E. Keadaan Sosial Ekonomi Rumah Tangga Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim At Taqwa RW. 09
Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim At Taqwa RW. 09 merupakan masyarakat yang plural, anggotanya merupakan warga asli dan bercampur dengan
warga pendatang yang pada prinsipnya mempunyai perbedaan budaya yang cukup signifikan. Secara ekonomi anggota atau jamaah dari Forum Komunikasi Majlis
Taklim At Taqwa RW. 09 merupakan masyarakat yang berada pada kondisi ekonomi yang sering kita sebut “sederhana”, artinya; dalam kehidupan mereka
pemenuhan ekonomi mampu mereka peroleh, meskipun tidak berlebihan, tetapi penghasilan mereka seimbang dengan kebutuhannya, dengan profesi yang
beraneka ragam pada masing-masing kepala keluarga mulai dari Pedagang, Buruh, Karyawan Swasta, serta sebagian kecil berprofesi sebagai Pegawai Negeri.
Usia Kaum Ibu Jamaah FKMT berfariasi mulai dari usia 20-35 tahun, atau bahkan antara 30-60 tahun. Untuk yang pertama biasanya usia tersebut adalah usia
ibu-ibu muda, dimana pemikiran mereka juga lebih muda dan aktifitas keberagamaan mereka juga berbeda dengan ibu-ibu yang berusia di atas mereka,
perbedaan usia tidak menghalangi mereka untuk bersama-sama “menimba ilmu” di Majlis Taklim
Rata-rata kaum ibu anggota dari jamaah FKMT adalah ibu rumah tangga, maksudnya masing-masing mereka tidak mempunyai penghasilan sendiri, tetapi
mereka menggantungkan hidup mereka pada suami mereka yang rata-rata adalah pekerja, pedagang yang sederhana, Seperti diungkapkan oleh Ibu Hindun:
“ya… namanya orang sederhana mas, kadang-kadang dalam rumah tangga ada kekurangannya, apalagi sekaranga biaya sekolah anak-anak
saja sudah berapa tiap bulannya?, walaupun katanya gratis tapi tetap aja bayar, tapi al hamdulillah suami saya masih bisa mencukupi walaupun
tidak berlebihan, dibanding orang lain ada yang masih kekurang, tapi alhamdulillah penghasilan suami saya bisa mencukupi”.
5
Dari gambaran di atas dapatlah kita peroleh sebuah gambaran tentang bagaimana kondisi ekonomi mereka yang secara finansial bukanlah masyarakat
yang mampu memenuhi segala kebutuhan ekonominya, bahkan terkadang mengalami kesulitan. Di sinilah salah satu peran Majlis Taklim di butuhkan
dimana potensi perpecahan dan konflik dalam keluarga sangat riskan terjadi jika tidak dibarengi dengan ketaatan pada ajaran agama.
Keberadaan kaum Ibu di wilayah Bintaro tidaklah jauh berbeda dengan kaum Ibu pada umumnya, mereka tinggal pada rumah-rumah pemukiman
penduduk dalam arti bukan komplek mewah, dengan ukuran rumah rata-rata 10 x 6 meter, seperti layaknya kota-kota besar lainnya tidak ada lagi jeda antara satu
rumah dengan yang lainnya, meskipun ada beberapa yang memiliki kelebihan dari yang lain, namun jumlahnya sangat sedikit. Kendati bukan lingkungan mewah,
tetapi keadaan, keamanan, serta kebersihan di wilayah RW. 09 relatif kondusif, hanya saja letaknya dipinggiran Jakarta menjadikan ketenangan lingkungan
sebagai sesuatu yang mahal, banyaknya kendaraan yang lalu-lalang menjadi salah satu yang paling menyumbang kebisingan.
Dalam interaksi keseharian mereka, biasanya kaum Ibu tersebut dengan sendirinya membaur dengan tidak membedakan komunitas-komunitas baik itu
pendatang maupun bukan sebab secara social mereka pada dasarnya mempunyai
5
Wawancara pribadi dengan Ibu Hindun, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 1 Maret 2007.
ikatan yang kuat dengan sendirinya disebabkan peran mereka yang sama, dengan tugas-tugas ke-rumahtangga-an yang membuat mereka merasa senasib, dan
biasanya menjadi hal yang relative terjadi di wilayah manapun bahwa sekelompok ibnu-ibu akan bergerombol untuk ngobrol ke-sana-ke-mari, itulah salah satu hal
yang mampu menimbulkan keakraban pada kaum Ibu. Beberapa pendatang yang berada di wilayah ini biasanya dipengaruhi oleh proses kehadiran mereka di
Bintaro yang biasanya status social mereka sebagai pendatang akan bersikap lebih aktif dalam interaksi, tentunya dengan dibarengi persamaan yang telah disebutkan
di atas, seperti diungkapkan Ibu Wawancara pribadi dengan Ibu Hj. Murtono. “kalo warga di sini si orangnya rata-rata baik, walaupun dengan
pendatang seperti saya mereka juga akrab dan baik, apalagi sama saya yang tergolong sudah orang lama, sama yang baru-baru saja kita baik
kok, ya…alhamdulillah jadi tentram hidup di lingkungan sini warganya jarang ribut dan bikin masalah”
6
Dari aspek sosial budaya masyarakat Rw. 09 Kelurhaan Bintaro Jakarta Selatan sudah cukup menunjukan perilaku budaya keislaman. Aspek budaya yang
menonjol adalah perilaku kehidupan sehari-hari yang sudah mencerminkan budaya yang Islami. Umumnya Jamaah Majlis Taklim ini dalam berpakain juga
telah memenuhi standar pakaian yang Islami yakni sudah menutup aurat baik bagi pria maupun wanita. Kaum laki-laki umumnya menggunakan pakaian yang sudah
biasa dikenakan masyarakat Indonesia pada umumnya yaitu celana panjang dan baju atau kaos. Pada hari-hari tertentu seperti saat shalat jumat dan hari-hari besar
Islam, kaum pria banyak yang mengenakan pakaian ciri khas pakain muslim yaitu baju koko.
6
Wawancara pribadi dengan Ibu Hj. Murtono, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 01 Maret 2007.
Telah menjadi budaya umum di kawasan timur, apalagi di wilayah seperti Indonesia yang mayoritas penduduknya melihat wanita sebagai masyarakat yang
menempati urutan sedikit lebih rendah dibanding laki-laki, sehingga kebanyakan wanita Insonesia relatif kurang mendapatkan pendidikan yang memadai dalam
bidang formal, dan hal itu telah terjadi pada wanita-wanita yang berumah tanggga. Majlis Taklim mempunyai tanggungjawab pada aspek spiritual kaum Ibu,
sebab keterlibatan perempuan dalam pembangunan adalah suatu hal yang niscaya, mengingat separuh dari populasi penduduk di Indonesia adalah perempuan, dalam
hal ini perempuan harus dapat menjalankan perannya dengan baik.
7
Terbatasnya waktu dan kemampuan kaum ibu, menuntut Majlis Taklim sebagai sebuah
lembaga yang mempunyai peran dengan karakter yang cocok dan mampu diterima di tengah-tengah kondisi Ibu Rumah tangga menjadi ujung tombak dari
peningkatan peran perempuan maupun peningkatan pendidikan. Peningkatan peranan perempuan dalam pembangunan bangsa pada hakikatnya adalah upaya
peningkatan kedudukan atau status, peran, kemampuan, kemandirian, ketahanan mental serta spiritual perempuan sebagai bagian tidak terpisahkan dari upaya
peningkatan kualitas SDM.
7
Evil Amalia, “Peran dan Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan Ekonomi sebuah Realitas dan Harapan”, dalam Harkat, Jakarta: PSW UIN, 2002, Vol. 2, No. 2, h.17-18.
BAB IV KEBERAGAMAAN IBU-IBU RUMAH TANGGA DAN PERAN MAJLIS
TAKLIM FKMT AT TAQWA A. Perilaku Keberagamaan Ibu-ibu Rumah tangga
1. Dimensi Keyakinan Keyakinan masyarakat awam, dalam hal ini ibu-ibu rumah tangga sebagai
anggota atau jamaah dari Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09 dengan latar belakang pendidikan yang beragam tentunya menghasilkan
pola berpikir yang beragam pula, dimensi keyakinan merupakan seperangkat kepercayaan beliefs yang memberikan “premis eksistensial” untuk menjelaskan
Tuhan, alam, manusia, dan hubungan diantara mereka. Kehadiran sebuah lembaga non formal seperti Forum Komunikasi Majlis
Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09 menyatukan beberapa perbedaan pola pikir yang ada pada jamaah, dengan pola pikir yang berbeda tentunya keyakinan dan
perspektif mereka akan suatu keyakinan sangat plural dan kualitasnya sangat berbeda, juga tentang suatu penjelasan mengenai Tuhan dan alam, kemudian
Majlis Taklim dengan materi dan edukasinya mencoba melengkapi hal itu dengan sebuah pandangan yang sama dalam suatu forum atau majlis sehingga muncullah
sebuah keyakinan yang telah ditata kembali dengan pangajaran yang relatif rutin tersebut. Kepercayaan ini dapat berupa makna yang menjelaskan tujuan Tuhan,
dan peranan manusia dalam mencapai tujuan itu purpose beliefs sehingga kemudian, menciptakan kepercayaan pada tingkat akhir melalui pengetahuan
tentang perangkat tingkah laku yang dikehendaki agama dogma.
Secara umum seperti yang telah diuraikan sebelumnya, berdasarkan dari hasil wawancara penulis dengan beberapa Jamaah FKMT bahwa tingkat
pemahaman keberagamaan Jamaah FKMT pada dimensi ideologik relatif cukup tinggi.
Seorang Jamaah FKMT mengatakan bahwa karena keyakinan kepada Allah-lah dia selalu berusaha untuk mengerjakan apa yang diperintahkanNya dan
meninggalkan apa yang dilarangNya, dan salah satu nilai dalam Islam yang mempengaruhinya adalah kasih sayang sebagai moral yang baik menurut Nabi
dalam hadisnya. Menurut
Ibu Musrifah:
“Dalam hadis nabi kata Ustadzah ada hadis tentang kasih sayang “menunjukkan cinta kasih”, di dalamnya mengandung arti menolong
sesama, membantu, bekerja sama, sehingga dengan melakukan semua itu maka Allah akan mencintainya”.
1
Ditambahkan oleh Ibu Hj. Salbiah, bahwa keyakinan kepada Allah sangat mempengaruhinya untuk berperilaku baik. Karena adanya keyakinan kepada
Allah-lah maka dirinya terdorong untuk melakukan perbuatan yang mengarah pada ajaran-ajaran Islam.
2
Mereka percaya akan adanya Allah dan segala yang berkaitan dengan pembalasan hari akhirat, sehingga banyak perilaku mereka yang jadi sejalan
1
Wawancara pribadi dengan Ibu Musrifah, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 01 Maret 2007.
2
Wawancara pribadi dengan Ibu Hj. Salbiah, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 15 Maret 2007
dengan nilai-nilai Islam disebabkan ketakutan mereka terhadap siksaan akhirat, seperti diungkapkan oleh Ibu Ati Jamilah:
“kita udah udzur begini, nggak usah-lah yang neko-neko, udah harus ingat dan dekat sama yang di Atas Allah-pen., apa lagi kalo ingat siksa di akhirat, jadi
takut kalo mau berbuat yang nggak baik.”
3
2. Dimensi Pengetahuan
Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09 sebagai sebuah lembaga non formal, yang pada dasarnya berorientasi pada peningkatan
keberagamaan kaum ibu melalui pengetahuan atau knowledge dalam bidang keberagamaan senantiaasa meningkatkan pengetahuan atau intelegensi dari
anggota atau jamaahnya dengan mengacu pada pengetahuan agama yang berasal dari teks-teks yang telah umum dikaji di kalangan masyarakat Indonesia, apa yang
tengah atau harus diketahui seseorang tentang ajaran agamanya, kemudian secara tidak langsung pengajar atau ustadz mengevaluasi seberapa jauh mengerti agama
Religious literacy atau suatu item yang harus lebih ditekankan dan seberapa sering sebuah ajaran di ulang pada Jamaah, Forum Komunikasi Majlis Taklim
Masjid AT-Taqwa Rw. 09 juga melihat seberapa penting dan bergunanya sebuah pengetahuan agama dengan cara melihat pada jamaah tingkat ketertarikan mereka
mempelajari pengetahuan tentang ajaran agama, dengan mengarahkan mereka kepada sikap-sikap yanmg semestinya ideal menurut agama.
Pengetahuan yang telah mereka peroleh di FKMT menjadi suatu pengantar bagi praktik-praktik keagamaan yang lebih lagi, beranjak kepada ritual-ritual dan
peribadatan, seperti kegiatan tadarus bersama, doa bersama, bahkan shalat jamaah
3
Wawancara pribadi dengan Ibu Ati Jamilah, Jamaah FKMT, tanggal 29 Maret, 2006.
yang selalu berusaha ditingkatklan intensitasnya, namun yang paling menarik dan mampu menimbulkan antusiasme yang sangat pada para ibu adalah ketika Majlis
Taklim mengadakan acara-acara peringatan hari-hari besar, seperti mauled nabi, mereka terlihat sangat antusias.
Mayoritas Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja, dalam tingkat pendidikan keagamaan,
sehingga pemahaman keagamaan mereka juga tidak luas dan mendalam, mereka hanya tahu hal-hal prinsipil saja dalam agama, dan biasanya yang berkaitan
dengan ibadah, dan perilaku. Seperti diungkapkan oleh Ibu Sugito:
“Dulu sewaktu saya kecil saya pernah sekolah di madrasah, dulu sekolahnya sore jam empat, tapi ya…namanya orang tua
apalagi dulu sekolahnya nggak beneran, ada disuruh-suruh bantuin bapak, jadi ya…saya ngaak inget yang diajarin, makanya sekarang
saya ikut pengjian lagi, supaya pinter, biarpun Cuma nguping- nguping doang.”
4
Jamaah menyadari dan menganggap penting agama, bahkan kesakralan dalam agama dirasakan kuat oleh mereka, namun masing-maing Jamaah
mempunyai sudut pandang yang berbeda pada agama yang mereka anut, hal itu dipengaruhi oleh sejauh mana pengetahuan mereka mengenai agama yang mereka
anut, tapi paling tidak Jamaah berasal dari wilayah-wilayah di luar kota, sebab rata-rata Jamaah merupakan warga pendatang dari desa-desa, dimana tingkat
religiusitas orang desa lebih tinggi dari kebanyakan orang kota, sebab di desa-desa agama menjadi suatu yang terlembagakan, dan banyak sekali norma dan aturan
4
Wawancara pribadi dengan Ibu Sugito, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 01Maret 2007.
dalam masyarakat desa yang menggunakan prinsip-prinsip dalam agama, serta masyarakat desa masih menyatukan agama dan kehidupan keseharian sebagai
sebuah kesatuan. Dari gambaran diatas sedikit banyak kita dapat mengetahui pola
keagamaan Jamaah, Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa, yang akhirnya sebagai muslim awam, mereka memahami agama tidak secara
intelektual, tetapi agama dipandang sebagai suatu doktrin dan ideologi tentang sebuah kebenaran. Disinilah peran Majlis Taklim sebagai lembaga pendidikan,
dengan perannya dan harapan-harapan yang disandarkan oleh Jamaah Majlis Taklim, mereka berusaha menanamkan nilai-nilai agama yang relatif baik,
kemudian mengakomodir nilai-nilai dasar yang telah diperoleh sebelumnya oleh Jamaah, menjadi sebuah panduan yang agamis dan serasi. Seperti diungkapkan
oleh Ustadzah Mulyani: “Namanya kita ngajarin Ibu-ibu, ya…kita harus sabar,
maklum tenaga dan fikiran mereka sudah dicurahkan dalam rumah tangga, makanya itu materi-materi yang kita ajarkan juga nggak
berat-berat amat, paling-paling dasar-dasar aja, kaya iman, Tauhid, terus maslah-masalah ibadah ya…biasa lah… shalat, zakat, puasa,
terus yang namanya ngajarin orang banyak kan nggak semuanya sama ya…,mereka sudah bawa pengetahuan masing-masing
meskipun nggak banyak, jadi biar nggak ribet kita nggak pernah menyinggung yang beda-beda itu.”
5
3. Dimensi Pengalaman Peran Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09 dalam
dimensi Pengalaman lebih kepada kontinuitas Pengalaman suatu ajaran agama,
5
Wawancara Pribadi dengan Ustadzah Mulyani, Pembina Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 08 Maret 2007
dengan harapan jamaah mampu mengalami keterlibatan emosional dan sentimen pada pelaksanaan ajaran agama, biasanya dengan pelaksanaan peringatan hari-hari
besar dengan mencoba menjabarkan makna-makna filosofis yang terkandung di dalamnya, dengan ceramah-ceramah, atau pada hari-hari tertentu yang memang
ada kesusahan untuk berpuasa mereka akan mengadakan hal itu sebagai sebuah agenda bersama, apalagi ketika bulan Ramadhan acara buka bersama telah
menjadi sesuatu yang sulit ditinggalkan oleh mereka, seperti diungkapkan- ibu Hj Salbiah:
“kalau Bulan Ramadhan di sini semakin rame jadi bikin suasana hidup dan semangat, biasanya kalau ada acara buka bersama habis saya
beres-beres nyiapin makanan untuk buka di rumah saya langsung ke Masjid kumpul bareng sama ibu-ibu, sambil nunggu kan kita bisa baca-
baca Qur’an atau paling nggak kalau baca Qur’an ada yang salah ada Ustadzah yang benerin”.
6
Pada beberapa kegiatan mereka juga melakuakan muhasabah atau ibadah lain yang mampu menyentuh perasaan dan hati mereka. Atau dengan penanaman
sikap agar mereka mampu keagamaan merasakan kehadiran Tuhan sebagai sang maha bijaksana, kemudian menanamkan keyakinan bahwa Tuhan menjawab
kehendaknya atau keluhannya, dengan berusaha mengolah suatu kegiatan yang ada dalam Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09 sebagai
media agar suasana yang ada mampu mnciptakan dan merasakan hubungan yang akrab dan penuh cinta dengan Tuhan, serta membentuk watak dimana Allah selalu
menyertai dalam melakukan karya atau kegiatan dan pekerjaan sehari-hari.
6
Wawancara pribadi dengan Ibu Hj. Salbiah, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 15 Maret 2007
4. Dimensi Ritual dan Dimensi Konsekuensi
Dalam dimensi ini mungkin merupakan dimensi keberagamaan yang paling sering diupayakan dalam Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-
Taqwa Rw. 09, mengingat tingkat pikir kaum ibu-ibu yang relatif lebih memahami agama sebagai sebuah ritual, sehingga penekanan-penekanan terhadap
kewajiban ritual agama melalui edukasi-edukasi yang meliputi pedoman- pedoman pokok pelaksanaan ritual atau ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
Fungsi agama dalam skala yang lebih mendasar seperti pada ibu-ibu rumah tangga tidaklah sedemikian rumitnya sebab agama yang mereka anut
adalah agama yang telah meresap ke dalam kehidupan sebagai sebuah budaya bukan teoritis, dalam skala ini agama lebih kepada suatu yang bersifat way of life,
yaitu sebagai pegangan hidup, sehingga ritual-ritual dalam keberagamaan Ibu-ibu rumah tangga juga cendrung mengarah kepada pengharapan, misalkan mereka
shalat agar rizkinya dimudahkan oleh Allah, atau puasa agar anak-anak mereka diberikan kecerdasan dan lain sebagainya. Setidaknya hal itu menjadi sebuah
mediasi dari majlis taklim untuk memberikan panduan-panduan keagamaan melalui sebuah ritual.
Menurut kebanyakan jamaah, agama adalah suatu tuntunan kebenaran yang membuat mereka dibatasi untuk berbuat suatu hal yang tidak benar, hal ini
senada dengan yang dikatakan oleh Ibu Fatimah:
7
“buat saya agama itu ya… aturan supaya saya jadi orang yang bener, kan kalau saya jahat nanti bisa dimasukan neraka, agama
juga membuat kita lebih tahu yang baik dan yang buruk.”
7
Wawancara pribadi dengan Ibu Fatimah, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 15 Maret 2007
Hampir rata-rata dari jamaah tersebut menyadari jika mreka melakukan pelanggaran terhadap tuntunan agama adalah sebagai suatu kesalahan, dan mereka
juga menyadari ada konsekuensi dari pelanggaran-pelanggaran tersebut, khususnya tentang akhirat, umumnya para jamaah sangat yakin sekali dengan
adanya kehidupan setelah kematian, hal itu telah mereka ketahui sejak mereka kecil, kemudian peran majlis taklim adalah memberikan persepsi yang factual
tentang konsekuensi tersebut, sesuai dengan konteks mereka sebagai Ibu rumah tangga, sebab pemahaman yang mereka bawa sejak kecil tentang pahala dan dosa
berbeda dengan pandangan yang seharusnya dimiliki Ibu rumahtangga tentang hal itu, dengan demikian Majlis Taklim menunjukan konteks yang jelas mengenai hal
itu, misalkan keberadaan mereka yang harus mendidik anak-anak, adalah suatu sikap yang baik, namun jika mereka membuat pendidikan anak-anak mereka
terbengkalai maka mereka akan mendapat hukuman, karena dianggap tidak melaksanakan amanat Allah.
B. Peran FKMT Terhadap Peningkatan Keberagamaan Ibu-ibu Rumah tangga