ramli, 2010).

Namun sebagaimana dikemukakan Webb (1994) manajemen risiko adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menanggapi risiko yang telah diketahui (melalui rencana analisa risiko atau bentuk observasi lain) untuk meminimalisasi konsekuensi buruk yang mungkin muncul”. Untuk itu risiko harus didefinisikan dalam bentuk suatu rencana atau prosedur yang reaktif. Kerzner (2001) mengemukakan pengertian manajemen risiko sebagai semua rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan risiko, dimana didalamnya termasuk perencanaan (planning), penilaian (assesment) (identifikasi dan dianalisa), penanganan (handling), dan pemantauan (monitoring) risiko.

2.5.1 Tujuan Manajemen Risiko

Tujuan manajemen risiko menurut Australian Standard / New Zealand Standard 4360 (1999), yaitu :

1. Membantu meminimalisasi meluasnya efek yang tidak diinginkan terjadi. 2. Memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi dengan meminimalkan


(43)

3. Melaksanakan program manajemen secara efisien sehingga memberikan keuntungan bukan kerugian.

4. Melakukan peningkatan pengambilan keputusan pada semua level.

5. Menyusun program yang tepat untuk meminimalisasi kerugian pada saat terjadi kegagalan.

6. Menciptakan manajemen yang bersifat proaktif bukan bersifat reaktif. 2.5.2 Manfaat Manajemen Risiko

Manajemen risiko sangat penting bagi keberlangsungan suatu usaha atau kegiatan dan merupakan alat untuk melindungi perusahaan dari setiap kemungkinan yang merugikan.Manajemen tidak cukup melakukan langkah-langkah pengamanan yang memadai sehingga peluang terjadinya bencana semakin besar. Dengan melaksanakan manajemen risiko diperoleh berbagai manfaat antara lain (Ramli,2010) :

• Menjamin kelangsungan usaha dengan mengurangi risiko dari setiap kegiatan yang mengandung bahaya.

• Menekan biaya untuk penanggualangan kejadian yang tidak diinginkan.

• Menimbulkan rasa aman dikalangan pemegang saham mengenai

kelangsungan dan keamanan investasinya.

• Meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai risiko operasi bagi setiap unsur dalam organisasi/ perusahaan.


(44)

2.6 Perangkat Manajemen Risiko

Untuk membantu pelaksanaan manajemen risiko khususnya untuk melakukan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendaliannya diperlukan metoda atau perangkat. Khusus untuk risiko K3, ada beberapa metoda yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi bahaya diantaranya :

1. Preliminary Hazard Analysis (PHA)

Preliminary Hazard Analysis adalah suatu metode yang dilakukan sebagai analisis awal (Budiono, 2003). Preliminary Hazard Analysis dilakukan jika tidak ada suatu informasi mengenai sistem (Colling, 1990). PHA dilakukan pada kegiatan identifikasi bahaya pada tahap awal (pra desain) untuk memberikan rekomendasi tahapan pekerjaan desain final. Hasil PHA adalah berupa daftar sumber bahaya dan risiko yang berhubungan dengan detail desain lengkap dengan rekomendasi kepada perencanaan dalam upaya menghindari dan mengendalikan sumber bahaya dan risiko yang akan terjadi Data yang diperlukan dalam PHA kriteria desain tempat kerja spesifikasi peralatan dan instalasi dan spesifikasi bahan maupun produk

2. Hazard and Operability Study (HAZOPS)

Merupakan suatu Identifikasi penyimpangan/deviasi yang terjadi pada pengoperasian suatu instalasi industri dan kegagalan operasinya yang menimbulkan keadaan tidak terkendali. Metode ini dilakukan oleh kelompok para ahli dari multi disiplin ilmu dan dipimpin oleh spesials keselamatan kerja yang berpengalaman atau oleh konsultan pelatihan khusus.

HAZOPS bertujuan untuk meninjau suatu proses atau operasi pada suatu sistem secara seistematis, untuk menentukan apakah proses penyimpangan dapat


(45)

mendorong kearah kejadian atau kecelakaan yang tidak diinginkan. Biasanya metode ini dipakai pada insudtri proses seperti industri kimia, petrokimia dan kilang minyak (Ramli,2010).

3. Failure Modes and Effect Analysis (FMEA)

Menurut Cooling (1990) FMEA adalah suatu metode yang digunakan untuk

menganalisis sistem yang berhubungan dengan engineering yang mungkin

mengalami kegagalan dan efek yang ditimbulkan dari kegagalan. FMEA secara sistematis menilai komponen dari suatu sistem tentang bagaimana sistem dapat gagal, lalu mengevaluasi efek dari kegagalan tersebut, tingkat bahaya yang dihasilkan dari kegagalan, dan bagaimana kegagalan tersebut dicegah atau dikurangi.FMEA merupakan kajian bahaya yang sistematis, terstruktur dan komprehensif. Proses dasar dari FMEA adalah dengan membeuat daftar semua bagian dari sistem dan kemudian analisa apa saja dampak jika sistem tersebut gagal berfungsi. Kemudian dilakukan evaluasi dengan menetapkan konsekuensinya. FMEA adalah tabulasi dari sistem, peralatan pabrik, dan pola kegagalannya serta efeknya terhadap operasi. FMEA adalah uraian mengenai bagaimana suatu peralatan dapat mengalami kegagalan. Kegagalan suatu peralatan dapat beragam, misalnya membuka yang seharusnya tertutup, mati, bocor dan lainnya. Dampak dari kegagalan peralatan ini dapat berupa respon dari sistem atau kecelakaan.

4. Job Safety Analysis (JSA)

Merupakan teknik analisis untuk mengkaji langkah-langkah suatu kegiatan dan mengidentifikasikan sumber bahaya yang ada dari tiap langkah-langkah tersebut serta merencanakan tindakan pencegahan untuk mengurangi risiko.


(46)

Identifikasi bahaya dengan menggunakan JSA menurut Diberardinis (1999) dapat menghasilkan analisa yang baik.

5. What if

Pemeriksaan yang dilakukan dari proses atau operasi yang dilakukan oleh sekelompok individu yang berpengalaman sehingga dapat mengajukan pertanyaan atau menyumbang suara tentang peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan (proses brainstorming). Analisis what-if mendorong pemeriksa untuk memikirkan pertanyaan yang dimulai dengan "bagaimana jika" (“what if”) untuk mengidentifikasi kejadian kecelakaan yang mungkin terjadi, konsekuensinya, dan tingkat keselamatan yang ada, sehingga dapat menyarankan alternatif untuk pengurangan risiko. Teknik ini memberikan kebebasan yang luas kepada peserta dalam berpikir dan memberikan pendapatnya, sehingga terkesan kurang terstruktur. Karena itu, pihak yang mengkritik teknik ini menilai teknik ini terlalu luas dan tidak fokus sehingga sulit mendapatkan hasil yang lebih rinci lagi. Namun teknik ini lebih baik digunakan kepada mereka yang kurang memahami teknik identifikasi bahaya, namun memiliki spectrum pangalaman, bidang spesialisasi dan pengetahuan yang luas.

6. Brainstorming

Sumber informasi tentang bahaya dapat diperoleh dari semua pihak. Semakin banyak sumber informasi yang digunakan akan semakin luas, dalam dan rinci informasi yang diperoleh. Karena itu, salah satu teknik sederhana untuk mengidentifikasi bahaya adalah dengan teknik “brainstorming”. Melalui diskusi dan pertemuan berbagai pihak dan individu yang berbeda dapat dilakukan


(47)

brainstorming” untuk menggali potensi bahaya yang ada, atau diketahui oleh masing-masing anggota kelompok.

7. Fault Tree Analysis

FTA atau pohon kegagalan dikembangkan pertama kali pada tahun 1961 oleh US Army ketika merancang peluru kendali. FTA menggunakan metoda analisis yang bersifat deduktif. Dimulai dengan menetapkan kejadian puncak (top event) yang mungkin terjadi dalam sistem atau proses, misalnya kebakaran atau ledakan. Selanjutnya semua kejadia yang dapat menimbulkan akibat dari kejadian puncak tersebut diidentifikasi dalam bentuk pohon logika ke bawah.

8. Task Risk Assessment

Sebelum suatu kegiatan dimulai perlu dilakukan kajian analisa risiko untuk mengetahui apa saja dan besarnya potensi bahaya yang timbul selama kegiatan berlangsung. Untuk itu dilakukan Task Risk Assessment (TRA).

9. Check list / Daftar Periksa

Metoda lain untuk mengidentifikasi bahaya adalah menggunakan daftar periksa. Metoda ini sangat mudah dan sederhana yaitu dengan membuat daftar periksa pemeriksaan di tempat kerja. Pemeriksaan bahaya dilakukan oleh mereka yang mengenal dengan baik kondisi lingkungan kerjanya. Semakin dalam pemahamannya, semakin rinci identifikasi bahaya yang dapat dilakukan.Karena itu pengembangan daftar periksa perlu melibatkan para pekerja setempat.

10. HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control)

HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) merupakan serangkaian proses mengidentifikasi bahaya yang dapat terjadi dalam


(48)

aktifitas rutin ataupun non rutin diperusahaan, kemudian melakukan penilaian risiko dari bahaya tersebut lalu membuat program pengendalian bahaya tersebut agar dapat dimini malisir tingkat risikonya ke yang lebih rendah dengan tujuan mencegah terjadi kecelakaan. Implementasi K3 dimulai dengan perencanaan yang baik diantaranya, identifikasi bahaya, peniliaian dan pengendalian risiko yang merupakan bagian dari manajemen risiko. HIRARC inilah yang menentukan arah penerapan K3 dalam perusahaan.

2.7 HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control)

HIRARC dimulai dari menentukan jenis kegiatan kerja yang kemudian diidentifikasikan sumber bahaya nya sehingga didapatkan risikonya. Kemudian akan dilakukan penilaian risiko dan pengendalian risiko untuk mengurangi paparan bahaya yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan.

2.7.1 Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan manajemen risiko K3. Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas organisasi. Identifikasi risiko merupakan landasan dari manajemen risiko.tanpa melakukan identifikasi bahaya tidak mungkin melakukan pengelolaan risiko dengan baik. Menurut Stuart Hawthron cara sederhana adalah dengan melakukan pengamatan. Melalui pengamatan maka kita sebenarnya telah melakukan suatu identifkasi bahaya.

Identifikasi bahaya merupakan landasan dari program pencegahan kecelakaan atau pengendalian risiko. Tanpa mengenal bahaya, maka risiko tidak dapat


(49)

ditentukan sehingga upaya pencegahan dan pengendalian risiko tidak dapat dijalankan (Ramli, 2010).

Identifikasi bahaya memberikan berbagai manfaat antara lain: a) Mengurangi Peluang Kecelakaan.

Identifikasi bahaya dapat mengurangi peluang terjadinya kecelakaan, karena identifikasi bahaya berkaitan dengan faktor penyebab kecelakaan.

b) Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak mengenai potensi bahaya dari aktivitas perusahaan sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dalam menjalankan operasi perusahaan.

c) Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan mengenal bahaya yang ada, manajemen dapat menentukan skala prioritas penanganannya sesuai dengan tingkat risikonya sehingga diharapkan hasilnya akan lebih efektif.

d) Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam perusahaan kepada semua pihak khususnya pemangku kepentingan. Dengan demikian mereka dapat memperoleh gambaran mengenai risiko suatu usaha yang akan dilakukan.

Tabel 2.1 Penilaian Tingkat Kemungkinan (Occurance / O)


(50)

Tahap awal proses HIRARC pada PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk adalah dengan Mengidentifikasi semua kegiatan baik yang rutin maupun tidak rutin (abnormal) di unit kerja, atau kegiatan yang dapat menyebabkan keadaan darurat. kemudian mengidentifikasi sumber bahaya yang berhubungan dengan kergiatan yang diidentifikasi.

2.7.2 Penilaian Risiko

Setelah semua risiko dapat teridentifikasi, dilakukan penilaian risiko melalui analisa dan evaluasi risiko.Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukan besarnya suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besar akibat yang ditimbulkannya. Berdasarkan hasil analisa dapat ditentukan peringkat risiko sehingga dapat dilakuakan pemilahan risiko yang memiliki dampak besar terhadap perusahaan dan risiko yang ringan atau dapat diabaikan.

Hasil analisa risiko dievaluasi dan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan atau standard dan norma yang berlaku untuk menentukan apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak. Jika risiko dinilai tidak dapat diterima, harus dikelola atau ditangani dengan baik. Penilaian risiko (Risk Assessment) mencakup dua tahapan proses yaitu menganalisa risiko (Risk Analysis) dan mengevaluasi risiko (Risk Evaluation). Kedua tahapan ini sangat penting karena akan menentukan langkah dan strategi pengendalian risiko.


(51)

Tabel 2.2 Penentuan Tingkat Konsekuensi/ Keparahan (Severity / S)

Sumber : SHE PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk

Tabel 2.3 Penentuan Tingkat Risiko

Sumber : SHE PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk

Menilai tingkat risiko dari kegiatan yang diidentifikasi dalam hubungannya dengan tingkat kemungkinan dan tingkat keparahan pada Tabel risiko WRAC (WRAC = workplace risk assessment and control atau kontrol dan penilaian risiko tempat kerja).

Tabel 2.4 Klasifikasi Risiko


(52)

Setelah menentukan tingkat risiko suatu pekerjaan, tahap selanjutnya adalah dengan mengklasifikasikan risiko yang ada mulai dari tingkatan paling rendah hingga ke tingkat yang tinggi dimana tingkat pengendalian pekerjaannya dapat disesuaikan dengan pengendalian risiko yang ada.

2.7.3 Pengendalian Risiko

Kendali (kontrol) terhadap bahaya dilingkungan kerja adalah tindakan-tindakan yang diambil untuk meminimalisir atau mengeliminasi risiko kecelakaan kerja melalui eliminasi, subsitusi, engineering control, warning system,administrative control, alat pelindung diri.

1. Eliminasi

Hirarki teratas adalah eliminasi dimana bahaya yang ada harus dihilangkan pada saat proses pembuatan/ desain dibuat. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam menjalankan suatu sistem karena adanya kekurangan pada desain.Penghilangan bahaya merupakan metode yang paling efektif sehingga tidak hanya mengandalkan perilaku pekerja dalam menghindari risiko, namun demikian penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis.Missal : bahaya jatuh, bahaya ergonomi, bahaya confined space, bahaya bising, bahaya kimia. Semua ini harus dieliminasikan jika berpotensi berbahaya 2. Subsitusi

Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan pengendalian ini akan menurunkan bahaya dan risiko melalui sistem


(53)

ulang maupun desain ulang. Missal : sistem otomatisasi pada mesin untuk mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya dengan operator, menggunakan bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya, mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus listrik, mengganti bahan baku padat yang menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah.

3. Engineering control

Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan.

4. Warning System

Pengendalian bahaya yang dilakukan dengan memberikan peringatan, intruksi, tanda, label yang akan membuat orang waspada akan adanya bahaya dilokasi tersebut. Sangatlah penting bagi semua orang mengetahui dan memperhatikan tanda-tanda peringatan yang ada dilokasi kerja sehingga mereka dapat mengantisipasi adanya bahaya yang akan memberikan dampak kepadanya. Aplikasi didunia industry untuk pengendalian jenis ini antara lain berupa alrm system , detektor asap, tanda peringatan.

5. Administrative control

Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada interaksi pekerja dengan lingkungan kerja, seperti rotasi kerja, pelatihan, pengembangan standar kerja (SOP), shift kerja, dan housekeeping.


(54)

Alat pelindung diri dirancang untuk melindungi diri dari bahaya dilingkungan kerja serta zat pencemar, agar tetap selalu aman dan sehat. Adapun langkah-langkah keselamtan APD :

a. Selalu Gunakan APD

b. Bicarakanlah, apabila peralatan pelindung pribadi yang digunakan tidak tepat untuk pekerjaan, atau tidak nyaman atau tidak sesuai sebagaimana mestinya dengan mengatakan kepada rekan-rekan kerja atau kepada supervisior.

c. Tetap selalu diberitahukan.pastikanlingkungan kerja selalu

terinformasi tentang sifat dari bahaya atau risiko yang mungkin dijumpai.

d. Perhatikan APD yang digunakan. Dengan tidak merusak atau

merubah kemapuan APD menjadi berkurang kegunaannya. Karena kondisi APD menentukan manfaat perlindungan yang diberikannya. e. Lindungi Keluarga. Jangan membawa kontaminasi bahaya dari tempat

kerja ke keluarga atau teman-teman anda di rumah, tinggalkan APD di tempat kerja.

Berbagai jenis APD yang tersedia diklasifikasikan berdasarkan anggota tubuh yang dilindungi, yaitu sebagai berikut :

• Perlindungan terhadap kepala

• Perlindungan terhadap wajah dan mata


(55)

• Perlindungan terhadap tangan dan lengan

• Perlindungan terhadap tungkai kaki dan badan

• Perlindungan terhadap kaki bagian bawah

• Perlindungan dari potensi jatuh

• Perlindungan terhadap pernapasan

Pada PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, prinsip semua risiko harus dikendalikan dengan cara menghilangkan, mengurangi, mengendalikan atau memindahkan bahaya yang bisa saja terjadi. Dan pengendalian risiko di unit kerja Indocement ini adalah :

a. Jika risiko dapat dihilangkan atau dikurangi dapat menggunakan alat pelindung diri atau pengaman;

b. Jika terdapat potensi bahaya yang berdampak ke lingkungan

masyarakat harus diupayakan memenuhi peraturan perundangan dan atau standar yang berlaku,

c. Apabila belum dapat mengendalikan risiko, dapat dialihkan kepada pihak yang kompeten.

Menentukan upaya pengendalian risiko berdasarkan tingkatan pengendalian risiko dan tingkatan pengendalian limbah. Menentukan ukuran tingkat keberhasilan upaya pengendalian risiko melalui antara lain:

a. Pemantauan pemenuhan peraturan perundangan dan standar:

1. Pemantauan atau pengukuran faktor lingkungan: fisika, kimia, biologi, ergonomi dan psikologis.


(56)

2. Pemantauan lingkungan kerja: kondisi berbahaya dan tindakan berbahaya. b. Pengukuran kinerja K3:

1. Pengukuran tingkat kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

2. Pengukuran tingkat kerugian terhadap asset, produksi, lingkungan.

Tabel 2.5 Penentuan Tingkat Keberhasilan (Detection / D)

Sumber : SHE PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk 2.8 Definisi Suspension preheater

Preheater adalah alat dalam unit produksi semen yang berfungsi untuk melepaskan material sebelum dibakar didalam rotary kiln. Tujuan pemanasan ini adalah untuk memanaskan material secara perlahan-lahan sesempurna mungkin sehingga umpan kiln nantinya sudah siap untuk mengalami proses selanjutnya sehingga akan didapatkan terak dengan hasil yang baik. Adapun jenis-jenis preheater adalah sebagai berikut : (Hikmah, 2009)


(57)

1. Polysius Dopol Preheater

Preheater jenis ini dalam pemanasan awal terhadap raw mix dilakukan dalam dua aliran suspention preheater. Stage tingkat I,III,IV (dihitung dari bawah ke puncak) tersusun atas double cyclone yang dipasang parallel. Stage II yang merupakan single unit merupakan counter current HE. Pemisahan aliran gas di dalam dua aliran pada stage tingkat I, III, dan IV menyebabkan penggunaan siklon yang lebih kecil untuk volumetric gas yang sama dengan tingkat pemisahan yang lebih tinggi. Dopol preheater kiln tersedia sampai kapasitas 43000 bbl/hari.

2. The Bihler Miag Raw Mix Preheater

Terdiri atas 3 tingkat yang tersusun atas double cyclone yang bekerja dengan aliran parallel dan terdiri atas satu preheater shaft berbentuk kerucut sebagai siklon IV dengan aliran counter current.

3. The Zap Raw Mix Suspension preheater

Ciri khusus dari jenis preheater ini adalah dalam hal tingkat keamanan operasinya yang tinggi. ZAP ini tersedia dalam dua jenis, yaitu twin constraction dan single tower yang memiliki kapasitas 2000 ton klinker/hari. 4. The Krupp Counter Suspension preheater

Stage paling atas di dalam Preheater jenis ini tersusun atas double cyclone yang berfungsi untuk pemisahan debu. Konsumsi panas preheater ini antara 530000 dan 595000 Btu/bbl klinker dengan kapasitas operasi 9000 bbl/hari. 5. The Counter Current Suspension preheater of The Prerov Engineering Work


(58)

Dua siklon paling atas sebagai penangkap debu sedangkan dua siklon yang lebih rendah berfungsi untuk resirkulasi dan pemanasan awal raw mix. Kontruksi dan metode pengoperasian preheater ini cukup sederhana . tidak ada expansion joint sehingga diharapkan dapat mengurangi false air masuk. Suspension preheater memamfaatkan gas panas dari rotary kiln sebagai pemanas. Karena hisapan SP fan maka gas panas tersebut akan naik ke preheater dan dimanfaatkan untuk proses kalsinasi dan penguapan air. Jenis preheater yang digunakan adalah suspension preheater dengan dua line (string), masing-masing terdiri 4 stage.

Di suspension preheater terdapat sebuah saluran yang menghubungkan tiap tingkat siklon dengan siklon berikutnya yang disebut dengan connection duct. Setiap siklon dan connection duct membentuk satu tingkat preheater. Preheater stage diberi nomor I sampai IV, dari top ke bottom. Perpindahan panas bila di tinjau dalam setiap stage berlangsung secara counter current flow. Di dalam connection duct terjadi perpindahan panas antara gas panas dari kiln dengan material selama perjalanan ke siklon berikutnya. Gas panas mengalir dari bagian bawah preheater sedangkan raw mix (kiln feed) dialirkan dari bagian atas preheater. Perpindahan panas dari gas kepadatan menjadi dalam duct (80%) dan sisanya terjadi dalam siklon, sekaligus proses pemisahan. Hal ini dikemukakan oleh peneliti dari Soviet Cement Plant yang bernama Mr.Spassky (Duda, 1975). Jadi duct berfungsi sebagai tempat pemindahan panas sedangkan siklon berfungsi sebagai tempat pemisahan material. Panas yang terkandung dalam gas keluar preheater dimanfaatkan untuk pengeringan pada unit raw mill dan coal mill.


(59)

Suspension preheater merupakan salah satu peralatan produksi untuk memanaskan awal bahan baku sebelum masuk ke dalam rotary kiln. Suspension preheater terdiri dari siklon untuk memisahkan bahan baku dari gas pembawanya, riser duct yang lebih berfungsi sebagai tempat terjadinya pemanasan bahan baku (karena hampir 80% -90% pemanasan debu berlangsung di sini), dan kalsiner untuk sistem-sistem dengan proses prekalsinasi yang diawali di SP ini. Pada awalnya proses pemanasan bahan baku terjadi dengan mengalirkan gas hasil sisa proses pembakaran di kiln melalui suspension preheater ini. Namun dengan berkembangnya teknologi, di dalam suspension preheater proses pemanasan ini dapat dilanjutkan dengan proses kalsinasi sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension preheater ditambah dengan kalsiner yang memungkinkan ditambahkannya bahan bakar (dan udara) untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan untuk proses kalsinasi tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui untuk pabrik baru dengan kapasitas produksi yang cukup besar, dan disebut dengan suspension preheater dengan kalsiner.

Pada suspension preheater tanpa kalsiner, prosentase proses kalsinasi lebih kecil dibandingkan dengan yang terjadi di dalam preheater dengan kalsiner. Pada suspension preheater dengan kalsiner ini derajat kalsinasi raw mix (artinya prosentase bahan baku yang telah mengalami proses kalsinasi) pada saat masuk ke kiln dapat mencapai 90 – 95 %.


(60)

Gambar 2.1Suspension preheater

Sedangkan pada suspension preheater tanpa kalsiner, menurut hasil penelitian selama ini, tidak akan melebihi 40%. Sebagai konsekuensi dari pemakaian kedua jenis preheater ini, proses yang terjadi di dalam kiln akan sedikit berbeda, demikian pula energi yang dibutuhkannya. Pada prinsipnya dengan adanya kalsiner sebagian besar proses kalsinasi dipindahkan dari kiln ke kalsiner sehingga proses kalsinasi yang terjadi di kiln tinggal sedikit. Dengan demikian pada suspension preheater dengan kalsiner ini, di dalam kiln tinggal terjadi sedikit proses kalsinasi, klinkerisasi dan sintering, serta awal pendinginan klinker saja. Untuk itu biasanya kiln dirancang dengan demensi yang lebih pendek.


(61)

Gambar 2.2 Proses Suspension preheater

Pada proses kalsinasi, energi yang dibutuhkan merupakan energi laten reaksi sehingga tidak untuk meningkatkan temperatur bahan baku dan sebagian atau seluruh udara pembakaran diambil dari udara pendinginan klinker di cooler yang telah merekuperasi panas pendinginan klinker. Udara pembakaran dari cooler ini disebut dengan udara tertier. Oleh karena itu di dalam kalsiner ini beda temperatur antara gas dan material paling rendah. Dengan penggunaan kalsiner ini pembakaran klinker (klinkerisasi dan sintering) dapat dilakukan pada rotary kiln yang lebih kecil dengan waktu tinggal yang tepat. Dasar pemikiran penggunaan kalsiner ini adalah bahwa rotary kiln, sebagai alat penukar panas, perpindahan panas yang efektif terjadi pada zona pembakaran (burning zone) di mana perpindahan panasnya hampir seluruhnya secara radiasi. Sedang pada tempat yang bertemperatur lebih rendah seperti zona kalsinasi perpindahan panas yang terjadi lebih didominasi oleh mekanisme konveksi tidak cukup ekonomis dilakukan di dalam kiln karena kecepatan aliran gas cukup rendah. Berdasarkan konsep pemikiran inilah, akan diperoleh penghematan energi


(62)

pembakaran klinker bila proses kalsinasi dilakukan sebagian besar di luar kiln. Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut :

1. Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk kiln dengan kapasitas besar. Pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner, 100% bahan bakar dibakar di kiln. Dengan kalsiner ini, dibandingkan dengan kiln yang hanya menggunakan SP saja, maka suplai panas yang dibutuhkan di kiln hanya 35% – 50%. Biasanya sekitar 40 % bahan bakar yang dibakar di dalam kiln, sementara sisanya dibakar di dalam kalsiner. Sebagai konsekuensinya untuk suatu ukuran kiln tertentu, dengan adanya kalsiner ini, kapasitas produksinya dapat mencapai hampir dua kali atau dua setengah kali lipat dibanding apabila kiln tersebut dipergunakan pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner. Kapasitas kiln spesifik, dengan penggunaan kalsiner ini, bisa mencapai 4,8 TPD/m3.

2. Di dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas rendah karena temperatur yang diinginkan di kalsiner relatif rendah (850 – 900 oC), sehingga peluang pemanfaatan bahan bakar dengan harga yang lebih murah, yang berarti dalam pengurangan ongkos produksi, dapat diperoleh.

3. Dapat mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona pembakaran karena thermal load-nya relatif rendah dan beban pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner.

4. Emisi NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi pada temperatur yang relatif rendah.


(63)

5. Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur refraktori.

6. Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya) relatif lebih mudah diatasi.

Selain beberapa keuntungan di atas, penggunaan kalsiner ini juga memiliki beberapa hal yang kurang meguntungkan, di antaranya adalah:

1. Temperatur gas buang keluar dari top cyclone relatif lebih tinggi. Untuk mengatasi hal ini dirancang siklon dengan penurunan tekanan yang rendah sehingga dapat ditambah dengan siklon ke-lima sehingga secara keseluruhan suspension preheater memiliki lima tingkat siklon.

2. Temperatur klinker yang keluar dari kiln relatif lebih tinggi karena berkurangnya jumlah udara sekunder yang diperlukan di kiln. Untuk mengatasi hal ini biasanya digunakan pendingin klinker yang efektif yaitu grate cooler.

3. Penurunan tekanan total di suspension preheater lebih tinggi dibanding sistem tanpa kalsiner sehingga dapat mengakibatkan meningkatnya konsumsi daya listrik pada motor ID fan. Namun hal ini biasanya dikompensasi dengan desain siklon yang hemat energi.

4. Lokasi kalsiner, ducting, tambahan alat pembakaran, duct udara tersier akan menambah kompleksnya konstruksi peralatan.

Dari uraian di atas banyak orang membedakan konfigurasi sistem kiln (SP, kiln dan cooler) menjadi dua kelompok besar yaitu :


(64)

2. Sistem kiln dengan udara tertier

Di dalam membahas proses yang terjadi di dalam suspension preheater, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain ukuran partikel bahan baku, proses pemisahan oleh siklon dan proses pemanasan bahan baku oleh gas panas. Satu dan lainnya dari beberapa parameter tersebut saling berkaitan. Agar lebih rinci, berikut ini akan diuraikan secara singkat kaitan antara satu parameter dengan parameter lainnya.

2.9 Kerangka Teori

Standarisasi OHSAS 18001 tahun 2007 mengenai sistem keselamatan dan kesehatan kerja – persyaratan diperuntukan sebagai landasan perusahaan sebagai pedoman khususnya bagi negara berkembang untuk dapat meningkatkan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Dalam OHSAS terdapat manajemen risiko yang dirancang menjadi satu komponen untuk meminimalir risiko dan dinamakan HIRARC (Hazard identification, risk assessment and risk control). HIRARC disusun mulai dari identifikasi bahaya, penilaian risiko, hingga pengendalian bahayanya. Untuk dapat meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja berikut dapat dilihat melalui bagan kerangka teori.


(65)

Bagan 2.1 Kerangka Teori

HIRARC

(Hazard identification, Risk Assessment and Risk Control)

Menentukan jenis kegiatan pekerjaan

Identifikasi Bahaya dan risiko

Menentukan sumber bahaya, jenis bahaya dan menentukan risiko

Penilaian Risiko

Tingkat keparahan dan Klasifikasi risiko

Pengendalian Risiko

-Eliminasi, subsitusi, pengendalian tehnik, pengendalian administrasi, APD -Kewajiban perundangan yang relevan


(66)

43 BAB 3

KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

3.1 Kerangka Berpikir

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif untuk mengetahui analisis risiko keselamatan pekerja yang bekerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Dalam penelitian ini peneliti

memakai metode HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment and Risk

Control) yang dimulai dari cara mengidentifikasi risiko, cara menganalisis risikonya hingga pengendalian risiko. Penelitian ini dimulai dengan mengambil data angka kecelakaan selama kurun waktu 3 tahun terakhir (2010, 2011 dan 2012), jumlah angka pekerja di pabrik Indocement Field Citeureup dan didapatkan bahwa dari 20 divisi, plant 6 dan 11 layak untuk dianalisis tingkat risiko pekerjaannya. Kemudian setelah melihat data investigasi dari sumber HSE pusat didapatkan bahwa departemen bagian produksi memiliki potensi bahaya yang lebih besar dari departemen lainnya. Maka langkah selanjutnya adalah dengan melakukan wawancara dengan informan yang bersangkutan untuk menemukan batasan ruang lingkup dan tahapan proses kerja departemen produksi yang ada di plant 6 dan 11.


(67)

Bagan 3.1 Kerangka Berpikir

PT Indocement

Peneliti

Dibandingkan

Dibandingkan

Dibandingkan

Analisis Risiko keselamatan kerja alat suspension preheater

proses produksi plant 6/11 PT ITP Tbk

Identifikasi Bahaya 11 Jenis pekerjaan

Identifikasi Bahaya 19 Jenis Pekerjaan

Penilaian Risiko

Penilaian Risiko

Pengendalian Risiko

Pengendalian Risiko

Analisis

Perbandingan


(68)

3.2 DEFINISI ISTILAH 1.Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan manajemen risiko K3. Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas organisasi. Identifikasi risiko merupakan landasan dari manajemen risiko.tanpa melakukan identifikasi bahaya tidak mungkin melakukan pengelolaan risiko dengan baik. Menurut Stuart Hawthron cara sederhana adalah dengan melakukan pengamatan. Melalui pengamatan maka kita sebenarnya telah melakukan suatu identifkasi bahaya.

Cara Ukur : Wawancara dan observasi

Alat Ukur : Tabel HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control) , alat recording, kamera.

Hasil Ukur : Diketahuinya potensi-potensi bahaya apa saja yang dapat terjadi pada pekerja yang bekerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. 2. Penilaian Risiko

Setelah semua risiko dapat teridentifikasi, dilakukan penilaian risiko melalui analisa dan evaluasi risiko.Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukan besarnya suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besar akibat yang ditimbulkannya. Berdasarkan hasil analisa dapat ditentukan peringkat risiko sehingga dapat dilakuakan pemilahan risiko yang memiliki dampak besar terhadap perusahaan dan risiko yang ringan atau dapat diabaikan.


(69)

Alat Ukur : Tabel HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control) dan tabel kategori penilaian risiko.

Hasil Ukur : Diketahuinya besar suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besar akibat yang ditimbulkannya pada yang bekerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk

3. Pengendalian Risiko

Kendali (kontrol) terhadap bahaya dilingkungan kerja adalah tindakan-tindakan yang diambil untuk meminimalisir atau mengeliminasi risiko kecelakaan kerja melalui eliminasi, subsitusi, engineering control, warning system,administrative control, alat pelindung diri.

Pengendalan risiko di unit kerja:

a. Jika risiko tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dapat menggunakan alat pelindung diri atau pengaman;

b. Jika terdapat potensi bahaya yang berdampak ke lingkungan masyarakat harus diupayakan memenuhi peraturan perundangan dan atau standar yang berlaku, c. Apabila belum dapat mengendalikan risiko, dapat dialihkan kepada pihak yang

kompeten.

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Tabel HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control) dan tabel penentuan prioritas upaya pengendalian risiko.


(70)

Hasil Ukur : Diketahuinya cara mengendalikan potensi bahaya yang ada di pekerjaan alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.

Alat Ukur : Tabel HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control) , alat recording, kamera.

Hasil Ukur : Diketahuinya potensi-potensi bahaya apa saja yang dapat terjadi pada pekerja yang bekerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.


(71)

48 4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi evaluasi dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang ditujukan untuk mendapatkan informasi menganai risiko keselamatan pekerja yang bekerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk kemudian dibandingkan dengan hasil observasi yang telah di observasi oleh peneliti untuk menentukan tingkat risiko

keselamatan kerja, digunakan metode HIRARC (Hazard Identification Risk

Assessment and Risk Control) yang dimulai dengan mengidentifikasi risiko, cara menilai risikonya hingga pengendalian risiko.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli tahun 2013 di PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Field Citeureup

4.3 Informan Penelitian

Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahaminya. Fungsi informan dalam penelitian adalah sebagai sumber untuk mencari informasi mengenai penyebab perilaku pekerja sehingga terjadinya risiko kecelakaan dalam bekerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Pengambilan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik


(72)

purposive sampling, yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat informan yang sudah diketahui sebelumnya. (Neldi, 2011)

Pada penelitian ini informan akan dibagi menjadi tiga bagian yakni : a. Informan Utama

Informan utama dalam penelitian ini adalah pekerja yang memang bekerja di alat proses pembuatan semen yakni suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11.

b. Informan Kunci

Informan kunci adalah informan yang tidak terkait dengan pelaksanaan, akan tetapi informan adalah orang yang berpengalaman dan ahli dalam hal tersebut. Informan kunci dalam penelitian ini adalah seorang pekerja di bagian SHE (safety health environment) yang tugasnya selalu mengawasi tiap-tiap pekerja yang melakukan pekerjaan di bagian alat suspension preheater, mengoreksi atau mengevaluasi setiap masalah yang berkaitan dengan keselamatan pekerja.

c. Informan Pendukung

Informan pendukung adalah rekan kerja yang bekerja di bagian mekanik dan elektrik (maintenance) di plant 6/11. Pekerja di bagian ini bertugas memperbaiki suspension preheater jika terjadi kerusakan alat atau kegiatan merawat secara rutin. Jadi pekerja ini tahu betul risiko yang mengancam pekerja utama di bagian suspension preheater.


(73)

Tabel 4.1 Informan Penelitian

NO Jenis Informan Jumlah Informan Jenis pekerjaan

1 Informan Utama 3 Pekerja bagian alat Suspension

preheater (SP)

2 Informan kunci 2 Pekerja SHE (safety healt and

environment

3 Informan pendukung 2 Rekan kerja (mekanik dan

elektrik)

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Tabel HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya yang ada di produksi semen bagian pemanasan awal dengan alat suspension preheater PT ITP,Tbk Citeureup. b. Pedoman wawancara dan lembar observasi untuk menganalisis bahaya yang

terdapat di produksi semen bagian pemanasan awal dengan alat suspension preheater PT ITP,Tbk Citeureup.

c. Dokumen standar operasional prosedur ( yang telah ditetapkan oleh PT ITP, Tbk Citeureup.

d. Alat perekam e. Kertas catatan f. Alat tulis g. Kamera h. Laptop


(74)

4.5 Sumber Data 1. Data Primer

a. Data primer didapatkan dengan wawancara kepada pekerja, pekerja SHE plant 6/11 dan pekerja maintenance.

2. Data Sekunder

Didapatkan dari telaah dokumen HSE PT ITP (data angka kecelakaan kurun waktu 2010-2012, SOP (Standar operasional Prosedur) suspension preheater, tabel HIRARC)

4.6 Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengamatan lapangan, wawancara mendalam, dan analisis dokumen standar operasional prosedur.

A. Pengamatan

Teknik pengamatan yang dilakukan peneliti adalah pengamatan terbuka, yaitu pengamatan yang mana keberadaan pengamat diketahui oleh subjek yang diteliti dan subjek memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan subjek menyadari adanya orang yang mengamati apa yang subjek kerjakan (Prastowo, 2010).

Pengamatan dilakukan oleh peneliti untuk melihat risiko bahaya secara langsung di lokasi tempat kerja. Dan hasil pengamatan lapangan menjadi informasi yang penting bagi peneliti serta dapat mendukung keabsahan data.


(1)

Pedoman Wawancara

ANALISIS RISIKO KESELAMATAN KERJA DENGAN METODE HIRARC (HAZARDIDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL) PADA ALAT SUSPENSION PREHEATER BAGIAN PRODUKSI DI PLANT 6 DAN 11

FIELD CITEUREUP PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, TAHUN 2013

Identitas Informan

No Informan :

Nama Lengkap :

Usia :

Jenis Kelamin : Laki-laki/ perempuan

Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/Perguruan Tinggi

Alamat Lengkap :

Pertanyaan untuk Informan Utama (Pekerja)

1. Berapa lama anda bekerja di bagian produksi pada alat suspension preheater? 2. Bagaimana proses kerja alat suspension preheater?

3. Apakah bekerja di bagian alat suspension preheater sangat berbahaya? 4. Sumber bahaya dari mana saja yang terdapat pada alat suspension preheater? 5. Jenis bahaya apa saja yang terdapat pada alat suspension preheater?


(2)

(pengendalian kerja pada perusahaan) 13.Apakah anda memakai alat pelindung diri ?

14.Apakah anda telah dilatih atau mengetahui SOP pada pekerjaan anda?

15.Berapa lama anda harus meninggalkan pekerjaan anda atau loss time demi mengobati luka dan memulihkan keadaan anda?

16.Menurut anda seberapa sering kejadian kecelakaan serupa tersebut terjadi?

17.Selain peristiwa pertama, apakah ada peristiwa lainnya yang anda alami di bagian alat suspension preheater ?


(3)

Pedoman Wawancara

ANALISIS RISIKO KESELAMATAN KERJA DENGAN METODE HIRARC (HAZARDIDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL) PADA ALAT SUSPENSION PREHEATER BAGIAN PRODUKSI DI PLANT 6 DAN 11

FIELD CITEUREUP PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, TAHUN 2013

Identitas Informan

No Informan :

Nama Lengkap :

Usia :

Jenis Kelamin : Laki-laki/ perempuan

Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/Perguruan Tinggi

Alamat Lengkap :

Pertanyaan untuk Informan kunci (pekerja SHE)

1. Berapa lama anda bekerja sebagai SHE di plant 6/11 pada bagian produksi di alat suspension Preheater?

2. Bagaimana proses kerja alat suspension preheater?

3. Sumber bahaya dari mana saja yang terdapat pada alat suspension preheater? 4. Jenis bahaya apa saja yang terdapat pada alat suspension preheater?


(4)

terjadi kepada pekerja?

10.Apakah mesin suspension preheater rutin dilakukan maintenance atau perawatan rutin? 11.Apakah pekerja telah dilakukan training / pelatihan terkait pekerjaannya?

12.Apakah pekerja diberikan atau difasilitasi Alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan pekerjaanya?

13.Apakah HIRARC di perusahaan sudah dijalankan dengan baik dan benar?

14.Apakah dari tim SHE memiliki rekaman dokumen terkait kejadian kecelakaan kerja di alat suspension Preheater?


(5)

Pedoman Wawancara

ANALISIS RISIKO KESELAMATAN KERJA DENGAN METODE HIRARC (HAZARDIDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL) PADA ALAT SUSPENSION PREHEATER BAGIAN PRODUKSI DI PLANT 6 DAN 11

FIELD CITEUREUP PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, TAHUN 2013

Identitas Informan

No Informan :

Nama Lengkap :

Usia :

Jenis Kelamin : Laki-laki/ perempuan

Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/Perguruan Tinggi

Alamat Lengkap :

Pertanyaan untuk Informan pendukung (Rekan kerja : Mekanik dan elektric)

1. Berapa lama anda bekerja sebagai maintenance alat di plant 6/11 pada bagian produksi di alat suspension Preheater?

2. Bagaimana proses kerja alat suspension preheater?

3. Bagaimana proses kerja pada bagian pekerjaan anda anda?

4. Sumber bahaya dari mana saja yang terdapat pada alat suspension preheater? 5. Jenis bahaya apa saja yang terdapat pada alat suspension preheater?


(6)

10.Apakah anda mengetahui apa saja yang dilakukan perusahaan setelah anda atau rekan kerja anda mengalami kecelakaan kerja?


Dokumen yang terkait

Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Menggunakan Pendekatan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Perkebunan Nusantara III PKS Aek Torop

13 59 174

MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN METODE HAZARD IDENTIFICATION Manajemen Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Metode Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control (HIRARC)Dalam Upaya Mencapai Zero Accident (Studi

1 6 15

MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN METODE HAZARD IDENTIFICATION Manajemen Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Metode Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control (HIRARC)Dalam Upaya Mencapai Zero Accident (Studi

0 2 13

EVALUASI KESELAMATAN KERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE HAZARDS IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL(HIRARC).

0 0 10

Analisis Risiko Kesetan dan Kesehatan Kerja dengan Menggunakan Pendekatan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Perkebunan Nusantara III PKS Aek Torop

0 0 11

Analisis Risiko Kesetan dan Kesehatan Kerja dengan Menggunakan Pendekatan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Perkebunan Nusantara III PKS Aek Torop

0 0 1

Analisis Risiko Kesetan dan Kesehatan Kerja dengan Menggunakan Pendekatan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Perkebunan Nusantara III PKS Aek Torop

0 0 10

Analisis Risiko Kesetan dan Kesehatan Kerja dengan Menggunakan Pendekatan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Perkebunan Nusantara III PKS Aek Torop

0 2 27

Analisis Risiko Kesetan dan Kesehatan Kerja dengan Menggunakan Pendekatan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Perkebunan Nusantara III PKS Aek Torop

1 2 2

Analisis Risiko Kesetan dan Kesehatan Kerja dengan Menggunakan Pendekatan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Perkebunan Nusantara III PKS Aek Torop

0 0 21