Dakwah dan tarekat : analisis Majlis Taklim Al-Idrisiyyah melalui tarekat di Batu Tulis Gambir Jakarta Pusat

(1)

DAKWAH DAN TAREKAT

( ANALISIS MAJLIS TAKLIM AL- IDRISIYYAH MELALUI TAREKAT DI BATU TULIS GAMBIR JAKARTA PUSAT )

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos. I)

Oleh

NANANG MUHAMMAD RIDWAN NIM: 103051028589

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1429 H / 2008 M


(2)

ABSTRAK

Nanang Muhammad Ridwan

Dakwah dan Tarekat (Analisis Majlis Taklim Al-Idrisiyyah Melalui Tarekat di Batu Tulis Gambir Jakarta Pusat.

Tarekat Idrisiyah adalah salah satu organisasi atau aliran yang didalamnya mengamalkan dan melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dibawa dan di contohkan oleh Rasulallah Saw serta dikerjakan oleh para sahabatnya, tabi’in, tabi’at dan turun temurun sampai kepada guru-guru tarekat. Dan Tarekat Idrisiyah mulai berdiri dan berkembang di Indonesia sejak tahun 1930-an, dan orang yang pertama kali memperkenalkan tarekat ini adalah Syekh Akbar Abdul Fatah yang mendapatkan Kekholifahan dari Syekh Ahmad Syarif as-Sanusi al-Khatabi di Jabal Abu Qubais, Mekkah.

Majlis Taklim Al-Idrisiyah adalah salah satu Zawiyah atau cabang dari Tarekat Idrisiyah yang paling besar dan paling tua diantara Zawiyah-zawiyah yang lainya, dan sebagai Sekertariat Pusat Tarekat Idrisiyah di wilayah Jabodetabek. Melalui majlis taklim inilah ajaran-ajaran dan aktivitas dakwah tarekat idrisiyah dilaksanakan dan di sebarkan kepada masyarakat luas.

Pada saat seorang da’i (Syekh) akan menyampaikan dakwahnya, maka sangatlah dibutuhkan strategi dalam menyampaikan dakwahnya tersebut, baik melalui metode dakwahnya, materi-materi dakwahnya, dan melalui media apa dalam menyampaikan dakwahnya. Sehingga targer yang dituju akan tercapai.

Penelitian ini ingin mengetaui lebih jauh bagaimana dakwah yang dilakukan tarekat Idrisiyah melalui ajaran-ajaran dan aktivitas-aktivitas dakwah di Majlis Taklim Al-Idrisiyah yang berada di Jln. Batutulis XIV, No.4-5, Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat. Melalui wawancara dan observasi di ketahui bahwa dakwah tarekat Idrisiyah melalui ajaran-ajaran dan aktivitas dakwah yang dilakukan di Majlis taklim Al-Idrisiyah sangatlah efektif, karena ajaran dan aktivitas dakwah Tarekat Idrisiyah bersifat Logis, sesuai dengan nalar, dan ajaranya bisa diterima oleh setiap kalangan, baik dari kalangan bawah, menengah, sampai kalangan atas. Sehingga banyak orang yang tertarik, dan pada akhirnya mereka masuk dan menjadi pengikut tarekat. Subyek yang diteliti adalah bagaimana dakwah tarekat Idrisiyah melalui ajaran-ajaran dan aktivitas-aktivitasnya yang dilakukan di Majlis Taklim A-Idrisiyah.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berbagai nikmat yang tak terkira banyaknya serta kemudahan dari berbagai kesulitan yang penulis hadapi dalam penyelesaian skripsi ini yang berjudul “Dakwah Dan Tarekat” (Analisis Majlis Taklim Al-Idrisiyah melalui Tarekat di Batu Tulis Gambir Jakarta Pusat). Sehingga dengan syafa’atnya semua kesulitan-kesulitan itu dapat penulis lalui dengan penuh kesabaran dan kebijakan mencari solusi. Dan penulis sadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagai mana yang diharapkan.

Shalawat dan salam semoga terlimpahkan ke junjungan Nabi Muhammad Saw, Rasulullah yang senantiasa di tawashuli oleh umatnya di setiap desahan nafas dan kedipan mata serta dalam sebanyak bilangan luasnya ilmu Allah. Nur beliau senantiasa menerangi setiap pengikutnya yang selalu dahaga akan spiritualitas dan senantiasa mengharapkan syafa’atnya di yaum al-hisab melalui ketaatannya mengikuti para penerus beliau, al-ulama waratsat al-anbiya.

Penulis menyadari kedhaifan serta kekhilafan diri penulis di dalam penyelesaian skripsi ini, karena itu banyak sekali keterlibatan pihak-pihak lain yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu penulis menghaturkan banyak terimakasih kepada semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang membantu serta mendorong selesainya skripsi ini. Perkenankanlah penulis secara khusus dengan rasa hormat menyampaikan terimakasih yang tulus dan mendalam kepada:


(4)

1. Bapak Dr. H. Murodi M.A, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

2. Bapak Dr. Arief Subhan, M.Ag. Pembantu Dekan Bidang Akademik, Drs. Mahmud Djalal. M.A, Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum, dan Dr. Study Rizal LK. M.A Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

3. Bapak Dr. Wahidin Saputra M.A dan Ibu Umi Musyarrofah M.A, Selaku Ketua dan Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

4. Bapak Dr. Study Rizal L.K. M.A selaku Dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, fikiran dan tenaganya kepada penulis untuk memberikan arahan dan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan ilmu serta berbagai macam pengalaman dan wawasan mereka selama penulis menuntut ilmu. Dan tidak lupa kepada seluruh staf dan karyawan, juga para staf perpustakaan Fakultas maupun Universitas yang telah memberikan pelayanan kepada penulis selama menjalani Studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Segenap keluarga besar Yayasan Tarekat Al-Idrisiyah yang telah banyak meluangkan waktunya untuk penulis dalam memberikan data dan informasinya yang penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini


(5)

7. Orang tua tercinta, Ayahanda A. Fauzi Qosim dan Ibunda Tati Nurhayati, goresan tinta tidak dapat mewakili kata terimakasih penulis sebagai dua insan yang sungguh tak kenal balas jasanya, membantu penulis baik moril maupun materil dalam hidup ini, yang setiap hembusan nafasnya mengalir do’a untuk kebahagiaan penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dan menyelesaikan Studi di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Kakek dan Nenek di Kampung yang telah membantu penulis baik moril maupun materil serta doa’ dan kasih sayangnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di UIN. Semoga Kakek dan Nenek di kampung diberikan umur panjang dan sehat wal’afiat.

9. Adik-adikku tercinta Budi Rahman Hakim, Resti Nurfitriyana, Fika Patmasari, Ilma Sidika damayanti, dan si Bungsu Annaba. Semoga kelak kalian semuanya menjadi orang yang berguna bagi Bangsa, Agama, Negara.

10.Keluarga Besar Yayasan Amal Abadi Beasiswa ORBIT yang telah memberikan Beasiswa Pendidikan kepada penulis selama Dua Tahun, dengan beasiswa tersebut, alhamdulillah penulis sangat terbantu dalam biaya kuliah di UIN. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dan menyelesaikan Studi di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(6)

11.Teman-teman seperjuangan KPI D Angkatan 2003, Arif, Ikhsan, Doni, Saeful, Erna, Rahmat dan semua teman-teman kelas yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu terimakasih atas kebersamaan dalam suka dan duka. 12.Teman-teman KBM-Galuh Jaya, Kang Uep, Kang Jajang, Erma, Irfan,

Dalang, Atep dan semua teman-teman Galuh yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaanya.

13.Ka Azam dan Istri tercintanya “Teh Cucun” yang telah banyak membantu penulis dalam proses pengeditan penulisan sripsi ini. Semoga kalian menjadi keluarga yang bahagia, Sakinah, Mawahdah, Warohmah.”Amien”

Akhirnya, hanya doa’ serta harapan yang bisa penulis panjatkan, semoga semua pengorbanan dan bantuan yang mereka berikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini dibalas dengan pahala yang melimpah oleh Allah Swt. Dan penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari harapan dan kesempurnaan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Ciputat, 14 April 2008 M


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Tinjauan Pustaka ... 8

E. Metodologi Penelitian ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 13

A....Tin jauan Umum Tentang Dakwah ... 13

1....Pen gertian Dakwah ... 13

2....Un sur-unsur Dakwah ... 15

B...Tin jauan Umum Tentang Tarekat ... 20

1....Pen gertian Tarekat ... 20

2....Tuj uan Tarekat ... 21

3....Ma cam-macam Tarekat ... 22

BAB III GAMBARAN UMUM MAJLIS TAKLIM AL-IDRISIYAH ... 30

A. Majlis Taklim Al-Idrisiyah ... 30

1. Latar belakang Berdirinya Majlis Taklim Al-Idrisiyah ... 30

2. Tujuan Majlis Taklim Al-Idrisiyyah ... 31

B. Struktur Organisiasi Majlis Taklim Al-Idrisiyah ... 32

C. Sejarah Lahir dan Berdirinya Tarekat Idrisiyah di Indonesia ... 35

D. Ajaran-ajaran Tarekat Idrisiyah di Majlis Taklim Al-Idrisiyyah ... 37

E. Sarana dan Prasarana Majlis Taklim Al-Idrisiyah... 59


(8)

A. Unsur-Unsur Dakwah Pada Tarekat Idrisiyah ... 61 B. Aktivitas Dakwah Tarekat Idrisiyah di Majlis Taklim

Al-Idrisiyah. ... 73 C. Faktor Pendukung dan Penghambat Dakwah Melalui

Tarekat Idrisiyah di Majlis Taklim Al-Idrisiyah. ... 77

BAB V PENUTUP ... 80 A....Kes impulan ... 80 B....Sar an... 84 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama dakwah, yaitu agama yang menugaskan umatnya untuk menyiarkan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia sebagai rahmatan lil-alamin. Islam dapat menjamin terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan manakala ajaranya dijadikan pedoman hidup dan dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Dan usaha penyiaran Islam dalam realitas ajarannya melalui dakwah.

Perjalanan dakwah Islam yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad Saw, beserta para sahabat dan pengikutnya dari zaman Pra teknologi sampai era globalisasi saat ini, tengah mengalami sebuah perubahan, baik pengertian maupun persepsi masyarakat tentang dakwah Islam secara definitif.

Pada hakekatnya dakwah merupakan upaya mempengaruhi seseorang dalam bertindak dan berprilaku, melalui dakwah diharapkan akan mampu merubah kepribadian seseorang baik secara individu maupun kolektif. Dakwah Islam dan perubahan sosial merupakan unsur yang sangat mempunyai pengaruh satu sama lainnya.

Dakwah untuk saat ini, tidak lagi diartikulasikan secara praktis dan simpel sebagai salah satu kegiatan dalam penyampaian sebuah ajaran agama melalui ceramah, tablihg, maupun khutbah. Namun dewasa ini, dakwah dapat


(10)

dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai dengan keahlian dan keterampilan para pelaku dakwah.

Islam telah mewajibkan kaum muslimin untuk mengembangkan dakwah islamiyah di setiap waktu dan kesempatan. Kaum muslimin wajib berusaha merubah keadaan mereka, terutama tatkala kekufuran telah merajalela dan Islam telah lenyap dari kehidupan.

Di samping itu, Syaikh Mustofa Al-Galaya seperti dikutip oleh H. Amura menyebutkan dalam bukunya, Al-Islam Ruhul Madaniyah bahwa dakwah adalah “kehidupan agama, tidak akan berdiri agama tanpa dakwah, serta kebaikannya harus disebarluaskan”.1

Dakwah Islam yang dilakukan Rasulullah kepada umatnya sangat bijaksana dan patut untuk di contoh, sebab tiap kali beliau melangsungkan dakwahnya, ia selalu melihat kondisi serta situasi yang sesuai dengan kebijakan umat (mad`u) serta berbicara pada bidang yang mereka pahami. Telah menjadi Sunnatullah bahwa manusia mempunyai pola berfikir yang berbeda, mulai dari tingkat kecerdasan, perasaan, tabiat, sikap, sifat, tingkah laku, serta keinginan dan bakatnya.

Landasan inilah yang mengharuskan Nabi Muhammad Saw untuk mengambil langkah dalam memilih metode yang sesuai dengan obyeknya.

1

Amura, Tentang Unsur Dakwah Dalam Film, Perfilman di Indonesia Pada Masa Orde Baru, (Lembaga Komunikasi Islam, Jakarta, tt), h. 115


(11)

Sebagaimana Fathiyakan mengatakan bahwa “untuk mempengaruhi suatu obyek harus memilih metode yang sesuai dengan taraf kecerdasan”.2

Sebagai umatnya wajib untuk meneruskan dakwah Nabi Muhammad Saw, yaitu dengan mengajak manusia untuk selalu mengerjakan yang ma`ruf dan meninggalkan yang munkar, sesuai dengan ajaran Islam. Muhammad Ahmad Al-Dawi mengatakan:

Merupakan kewajiban untuk sebagian manusia untuk melaksanakan dakwah, mengajak kepada jalan yang ma`ruf dan mencegah segala kemunkaran. Dalam berdakwah memang membutuhkan ketangguhan serta kekuatan hingga ajaran agama tidak tersia-siakan dan mencelakakan manusia, sebab hakikat dakwah yang sebenarnya adalah membina dan mempersatukan seluruh umat manusia serta menyelamatkan mereka dari kesengsaraan dunia dan akhirat. 3

Menyadari akan pentingnya dakwah sebagai pembinaan umat manusia ke arah tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat kelak, maka sudah selayaknya kegiatan dakwah harus mendapat perhatian serta penanganan yang khusus dan serius dengan menggunakan metode dan sarana-sarana yang dapat diterima oleh sasaran dakwah dimaksud.

Seiring dengan perkembangan zaman, bahwa kegiatan dakwah harus terus dapat berkembang dan dikemas dengan berbagai macam metode serta sarana yang khusus agar lebih efektif demi tercapainya tujuan dakwah, sehingga dakwah dapat diterima di semua kalangan.

Salah satu sarana dakwah adalah Tarekat, yang dikembangkan dengan metode dakwah bil lisan, bil hall dan bil qalam, sebagai alat dalam

2

Fathiyakan, Bagaimana Kita Memanggil Kepada Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1997) Cet. Ke-1 h. 36

3

Muhammad Ahmad Al – Dawi, Buku Pintar Para Da`i, (Surabaya: Dua Ilmu. 1991) Cet. Ke-2, h. 6.


(12)

mengkomunikasikan nilai-nilai ajaran Islam. Tarekat merupakan salah satu media alternatif dalam berdakwah, jelas tidak tabu dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebab ajaran tarekat memuat kalimat-kalimat zikir yang selalu mengingatkan jamaahnya kepada Allah.

Dari sekian banyak metode, sarana, dan media yang digunakan dalam berdakwah, maka dengan ini penulis tertarik untuk membahas serta mengkaji secara rinci tentang dakwah Islam melalui kegiatan ajaran dan pengamalan tarekat.

Tarekat berasal dari kata bahasa Arab Thariqat yang artinya jalan, keadaan, aliran dalam garis sesuatu, seperti dalam al-Qur`an surat al-Jin ayat 16:

ﻡ ﺱ

ی

! " ﺱ#

$% ﻡ

$&'(

)

*

+

,

Artinya : “ Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar–benar kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar ( rizqi yang banyak )”. ( Q.S : 72 : 16 ).

Yang dimaksud jalan di sini adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah Taqarrabun Ilallah, berupa suatu perbuatan yang ditentukan dan dicontohkan Rasulullah, dikerjakan oleh para tabi’in kemudian diteruskan secara turun temurun sampai kepada guru tarekat.4 Agar dapat mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Suci, ruh manusia harus lebih dahulu disucikan. Sufi-sufi besar kemudian merintis jalan tersebut sebagai media untuk penyucian jiwa yang dikenal dengan nama tariqat (jalan).

4

Budi Munawar Rahman dan Asep Usman Ismail, Cinta di Tempat Matahari Terbit, Ulumul Qur`an No 8 Vol. 2 ( 1991 ) h. 100


(13)

Jalan dalam terekat itu antara lain terus menerus berada dalam naungan zikir atau ingat selalu kepada Tuhan dan terus menerus menghindarkan diri dari sesuatu yang melupakan Tuhan.5

Dengan demikian kiranya dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan :

Tarekat adalah jalan yang bersifat spiritual bagi seorang sufi yang di dalamnya memuat amalan-amalan ibadah yang dapat mempertemukan seorang hamba dengan Tuhannya dengan menyebut nama Allah serta sifat-sifatnya yang disertai dengan penghayatan yang mendalam. Amalan dalam tarekat ini di tujukan untuk memperoleh hubungan sedekat mungkin dengan Tuhan. 6

Sebagai awal munculnya tarekat, tashawuf pada waktu itu telah mencapai tujuan zaman keemasannya pada abad ketiga dan keempat Hijriyah. Dari zaman inilah timbul beberapa tarekat yang menurut Hujwiri dalam kitabnya Kasyf al-Mahjub ada 10 :

1. Al – Muhasibiyyah dinisbatkan kepada Al-Harist ibn As’ad Al-Muhasibi 2. Al – Qassariyyah dinisbatkan kepada Hamdan ibn Ahmad al-Qassar 3. Al – Taufuriyyah dinisbatkan kepada Abu Yazid taifur ibn Isa al-Bistami 4. Al – Junaydiyyah dinisbatkan kepada Abu Qasim al-Junayd al-Bagdadi 5. Al – Nurriyyah dinisbatkan kepada Abu Husein al-Nurri

6. As – Sahliyah dinisbatkan kepada Sahl ibn Abdullah al-Tasturri

7. Al – Hakimiyyah dinisbatkan kepada Abdullah Muhammad ibn al-Hakimi 8. Al – Kharazjiyyah dinisbatkan kepada Abu said al – Kharaz

9. Al – Khaffiyyah dinisbatkan kepada Abu Abdullah Mahmud ibn Khaff

5

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta 200) h. 270

6


(14)

10.Al – Sayriyyah dinisbatkan kepada Abu Abbas al – Sayyar.

Tarekat di atas adalah sebagian tarekat yang termashur pada zaman keemasan Islam. Mereka telah mewariskan banyak petuah kerohanian yang sangat berharga bagi kehidupan kesuffian dan juga berbeda dengan penafsiran yang dikenal dengan penafsiran lahiriyah seperti yang terdapat di kalangan fuqoha dan ulama kalam.

Selanjutnya tarekat yang dimaksud penulis adalah Tarekat Idrisiyah, kegiatan tarekat Idrisiyah dirasakan keberadaannya bukan hanya di Kota-kota, tapi juga sampai ke wilayah pedesaan. Pengikut tarekat inipun sangat bervariasi mulai dari kalangan Cendikiawan, Pengusaha dan Politisi, laki-laki dan perempuan, tua dan muda, serta meliputi banyak profesi lainnya Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan sebuah penelitian ilmiah yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Dakwah dan Tarekat” (Analisis Majlis Taklim Al-Idrisiyah Melalui Tarekat di Batu Tulis Gambir Jakarta Pusat ).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Melihat banyak dan maraknya bentuk tarekat yang berkembang pada saat ini, maka penulis hanya memfokuskan dan memberi arah yang tepat dalam penulisan skripsi ini, pada Unsur-unsur dakwah pada Tarekat Idrisiyah, aktivitas dakwah Tarekat Idrisiyah di majlis taklim Al-Idrisiyah Batu tulis Gambir Jakarta Pusat.


(15)

1. Bagaimana unsur-unsur Dakwah pada Tarekat Idrisiyah di Majlis Taklim Al-Idrisiyah?

2. Bagaimana aktivitas Dakwah Tarekat Idrisiyah di Majlis Taklim Al-Idrisiyah Batu tulis Gambir Jakarta Pusat?

3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dakwah Terekat Idrisiyah di Majlis Taklim Al-Idrisiyah?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan kejelasan tentang bagaimana unsur-unsur Dakwah pada Tarekat Idrisiyah, Bagaimana aktivitas dakwah Tarekat Idrisiyah di Majlis Taklim Al-Idrisiyah, dan apa saja faktor pendukung dan penghambat dakwah Tarekat Idrisiyah di Majlis Taklim Al-Idrisiyah Batu tulis Gambir Jakarta Pusat.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah : a. Kegunaan Akademis

Kajian tentang dakwah melalui tarekat ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan dakwah Islam dewasa ini, khususnya bagi mahasiswa untuk terus menerus mengembangkan dan melakukan penelitian lanjutan. Sehingga apabila hal itu dilakukan,


(16)

tentunya akan memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi perkembangan dakwah Islam yang lebih aktual.

b. Kegunaan Praktis

Harapan penulis, dengan dilakukannya penelitian ini dapat menambah ilmu dan memperluas wawasan tentang bagaimana kita dapat menerapkan ajaran-ajaran Islam secara totalitas dan murni dalam kehidupan sehari-hari, tanpa harus ketinggalan zaman walaupun telah berada di zaman yang penuh dengan kemajuan teknologi dan informasi.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam menentukan judul skripsi ini, penulis telah mengadakan tinjauan pustaka di perpustakaan yang terdapat di Fakultas Dakwah maupun di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah.

Menurut pengamatan penulis, dari hasil observasi yang telah penulis lakukan ternyata ada dua orang yang telah melakukan penelitian dan penulisan tentang dakwah tarekat, yaitu:

1. Yulianah, KPI angkatan Tahun 2000 yang menulis skripsi dengan judul: “Tarekat Sebagai Media Dakwah”(Studi Tarekat Hizib Nadhatul Wathon di Pondok Pesantren Ash-Shaulatiayyah Nahdatul Wathon, Larangan Cileduk ).

2. Fahmi, KPI angkatan 2002 yang menulis skripsi dengan judul: Dakwah Islam Melalui Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah di Pondok Pesantren Zawiyah Al-Khoeriyah Ciampea Bogor Jawa Barat.


(17)

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwasannya belum ada seorang penulispun yang membahas dan menuliskan skripsi seperti penulis buat, yaitu tentang Dakwah yang dilakukan Tarekat Idrisiyah di Majlis Taklim Al-Idrisiyah. Dan skripsi ini tentu berbeda dengan skripsi yang lainya.

Untuk itulah penulis tertarik untuk membahas dan mengkaji secara rinci mengenai Tarekat Idrisiyah yang berkaitan dengan proses Dakwah yang telah berkembang seluruh aktivitas kegiatannya, yang selanjutnya dapat disimpulkan dengan judul: “Dakwah dan Tarekat” (Analisis Majlis Taklim Al-Idrisiyah Melalui Tarekat di Batu Tulis Gambir Jakarta Pusat )

E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip dari buku “Metodologi Penelitian Kualitatif”, metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis, dan perilaku yang dapat diamati.7 Deskriptif yaitu suatu metode yang membahas permasalahan dengan cara memaparkan atau menguraikan terlebih dahulu dengan pokok masalah secara teoritis.

2. Lokasi Penelitian

7

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), Cet 17, h. 3


(18)

Jln. Batutulis XIV, No.4-5, Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.

3. Teknik Pengumpulan Data. a. Obeservasi.

Observasi berarti pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena yang diselidiki.8 Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan secara langsung terhadap fenomena yang ada di Majlis Taklim Al-Idrisiyah sebagai upaya memperkecil kemungkinan yang dapat menghambat pelaksanaan penelitian.

b. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil tatap muka antara sipenanya dengan si penjawab. Penulis menggunakan tekhnik wawancara berbentuk wawancara mengenai Dakwah Tarekat Idrisiyah, dalam hal ini penulis mewawancarai salah satu Pengurus Majlis Taklim Al-Idrisiyah yaitu Ustd. Tatang Akhyar MD dan Pengurus Yayasan Al-Idrisiyah yaitu Ustd Lukmana S.ag. Maksud dari wawancara ini adalah untuk mengetahui bagaimana Dakwah yang dilakukan Tarekat Idrisiyah di Majlis Taklim Al-Idrisiyah, baik dari ajaran-ajaranya, aktivitas dakwahnya, dan yang lainnya. Terutama untuk melengkapi data guna menjawab rumusan masalah yang peneliti ajukan.

8


(19)

Wawancara semacam ini dilakukan sedemikian rupa, sehingga narasumber berbicara terus menerus, sedangkan pewawancara duduk mendengarkan dengan baik dan diselingi dengan sesekali mengajukan pertanyaan.9 Wawancara ini bersifat bebas dan terbuka. Peneliti bertanya kepada narasumber, kemudian dapat dijawab secara bebas tanpa terikat pada pola-pola tertentu.

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada waktu yang lalu. Data-data diperoleh melalui dokumen-dokumen yang berupa catatan formal, buku-buku, artikel, majalah, Koran, dan bahan informasi lainya yang memiliki relefansi dengan masalah penelitian serta dapat memperkaya dan mempertajam analisa analisis ini.

Sumber-sumber data yang terdapat dalam penelitian ini berasal dari sumber tertulis10 seperti buku-buku yang pernah diterbitkan oleh Yayasan Tarekat Idrisiyah yaitu: Buku yang berjudul Biografi Tokoh-tokoh Al-Idrisiyah, Hadiqotur Riyahin, Mengenal Tarekat Idrisiyah Sejarah dan Ajaranya, Haramnya Tembakau, dan buku Memahami Argumentasi Cadar atau Burgho. Melalui Koran atau majalah yang membahas tentang Aktivitas dakwah Tarekat Idrisiyah dan pemahaman-pemahaman mengenai ajaran-ajaran Tarekat Idrisiyah. Ataupun melalui Web site resmi Tarekat Idrisiyah yaitu “www.al-idrisiyyah.com”.

d. Analisa Data

9

Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. h. 137-138

10


(20)

Analisa data dalam penelitian ini lebih bersifat deskriftif kualitatif, yaitu setelah data dikategorisasikan dan diklasifikasikan sesuai aspek data yang terkumpul lalu diinterpretasikan secara logis. Dengan demikian akan tergambar sejauh manakah keefektifan dakwah yang diselenggarakan melalui tarekat, dengan melihat data-data yang diperoleh penulis melalui observasi dan wawancara, setelah itu disusun dalam laporan penelitian.

Selanjutnya di dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah ( penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang berlaku untuk seluruh UIN, STAIN, Pertais dan sejenisnya yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang diuraikan dalam penulisan ini, maka penulis membagi sistematika penyusunan penulisan ini ke dalam lima bab. Dimana masing-masing bab dibagi ke dalam sub-sub dengan rincian sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN, memuat: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB II LANDASAN TEORITIS, memuat : Pengertian Dakwah, Unsur-unsur Dakwah, yakni Dai’, Mad’u, Metode dakwah, Materi Dakwah dan Media Dakwah. Pengertian Tarekat, Tujuan Tarekat dan Macam-macam Tarekat.


(21)

BAB III GAMBARAN UMUM MAJLIS TAKLIM AL-IDRISIYAH, memuat: Majlis Taklim Al-Idrisiyah, Latar belakang Berdirinya Majlis Taklim Al-Idrisiyah, Tujuan Majlis Taklim Al-Idrisiyyah Sruktur Organisasi, Sejarah lahir dan berdirinya Tarekat Idrisiyah

di Indonesia, Ajaran-ajaran Tarekat Idrisiyah di Majlis Taklim Al-Idrisiyah, dan Sarana dan Prasarana Majlis Taklim Al- Idrisiyah.

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN, memuat tentang : Unsur-unsur Dakwah Pada Tarekat Idrisiyah, Aktivitas Dakwah Tarekat Idrisiyah di Majlis Taklim Al-Idrisiyah, Faktor Pendukung dan Penghambat Dakwah Tarekat Idrisiyah di Majlis Taklim Al- Idrisiyah.


(22)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Tinjauan Umum Tentang Dakwah 1. Pengertian Dakwah

Secara etimologis kata dakwah berasal dari Bahasa Arab, yaitu dari kata da’a, yad’u, da’watan, yang mengandung arti panggilan, ajakan, atau seruan.11 Sedangkan dalam kamus Al-Munir diambil dari kata memanggil ia, menyeru ia akan dia.12

Sedangkan secara terminologi pengertian dakwah yang dikemukakan oleh Para Ulama adalah sebagai berikut:

a. Menurut pendapat Toha Yahya Oemar, Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka dunia dan akherat.13

b. Pendapat Bakhial Khauli yang dikutip oleh Ghazali Darussalam, “Dakwah adalah satu proses menghidupkan peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan yang lain.14

11

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1998), h. 127

12

Ahmad Warsan Munawar, Al-Munir: Kamus Arab-Indonesia, ( Surabaya: Progresif, 1993 ), Cet. Ke 1, h. 27.

13

Toha Yahya Oemar, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Wijaya, 1992), Cet. Ke 5, h. 1

14

Ghazali Darussalam, Dinamika Ilmu Dakwah Islamiyah, (Malaysia: Nur Niaga, 1996), Cet 1. h. 10


(23)

c. Menurut Jamaluddin Kafie, Dakwah adalah sebagai suatu strategi menyampaikan nilai-nilai Islam kepada ummat manusia demi taat kehidupan yang imani dan realitas hidup yang Islami.15

d. Prof. Dr. M. Quraish Shihab mendefinisikan bahwa Dakwah adalah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsyafan, atau mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna.baik terhadap pribadi maupun kelompok serta kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan tata hidup bersama dalam rangka pembangunan bangsa dan umat manusia.16

e. Adapun menurut Asmuni Syukir, pengertian dakwah adalah sebagai berikut:

1. Dakwah adalah usaha atau proses yang diselenggarakan dengan sadar dan terencana.

2. Usaha yang dilakukan adalah mengajak manusia kejalan Allah, memperbaiki situasi yang lebih baik.

3. Usaha tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yakni hidup bahagia sejahtera di dunia maupun di akhirat. 17 Dari pengertian Dakwah tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya dakwah adalah usaha untuk menyeru atau mengajak manusia kepada jalan yang di ridhoi oleh Allah SWT, melalui cara atau methode

15

Jamaluddin Kafie, Psikologi Dakwah, (Surabaya: Indah, 1993), h. 29

16

Quraish Syihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Pesan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, ( Bandung: Mizan, 1998), Cet ke-17, H. 194.

17


(24)

tertentu supaya terwujud suatu pengamalan ajaran-ajaran Islam dengan baik dan benar agar mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akherat.

2. Unsur-unsur Dakwah

Berbicara tentang dakwah tidak akan lepas dengan apa yang disebut dengan unsur-unsur dakwah. Adapun unsur-unsur dakwah terdiri dari:

a. Da’i

Da’i adalah orang yang melakukan dakwah.18 Atau dapat diartikan sebagai orang yang menyampaikan pesan dakwah kepada orang lain (mad’u). Seorang dapat dikatakan da’i apabila secara keilmuan ia sudah menguasai tentang ajaran-ajaran Islam. Dari segi wawasan, intelektual, pengamalan spiritual, sikap mental dan kewibawaannya. Seorang yang disebut da’i biasanya akan terlebih matang ilmunya dibandingkan dengan mad’unya.19

Menurut Siti Muriah, da’i dibedakan menjadi dua bagian yaiu : a. Da’i dalam pengertian umum yakni seluruh pribadi muslim

menjadi da’i dalam dakwah Islamiyah.

b. Da’i dalam pengertian khusus yakni seseorang atau sekelompok orang yang menekuni ajaran Islam kemudian menyampaikan ajaran tersebut dalam bentuk penerangan, pendidikan serta peringatan-peringatan dengan tujuan agar orang yang menerima (mad’u) benar-benar dapat berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan as-Sunnah.20

18

Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: PT Ikhtiar Bar Van ouve, 1992), jilid. 2, h. 137

19

Asep Muhyidin, Metode Pengembangan Dakwah, (Bandung: Pustaka setia, 2002) h. 125

20

Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2000), Cet. Ke-1, h. 24


(25)

b. Mad’u

Mad’u dapat diartikan sebagai orang atau kelompok yang lazim disebut dengan jama’ah yang sedang menuntut ajaran agama dari seorang da’i..

Menurut A. Hasanuddin objek dakwah atau mad’u adalah orang yang diseru, dipanggil, diundang, atau diajak.21 Sedangkan menurut Mashyur Amin objek dakwah terfokus hanya pada perorangan, keluarga, masyarakat, dan umat manusia seluruhnya.22 Seorang da’i akan menjadikan mad’u sebagai objek bagi transpormasi keilmuan yang dimilikinya.

c. Metode dakwah

Kata metode berasal dari bahasa Yunani, yakni “Methodus yang mengandung arti cara atau jalan”.23 Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata metode mengandung arti “cara yang teratur dan berfikir baik-baik untuk maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya), cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”.24

21

A. Hasanudin, Rhetorika Dakwah dan Publisitas dalam Kepemimpinan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), h. 38

22

M. Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta : al-Amin Press, 1997), h. 11

23

Prent, Kamus Latin-Indonesia, (Jogjakarta: Kanisius, 1969), h. 232

24

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1986), Cet. Ke-9, h.649


(26)

Methode dakwah artinya cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi dakwah. Adapun metode dakwah yang sering dilakukan da’i dalam berdakwah anatara lain :

1) Dakwah bi al-Hikmah

Metode Hikmah mengadung makna yang sangat luas. Kata al-Hikmah sendiri di dalam al-Qur’an dalam berbagai bentuk ditemukan sebanyak 208 kali. Secara harifyah kata hikmah mengandung makna “kebijaksanaan yang sedemikian rupa”, sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan apa yang di dakwahkan, atas kemauan sendiri tidak ada paksaan, konflik, maupun rasa tertekan”.25 Dalam kegiatan dakwah metode hikmah muncul dalam berbagai bentuk, yakni “Mengenal Strata Mad’u, kapan harus berbicara, kapan harus diam, mencari titik temu, toleran tanpa kehilangan shibghah, memilih kata yang tepat, cara berpisah, uswatun hasanah, dan lisanul hal.”26

Dakwah dengan metode bil hikmah dapat memancing seseorang untuk mau mengikuti. Setiap mad’u akan terlena karena kebijaksanaan seorang da’i dalam menyampaikan ajaran Islam dan mengajak kepada kebenaran.

2) Dakwah bi al-Mau’idzoh hasanah atau Nasehat yang baik.

Berdakwah dengan memberikan nasehat-nasehat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang, sehingga

25

Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta : Pustaka Panji Mas, 1983), h. 321

26

M. Yunan Yusuf , Dalam Seminar dan Launching Buku Optimalisasi Dakwah dalam Meningkatkan Reguinitas Umat, (Jakarta : Rahmat Semesta, Februari 2004), h.7


(27)

nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu dapat menyentuh hati mad’u.27 Nasehat-nasehat dakwah yang disampaikan kepada mad’u harus dapat dirasakan bukan atas paksaan dari orang lain, akan tetapi lahir dari keinginan diri untuk mau berubah ke arah yang lebih baik.

3) Dakwah bi al-Mujaddalah

Mujaddalah yaitu “bertukar pikiran untuk mendorong agar berpikir secara tepat dan benar dengan cara yang lebih baik”.28 Beberapa bentuk metode mujadalah antara lain dakwah dengan lisan, tulisan, seni, dan bil-hal. Dakwah dengan lisan berupa ceramah, seminar, symposium, diskusi, khutbah, saresehan, dan lain-lain. Dakwah dengan tulisan berupa buku, majalah, surat kabar, spanduk, pamplet, dan lain-lain.

d. Media dakwah

Media dakwah merupakan separangkat alat yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah. Menurut Hamzah Yakub, macam-macam media dapat digolongkan menjadi lima jenis yaitu lisan, tulisan, lukisan, audio visual dan akhlak”.29 Setelah menyiapkan materi dan objek, langkah selanjutnya adalah mempersiapkan media, media apa yang hendak dipergunakan oleh da’i untuk menyampaikan isi pesan materinya. Apakah media mimbar, cetak atau media elektronik dan lain sebagainya, sesuai dengan bidang dan kehaliannya.

27

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana 2004), cet. Ke 1. h. 136

28

Said bin Ali al-Qhatani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, (Jakarta : Gema Insani Press, 1994), Cet. Ke-1, h. 10

29

Hamzah Yakub, Publisistik Islam ; Tekhnik Dakwah dan Leadership, (Bandung : CV. Di Ponogoro, 1982), Cet. Ke-2, h. 13


(28)

e. Materi Dakwah

Materi dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan oleh da’i pada mad’u. Dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi materi dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri. Sebab semua ajaran Islam yang sangat luas itu bisa dijadikan materi dakwah islam. Akan tetapi, ajaran Islam yang dijadikan materi dakwah pada garis besarnya dapat dikelompokan sebagai berikut:

a. Aqidah yang meliputi rukun iman

b. Syari’ah yang meliputi: Ibadah (Shalat, Zakat, Puasa, haji) dan Muamallah (Hukum perdata dan hukum publik)

c. Akhlak, yaitu meliputi: akhlak terhadap khalik dan akhlak terhadap makhluk.30

Adapun sumber materi dakwah adalah bersumber pada al-Qur’an dan Al-Hadits, karena keduanya sudah diyakini kebenaranya bagi setiap tindakan manusia. Oleh karena itu, materi dakwah juga meliputi hampir semua bidang kehidupan manusia.31 Sehingga bisa dipastikan tidak ada satu bagianpun dari aktifitas muslim yang terlepas dari materi-materi dakwah tersebut.

30

Aziz, Ilmu Dakwah, h. 94

31

Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah (Jakarta: Cahaya Media Pratama, 1997), Cet. Ke-18, h. 43


(29)

B. Tinjauan Umum Tentang Tarekat 1. Pengertian Tarekat

Secara etimologis kata tarekat menurut bahasa Indonesia memiliki banyak arti yaitu jalan, cara, aturan atau petunjuk.32 Sedangkan menurut istilah, Tarekat berarti perjalanan seorang salik (Pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus di tempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan.33

Banyak para ahli yang telah mengemukakan definisinya masing-masing tentang tarekat, sebagaimana yang dikutip oleh KH. Noer Iskandar Al-Basrani, MA:

a. Harun Nasution

Tarekat adalah jalan yang harus ditempuh seorang sufi dengan tujuan berada sedekat mungkin denganTuhan.

b. E. St. Harahap

Tarekat adalah jalan menuju kebenaran, ilmu kebajikan agama, persaudaraan dalam kebaktian pada kerohanian.

c. Abu Bakar Atceh

Tarekat artinya jalan petunjuk dalam pelaksanaan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, secara turun temurun sampai kepada guru-guru, sambung menyambung dan rantai berantai.

d. Syekh Al-Jurjani

Tarekat adalah jalan atau tingkah laku tertentu bagi orang-orang yang berjalan (beribadah) kepada Allah dengan melalui perantara (manajil) dan meningkat kepada tingkatan yang lebih tinggi (maqomat).34

32

Poerwadarminta, Kamus Indonesia, (Jakarta : Balai Kota 1982), h. 20

33

Ensikopedi Islam, (Jakarta. PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, vol. 4, 1997), h. 66

34

Noer Iskandar Al-Basrani, Tashawuf Tarekat dan Para Sufi, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1996), Cet. Ke 1, h. 91


(30)

2. Tujuan Tarekat

Tujuan tarekat adalah mengingat kepada Allah Swt yang dilakukan secara terus menerus (istiqamah) di setiap waktu dan kesempatan agar apresiasi cinta seseorang kepada Tuhanya dapat terealisasikan melalui zikir (mengingat Allah).

Sedangkan tujuan yang lainnya adalah sebagai berikut :

a. Dapat melatih jiwa dan memerangi hawa nafsu serta dapat membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dan diisi dengan sifat-sifat terpuji melalui perbaikan budi pekerti dalam berbagai seginya.

b. Selalu dapat mewujudkan rasa ingat kepada Allah Dzat yang Maha Besar dan Maha Kuasa atas segala-galanya melalui jalan wirid dan zikir yang serta dibarengi dengan bertafakur yang secara terus menerus dilakukan.

c. Akan timbul rasa takut yang hadir dalam diri seeorang akan perbuatan yang selalu menyebabkan lupa kepada Allah.

d. Dapat melihat rahasia dibalik tabir cahaya Allah dan Rosul-Nya secara terang benderang.

e. Akan memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang sebenarnya menjadi tujuan hidup yang hakiki yaitu Makrifatullah.35

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwasanya dengan bertarekat seseorang akan memperoleh hasil berupa ketenangan jiwa serta mendapat bimbingan langsung dari Mursyidnya melalui ziki-zikir yang selalu

35


(31)

dilantunkan di setiap waktu dan kesempatan. Dengan begitu seluruh rahasia tabir kehidupan yang menjadi rahasia Allah akan tersingkap secara bertahap.

3. Macam-macam Tarekat

Menurut Jumhur Ulama pada abad sekarang ini terdapat 41 macam tarekat, masing-masing mempunyai Syekh, kaifiat, zikir, dan upacara ritual. Di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Tarekat Qadiriyyah

Tarekat ini didirikan oleh Syeikh Abdul Qadir Zailani. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad Muhyiddin Abdul Qadir bin Musa bin Abdullah bin Husna Al-Jailani. Pengikut tarekat Qadiriyah memegang prinsip tasamuh, toleransi, sebab Syeikh Abdul Qadir Jailani menegaskan kepada mereka: “kita tidak hanya mengajak diri sendiri tetapi juga mengajak semua mahkluk Allah supaya seperti kita”.

Pokok Tarekat Qadiriah ada lima yaitu : 1) Tinggi cita-cita

2) Menjaga segala yang haram 3) Memperbaiki hidmat Tuhan 4) Melaksankan tujuan baik 5) Memperbesar karunia Tuhan 36

36

Abu Bakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat: Kajian Historis tentang Mistik (Solo, Ramadhani, 1998) , h. 5


(32)

b. Tarekat Syadziliah

Tarekat ini didirikan oleh Syeikh Abu Hasan bin Abdul Jabbar bin Hormuz Asy Syadizili Al Magribi Al Husaini Al Idrisi, keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib.

Pokok ajaran tarekat ini adalah :

1) Taqwa kepada Tuhan secara lahir dan batin

2) Mengikuti sunah dalam perkataan maupun perbuatan 3) Mecegah dengan menggantungkan nasib kepada manusia 4) Rela dengan pemberian Tuhan dalam sedikit maupun banyak 5) Berpegang kepada Tuhan pada siang dan malam.37

c. Tarekat Tijaniah

Tarekat ini didirikan oleh Sayyid Abu Abas Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar bin Ahmad Syarif At Tijani. Tarekat ini menganut prinsip tasamuh dan toleransi. Ajaran terekat Tijaniah ini amat sederhana diantaranya berupa wirid yang ringan dan wadhifah (ajaran) yang mudah dipraktekkan oleh para pengikutnya. Menurut keterangan Fazlur Rahman, terekat Tijaniah menyederhanakan sebagian besar upacara keagamaan dan memberi penekanan yang lebih besar terhadap niat dan semua perbuatan yang baik. Dan ini pula yang membantu keberhasilannya menarik simpati para calon dan pengikut.38

37

Ibid. h.11

38

Noer Iskandar Al-Basrany, Tasawuf Tarekat dan Para Sufi, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1996), Cet. Ke-1, h. 94


(33)

d. Tarekat Sanusiah

Terekat ini didirikan oleh Syeikh Abu Ahmad bin Ali Sanusi. Dasar terekat ini adalah ajaran Islam dan lapangan kerjanya mendidik umat supaya dapat mengendalikan hawa nafsu untuk keselamatannya dari dunia dan akhirat.39

e. Tarekat Rifai’iah

Tarekat ini didirikan oleh Syeikh Abu Ahmad bin Abu Al Hasan Ar-Rifa’i. Beliau adalah kemenakan dari Abdul Qadir al-Jailani dan kelahiran tarekatnya pun hampir bersamaan dengan kelahiran Tarekat Qadiriyah.

Adapun tentang ajaran Tarekat Rifa’iyah ini, Sayyid Mahmud Abu al-Fadl al-Manufi menerangkan bahwa Tarekatnya dibina atas tiga dasar yaitu :

1) Tidak meminta (sesuatu) 2) Tidak menolak dan 3) Tidak menunggu.

Al-Sya’rani meriwayatkan bahwasanya ajaran Tarekat Rifa’iyah tentang asketisme. Ini adalah landasan hal (egnosis) yang diridhai dan maqam yang disunnahkan.40

f. Tarekat Sahwardiah

Tarekat ini didirikan oleh Syeikh Abu Hasan bin Al Sahrawardi (490-563 H) dan anak saudaranya Syihabudin Abu Hafidz al-Shuhwardi al-Bagdadi (536-632).

39

Ibid, h. 93

40


(34)

Shuhrawardi adalah seorang penganut aliran Sunni, sehingga pandangannya berbeda dengan tasawuf falsafi. Baginya ma’rifah adalah menaruh kebenaran kepada perbuatan Allah. Ia diawali dengan menaruh amalan-amalan kemudian meningkat ke ahwal, dapat meningkatkan kecintaan kepada Allah Swt. Suatu cinta yang bergerak tiap detik dan hidupnya sepanjang masa. Jiwa dan badan bergerak dan berdiri dengan Allah dan sujud dihadapan-Nya. Jika hati sudah bersujud dan jiwa sudah tesungkar, maka terjadilah Mahabbah (kecintaan) antara Allah dengan manusia. Seluruh bagian badannya, tergetar dan hidup merasakan kelezatannya dengan berzikir kepada Allah.41

g. Tarekat Sammaniyah

Tarekat ini didirikan oleh Syekh Muhammad Samman atau dikenal dengan nama Syekh Siddiq al-Madani (1189-1720) di Madinah.

Tentang ajaran Sammaniyah ini oleh Abu Bakar Atjeh disebutkan diantaranya :

1. Memperbanyak shalat dan zikir 2. Berlemah lembut kepada fakir miskin 3. Jangan mencintai dunia

4. Menukarkan akal Basyariyah (kemanusian) dengan akal Rabbaniyah (ketuhanan)

41


(35)

5. Bertauhid kepada Allah dalam Dzat, Sifat, dan Af’al (perbuatanya).42

h. Tarekat Mu’tabarrah al-Nahdliyah

Terekat ini pada dasarnya bukanlah nama sebuah aliran tarekat sebagaimana institusi-institusi tarekat lainnya. Ia merupakan nama sebuah badan fedarasi di bawah organisasi massa Indonesia bernama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.

Mengingat berdirinya badan federasi tersebut pada dasarnya adalah atas prakarsa para ulama pimpinan tarekat, terutama yang duduk dalam kepemimpinan NU, maka menjadi sebuah kebiasaan bahwa pimpinan tertinggi badan federasi itu selalu para kiyai ternama selain menjadi Mursyid tarakat tertentu, juga memimpin pesantren besar ternama pula. Pada waktu itu mereka yang duduk dalam pimpinan tertinggi badan federasi antara lain :

1. K.H. Baidlawi 2. K.H. Ma’sum 3. K.H. Hafidh

(Ketiganya adalah pemimpin pesantren Lasem, Rembang, Jawa Tengah)

4. K.H. Muslih (Mranggen, Semarang)

5. K.H. Adlan Ali (Tebuireng, Jombang Jawa Tengah) 6. K.H. Arwani (Kudus, Jawa Tengah).43

42

Abu Bakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat: (Solo, Ramadhani, 1998) , h. 7

43


(36)

Sekarang ini, ketua umum badan federasi tersebut diduduki oleh Habib Luthfi, Pekalongan, Jawa Barat.

i. Tarekat Naqsabandiyah

Tarekat ini didirikan oleh Syekh Bahauddin an-Naqsabandy. Dasar tarekat ini adalah :

1) Memegang teguh I’tiqad Ahlusunnah

2) Membiasakan rukhsah dan membiasakan kesungguhan 3) Senantiasa muqorabah

4) Meninggalkan kebimbangan dunia dari selain Allah 5) Hudur terhadap Allah

6) Mengisi diri (tahalli) dengan segala sifat-sifat yang berfaedah dari ilmu agama

7) Mengihlaskan zikir

8) Menghilangkan kealfaan terhadap Allah 9) Berakhlak seperti Nabi Muhammad

Syarat-syarat untuk memasuki tarekat ini adalah : 1) I’tiqad yang sah

2) Taubat yang sungguh-sungguh 3) Menunuaikan hak orang 4) Memperbaiki kezaliman 5) Mengalah dalam perselisihan 6) Teliti dalam beradab dan sunnah 7) Memilih amal menurut syariat yang sah


(37)

8) Menjauhakan diri dari yang munkar dan bid’ah44 j. Tarekat Haddadiah

Tarekat ini didirikan oleh Syekh Abdullah Ba’lawi Haddad. Ia lahir di Tarim, sebuah kota yang terletak di Hadramaut (1044). Ia pengarang Ratib Haddad dan dianggap sah sebagai seorang wali qutub dan Arifin dalam ilmu tasawuf. Ia juga banyak mengarang kitab-kitab dalam ilmu tasawuf, di antaranya adalah kitab yang berjudul Nasahidud Diniyah (Naseha-nasehat Agama), dan Mu’awanah fi suluk Thariq Akhirah (Panduan Mencapai Hidup Akhirat)45

k. Tarekat Idirisiyah

Tarekat ini adalah salah satu organisasi tarekat yang mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1930. Orang yang pertama memperkenalkanya adalah Syekh Akbar Abdul Fatah (1884-1947), satu-satunya murid asal Indonesia yang mendapatkan bimbingan langsung dari Syekh Akbar Ahmad Syarif as-Sanusi al-Khatabi di Jabal Abu Qubais, Mekkah. Tarekat Idrisiyah pertama kali di dirikan oleh Syarif Ahmad bin Idris’ Ali al-Mashishi al-Yamkhi al-Hasmi (1760-1837 M) pada awal abad 19 M. Tidak sebagaimana lazimnya, penamaan Idrisiyah bukanlah disandarkan pada nama pendirinya, melainkan pada nama ayah dari pendirinya. Bahkan bila dirunut lebih jauh lagi, Tarekat Idrisiyah sudah tumbuh sejak abad ke-18 M dengan peletak dasarnya adalah Syekh Abdul Aziz Ad-Dabbagh (1717 M).

44

Ibid, h. 84

45


(38)

Sebelum dinamakan Tarekat Idrisiyah, Tarekat Idrisiyah bernama Tarekat Sanusiah yang didirikan oleh Muhammad Ali As-Sanusi. Dari beliau, tongkat kepemimpinan Tarekat Sanusiah kemudian dilimpahkan kepada putranya yang bernama Muhammad Al-Mahdi. Pada periode berikutnya, Muhammad Al-Mahdi menyerahkan mandat kepada keponakanya yang bernama Syekh Akbar Syarif As-Sanusi. Dari beliaulah Syekh Akbar Syekh Abdul Fatah menerima pengajaran sekaligus mandat ”Khalifah” Tarekat Sanusiah kemudian di bawa ke Indonesia oleh Abdul Fatah tahun 1930. dikarenakan dan mengingat kondisi politik Indonesia pada saat itu tidak kondusif untuk pengembangan dakwah Tarekat Sanusiah yaitu adanya kecurigaan dari penjajah Belanda pada nama Sanusiah oleh karena kesamaanya dengan gerakan perlawanan terhadap penjajahan bangsa barat (Prancis) di Al-Jazair. Kemudian K.H. Abdul Fatah mengganti nama Tarekat Sanusiah menjadi Tarekat Idrisiyah. Selanjutnya Bendera Tarekat Idrisiyah inilah yang kemudian dikibarkan Syekh Abdul Fatah di Indonesia.46

46

Pengurus Yayasan Al-Idrisiyah, Mengenal Tarekat Idrisiyah, Sejarah dan Ajarannya, (Jakarta : Al-Idirsiyah, 2003), h. 90


(39)

BAB III

GAMBARAN UMUM MAJLIS TAKLIM AL-IDRISIYAH

A. Majlis Taklim Al-Idrisiyah

1. Latar belakang Berdirinya Masjid Taklim Al-Idrisiyah

Majlis Taklim Al-Idrisiyah ini adalah salah satu cabang (Zawiyah) dari Tarekat Idrisiyah yang paling besar dan paling tua di antara Zawiyah-zawiyah yang lainya, dan sebagai Sekertariat Pusat Tarekat Idrisiyah di wilayah Jabodetabek. Karena majlis taklim ini dirintis dan didirikan oleh Syekh Akbar Abdul Fattah sebagai pembawa Tarekat Idrisiyah yang di bawah dari Jabal Abi Gubais Mekkah Pada Tahun 1930. Majlis Taklim Al-Idrisiyah terletak di wilayah Jakarta Pusat, tepatnya di Jln. Batutulis XIV, No 4-5, Juanda 3, Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat. Sedangkan pusat dari Tarekat Idrisiyah itu sendiri bertempat di Pondok Pesantren Fathiyyah


(40)

Al-Idrisiyah (FADRIS), JL. Raya Ciawi, No 79, Pagendingan, Jatihurip, Cisayong, Tasikmalaya, Jawa barat.47

Pada awal mulanya didirikan majlis taklim al-Idrisiyah ini berbentuk bangunan rumah sederhana dan kecil, yang dijadikan tempat pengajian di kalangan keluarga Syekh Akbar Abdul Fattah. Yang di tempati Majlis Taklim Al-Idrisiyyah ini dulu merupakan hasil wakaf dari Para murid-murid Syekh Akbar Abdul Fattah yang simpati dan setia kepada beliau. Dan kebanyakan dari mereka adalah para Tokoh-tokoh dan jawara-jawara yang berpengaruh di wilayah tersebut.

Sementara sebagian tokoh-tokoh dan para jawara yang pada awal mulanya menolak ajaran tarekat Idrisiyah, seiring dengan waktu semakin banyaknya jamaah tarekat Idrisiyah yang berdatangan dari berbagai daerah dan wilayah ke Batutulis, dan pada akhirnya tokoh-tokoh dan jawara yang ada di sekitar Batutulis bersimpati dan bergabung menjadi murid Syekh Akbar Abdul Fattah.48

2. Tujuan Majlis Taklim dan Dzikir Al-Idrisiyyah

Tujuan berdirinya majlis taklim al-Idrisiyah adalah untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam secara murni dan totalitas, dan sebagai media untuk berdakwah dan ibadah yaitu menyampaikan nilai-nilai dakwah

47

Wawancara Pribadi dengan Ustd. Tatang Akhyar MD Wakil Ketua Harian Majlis Taklim Al-Idrisiyah, Jakarta 18 Juli 2007.

48

Wawancara Pribadi dengan Ustd. Tatang Akhyar MD Wakil Ketua Harian Majlis Taklim Al-Idrisiyah, Jakarta 18 Juli 2007.


(41)

kepada orang banyak dan mengajak kepada manusia untuk beribadah kepada Allah SWT melalui pendekatan dan ajaran Tarekat Idrisiyah.49

Pada intinya berdirinya majlis taklim dan Dzikir Al-Idrisiyah adalah sebagai syi’ar dakwah, karena penyampaian dakwah pada masa dahulu tantangannya berbeda dengan dakwah sekarang. Dan pada zaman dahulu masih jarang ada majlis taklim. Walaupun ada, jaraknya sangat jauh sampai puluhan kilometer bahkan ratusan kilometer yang berada di Jakarta. Walaupun sudah ada masjid, belum tentu masjid tersebut ada majlis taklimnya. Selain itu juga, tujuan lain dari didirikannya majlis taklim al-Idrisiyah ini adalah ingin mengembangkan nilai-nilai agama dari sisi pendekatan yang berbeda. Dengan menggunakan pendekatan tashawuf. Walaupun pada akhirnya sekarang dikembalikan lagi kepada khittohnya (asalnya). Ilmu tashawuf itu adalah Dinul Islam sendiri, dan Dinul Islam itu sendiri adalah rangkaian birokrasi Ilahiah ( Sistem kepeminpinan yang berada di tarekat Idrisiyah).50

B. Struktur Organisiasi Majlis Taklim dan Dzikir Al-Idrisiyah

Organisasi merupakan kekuatan ummat yang disusun dalam kesatuan dan berbentuk persatuan mental maupun spiritual serta fisik maupun materil di bawah satu komando satu pimpinan, sehingga akan dapat melaksanakan tugas

49

Wawancara Pribadi dengan Ustd. Tatang Akhyar MD Wakil Ketua Harian Majlis Taklim Al-Idrisiyah, Jakarta 18 Juli 2007.

50

Wawancara Pribadi dengan Ustd. Tatang Akhyar MD Wakil Ketua Harian Majlis Taklim Al-Idrisiyah, Jakarta 18 Juli 2007.


(42)

dengan lebih terarah, jelas motivasi, arah dan targetnya serta jelas tahapan kegiatanya.51

Begitu pula dengan majlis taklim al-Idrisiyah yang dibawah naungan Yayaan Tarekat Al-Idrisiyah, untuk menunjang kelancaran jalannya setiap kegiatan dan pengelolaan yang ada di majlis taklim yang dimaksud, maka dibentuklah struktur organisasi sebagai media kepengurusanya.

Dengan demikian, jika organisasi kepengurusan telah dibuat dan diberlakukan untuk setiap pihak yang bersangkutan melalui wadah musyawarah, maka kecil kemungkinan dalam pelaksanaan setiap kegiatan akan mendapatkan kesulitan yang lebih besar.

Adapun struktur organisasi dari majlis taklim al-Idrisiyyah adalah sebagai berikut:

SRUKTUR ORGANISASI MAJLIS TAKLIM AL-IDRISIYAH 52

51

Tutty Alawiyah AS. Strategi Dakwah di Lingkungan Masjid Taklim. ( Bandung : Mizan, 1997), Cet. Ke-1. h. 64

52

Dokumentasi Yayasan Al-Idrisiyah

Ketua

Ir. Irfan Budiono

Sekretaris

Faisal M. Daud Almon Kalbuadi

Bendahara

Abdullah Sidik Romdoni S.Kom

Wakil Ketua

Tabib Tatang Akhyar, MD

Kabid Peribadatan dan Dakwah

Akhmad Sholeh, S.Ag

Kabid Pendidikan dan Pengembangan SDM

TB. Tatang Akhyar. MD

Kabid Perekonomian dan Kesejahteraan

Herizal, S.E

Kabid Umum

Cecep Syarif Hidayatullah

DKM Ruslan Keanggotaan dan Kaderisasi Luthfi M.Ag Kozis

Almon Kalbuadi, S.T

Pelayanan Masyarakat


(43)

STRUKTUR YAYASAN AL-IDRISIYYAH.53

53

Dokumentasi Yayasan Al-Idrisiyah

Majlis Taklim

M. Fakhrurrozi, M.T

Pendidikan

Ir. Ubun Bunyamin

Koperasi / Tenaker

Yuki Ariawan

Humas / Hal

Drs. Hayumi Jam’un

Media Elektronik

UU. Fatah Husain

Pemuda ORSB

Dedi Sukmono Hartono Jufri Imanto Subandi

Wakaf & Invent dan Aset M. Yahya Sidik

Media Cetak

Zuftazani, B.A

Wira Usaha


(44)

C. Sejarah Lahir dan Berdirinya Tarekat Idrisiyah.

Tarekat Idrisiyah adalah salah satu organisasi tarekat yang mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1930-an. Orang yang pertama memperkenalkanya tarekat ini adalah Syekh Akbar Abdul Fatah (1884-1947), satu-satunya murid asal Indonesia yang mendapatkan bimbingan langsung dari Syekh Ahmad Syarif as-Sanusi al-Khatabi di Jabal Abu Qubais, Mekkah.54

Sebelum dinamakan tarekat Idrisiyah, tarekat Idrisiyah bernama tarekat Sanusiah yang didirikan oleh Muhammad Ali as-sanusi. Dari beliau, tongkat kepemimpinan Tarekat Sanusiah kemudian dilimpahkan kepada putranya yang bernama Muhammad Al-Mahdi. Pada periode berikutnya,

54

Yayasan Al-Idrisiyah, Mengenal Tarekat Idrisiyah, Sejarah dan Ajaranya, (Jakarta:Al-Idrisiyah 2003) h. 90


(45)

Muhammad Al-Mahdi menyerahkan mandat kepada keponakannya yang bernama Syekh Akbar Syarif As-Sanusi. Dari Syekh Akbar Syarif As-Sanusi itulah, Syekh Akbar Syekh Abdul Fattah menerima pengajaran sekaligus mandat”Khalifah”55

Tarekat Sanusiah kemudian dibawa ke Indonesia oleh K.H. Abdul Fatah tahun 1932. Dia menerimanya dari Syekh Ahmad Syarif as-Sanusi(1875-1933) di Jabal Abu Qubais (Mekkah). Kemudian mengingat kondisi politik Indonesia pada saat itu tidak kondusif untuk pengembangan Dakwah tarekat Sanusiah, yaitu adanya kecurigaan dari penjajah Belanda terhadap nama Sanusiah oleh karena kesamaannya dengan gerakan perlawanan terhadap penjajahan bangsa barat (Prancis) di Al-Jazair. Hal ini sesuai dengan pendapat Prof. Husnul Aqib Suminto dalam bukunya yang berjudul Politik Islam Hindia Belanda yang menulis:

Sejak lama dikalangan masyarakat Belanda di Indonesia telah terdapat rasa ketakutan terhadap tarekat, karena mereka yakin bahwa gerakan tarekat akan bisa di pergunakan oleh peminpin-peminpin panatik sebagai basis kekuatan untuk memberontak. Kehkawatiran semacam ini nampak jelas pada peristiwa Cilegon Banten 1888 dan peristiwa Garut 1919.56

Juga seperti yang diungkapkan Snouck Hurgroneye, penasehat Pemerintah wilayah jajahan dalam wawasan agama, sebagaimana dikutip Delier Noor :

55 Ibid.h. 92

56


(46)

Syekh dan pengikut-pengikutnya itu merupakan musuh yang sangat berbahaya bagi kekuasaan Belanda, sekurang-kurangnya sama bahayanya dengan orang-orang golongan Sanusi terhadap kekuasaan Prancis di Al-zajair.57

Kemudian K.H. Abdul Fatah mengganti nama tarekat Sanusiah menjadi tarekat Idrisiyah. Bendera tarekat Idrisiyah inilah yang kemudian dikibarkan Syekh Akbar Abdul Fatah di Indonesia.58

D. Ajaran-ajaran Tarekat Idrisiyyah di Majlis Taklim Al-Idrisiyah

Mengingat Tarekat itu sendiri merupakan bentuk praktis tashawuf, maka aktifitas tarekat lebih dominan atau hanya menitik beratkan pada ajaran dan praktek Sufistik

Adapun ajaran-ajaran Tarekat Idrisiyah yang dilaksanakan di Majlis Taklim Al-Idrisyah adalah sebagai berikut:

1. Dimensi Eksoterik (satu fiqih)

Setiap aliran terekat mempunyai ciri khas dalam ajaran-ajarannya. Ajaran tarekat Idrisiyah tidak hanya mengajarkan acara-acara ritual guna ma`rifat kepada Allah, seperti dzikir, suluk atau yang lainnya, tetapi juga menekankan pada masalah fiqh Islam bahkan dapat dikatakan tarekat ini telah

57

Delier Noor, Gerakan Modern Islam di Indonesia, ( Jakarta: LP3ES, 1994). h. 24

58

Untuk mendapatkan menyeluruh tentang sejarah dan berdirinya Tarekat Idrisiyah, bisa di lihat dalam Buku Biografi Tokoh-tokoh Al-Idrisiyyah karangan Lukmana S Ag. Atau di Web site resmi www.al-idrisiyyah.com tentang Tokoh Tarekat.


(47)

membangun mazhab sendiri (satu fiqh, satu dzikir). Di antara ajaran tarekat Idrisiyah dalam dimensi Eksoterik (Nahiyah Dhawahiri) adalah:

a. PandanganTerhadap Mazhab

Sebagai pewaris tarekat Sanusiyah dan Idrisiyah, pendapat-pendapat yang dianut oleh jama`ah tarekat Idrisiyah sebagian berasal dari pemikiran-pemikiran yang dirintis dan dikembangkan oleh Ahmad bin Idris dan Muhammad bin Ali as-Sanusi. Keduanya juga menyeru umat, terutama para ulama, untuk melakukan ijtihad dan tidak bertaklid kepada mazhab yang manapun.

Imam mazhab dalam tarekat Idirsiyah adalah Syeikh Akbar. Bahkan Syekh Akbar bukan hanya imam dalam masalah syari`at (fiqhiyyah/ushuliyyah) saja, namun juga secara lebih luas dalam masalah

thariqat dan haqiqat. Prinsip yang dipegang dalam menyelesaikan

permasalahan fiqh adalah Al-Muhafadatu ala qaulil qadim wal-akhdu bil qauli syekh (mengakui pendapat/ijtihad ulama terdahulu namun mengambil pendapat/ijtihad Syekh mursyid sekarang). Pendapat syekh merupakan pendapat atau ijtihad yang harus diamalkan namun pendapat syeikh tersebut tentunya banyak merujuk kepada pendapat ulama terdahulu.59

Mazhab-mazhab yang dirujuk tarekat Idrisiyah mencapai 18 buah, selain mazhab yang empat (Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hambali). Akan tetapi yang dipentingkannya adalah pertimbangan keserasiannya (relevansi dan kontekstualitasnya) dengan permasalahan yang dicarikan jawabannya, tanpa

12

Salim B. Pili, Tarekat Idrisiyah”Sejarah dan Ajarannya” (Tesis) (Yogyakarta: IAIN Sunan kalijaga 1998) h. 126-127


(48)

membedakan apakah pendapat tersebut berasal dari mazhab ini atau itu. Sebagai hasil ijtihad kebenaran suatu pendapat tidak tergantung kepada masyhur tidaknya mazhab tersebut dalam suatu mazhab tertentu, serta tidak pula membatalkan atau dibatalkan oleh hasil ijtihad imam-imam mazhab lainnya. Lebih lanjut, pendapat-pendapat yang telah di pilih sebelumnya itu sewaktu-waktu dapat pula di tinggalkan untuk kemudian digantikan dengan pendapat lainnya manakala terjadi ‘illa-‘illat (masakah-masalah) tertentu.60

Di tinjau dari ilmu Fiqih, pandangan dan sikap demikian di namakan tafliq (elektik) dan intiqal (berpindah-pindah dari satu mazhab ke mazhab yang lainnya dalam suatu masalah). Kendati telah menolak pendapat yang menganggap Tarekat Idrisiyah ber-tafliq dan ber-intiqol. Syekh Akbar Muhammad Dahlan menyatakan, ketika membahas suatu permasalahan ia tidak hanya merujuk pendapat saja, melainkan juga bersama dalil-dalil dan cara istinbath mereka. Jadi dengan kata lain, yang diambil itu bukan hasil ijtihadnya (Fiqih)-nya saja, melainkan metodologinya (Ushul Fiqih)-nya.61

b. Salat Sunnah Berjamaah dan Digabungkan

Apabila di kalangan umum kaum muslimin salat sunnah yang dilaksanakan secara berjamaah tertentu kepada Salat dua hari raya (I‘daini) tarawih, shalat istisqo, sholat gerhana, (kusf dan khusf).

Di kalangan tarekat Idrisiyah, salat-salat rawatib, witir, tasbih, dan shalat hajat juga dilaksanakan secara berjama`ah. Tujuan utamanya disamping

60

Ibid, h. 128

61

Yayasan Al-Idrisiyah, Mengenal Tarekat al-Idrisiyyah, Sejarah dan Ajarannya. (Jakarta : al-Idrisiyah 2003), hal. 103-104


(49)

mengharapkan ganjaran berjama`ah, juga untuk mendidik murid-murid awam (baru) agar membiasakan salat-salat sunnah tersebut.62

Adapun kitab yang dijadikan bahan rujukan para ulama tarekat Idrisiyah antara lain bersumber dari: Khazinatul-Asrar karya Sayyid Muhammad Haq an-Nazili, halaman 38, Fawaidul-Makkiyah karangan Sayyid Alwi bin Assegaf, halaman 150, Bughzatul-Mustarsyidiin karangan Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar, halaman 67, Syarah Safinatun-Naja karangan Syekh Nawawi al-Bantani, halaman 87, Ibanatul-Ahkam karangan Hasan Sulaiman an-Nury, juz II halaman 34.63

Disamping salat-salat sunnah yang dijama`ahkan, ada sepuluh macam shalat sunnah yang lain dalam satu niat. Pelaksanaan dua salat dalam satu niat ini dinamakan “tadakhal”, shalat-shalat yang boleh di gabungkan pelaksanaannya tersebut adalah:

1. Salat sunnah tahiyyat al-masjid 2. Salat sunah Ihram

3. Salat sunnah thawaf

4. Salat sunnah Wudhu

5. Salat sunnah Ghaflah (karena kelupaan) 6. Salat sunnah Istikharah

7. Salat sunnah Hajat

8. Salat sunnah Zawal

9. Salat sunnah Qudum (datang dari suatu perjalanan)

62

Ibid, h. 63

63


(50)

10.Salat sunnah Safar (akan berpergian).64

c. Salat Jum`at

Syekh Akbar mengambil pendapat Imam Malik yang mengatakan bahwa waktu pelaksanaan salat jum`at itu dari waktu shalat Dzuhur sampai sekitar pukul lima sore. Dengan demikian bagi seorang muslim yang karena alasan tertentu, seperti tidak diizinkan meninggalkan kesibukan kerja yang mempertahankan nafkah hidupnya, salat Jum`at dapat dilaksanakan usai jam kantor. Dengan mengumpulkan beberapa teman sekerja yang sama-sama belum melaksanakan shalat Jum’at, shalat Jum`at dilaksanakan sebagaimana lazimnya, ada khutbah dan jama`ahnya.65

Pendapat Imam Malik di atas di pegang untuk memberi kesempatan bagi banyak umat yang demi mencari nafkah, tak dapat meninggalkan pasar, kantor pabrik, perusahaan tempat mereka kerja pada saat pelaksanaan salat Jum`at. Dari pada tidak melaksanakan salat Jum`at sama sekali, atau harus mendapatkan sanksi diberhentikan dari kerja (PHK).

d. Tata Cara Berpakaian a). Pakaian Jama`ah Pria

Salah satu ciri khas pakaian yang dikenakan jama`ah tarekat Idrisiyah adalah celana panjang, jubah atau ghamis, dan peci semua berwarna putih, ditambah selempang atau selendang berwarna hijau. Mereka menganggap sunnah penyeragaman putih-putih ini dikenakan manakala menunaikan shalat,

64

Ibid, h. 64-65

65

Dewi Nurjulianti, “Menelusuri Tarekat Idrisiyah di Pagendingan, Tasikmalaya” dalam jurnal `Ulumul Qur`an no. 1 vol V (tahun 1994). H. 102


(51)

wirid dan dzikir. Disamping menjadi identitas yang membedakan komunitas lain, yang paling utama adalah karena ada hadits yang memerintahkan pemakaiannya dan mengabarkan bahwa Rasulullah saw memakai pakaian putih-putih tersebut dan juga bila terkena kotoran akan segera kelihatan jelas.

Dalil-dalil Naqlinya antara lain sebagai berikut: 1. Al-Qur`an, surat al-`Araf (7): 31

-" ی

./ %

01

2 "ی3

'"

456

7'* ﻡ

6

8

9

: ﺕ

<ﻥ>

9

?@Aی

:

B

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” 2. Pendapat-pendapat para ulama tentang pakaian, celana, ghamis, peci,

sorban, dan selempang di rujuk dari kitab-kitab: Bughyatul-Mustarsyidin, halaman 86-87, Irsyadul-`Ibad, halaman 49, dan Utsmu-Ainain, halaman 103.66

Selain pakaian putih para pria juga disunnahkan memelihara jenggot. Hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Bukhari, serta beberapa hadits senada riwayat Muslim, memerintahkan kaum muslimin untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis tipis-tipis sebagai ciri pembeda (identitas) dari kaum musyrikin:

66

Uwes Fatoni, Pengaruh Perilaku Keagamaan Penganut Tarekat Terhadap Interaksi Sosialnya Dengan Masyarakat (Studi Tarekat Idrisiyah Pagendingan Tasikmalaya) (Tesis) (Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati 2005), h. 105


(52)

“Dari Umar r.a, Rasulullah saw bersabda : “Bedakanlah (penampilan kalian dari ) kaum musyrikin, panjangkan jenggot kalian dan cukurlah kumis tipis-tipis. (HR. Bukhori).”

Keterangan pendapat para imam mazhab yang empat dan para ulama lainya tentang masalahan memelihara jenggot ini di rujuknya dari kitab Bughyatul-Mustarsyidin karya Muhammad bin Husain bin Umar halaman 20 dan kitab al-Ibad fi Mudhari al-Ibtida’ karya Dr. Mahfudz, halaman 408.67

b). Pakaian Wanita

Kaum wanita jama’ah tarekat Idrisiyah boleh memakai busana dengan model seperti busana muslimah sekarang asal tidak tembus pandang dan tidak pula memperlihatkan lekuk tubuh mereka. Bagi kalangan tarekat Idrisiyah, aurat wanita meliputi seluruh tubuhnya termasuk muka, dada dan kedua telapak tangan. Karena itu jemaah wanita tarekat Idrisiyah untuk menutupi seluruh tubuhnya dengan mengenakan cadar (burgho).

Cadar di kalangan wanita Idrisiyah di kenal dengan nama burgho’ (burqu’) atau jilbab.68 Dan inilah salah satu ciri khas dari ajaran tarekat Idrisiyah. Dalam bahasa Arab terdapat banyak kata lain yang semakna dengan kata niqab (cadar), yaitu burqu’, bukhnuk, lifanu, waswasu dan junnah.

Dasar pemakaian cadar atau Burgho bagi mukminat tercantum dalam:

67

Ibid, h. 106

68

Pemakaian cadar telah menjadi identitas wanita Tarekat Idrisiyah. Pemikiran tentang cadar atau Burqho’ ini telah terangkum dalam satu buku Memahami Argumentasi Cadar atau Burqho’ (Jakarta: Idrisiyah, 2001)


(53)

1. Al-Qur’an surat al-Ahzab (33): 59

C?ی ی

?-D"

5&

Eﺝ 3#

Eﺕ "

% ﻥ

"ﻡG

ﻥ'ی

C

CD ﺝ

E H

ﻥ/

: Iی

:

یHGی

6

<

$J K(

$ J

B

“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.”

2. Hadits tentang kisah al-ifki, aisyah menutup wajahnya dengan jilbab. Riwayat bukhari dan Muslim.

3. Pendapat ulama yang menyatakan bahwa aurat wanita adalah seluruh badannya, termasuk wajah dan kedua telapak tangannya diambil dalam kitab safinah an-naja halaman 49 serta kitab sulam at-taufiq halaman 66.69 e. Hukum Merokok

Merokok adalah prilaku yang sangat biasa dan tampak wajar bagi kehidupan keseharian masyarakat di Indonesia, juga di negeri Islam lainnya. secara sosial, seorang pria dewasa merokok dapat temui di tempat-tempat umum dan lingkungan kerja. Bahkan dalam perspektif agama Islam, yakni secara umum hanya dihukumi sebagai makruh (dibenci) dan tidak masuk dalam kategori haram. Tetapi lain halnya dengan ajaran tarekat Idrisiyah yang mengandung pilar-pilar kemaslahatan duniawi dan ukhrawi. Di antara ajarannya adalah menganjurkan para penganutnya untuk berusaha belajar tidak merokok, merokok bagi tarekat Idrisiyah hukumnya adalah haram. Disamping merugikan kesehatan dan orang lain, juga berakibat jauhnya ridha

69

Mengenal Thariqat Idrisiyyah Sejarah dan Ajaranya, (Jakarta : al-Idrisiyah 2003), h. 54-60


(54)

Allah. Hal tersebut tidak selaras dengan firman Allah Ta’ala yang mengatakan:

C?ی ی

ی0

"ﻡ %

6#ﺕ

2 ﻡ

2"

5L D

>

2ﺕ

$MJ *ﺕ

7N ﺕ

2"ﻡ

2 Kﻥ

>

<

6

2

$ J

Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah Maha penyayang kepada dirimu sendiri” (An-Nisa’ : 29)

Dan juga firman-Nya:

Kﻥ

-:

5 Dﺱ

<

2ی'ی#

>

2 C

"

>

<

?@Aی

" A

Artinya :“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah

kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. (al-Baqarah: 195).

Menurut Dr. Kartono Muhammad, Setiap batang rokok yang di bakar, akan mengeluarkan 4000 jenis bahan kimia. 40 diantaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitroogen oksida, hydrogen sianida serta ammonia.70

Dan terdapat 7 alasan menurut penganut tarekat Idrisyah sehingga menyebabkan rokok diharamkan :

1. Memabukan dan membahayakan

2. Menyia-nyiakan harta dan memubadzirkannya 3. Menganggap kotor baunya/baunya tidak enak

4. Menyakiti orang lain dengan sebab bau yang tidak enak 5. Berlebih-lebihan

70 Kartono Muhammad, “Merokok dan Kesehatan” dalam Harian Pelita, (22 September 2000).


(55)

6. Melalaikan Dzikir kepada Allah Ta’ala

7. Sangat dikhawatirkan Su’ul Khatimah (jelek akhir hayatnya).71

Pada tanggal 27-30 November 1976 para ulama tarekat Idrisiyah dari Jawa dan Sumatera menyelenggarakan acara musyawarah di Pesantren Fadris Pagendingan yang menghasilkan keputusan bahwa hukum merokok adalah haram.

f. Hukum Bunga Bank

Syekh Akbar M. Daud Dahlan menyatakan bahwa bunga bank adalah halal. Hal ini bertentangan dengan fatwa yang telah dikeluarkan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang menyatakan bahwa bungan bank itu haram, karena dianggap riba. Alasan Syekh Akbar menyatakan bahwa bunga bank adalah halal karena 3 hal:

1. Idrisiyyah sepakat bahwa riba yang berlipat ganda adalah haram. Kategori bunga bank yang didefinisikan oleh para ulama sebagai riba tidak relevan dengan kondisi ilmu perekonomian sekarang, karena uang dimasa sekarang sudah menjadi komoditi yang diperdagangkan, bunga bank merupakan buah dari hasil hubungan perdaganagan, karena uang yang ada di bank dikaryakan dalam berbagai bentuk usaha yang dilakukan bank. Maka menurut beliau bunga bank masuk ke dalam kategori jual beli. 2. Nilai dan fungsi uang di zaman sekarang berbeda dengan masa dahulu

(zaman Nabi saw). Pada masa dahulu uang apabila disimpan dalam jangka waktu yang lama tidak mengalami perubahan, sedangkan sekarang uang yang ditanam dalam bentuk modal (invest) akan berkembang sesuai dengan naik turunnya pendapatan yang dihasilkan dari pengembangan uang yang disimpan.

3. Pengertian riba yang diharamkan menurut al-Qur’an adalah yang berlipat ganda (adha’fan mudha’afah). Kapasitas berlipat disini setara dengan 100% atau lebih. Alasan riba pada zaman Nabi Saw haram adalah karena sifatnya memberatkan. Bunga bank disatu sisi tidak memberikan perkara

71

Hukum Haramnya Merokok atau Tembakau Telah Terangkum Dalam Satu Buku “Tinjauan mengenai Haramnya Tembakau” (Jakarta: Idrisiyah, 2001)


(56)

yang memberatkan kepada para nasabah, bahkan memberikan keuntungan.72

Menurut kalangan jema’ah tarekat Idrisiyyah, keuntungan lebih besar yang di peroleh Bank dari Nasabahnya bukanlah dasar unsur merugikan bagi pihak nasabah. Merupakan hal yang wajar jika pihak Bank yang bertindak aktif dalam memutarkan atau mengembangkan uang itu sebagai modal usaha mempunyai peran yang lebih besar dalam menentukan persentase keuntungan (fee) yang di kategorikan sebagai bunga. Namun hakekat sebenarnya adalah berupa jasa investasi nasabah.

Para ulama terdahulu dan sekarang memang telah sepakat bahwa yang namanya riba itu adalah haram. Namun yang menjadi permasalahan di sini adalah apakah bunga Bank itu dikategorikan sebagai Riba? Nabi sebenarnya mengungkapkan kepada kita bahwa riba yang dianggap sebagai pinjaman yang mengandung pertambahan nilai itu sebenarnya diberlakukan bagi kebutuhan yang bersifat konsumtif seperti makanan. Berbeda dengan aplikasi pinjaman uang (modal) yang bersifat Produktif (untuk usaha), bukanlah di kategorikan sebagai Riba.

Ekses riba (sebagaimana yang dilarang oleh al-Qur’an) itu memberatkan pihak yang meminjam (memegang harta), namun pada kenyataanya pihak peminjam dan pemegang modal didasari oleh rasa suka sama suka yang keduanya saling menguntungkan. Tarekat Idrisiyah melihat

72


(57)

Bunga Bank itu diformulasikan sebagai jasa investasi bagi nasabah, sehingga istilah Bunga titak sama dengan Riba.73

2. Dimensi Esoteris (Satu Dzikir) a. Guru dan Murid

Guru (mursyid) adalah pemandu awal dan langsung bagi murid dalam menempuh dalam ruhaninya. Melalui mata rantai spiritual (silsilah)-nya, guru akan mengantarkan murid-muridnya menuju bimbingan Rasulullah yang menjadikan utama mereka. Dengan demikian memiliki bimbingan guru secara tak langsung atau hakikinya adalah memiliki hubungan ruhani dengan Nabi Muhammad saw.

Mursyid di tarekat Idirsiyah dikenal dengan gelar “Syekh Akbar”. Gelar Syekh Akbar yang diletakan di depan nama adalah gelar kehormatan yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada Sultan Auliya pilihan pda zamannya, bukan semata-semata ungkapan pujian atas suatu kelebihan dari murid-muridnya. Kalimat Syekh Akbar merupakan Dakwah Mursyidah, yang diungkapkan seperti mengajak semua manusia untuk mencari tahu siapakah yang dikatakan sebagai ‘Syekh Akbar’ itu dan siapakah Guru Mursyid sebenarnya (haqiqi), yang merupakan pilihan Rasulullah SAW pada setiap zamannya. Sehingga meskipun ia berada di belahan bumi manapun, maka

73


(1)

atau di Pasilitasi untuk menanyakan tentang perkara-perkara atau permasalahan-permasalahan yang tidak bisa dipahami atau di

perselisihkan. 2. Metode Tanya Jawab. Metode ini hanya dilakukan antara Murid/Jemaah dengan Para Ustad/Ajengan saja ketika Ustad sedang menyampaikan ceramah. 3. Metode Mudzakaroh (Diskusi) yaitu yang dilakukan antara Jemaah dengan jemaah yang membahas tentang permasalahan-permasalahan keilmuan ataupun kehidupan. 4. Methode Mengajak Untuk Beramal. Maksudnya Pengurus atau Syekh Akbar menganjurkan kepada Murid atau Jemaah untuk banyak-banyak beramal. Dan para pengurus menyediakan Medianya seperti ZIS (Zakat,Infaq dan sedekah), dan GAWAT (Gerakan Wakaf Tunai).

9. Tanya : Melalui Media apa saja Dakwah yang dilakukan Tarekat Idrisiyah di Majlis Taklim ini?

Jawab : 1. Melalui MADING (Majalah Dinding). Mading tersebut bertempat di depan Majlis Taklim Al-Idrisiyah, berfungsi untuk memberikan Informasi kepada Para Jamaah dan simpatisan. 2. Melalui Buku-buku yang di buat dan di cetak oleh Pengurus Yayasan Tarekat Al-Idrisiyah. 3. Mengirimkan beberapa Artikel-artikel ke beberapa Wartawan media, baik Majalah, Koran, ataupun Surat kabar. 4. Melalui Website resmi Tarekat Idrisiyah (www.al-idrisiyyah.com), ataupun melalui relasi E_mail berbagai jemaah yang berada di wilayah Jabodetabek maupun di luar dari jemaah tarekat Idrisiyah

10.Tanya : Apa saja kegiatan Atau aktivitas-aktivitas Dakwah Tarekat Idrisiyah di Masjd Taklim Al-Idrisiyah ini?

Jawab : Aktivitas dakwah Tarekat Idrisiyah di Majlis Taklim ini antara lain: 1. Mengadakan Pengajian mingguan rutin yang dilaksanakan pada malam Jum’at dan hari minggu. Adapun yang mengikuti dan menghadiri Pengajian tersebut bukan hanya para murid dari jemaah tarekat


(2)

saja, melainkan dari warga sekitar yang simpati dan tertarik untuk mengikuti pengajian tersebut. Dan waktu pelaksanaan pengajiannya yaitu pada malam Jum’at dilaksanakan pada Pukul 19.30 (ba’da Isya)-sampai pukul 11.30, sedangkan pelaksanaan Pengajian pada hari Minggu dilaksanakan dari Pukul 09.00-sampai 02.00 siang.

2. Mengistikomahkan (rutinitas) berdzikir berjamaah di masjid Al-Fattah setelah melakukan sholat wajib yaitu setiap ba’da Magrib sampai Isya, dan Ba’da Subuh sampai Sholat sunnah Isyrok.

3. Selain Dakwah internal yang dilakukan tarekat Idrisiyah, juga dilakukan secara personal yaitu mengajak teman-teman atau rekan kerja daripada murid-murid tarekat Idrisiyah untuk mengikuti dan mengetahui bagaimana sebenarnya ajaran Tarekat Idrisiyyah. Dan pada akhirnya banyak dari mereka yang tertarik dan masuk menjadi Murid Tarekat Idrisiyah.

4. Mengadakan acara Tabligh dan Dzikir Akbar setiap peringatan Hari-hari besar Islam, seperti peringatan Muharram, Isra Mi’raj, dan Maulid Nabi yang dihadiri oleh Murid jemaah tarekat dari wilayah/zawiyah-zawiyah yang ada di Jabodetabek dan Masyarakat sekitar Majlis Taklim. 5. Mengadakan Tadabbur alam (Safari Dakwah) ke tempat-tempat Rekreasi atau alam bebas seperti pantai Pangandaran, pantai Carita Sukabumi, dan pantai Pulau seribu Jakarta, dengan mengadakan kegiatan Tabligh dan Dzikir Akbar yang di ikuti oleh para jamaah tarekat dari berbagai wilayah (Zawiyah), bukan hanya dari zawiyah Jabodetabek saja, akan tetapi dari berbagai zawiyah yang tersebar di Pulau Jawa dan luar Jawa.

6. Memberikan konsultasi agama dengan melayani masyarakat atau jemaah tarekat itu sendiri yang ingin mengkonsultasikan masalahnya terutama hal-hal yang bersifat spiritual.

11.Tanya : Apa saja faktor pendukung Dakwah Tarekat Idrisiyah di Majlis Taklim Al-Idrisiyah ini?


(3)

Jawab : 1. Ajaran Tarekat Idrisiyah bersifat Logis, sesuai dengan Nalar. Dan ajaranya bisa diterima oleh setiap kalangan, baik dari kalangan bawah, menengah, sampai kalangan atas.

2. Respon yang baik dari masyarakat setempat dalam memberikan dukunganya berupa moril maupun materil dalam setiap kegiatan yang dilakukan Tarekat Idrisiyah di Majlis Taklim Al-Idrisiyyah.

3. Ajaran Tarekat Idrisiyah tidak menafikan (Meninggalkan) kegiatan dan aktivitas Duniawi, yang kebanyakan orang beranggapan bahwasanya ajaran tarekat akan melupakan urusan dunia dan Ortodok. Akan tetapi di tarekat Idrisiyah beranggapan urusan dunia penting untuk bekal nanti ke akherat. Akan tetapi orang tersebut harus bisa mempertanggung jawabkan apa yang dihadapi dan dilakuknya, sehingga banyak orang yang tertarik untuk masuk Tarekat Idrisiyah

4. Tarekat Idrisiyah mendapatkan dukungan Strategis dan dikenal baik oleh Tokoh-tokoh masyarakat sekitar dan Aparat Pemerintahan. Bahkan dari mereka ada yang menjadi murid Tarekat Idrisiyyah.

5. Tarekat Idrisiyah memiliki Sarana Pendidikan baik itu sekolah, madrasah, dan Pondok pesantren yang berada di Tasikmalaya. Dan ini salah satu Faktor pendukung Dakwah Tarekat.

6. Ada Donatur dari para Jamaah dan simpatisan yang selalu membantu dalam setiap melakukan kegiatan Dakwah Tarekat

12.Tanya : Apa saja faktor Penghambat Dakwah Tarekat Idrisiyah di Majlis Taklim Al-Idrisiyah ini?

Jawab :

f) Jauhnya jarak rumah para jama’ah dengan Majlis Taklim sehingga sedikit menyulitkan para Jamaah untuk berkonsulidasi Dakwah Idrisiyyah di Majlis taklim.

g) Faktor belum meratanya ekonomi di kalangan Jemaah Tarekat Idrisiyyah, sehingga ketika ada kegiatan atau Syiar Dakwah Tarekat


(4)

banyak para jemaah yang tidak bisa ikut dikarenakan keterbatasan ekonomi mereka.

h) Ada Sebagian masyarakat di sekitar lingkungan majlis taklim yang kurang empati dan menjaga jarak terhadap kegiatan tarekat, sehingga mereka enggan untuk ingin tau dan bergaul dengan sekitar.

i) Kurangnya SDM (Sumber daya Manusia) yang berkualitas di Majlis taklim ini, dikarenakan banyak Murid yang berkualitas tersebar di berbagai daerah atau Zawiyah-zawiyah.

j) Karena dilingkungan Majlis Taklim masih banyak dikuasai oleh orang-orang Cina dan Non-Muslim, sehingga ajaran tarekat tidak bisa masuk kepada mereka.

13.Tanya : Apa saja solusi yang digunakan Tarekat Idrisiyah dalam Penghambat Dakwah Tarekat di Majlis Taklim Al-Idrisiyah?

Jawab :

a) Mengenai masalah jauhnya jarak antara tempat tinggal para jama’ah dengan Majlis Taklim Al-Idrisiyah, maka di tempat daerah jemaah tersebut mengadakan pengajian rutin yang pengajiannya di isi oleh Syekh Akbar secara bergiliran.

b) Lemahnya ekonomi merupakan salah satu penghambat dari Syiar Dakwah, maka dari pada itu Syekh Akbar menganjurkan kepada jemaahnya untuk mencari dunia (harta), melalui bidang usaha atau sebagainya, akan tetapi harus diseimbangkan dengan urusan Akhirat. c) Adapun tentang sebagian masyarakat di lingkungan Majlis Taklim

yang kurang empati terhadap kegiatan-kegiatan dakwah tarekat di Majlis Taklim ini, Syekh akbar tidak memaksakan mereka untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan di Majlis Taklim ini, akan tetapi jemaah tarekat tetap berhubungan baik dengan mereka.

d) SDM (Sumber daya manusia) yang berkualitas merupakan salah satu faktor pendukung dan penunjang dalam syiar Islam. Itulah yang


(5)

sedang di upayakan oleh Tarekat Idrisiyah untuk mencetak murid atau jemaah yang berkualitas dengan cara meningkatkan program pendidikan melalui Pondok Pesantren, Sekolah dan Madrasah yang berada di Tasikmalaya.

e) Adapun mengenai tentang banyaknya orang Cina atau orang-orang non-Muslim yang berada di sekitar Majlis Taklim ini, dikarenakan letak wilayah majlis taklim ditengah perkotaan, akan tetapi jemaah tarekat Idrisiyah tetap berhubungan baik dengan mereka, Selagi tidak ada yang dirugikan.

Responden

(Ustd. Lukmana S.ag )


(6)