Peran majlis taklim dalam meningkatkan keberagaman Ibu-ibu rumah tangga : studi kasus Forum komunikasi Majlis Taklim (FKMT) majlis At-Taqwaa Bintaro Jakarta Selatan

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Islam memandang penting arti pendidikan dan menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, serta orang-orang yang berilmu. Islam juga mengajarkan tingginya derajat ibu sebagai sang pendidik sebab keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan pendidikan yang pertama dan kedua orang tua (bapak dan ibu) adalah pendidik kodrati, secara kodrati ibu dan bapak diberi anugerah oleh Tuhan dengan naluri, dengannya timbul rasa kasih sayang para orang tua kepada anak-anak mereka, hingga secara moral mereka merasa terbeban tanggung jawab untuk memelihara, mangawasi dan melindungi serta membimbing keturunan mereka. Oleh karena kebersamaan ibu dalam keluarga yang lebih banyak porsinya bila dibandingkan dengan ayah maka sering muncul suatu ungkapan bahwa kemajuan suatu umat atau bangsa ditentukan oleh wanita-wanitanya.

Pernyataan tersebut bukannya tanpa alasan, hal itu disebabkan pentingnya peran ibu sebagai pendidik dalam rumah tangga terutama pada anak-anaknya, sebagaimana kita ketahui bersama, pembentukan seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang tidak sedikit, dimulai dari keluarga, lingkungan, kemudian pendidikan yang mempengaruhinya. Dalam kenyataannya banyak sekali faktor yang ikut membentuk pribadi individu yang menjadi anggota dalam masyarakat, baik faktor psikologis, sosial, ekonomi, politik, dan seterusnya, di luar atau selain nilai-nilai keagamaan.1 Semua itu berawal dari keluarga yang

1


(2)

menjadi tonggak dan pondasi dari pembentukan pribadi seseorang. Keluarga adalah satu-satunya situasi yang pertama dikenal anak baik pra-natal maupun post natal.2 Keluarga adalah elemen pembentuk yang paling dekat dengan kehidupan seseorang, aktifitas keseharian seorang anak ketika sebelum dia berinteraksi dengan lingkungannya bahkan sebelum berinteraksi dengan pendidikan di sekolahnya, terlebih dahulu seseorang akan berinteraksi dengan keluarganya.

Sejalan dengan kompleksitas kegiatan yang digeluti oleh ibu rumah tangga, dengan sederetan fungsi strategis yang dijalani sehingga menimbulkan pengaruh pada intensitas keberagamaan mereka. Dapat dikatakan; ibu rumah tangga di Indonesia pada umumnya adalah seorang yang mengabdikan hidupnya pada keluarga, dengan pengabdian yang demikian kompleks, tentunya separuh dari aktifitas mereka tersita oleh urusan rumah tangga hal itulah yang kemudian mempengaruhi penurunan intensitas pada keberagamaan mereka.

Pemaparan di atas juga menjadi alasan dan motivasi yang membentuk religiusitas intrinsik kaum ibu, dan religius intrinsik merupakan cara beragama yang memikirkan komitmen terhadap agama secara saksama dan memperlakukan komitmen tersebut dengan sungguh-sungguh sebagai tujuan akhir, macam religiusitas ini beroperasi dalam pusat kepribadian dan “membanjir” seluruh kehidupan dengan motivasi dan arti

Beberapa ibu rumah tangga sering tidak menyadari hal itu, banyak di antara mereka tidak mengkondisionalkan diri mereka sebagai individu yang punya kehidupan beragama, bahkan terkadang kesibukan aktifitas rumah tanggga mereka

2

Koestoer Partowisastro, Dinamika Psikologi Sosial,(Jakarata: ErLangga, 1983), cet. 1, h. 50.


(3)

membuat kondisi emosional dan psikologis mereka mengalami penurunan yang berdampak pula pada penurunan keberagamaan. Berkaitan dengan hal tersebut, dibutuhkan suatu lembaga atau bahkan individu yang mampu berperan bagi peningkatan keberagamaan mereka.

Untuk mengatasi problematika tersebut, sebagai manusia yang telah matang seorang ibu secara naluriah mulai mencari solusi dari nilai-nilai dan norma-norma yang terkandung dalam Islam. Kondisi seorang ibu dalam menerima suatu nilai sangat dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat dari dalam, baik emosional maupun psikologis, para ibu biasanya lebih cendrung tertarik pada pengetahuan yang dikemas dalam bentuk yang sesuai dengan karakter dan kepribadian ibu rumah tangga, artinya sistim pengajaran dalam transformasi ilmu pengetahuan diharapkan melalui sebuah warna yang “seragam” dengan kepribadian kaum ibu, harapan tersebut ada pada keberagaman yang teraktualisasi pada kegiatan ritual maupun non ritual yang ada pada Majlis Taklim..

Keberagamaan dalam penelitian sosial keagamaan lebih dikenal dengan religiusitas. Sedangkan religiusitas itu sendiri lebih bersifat personal, yaitu melihat aspek-aspek yang berada di dalam hati nurani, lebih mengarah pada nilai-nilai keagamaan yang diyakini oleh individu, kemudian diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.3

Agama mempunyai elemen-elemen yang dibutuhkan sebagai solusi dari problematika setiap manusia, sebab bagaimanapun juga agama berfungsi mengidentifikasikan individu dengan masyarakat, menolong individu dalam

3

. Masri Singarimbun dan Sofyan effendi, Metodologi Pnelitian Survei (Jakarta: LP3Es, 1989) Cet. Ke-1, h. 127.


(4)

ketidakpastian, menghibur, mengaitkannya dengan tujuan-tujuan masyarakat, memperkokoh nilai-nilai moral, memperkuat kesatuan dan stabilitas masyarakat dengan mendukung pengendalian sosial, menopang nilai-nilai yang sudah mapan dan menyediakan sarana untuk mengatasi kesalahan dan keterasingan.4

Selain hal-hal yang telah tersebut di atas, keberadaan kaum ibu yang dibatasi dengan kesibukan rumah tangga, umur, atau bahkan keterbatasan ekonomi, membutuhkan sebuah lembaga yang mampu meningkatkan intensitas keberagamaan mereka dengan metode dan materi yang sesuai dengan waktu dan kegiatan yang lebih fleksibel, sehingga mampu menjadi pertimbangan dan dianggap dapat memenuhi tuntutan mereka dalam kebutuham keberagamaan tanpa meninggalkan aktifitas rumah tangga mereka yang padat.

Majlis taklim adalah sebuah lembaga non formal yang selama ini hadir di tengah-tengah masyarakat dengan peran aktifnya. Untuk itu penulis bermaksud melihat potensi dari sebuah Majlis Taklim dengan membuat sebuah skripsi yang berjudul “Peran Majlis Taklim dalam meningkatkan Keberagamaan Ibu Rumah Tangga ” Studi Kasus; Forum Komunikasi Majlis Taklim (FKMT) Masjid AT-Taqwa Rw. 09 Bintaro Jakarta Selatan

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar skripsi yang penulis susun tertata dengan baik dan berhubungan dengan judul maupun temanya, maka perlu dijelaskan pembatasan masalahnya sebagai berikut:

4

Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problema Remaja,


(5)

a. Kehidupan keberagamaan Jamaah atau anggota FKMT yang penulis maksud adalah segala hal yang berkaitan dengan manifestasi dari dimensi-dimensi keberagamaan, menyangkut ritual, keyakinan, pengamalan-pengamalan ajaran dan sebagainya sebagai suatu hal empiris yang menjadi objek dari sosiologi .

b. Peran FKMT terhadap peningkatan keberagamaan jamaah yang penulis maksud adalah; upaya-upaya FKMT melalui berbagai kegiatan dan ritual-ritual keagamaan serta penanaman nilai-nilai Islam yang mampu meningkatkan intensitas keberagamaan jamaah yang terlanjur pluktuatif bahkan mengalami penurunan disebabkan aktifitas sehari-hari dan kesibukan yang menyita waktu jamaah.

2. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah yang telah penulis tentukan, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

Bagaimana Peran Majlis Taklim dalam meningkatkan keberagamaan ibu-ibu Rumah Tangga di lingkungan Kelurahan Bintaro?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang penulis lakukan antara lain:

a. Mengetahui efektifitas Majlis Taklim terhadap keberagamaan ibu-ibu Rumah Tangga serta dampaknya terhadap keluarga.


(6)

b. Mencari jalan keluar atas kesulitan-kesulitan yang ada pada ibu-ibu Rumah Tangga anggota Majlis Taklim tersebut, sehingga dapat mengembalikan efektifitas keberagamaan mereka.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang penulis harapkan antara lain:

a. Bagi penulis; dapat menambah wawasan, pengalaman, dan pengetahuan tentang materi atau kajian yang dibahas

b. Bagi pembaca; dapat memberi informasi tentang masalah sosial yang berhubungan dengan objek yang diteliti

c. Bagi pihak ibu-ibu Rumah Tangga dan Majlis Taklim; dapat memberi sumbangan pemikiran, yang selanjutnya diharapkan dapat menjadi masukan untuk lebih maju dan berkembang.

D. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Penelitian lapangan (Field Research), yaitu melakukan penelitian langsung ke- lapangan untuk memperoleh informasi mengenai berbagai gejala yang ada kaitannya dengan masalah atau tema skripsi yang diambil. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian lapangan adalah sebagai berikut:

a. Teknik Observasi

Peninjauan secara langsung ke Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09 Keluran Bintaro Jakarta Selatan sebagai


(7)

objek penelitian. Pengamatan tersebut dilakukan sepanjang penulisan skripsi ini. Penulis melakukan pengamatan pada jamaah Majlis Taklim yang masing-masing memiliki pekerjaan berbeda. Pengamatan dilakukan mulai dari aktifitas keseharian para ibu-ibu Rumah Tangga anggota Majlis Taklim di lingkungan tempat tinggal, sampai pengamatan yang dilakukan pada kegiatan berkala yang diadakan di Majlis Taklim. Penulis berusaha berinteraksi sedekat mungkin dan mengikuti aktifitas sehari-hari ibu-ibu Rumah Tangga anggota Majlis Taklim, sehingga senantiasa tercipta keakraban. Beberapa data baik data primer maupun data sekunder berhasil Penulis dapatkan, data itu berupa kegiatan keseharian yang dilakuakan jamaah dalam rumah tangga yang menyangkut aktifitas sehari-hari, bagaimana perilaku keberagamaan yang terjadi pada responden, kemudian data-data tentang majlis taklim dan segala kegiatan serta materi yang dikaji, sampai kepada sejauh mana peran kegiatan tersebut dalam meningkatkan keberagamaan.

b. Teknik wawancara

Pengumpulan data dengan cara mewawancarai beberapa anggota atau jamaah (FKMT) Masjid AT-Taqwa Rw. 09 Keluran Bintaro Jakarta Selatan dengan sebelas orang sebagai responden, sepuluh orang dari jamaah anggota dan satu orang yang merupakan Pembina majlis taklim, dari total anggota jamaah yang mencapai


(8)

100 orang. Materi wawancara meliputi seputar kehidupan sehari hari baik sosial maupun ekonomi sampai kepada perilaku keberagamaan baik ritual maupun moral serta pandangan mereka tentang keberagamaan yang terjadi pada mereka dan keluarga. Pengumpulan data yang penulis lakukan menggunakan teknik tak berstruktur, yaitu penulis tidak menempatkan pertanyaan yang baku, akan tetapi Tanya jawab berlangsung secara bebas dan terbuka. Dengan menggunakan beberapa alat Bantu seperti recorder, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi sekecil mungkin bias yang dapat terjadi dalam pengumpuolan data, sehingga diusahakan diperoleh data yang sesuai dengan fakta di lapangan. c. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan salah satu langkah paling penting untuk memperoleh temuan-temuan hasil penelitian, dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah dengan metode analisis deskriptif. Analisis penelitian ini didasarkan pada penggambaran secara objektif terhadap tema-tema penelitian dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh objek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motifasi, tindakan. datanya diperoleh melalui wawancara dan pengamatan, serta data-data dokumen milik Majlis Taklim, sperti AD/ART dan lain-lain untuk kemudian dianalisa dan digabungkan dengan data yang lain. Kemudian data yang


(9)

diperoleh dideskripsikan dengan kalimat-kalimat yang diharapkan dapat dimengerti oleh pembaca.

2. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu menelaah buku-buku yang relevan dengan pembahasan agar diperoleh informasi dan data-data yang tepat.

Pedoman yang digunakan dalam penulisan ini adalah buku pedoman penulisan skripsi, tesis, dan disertasi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Sistematika Penulisan

Adapun pembahasan skripsi ini dibagi menjadi lima bab dan masing-masing bab dibagi menjadi beberapa sub pokok bahasan dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Kajian teoritis. Bab ini membahas tentang Majlis Taklim dan unsur-unsurnya, fungsi Majlis Taklim, teori-teori dan studi yang berkaitan dengan keberagamaan, arti peran, , serta kondisi sosial ekonomi kaum Jamaah Majlis Taklim.

Bab III Gambaran umum Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid At Taqwa, membahas latar belakang berdirinya Majlis Taklim, tujuan dan struktur organisasinya, visi dan misi,Keadaan Geografis dan Demografis lingkungan sekitar dan Kelurahan Bintaro , serta


(10)

keberagamaan dan keadaan sosial ekonomi dan ibu-ibu Rumah Tangga anggota atau jamaah Majlis Taklim.

Bab IV perilaku keberagamaan dan Peran Majlis Taklim terhadap keberagamaan ibu-ibu Rumah Tangga anggota Majlis Taklim, serta peran majlis Taklim dalam pendidikan ibu-ibu Rumah Tangga anggota Majlis Taklim .


(11)

BAB II

KERANGKA TEORITIS A. Pengertian Peran

Peran mempunyai kaitan yang sangat erat dengan status (kedudukan), walaupun terlihat berbeda tetapi keduanya sangat mempunyai hubungan erat, sebab seseorang dapat dikatakan berperan manakala seseorang tersebut mempunyai kedudukan atau status.

Peran atau sering juga disebut role, peran adalah seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu tertentu yang mempunyai kedudukan sosial tertentu. Menurut David Berry harapan merupakan hubungan dari norma-norma Sosial, oleh karena itu dapat dikatakan; peran itu ditentukan oleh norma dalam masyarakat, berarti seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaan dan tingkah laku.1

Peran sangat erat kaitannya dengan status atau kedudukan, sebab bagaimanapun juga seseorang tidak akan mampu mempunyai pengaruh hingga dapat berperan tanpa adanya kedudukan atau status. Seseorang dikatakan berperan karena seseorang tersebut mempunyai status. Peran yang penulis sebutkan didepan berkaitan dengan individu. Tapi yang akan penulis bicarakan adalah peran suatu lembaga pendidikan non formal. dalam hal ini majlis taklim sebagai pendidikan yang berdiri dari kemauan dan kebutuhan masyarakat khususnya masyarakat RW. 09 Kelurahan Bintaro, dan tidak diselenggarakan oleh lembaga tertentu.

1

N. Grass WS. Massa dan AW. MC . E achen, “Explorations Role analysis” dalam David Berry Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. 3, h. 99-100.


(12)

Peran sebagai sebuah konsep dalam ilmu sosial tak dapat di bandingkan dari partikel dasar dalam ilmu fisika. Tak mungkin membuat daftar semua peran dalam masyarakat tertentu karena tak ada prinsip yang jelas dalam menentukan posisi sosial: pada akhirnya menjadi sebuah pertanyaan apakah pejalan kaki sebagai sebuah peran?. Sepanjang masyarakat menyadari bahwa peran mereka dan orang lain dalam masyarakat menduduki posisi yang memiliki berbagai hak dan kewajiban dan perilaku mereka tidak dapat dipahami tanpa mengacu pada berbagai ekspektasi mereka tentang bagaimana seharusnya mereka berperilaku dalam berhadapan dengan manusia. Peneliti bisa saja menanyai para anggota masyarakat mengenai ekspansi atau keterlibatan mereka; peneliti juga bisa mengobservasi perilaku mereka dan menarik kesimpulan tentang ekspansi atau keterlibatan mereka; bahkan peneliti dapat melakukan kedua hal ini dan mendapatkan bahwa; apabila ekspansi ini tidak terpenuhi maka mereka tidak selalu melakukan sebuah pelanggaran serius untuk menghadiri perilaku aktual, konsep peran adalah sebuah permukaan yang harus dilengkapi konsep terkait lainnya yang dapat memberinya nilai kegunaan yang lebih besar.2

Sama dengan peran individu, peran suatu lembaga juga didasarkan pada statusnya, Majlis Taklim sebagai lembaga pendidikan non formal dalam artian tidak terikatnya pada lembaga formal yang ada, dengan segala nilai-nilai dan norma yang dipikulnya, dengan status seperti itu maka majlis taklim menjadi sandaran bagi sebagaian kelompok masyarakat, ditambah lagi dengan status education yang melekat padanya, dengan serentetan status tersebut secara

2

Machiavelli, World Sytem diterjemahkan Haris Munandar dkk. Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Edisi II, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet.I, h. 334.


(13)

otomatis seperangkat harapan tertuju pada lembaga itu, dalam hal ini adalah Majlis Taklim. Majlis taklim diharapkan dapat menjadi lembaga yang berpengaruh dan berperan menambah wawasan, pengetahuan serta memperbaiki akhlak atau moral masyarakat dengan materi-materi yang bersumber dari ajaran Islam.

B. Gambaran tentang Majlis Taklim 1. Pengertian Majlis Taklim

Majlis Taklim secara historis bermula dari tradisi pada zaman rasul, ketika itu Rasul juga sering mengadakan pengajaran-pengajaran secara periodik, namun dalam bentuk halakah-halakah, yaitu; para sahabat duduk mengelilingi rasul, dan mendengarkan materi-materi yang diajarkan oleh Nabi Muhammad S.A.W. pada waktu itu Rasul sering menyelenggarakan halaqah tersebut secara periodik di rumah sahabat Arqom.3

Majlis Taklim merupakan gabungan dari dua kalimat Bahasa Arab dalam susunan “idhofah”, berasal dari kalimat “majlis” dan “taklim”. Majlis berarti tempat duduk, sedangkan “taklim” berarti menahukan atau membuat tahu atau mengajar, berdasar kata tersebut maka “majlis taklim ” berarti wadah atau tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, di dalamnya terdapat orang yang belajar yaitu “jamaah” kemudian terdapat juga guru atau “ustadz” serta meteri yang diajarkan, berikut dengan sarana dan prasarananya, serta terdapat tujuan dari pembelajaran tersebut.4

3

H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 118-119

4


(14)

Definisi yang tersebut di atas lebih condong pada pengertian secara etimologi atau bahasa, tetapi lebih mendalam, sebab di dalam definisi tersebut telah disebutkan secara terperinci mengenai beberapa unsur dalam majlis taklim namun tidak secara spesifik menunjuik materi yang diajarkan.

Sedangkan definisi mengenai majlis taklim secara lughowiyah (bahasa) semata berupa; tempat untuk melaksanakan pengajaran atau pengajian Islam.5

Musyawarah Majlis Taklim se-DKI memberikan batasan sebagai berikut; majlis taklim adalah lembaga pendidikan non formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri yang diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jamaah yang relatif banyak dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun, dan serasi antara manusia dengan Allah S.W.T., antara manusia dan lingkungannya dalam rangka membina masyarakat bertakwa pada Allah S.W.T.6

Definisi-definisi yang telah dipaparkan di atas memberikan gambaran bahwa MajlisTaklim adalah berasal dari Bahasa Arab, majlis taklim merupakan lembaga pendidikan non formal yang mengajarkanj materi-materi ke-Islaman dengan tujuan-tujuan yang berkenaan dengan masalah sosial kemasyarakatan dan pembentukan ketakwaan kepada Allah S.W.T.

5

Kordinasi Dakwah Islam, Pedoman Majlis Taklim, (Jakarta: Kordinasi Dakwah Islam, 1996), h. 5.

6


(15)

2. Unsur-Unsur dalam Majlis Taklim

a. Da’i,

Da’i adalah seorang muslim yang memiliki syarat-syarat dan kemampuan tertentu yang dapat melaksanakan pengajian agama dengan baik.7sebagai unsur pokok, keberadaan Da’i sangatlah penting, sebab proses belajar mengajar tidak akan berjalan tanpa adanya seorang da’I dalam Majlis Taklim. Menjadi seorang da’I tidaklah semudah menjadi seorang guru atau pengajar yang lain, sebab keberadaan da’I sangat identik dengan agama sehingga nilai-nilai ajaran yang ada harus senantiasa melekat padanya, seorang da’I tidak bisa hanya memberikan ceramah-ceramah dan panduan belaka, tetapi seorang da’I harus terlebih dahulu mengamalkan atau melakukan apa yang menjadi materi dalam pengajaran-pengajarannya. Sebab dai juga merupakan orang yang mengajak kepada orang lain secara langsung dengan kata-kata, perbuatan atau tingkah laku ke arah kondisi yang baik menurut al Qur’an dan al Sunnah.8

b. Jamaah atau Objek Dakwah

Secara tidak langsung jamaah sebagai objek dakwah adalah tujuan utama diselenggarakannya suatu pengajian dalam Majlis Taklim, sebab materi-materi keagamaan yang diajarkan, semata-mata bertujuan agar mampu meresap atau difahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari para jamaah, hingga individu yang ada sebagai jamaah diharapkan mampu menjadi individu yang

7

Hamzah Ya’qub, Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership, (Bandung: CV. Diponegoro, 1973), cet. 11, h. 36.

8

Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah, (Surabaya: Al Ikhlas, 1994), h. 57.


(16)

berakhlak atau bermoral serta ber-etika Islami sesuai dengan al Quran dan al Sunnah.

c. Materi Pengajian

Yang dimaksud sebagai materi pengajian adalah ajaran Islam itu sendiri, yaitu; semua ajaran yang datang dari Allah yang dibaca oleh Rasulullah untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia yang berada di muka bumi.9

Majlis taklim sebagai lembaga pendidikan non formal yang identik dengan Islam, tentunya mengajarkan materi-materi yang memang bersumber dari ajaran Islam sebagai materi pokok, meskipun dalam perkembangannya banyak pengetahuan lain yang diajarkan yang berkaitan dengan aktifitas ibu rumah tangga dan sosial kemasyarakatan.

d. Media Pengajian

Agama sebagai alat objektif yang menjadi saluran untuk menggabungkan ide dengan umat, suatu elemen yang vital dan merupakan urat nadi dalam totalitas dakwah atau pengajian.10 Selain agama media tersebut bisa juga berbentuk dalam barang, orang, tempat, atau kondisi tertentu dan sebagainya, sebab media bisa juga diartikan sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pengajian yang telah ditentukan.

e. Metode Pengajian

Yang dimaksud dengan metode pengajian adalah cara yang telah diatur dan berpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Atau suatu ikhtiar atau

9

Anwar Masy’ari, Studi tentang Ilmu Dakwah, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), h.19.

10


(17)

upaya untuk menemukan cara atau jalan yang harus ditempuh.11 Dalam hal ini matode yang diterapkan oleh Majlis Taklim tidak sama dengan metode yang ada pada lembaga-lembaga pendidikan formal.

3. Fungsi Majlis Taklim

Berbicara mengenai fungsi dari majlis Taklim tentunya tidak bisa dilepaskan dari inti pokok yang menjadi tujuan utama dari Majlis Taklim, yaitu; nilai-nilai dan syariat yang dibawa oleh Islam. Islam sebagai sebuah agama,

Fungsi agama dalam perspektif sosiologi, tidak dapat dilepas dari tantangan-tantangan yang dihadapi manusia, sebagaimana beberapa definisi tentang agama yang telah penulis kemukakan, dan tantangan-tantangan manusia dikembalikan dalam tiga hal: ketidakpastian, ketidakmampuan, dan kelangkaan.12 Dengan demikian agama mempunyai beberapa fungsi.

Dalam merealisasikan fungsi-fungsi dari agama tersebut ajaran-ajaran atau nilai dalam sebuah agama yang masih berbentuk ajaran baku atau ajaran asal kemudian mengalami interpretasi dari bermacam-macam kebudayaan, dan salah satu dari interpretasi agama tersebut adalah melembaganya ajaran agama dalam masyarakat, salah satu hasil dari budaya tersebut adalah Majlis Taklim, sehingga Majlis Taklim secara garis besar menuntun manusia kepada fungsi agama, dan hal itu menunjukan bahwa Majlis Taklim Juga mempunyai fungsi yang sama dengan agama disamping beberapa fungsi khusus yang lain.

Majlis Taklim adalah sebagai lembaga dakwah yang memberi bimbingan, penyuluhan, pengajaran kepada masyarakat dengan tujuan agar tercipta

11

Saifudin Zuhri, Unsur Politik dalam Dakwah, (Bandung: Al Maarif, 1982), h.170.

12

Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983) Cet. Ke-1, h. 38


(18)

kemaslahatan umat, yang didasarkan pada ajaran ta’awun dan ruhama yaitu kasih sayang dan tolong menolong.13 Karena dasar dari majlis Taklim adalah Kasih Sayang dan Tolong menolong, maka Majlis Taklim mempunyai fungsi menumbuhkan kepekaan sosial dan solidaritas sosial.

Sebagai lembaga pendidikan tentunya Majlis Taklim mempunyai fungsi edukatif, dengan mengarahkan anggota atau jamaahnya pada nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam, dengan mengajarkan materi-materi yang berkaitan dengan hubungan sosial kemasyarakatan, ibadah yaitu hubungan manusia dengan Allah, serta muamalah yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan manusia dan lingkungannya. Semua itu mempunyai tujuan agar jamaah dapat memperoleh pemahaman terhadap ajaran agamanya, kemudian meyakini segala ajaran dari agama dan diharapkan mampu mengamalkan atau menjalankan secara istiqamah atau konsisten, artinya melanggengkan secara kontinyu amalan-amalan yang telah mereka jalankan.

Selain itu majlis taklim juga mempunyai fungsi ukhuwah atau persaudaraan. ukhuwah atau persaudaraan mencakup kesamaan suatu unsur yang dimiliki manusia, yang dengan hal itu manusia merasa mempunyai kesamaan rasa dan terjadi ikatan emosional, merasa satu rasa, dan satu nasib.14 Berdasarkan kriterianya ada empat macam ukhuwah, yaitu; Ukhuwah Ubudiyah ketundukan kepada Allah, Ukhuwah Insaniah: Manusia semua bersumber dari ayah ibu (bersaudara), Ukhuwah Wathaniah Wa Nasab: persaudaraan yang berdasar pada

13

Hisbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada) Cet. 1, h. 94.

14


(19)

keturunan dan kebangsaan, Ukhuwah fi al din al Islam: Perasaidaraan yang berdasar pada kesamaan muslim.

Dengan pengajaran materi-materi Keislaman, anggota atau jamaah dikuatkan rasa keislamannya, sehingga yang terjadi rasa persaudaraan menjadi semakin menguat, pengajaran tersebut menimbulkan kesadaran identitas mereka yang semakin menguatkan rasa ukhuwah tersebut.

C. Agama dan Keberagamaan 1. Pengertian Agama

Sekurang-kurangnya ada empat sumbangan pemikiran yang mendominasi pada tulisan-tulisan atau karya-karya antropologis mengenai agama yang diselesaikan sejak perang dunia kedua, empat pemikiran itu adalah; Durkheim tentang hakikat yang kudus, metodologi verstehen dari Weber, paralel antara ritus pribadi dan ritus kolektif yang dikemukakan oleh Freud, dan eksplorasi Malinowski tentang perbedaan antara agama dan akal sehat.

Ada begitu banyak pengertian atau definisi tentang agama, masing-masing mengartikannya secara berbeda, dan menurut pandangan masing-masing, ada yang mengartikan agama melalui sudut pandang teologis, sosial, filsafat, dan lain-lain. Agama yang saya artikan di sini lebih kepada generalisasi dari banyaknya definisi yang ada. Agama secara mendasar dan umum dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur manusia


(20)

dengan dunia gaib, khususnya dengan tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan manusia dengan lingkungannya.15

Kemudian definisi kedua yang penulis kutip adalah dari pengertian agama yang dikemukakan oleh Geertz, karena bagaimanapun juga ia seorang sosiolog sekaligus antropolog yang definisinya mengenai agama menjadi kajian yang cukup hangat dan banyak diperbincangkan sampai kini dalam diskusi-diskusi formal ataupun non formal. Ia mendefinisikan agama sebagai “sebuah sistim simbol yang berlaku untuk menetapkan suasana hati dan motifasi-motifasi yang kuat, yang meresapi, dan tahan lama dalam diri manusia dengan merumuskan konsep-konsep mengenai suatu tatanan umum eksistensi dan membungkus konsep-konsep ini dengan semacam pancaran faktualitas, sehingga suasana hati dan motifasi-motifasi itu tampak khas realistis.”16

Dari dua definisi yang penulis sebutkan, agama dipandang murni dari sudut antropologis dan sosiologis, sehingga dari kedua definisi di atas memandang agama sebagai sebuah hasil dari kebudayaan, yang mana dalam sosiologi, kebudayaan dan agama memiliki fungsi yang hampir sama; yaitu sebagai pengetahuan bagi manusia, yang pada hakikatnya keduanya bertugas menggolong-golongkan, meramu atau merangkaiakan simbol-simbol untuk berkomunikasi dan menghadapi lingkungannya.

.

15

Parsudi Suparlan, “Pendekatan Kebudayaan Terhadap Agama,”dalam Pelatihan Wawasan Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Dosen Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Depag, R.I., 26 November 1994, h. 1.

16


(21)

Dari sudut teoritis, hal ini membawa kita pada persoalan kemungkinan hubungan yang saling mendukung antara kenyataan rohaniah dengan sistim perilaku. Tentunya hal ini berkaitan dengan “etos kerja.” .Etos adalah aspek evaluatif, yang bersifat menilai. Maka dalam hal ini bisa dinyatakan apakah yang dilakukan oleh para pekerja, yang secara lebih khusus, usaha komersial adalah naluri untuk memenuhi kebutuhan hidup atau seperti yang diungkapkan Karl Marx dalam teori kapitalnya merupakan dorongan keagamaan17. Dan bagaimana fenomena keagamaan pada pekerja urban yang cendrung mengarah pada penurunan kualitas keberagamaan?.apakah agama yang ada pada para pekerja urban tidak mampu memberi motifasi, bahkan sebaliknya?

2. Fungsi Agama

Berdasarkan pada perspektif sosiologi agama sebagai sebuah kontrol sosial dengan nilai-nilai yang dibawanya mempunyai fungsi mendasar yang melatar belakangi tujuan sebuah agama, fungsi itu berupa:

a. Fungsi Edukatif

Agama diangggap dapat memberikan pengajaran yang otoritatif, bahkan dalam hal-hal yang “sakral” tidak dapat salah. Masyarakat mempercayakan anggota keluarganya kepada instansi agama dengan keyakinan bahwa mereka sebagai manusia di bawah bimbingan agama akan berhasil mencapai kedewasaan pribadinya yang penuh melalui proses hukum pertumbuhan yang penuh ancaman

17

Taufik Abdullah, ed., Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi (Jakarta: LP3ES 1979) h. 1-3.


(22)

dari situasi yang tak menentu dan mara bahaya yang dapat menggagalkan mulai dari masa kelahiran sampai kepada masa kematian18

b. Fungsi Penyelamatan

Setiap manusia menginginkan keselamatan, baik di dalam hidup ini ataupun sesudah mati. Usaha untuk mencapai cita-cita tertinggi yang timbul dari naluri manusia sendiri itu tidak boleh dipandang ringan begitu saja. Jaminan untuk itu mereka temukan dalam agama. Terutama karena agama mengajarkan dan memberikan jaminan-jaminan dengan cara yang khas untuk mencapai kebahagiaan. “yang terakhir”, yang pencapaiannya mengatasi kemampuan manusia secara mutlak, karena kebahagiaan itu berada di luar kekuatan manusia (breaking points).19

c.Fungsi Pengawas Sosial (social control)

Agama merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma-norma susila baik yang diberlakukan atas masyarakat manusia umumnya. Maka agama menyeleksi kaidah-kaidah susila yang ada dan mengukuhkan yang baik sebagai kaidah yang baik dan menolak kaidah yang buruk untuk ditinggalkan sebagai larangan atau tabu. Agama memberikan juga sangsi-sangsi yang harus dijatuhkan pada orang-orang yang melanggarnya dan mengadakan pengawasan yang ketat atas pelaksanaanya.20

d. Fungsi Memupuk Persaudaraan (Social Solidarity)

18

Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 38-39

19

Hendropuspito, Sosiologi Agama , h. 39.

20


(23)

Suatu agama biasanya dianut oleh berbagai ras dan suku bangsa yang berbeda dengan sebuah agama dapat menyatukan sekian banyak perbedaan dalam sebuah keluarga besar dimana mereka menemukan kedamaian dan ketentraman.21 e. Fungsi Transformatif

Agama dalam hal ini berfungsi mengubah kesetiaan masyarakat dan manusia adat kepada nilai-nilai yang kurang manusiawi dan membentuk manusia yang ideal. Bersamaan dengan itu pula transformasi yang berarti pula membina dan mengembangkan nilai-nilai sosial adat yang pada intinya baik dan dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih luas.22

3. Pengertian Keberagamaan

Keberagamaan adalah“…a person’s attitude toward religion in general; more specifically, the intensity of way in which a person is religious”.

Religiusitas merupakan sikap seseorang terhadap agama secara umum, bukan hanya terhadap salah satu aspeknya saja dari agama, lebih khusus lagi religiusitas adalah intensitas cara seseorang dalam menjadi seorang beragama.

Keberagamaan dalam penelitian sosial keagamaan lebih dikenal dengan religiusitas. Sedangkan religiusitas itu sendiri lebih bersifat personal, yaitu melihat aspek-aspek yang berada di dalam hati nurani, lebih mengarah pada nilai-nilai keagamaan yang diyakini oleh individu, kemudian diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.23

21

Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 51

22

Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 56.

23

Masri Singarimbun dan Sofyan effendi, Metodologi Pnelitian Survei (Jakarta: LP3Es, 1989) Cet. Ke-1, h. 127.


(24)

Agama sebagai rangkaian manifestasi dari fenomena yang berkaitan dengan sesuatu yang dipandang sebagai sistim ilahiyah (divine system) berdasarkan analisis Glock and Stark, keberagamaan muncul dalam lima dimensi: a. Dimensi Keyakinan

Dimensi keyakinan merupakan seperangkat kepercayaan (beliefs) yang memberikan “premis eksistensial” untuk menjelaskan Tuhan, alam, manusia, dan hubungan diantara mereka. Kepercayaan ini dapat berupa makna yang menjelaskan tujuan Tuhan, dan peranan manusia dalam mencapai tujuan itu (purpose beliefs) kepercayaan pada tingkat akhir dapat berupa pengetahuan tentang perangkat tingkah laku yang dikehendaki agama (dogma). Kepercayaan inilah yang didasari struktur etis agama.24

b. Dimensi Pengetahuan

Dimensi pengetahuan ini mengacu pada pengetahuan agama, apa yang tengah atau harus diketahui seseorang tentang ajaran agamanya. Pada dimensi ini penelitian dapat diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh mengerti agama (Religious literacy) pada pengikut agama atau tingkat ketertarikan mereka mempelajari pengetahuan tentang agama yang mereka anut.25

c. Dimensi Pengalaman

Dimensi pengalaman ini merupakan bagian keagamaan yang bersifat efektif, yakni keterlibatan emosional dan sentimen pada pelaksanaan ajaran agama inilah perasaan keagamaan (religious feeling) yang dapat bergerak dalam empat tingkat; Konfirmatif (merasakan kehadiran Tuhan/apa saja yang diamatinya),

24

aufik Abdullah dan M. Rusli Karim (ed.) Metodologi Penelitian Agama, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1989) Cet. Ke-1, h. 93.

25


(25)

Responsif (merasa bahwa Tuhan menjawab kehendaknya atau keluhannya),

Eskatik (merasakan hubungan yang akrab dan penuh cinta dengan Tuhan ),

Partisipatif (merasa menjadi kawan setia, kekasih / wali Tuhan dan menyertai Tuhan dalam melakukan karya ilahiyah atau darma bakti)26

d. Dimensi Ritual

Dimensi ritual merupakan tingkat sejauh mana seseorang melakukan kewajiban ritual agama. Dimensi ini meliputi pedoman-pedoman pokok pelaksanaan ritus dalam kehidupan sehari-hari.27

e. Dimensi Konsekuensi

Disebut juga dimensi sosial yang meliputi segala implikasi sosial dari pelaksanaan ajaran agama. Dimensi inilah yang menjelaskan apakah efek ajaran agama terhadap etos kerja, hubungan interpersonal, kepedulian sosial dan sebagainya.

26

Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (ed.) Metodologi Penelitian Agama, h. 93.

27


(26)

BAB III

GAMBARAN UMUM MAJLIS TAKLIM FKMT AT TAQWA

A. Keadaan Geografis dan Demografis Lingkungan Majlis Taklim dan Kelurahan Bintaro

Wilayah Jakarta Selatan selama ini dikenal sebagai: “pinggirannya kota” hal ini disebabkan wilayah Jakarta Selatan yang pada awalnya tidak terlalu padat karena diharapkan dapat memberi ketenangan pada penghuninya dan akses yang gampang menuju daerah-daerah sekitar Jakarta. Keadaan wilayah Jakarta Selatan yang menjadi gambaran diatas tidaklah sama pada masa sekarang. Seiring padatnya jumlah penduduk, bahkan volume kendaraan yang melonjak tajam menjadikan Jakarta Selatan sebagai daerah rawan kemacet dan kebisingan.

FKMT Masjid AT-Taqwa Rw. 09 terletak di Jalan Bintaro Permai III/IA RT/RW 01/09 Kelurahan Bintaro, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta yang berbatasan langsung dengan kelurahan Rempoa dan Kelurahan Pondok Ranji Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Secara rinci wilayah Bintaro berbatasan dengan; Sebelah Utara berbatasan dengan kali pesanggrahan Kelurahan Kebayoran lama selatan / rel kereta api kecamatan pesanggarahan, sebelah timur berbatasan dengan kali pesanggarahan kelurahan Pondok pinang kecamatan pesanggrahan kotamadya Jakarta Selatan, sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan rempoa kecamatan ciputat dibatasi oleh saluran air sandratex dan jalan, sebalah barat berbatas dengan


(27)

kelurahan pondok ranji kecamatan ciputat dan kelurahan pesanggarahan, rel kereta api dan saluran air.1

Kelurahan Bintaro merupakan daerah atau wilayah pemukiman, yang dihuni oleh tiga puluh sembilan ribu tuju ratus enam jiwa (39.706) dengan jumlah kepala keluarga mencapai enam ribu delapan ratus tuju puluh satu jiwa (6.871), banyaknya jumlah kepala keluarga dan padatnya penduduk yang mendiami wilayah ini menuntut adanya keseimbangan dan kontrol sosial yang penuh, sehingga dalam hal ini perlu adanya penerapan edukasi yang tepat, salah satunya dengan menitik beratkan ibu rumah tangga sebagai pelaku pendidikan meskipun dalam hal ini fungsinya sebagai pendidik informal tetapi merupakan faktor penentu dan yang paling memberikan pengaruh terhadap anak-anak, untuk itu warga berinisiatif membentuk lembaga pendidikan yang mampu menyentuh kalangan ibu rumah tangga sebagai objeknya, maka terbentuklah lembaga-lembaga Majlis Taklim yang banyak terdapat di wilayah Bintaro dan sekitarnya.

1

Data statistik dan laporan kependudukan pada Buku Monografi Kelurahan Bintaro tahun 2005.


(28)

Tabel Jumlah Penduduk Kelurahan Bintaro Menurut Golongan Usia dan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

No Golongan Umur Laki-laki Perempuan

1 0-4 tahun 1.866 1.383 3.249

2 05-09 tahun 1.581 2.351 3.932

3 10-14 tahun 1.625 1.428 3.053

4 15-19 tahun 1.071 996 2.067

5 20-24 tahun 2.283 2.387 4.669

6 25-29 tahun 2.616 1.127 3.743

7 30-34 tahun 2.306 2.047 4.353

8 35-39 tahun 2.027 1.645 3.672

9 40-44 tahun 1.567 1.164 2.731

10 45-49 tahun 1.216 1.245 2.461

11 50-54 tahun 1.028 1.961 2.019

12 55-59 tahun 654 826 1.480

13 60-64 tahun 6.433 562 1.215

14 65-69 tahun 220 222 442

15 70-74 tahun 188 170 358

16 75 atas 134 138 272


(29)

FKMT Masjid AT-Taqwa Rw. 09 beranggotakan beberapa warga dari RT 002, RT 004, RT. 005, RT. 008, RT. 011, RT. 012, RT. 013, RT. 014. dengan jumlah anggota yang tercatat baik yang aktif maupun non aktif mencapai angka 100 (seratus) orang jamaah. Berada di daerah pemukiman warga dan keberadaanya merupakan prakarsa dari warga sekitar untuk meningkatkan ketakwaan mereka.

Keadaan lingkungan Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid At-Taqwa Rw. 09 berada di daerah pemukiman yang letaknya tidak jauh dari pusat kota Sehingga relatif kompleks dan dihuni oleh bermacam warga yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda baik warga asli maupun warga pendatang, sehingga interaksi yang berlangsung sehari-hari diwarnai oleh bermacam perbedaan karakter dan budaya.

B. Latar belakang berdirinya Majlis Taklim

Wilayah kelurahan Bintaro pada mulanya hanya dihuni oleh penduduk pribumi dari etnis Betawi, namun sebagai daerah administratif yang berada di dalam wilayah pemerintahan provinsi DKI Jakarta, dengan letaknya yang secara geografis berdekatan dengan Tangerang menjadikan wilayah ini sebagai salah satu daerah dengan aktifitas ekonomi yang tinggi. Seperti pepatah “ada gula ada semut”─seiring laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan maka secara cepat kelurahan Bintaro di datangi oleh banyak orang dari seluruh wilayah Indonesia yang mencoba mencari peruntungannya di Ibu Kota, hal itu menjadikan wilayah ini sangat plural dengan bermacam corak dan budaya pada penduduknya.


(30)

Melihat kondisi keberagamaan warga di sekitar RW. 09 pada waktu itu yang tergolong masih sangat sederhana pola keberagamaanya, serta melihat kebutuhan dan permintaan dari beberapa warga yang menginginkan diadakannya suatu lembaga pendidikan yang mampu menyentuh kalangan ibu rumah tangga, dan bernuansa pengajian Islami agar warga sekitar terutama ibu-ibu rumah tangga mampu membaca al Qur’an, maka pada tahun 1999 tepatnya pada tanggal 12 Agustus berdirilah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid At-Taqwa Rw. 09.2

Selain sebagai sarana pendidikan Ibu-ibu Rumah Tangga, perbedaan dan pluralitas yang ada di lingkungan tersebut juga menuntut terbentuknya sebuah media yang mampu menyatukan perbedaan tersebut dalam suatu wadah yang mampu menyatukan dengan sebuah kesamaan yaitu agama Islam sebagai pemersatu mereka, sebagaimana kita ketahui bahwa Majlis Taklim mempunyai fungsi ukhuwah atau persaudaraan. ukhuwah atau persaudaraan mencakup kesamaan salah satu unsur yang dimiliki manusia, yang dengan hal itu manusia merasa mempunyai kesamaan rasa dan terjadi ikatan emosional, merasa satu rasa, dan satu nasib.3 Berdasarkan kriterianya ada empat macam ukhuwah, yaitu; Ukhuwah Ubudiyah: Ketundukan kepada Allah, Ukhuwah Insaniah: Manusia semua bersumber dari ayah ibu (bersaudara), Ukhuwah Wathaniah Wa Nasab: persaudaraan yang berdasar pada keturunan dan kebangsaan, Ukhuwah fi al din al Islam: Perasaudaraan yang berdasar pada kesamaan muslim.

2

Wawancara dengan Hj. Mulyani Suhada, Ketua Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid At-Taqwa Rw. 09, 1 Maret 2007

3


(31)

C. Visi dan Misi serta Tujuan dan Struktur Organisasi FKMT

Forum Komunikasi Majlis Taklim atau biasa di singkat dengan FKMT merupakan forum yang menaungi beberapa Majlis Taklim di wilayah Bintaro dan sekitarnya, diantaranya di wilayah RW. 09 ini, sebagai salah satu anak asuhannya, Majlis Taklim At Taqwa RW. 09 merupakan salah satu dari anggota FKMT atau Forum Komunikasi Majlis Taklim yang berada di lingkungan RW. 09 merupakan Majlis Taklim yang bertempat di Masjid At Taqwa serta melakuakan segala kegiatan pendidikan, ritual, ataupun yang lain di dalam bangunan Masjid At Taqwa.

Forum Komunikasi Majlis Taklim (FKMT) At Taqwa RW.09 beranggotakan seratus (100) orang jamaah dari warga di sekitar RW. 09. dengan latar belakang berdiri yang timbul dari sebuah kesadaran masyarakat akan kebutuhan keberagamaan, maka Majlis Taklim ini mempunyai visi dan misi;

“Menjadikan jamaah yang bertendensi di bidang agama, dengan meningkatkan ketaqwaan dan membentuk wanita yang sholehah”.

Telah jelas kiranya bahwa tujuan Forum Komunikasi Majlis Taklim At Taqwa adalah menjadikan agama sebagai landasan utamanya, yaitu berusaha menerapkan nilai-nilai agama Islam dalam segala segi kehidupan anggotanya, dengan begitu diharapkan mampu menjadikan jamaah sebagai kader yang kemudian diharapkan akan menjadikan agama Islam sebagai sendi utama dalam keluarga mereka.

Tujuan yang selanjutnya dari Forum Komunikasi Majlis Taklim At Taqwa ini adalah meningkatkan ketaqwaan anggotanya terhadap Allah S.W.T. dengan


(32)

harapan yang tadinya tidak menjalankan syari`at agama menjadi mau menjalankannya, kemudian yang tadinya kurang taat menjadi taat menjalankan syari’atNya, dan akhirnya dengan harapan meningkatkan ketaqwaan orang yang telah taat menjadi sangat ta’at terhadap ajaran agamanya.

Realisasi dari tujuan-tujuan tersebut dilaksanakan oleh FKMT dalam bentuk-bentuk pengajian dan kegiatan ritual keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan intensitas keberagamaan mereka, diantaranya dengan usaha melek huruf al Qur`an yaitu suatu kegiatan baca tulis al Qur`an berdasarkan ilmu tajwid yang diajarkan pada anggota jamaah baik tua maupun muda, sebab banyak diantara mereka yang terlambat untuk menguasai baca tulis al Qur`an dengan harapan hal itu mampu meningkatkan getaran keberagamaan mereka dengan mampu membaca dan melafalkan al Qur`an.

Setelah beberapa tujuan di atas Majlis Taklim Berharap mampu menjadikan wanita-wanita jamaahnya sebagai seorang individu yang sholehah, yaitu seorang wanita yang ta’at kepada Allah dan Rasulnya, kemudian wanita yang sanggup bertanggung jawab dan tahu serta menjalankan hak dan kewajibanya dalam keluarga dan rumah tangga.

Sebuah organisasi atau lembaga non formal seperti Majlis Taklim biasanya mempunyai beberapa individu yang menjadi penggerak atau motor dari beberapa kegiatan, begitu juga dengan Forum Komunikasi Majlis Taklim At Taqwa RW. 09. berikut adalah struktur organisasi Forum Komunikasi Majlis Taklim At Taqwa RW. 09:


(33)

PELINDUNG

1. Bp. Muslim Ketua RW. 09 2. Bp. Drs. Agus Salim.

Penasehat

1. Ibu Hj. Rukoyah Idham Cholid 2. Ibu Hj. Fatimah Mnsur.

Ketua : Ibu Hj. Mulyani Suhada Rt. 013 Wakil Ketua : Ibu Hindun Rt. 005 Sekretaris : Ibu Hj. Fatma Sari Rt. 004 Wakil Sekretaris : Ibu Mulyati Toni K. Rt. 011 Bendahara : Ibu Saripah Rt. 008 Wakil Bendahara : Ibu Hj. Salbiyah Rt. 014

Humas : Ibu Tati Rt. 002

Ibu Guntur Rt. 012

Pembantu Umum : Ketua PKK RT. 001 s/d. 014.4

Untuk pendanaan dan anggaran dari setiap kegiatan yang dilaksanakan pada Majlis taklim bersumber pada iuran mandiri dari anggota, yaitu dengan cara iuran tromol yang dilaksanakan setiap minggunya pada saat kegiatan, dan beberapa sumbangan yang diberikan setiap akan melaksanakan kegiatan-kegiatan tahunan. Dalam pendanaan FKMT berusaha mandiri, disebabkan tidak adanya sumber anggaran yang tetap ataupun donator.

4


(34)

D. Kegiatan-kegiatan FKMT Masjid At-Taqwa

Kegiatan-kegiatan yang ada di FKMT dapat kita klasifikasikan ke dalam beberapa bagian, antara lain;

1. Kegiatan rutin berkala mingguan

Kegiatan rutin berkala mingguan yaitu kegiatan yang dilaksanakan semingu sekali pada setiap hari kamis jam 13.00 wib. Dengan materi-materi kegiatan pengajian baca tulis al-Quran, dan menyangkut pemahaman terhadap Ilmu-ilmu Tajwid. Untuk mendukung pelaksanaan ritual peribadatan juga diajarkan materi-materi fikih, seperti ibadah yang berkaitan dengan seputar ritual; shalat, zakat, puasa, haji, dan lain-lain. Kemudian dalam menanamkan sikap keimanan terhadap Allah secara berkala pengetahuan ketuhanan juga ditanamkan melalui mmateri-materi Tauhid dan lain-lain.

2. Kegiatan berkala yang dilaksanakan bulanan

kegiatan berkala yang dilaksanakan setiap sebualan sekali antara lain adalah pengajian bersama dengan menghadirkan pembicara atau ustadz dan ustadzah yang menyampaikan materi-materi pengajian dalam format ceramah dan diskusi, ceramah dan diskusi tersebut menyangkut masalah akhlak atau moral islami, dengan bersumber pada al-Qur’an dan hadis sebagai upaya peningkatan nilai-nilai keberagamaan yang ada pada jamaah, kemudian materi ceramah dan diskusi yang berkaitan dengan ibadah, yaitu menyangkut pelaksanaan ritual seperti shalat, puasa, zakat dan sebagainya yang diajarkan menurut ketentuan fiqih, dan beberapa masalah muamalah.


(35)

3. Kegiatan berkala tahunan

Kegiatan berkala tahunan meliputi kegiatan hari-hari besar seperti peringatan Satu Muharam, Maulid Nabi,Isra’ Mi’raj, kegiatan yang dilaksanakan setahun sekali meliputi kegiatan dalam bentuk peringatan yang dilaksanakan pada hari-hari tertentu dengan menyelengarakan pengajian-pengajian akbar, yaitu; pengurus dari FKMT mendatangkan penceramah yang lebih besar kapasitas keilmuannya untuk mengisi pengajian dan dihadiri oleh segenap kaum muslimin tidak terbatas hanya pada jamaah atau anggota FKMT. Kemudian kegiatan tahunan yang diperingati dengan cara melakukan santunan pada Anak-anak yatim piatu atau Lansia serta Fakir miskin terutama pada peringatan tahun baru Hijriyah atau satu Muharram. Kemudian kegiatan tahunan yang berbentuk peningkatan aktifitas-aktifitas keberagamaan, biasanya dilaksanakan pada bulan ramadhan dengan meningkatkan seluruh kegiatan yang berbentuk pengajian-pengajian, terutama meningkatkan aktifitas ritual seperti memperbanyak shalat sunnah, dzikir dan lain-lain, kegiatan tahunan bulan puasa ini juga secara rutin menyelenggarakan buka bersama agar tercipta rasa keberagamaan dan kebersamaan antar jamaah, serta lebih membentuk suasana yang sakral.

4. Kegiatan berkala Undangan

Kegiatan berkala Undangan, adalah kegiatan yang dilaksanakan pada saat acara-acara atau ritual-ritual yang diselenggarakan oleh salah satu anggota jamaah di rumahnya dikarenakan ada suatu keperluan seperti tasyakuran kelahiran anak, pengantin atau Wallymatun al ‘Ursy, ataupun khitan atau Wallymatun al khittan, dan sebagainya.


(36)

E. Keadaan Sosial Ekonomi Rumah Tangga Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim At Taqwa RW. 09

Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim At Taqwa RW. 09 merupakan masyarakat yang plural, anggotanya merupakan warga asli dan bercampur dengan warga pendatang yang pada prinsipnya mempunyai perbedaan budaya yang cukup signifikan. Secara ekonomi anggota atau jamaah dari Forum Komunikasi Majlis Taklim At Taqwa RW. 09 merupakan masyarakat yang berada pada kondisi ekonomi yang sering kita sebut “sederhana”, artinya; dalam kehidupan mereka pemenuhan ekonomi mampu mereka peroleh, meskipun tidak berlebihan, tetapi penghasilan mereka seimbang dengan kebutuhannya, dengan profesi yang beraneka ragam pada masing-masing kepala keluarga mulai dari Pedagang, Buruh, Karyawan Swasta, serta sebagian kecil berprofesi sebagai Pegawai Negeri.

Usia Kaum Ibu Jamaah FKMT berfariasi mulai dari usia 20-35 tahun, atau bahkan antara 30-60 tahun. Untuk yang pertama biasanya usia tersebut adalah usia ibu-ibu muda, dimana pemikiran mereka juga lebih muda dan aktifitas keberagamaan mereka juga berbeda dengan ibu-ibu yang berusia di atas mereka, perbedaan usia tidak menghalangi mereka untuk bersama-sama “menimba ilmu” di Majlis Taklim

Rata-rata kaum ibu anggota dari jamaah FKMT adalah ibu rumah tangga, maksudnya masing-masing mereka tidak mempunyai penghasilan sendiri, tetapi mereka menggantungkan hidup mereka pada suami mereka yang rata-rata adalah pekerja, pedagang yang sederhana, Seperti diungkapkan oleh Ibu Hindun:

“ya… namanya orang sederhana mas, kadang-kadang dalam rumah tangga ada kekurangannya, apalagi sekaranga biaya sekolah anak-anak


(37)

saja sudah berapa tiap bulannya?, walaupun katanya gratis tapi tetap aja bayar, tapi al hamdulillah suami saya masih bisa mencukupi walaupun tidak berlebihan, dibanding orang lain ada yang masih kekurang, tapi alhamdulillah penghasilan suami saya bisa mencukupi”.5

Dari gambaran di atas dapatlah kita peroleh sebuah gambaran tentang bagaimana kondisi ekonomi mereka yang secara finansial bukanlah masyarakat yang mampu memenuhi segala kebutuhan ekonominya, bahkan terkadang mengalami kesulitan. Di sinilah salah satu peran Majlis Taklim di butuhkan dimana potensi perpecahan dan konflik dalam keluarga sangat riskan terjadi jika tidak dibarengi dengan ketaatan pada ajaran agama.

Keberadaan kaum Ibu di wilayah Bintaro tidaklah jauh berbeda dengan kaum Ibu pada umumnya, mereka tinggal pada rumah-rumah (pemukiman) penduduk dalam arti bukan komplek mewah, dengan ukuran rumah rata-rata 10 x 6 meter, seperti layaknya kota-kota besar lainnya tidak ada lagi jeda antara satu rumah dengan yang lainnya, meskipun ada beberapa yang memiliki kelebihan dari yang lain, namun jumlahnya sangat sedikit. Kendati bukan lingkungan mewah, tetapi keadaan, keamanan, serta kebersihan di wilayah RW. 09 relatif kondusif, hanya saja letaknya dipinggiran Jakarta menjadikan ketenangan lingkungan sebagai sesuatu yang mahal, banyaknya kendaraan yang lalu-lalang menjadi salah satu yang paling menyumbang kebisingan.

Dalam interaksi keseharian mereka, biasanya kaum Ibu tersebut dengan sendirinya membaur dengan tidak membedakan komunitas-komunitas baik itu pendatang maupun bukan sebab secara social mereka pada dasarnya mempunyai

5

Wawancara pribadi dengan Ibu Hindun, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 1 Maret 2007.


(38)

ikatan yang kuat dengan sendirinya disebabkan peran mereka yang sama, dengan tugas-tugas ke-rumahtangga-an yang membuat mereka merasa senasib, dan biasanya menjadi hal yang relative terjadi di wilayah manapun bahwa sekelompok ibnu-ibu akan bergerombol untuk ngobrol ke-sana-ke-mari, itulah salah satu hal yang mampu menimbulkan keakraban pada kaum Ibu. Beberapa pendatang yang berada di wilayah ini biasanya dipengaruhi oleh proses kehadiran mereka di Bintaro yang biasanya status social mereka sebagai pendatang akan bersikap lebih aktif dalam interaksi, tentunya dengan dibarengi persamaan yang telah disebutkan di atas, seperti diungkapkan Ibu Wawancara pribadi dengan Ibu Hj. Murtono.

“kalo warga di sini si orangnya rata-rata baik, walaupun dengan pendatang seperti saya mereka juga akrab dan baik, apalagi sama saya yang tergolong sudah orang lama, sama yang baru-baru saja kita baik kok, ya…alhamdulillah jadi tentram hidup di lingkungan sini warganya jarang ribut dan bikin masalah”6

Dari aspek sosial budaya masyarakat Rw. 09 Kelurhaan Bintaro Jakarta Selatan sudah cukup menunjukan perilaku budaya keislaman. Aspek budaya yang menonjol adalah perilaku kehidupan sehari-hari yang sudah mencerminkan budaya yang Islami. Umumnya Jamaah Majlis Taklim ini dalam berpakain juga telah memenuhi standar pakaian yang Islami yakni sudah menutup aurat baik bagi pria maupun wanita. Kaum laki-laki umumnya menggunakan pakaian yang sudah biasa dikenakan masyarakat Indonesia pada umumnya yaitu celana panjang dan baju atau kaos. Pada hari-hari tertentu seperti saat shalat jumat dan hari-hari besar Islam, kaum pria banyak yang mengenakan pakaian ciri khas pakain muslim yaitu baju koko.

6

Wawancara pribadi dengan Ibu Hj. Murtono, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 01 Maret 2007.


(39)

Telah menjadi budaya umum di kawasan timur, apalagi di wilayah seperti Indonesia yang mayoritas penduduknya melihat wanita sebagai masyarakat yang menempati urutan sedikit lebih rendah dibanding laki-laki, sehingga kebanyakan wanita Insonesia relatif kurang mendapatkan pendidikan yang memadai dalam bidang formal, dan hal itu telah terjadi pada wanita-wanita yang berumah tanggga.

Majlis Taklim mempunyai tanggungjawab pada aspek spiritual kaum Ibu, sebab keterlibatan perempuan dalam pembangunan adalah suatu hal yang niscaya, mengingat separuh dari populasi penduduk di Indonesia adalah perempuan, dalam hal ini perempuan harus dapat menjalankan perannya dengan baik. 7 Terbatasnya waktu dan kemampuan kaum ibu, menuntut Majlis Taklim sebagai sebuah lembaga yang mempunyai peran dengan karakter yang cocok dan mampu diterima di tengah-tengah kondisi Ibu Rumah tangga menjadi ujung tombak dari peningkatan peran perempuan maupun peningkatan pendidikan. Peningkatan peranan perempuan dalam pembangunan bangsa pada hakikatnya adalah upaya peningkatan kedudukan atau status, peran, kemampuan, kemandirian, ketahanan mental serta spiritual perempuan sebagai bagian tidak terpisahkan dari upaya peningkatan kualitas SDM.

7

Evil Amalia, “Peran dan Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan Ekonomi sebuah Realitas dan Harapan”, dalam Harkat, (Jakarta: PSW UIN, 2002), Vol. 2, No. 2, h.17-18.


(40)

BAB IV

KEBERAGAMAAN IBU-IBU RUMAH TANGGA DAN PERAN MAJLIS TAKLIM FKMT AT TAQWA

A. Perilaku Keberagamaan Ibu-ibu Rumah tangga

1. Dimensi Keyakinan

Keyakinan masyarakat awam, dalam hal ini ibu-ibu rumah tangga sebagai anggota atau jamaah dari Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09 dengan latar belakang pendidikan yang beragam tentunya menghasilkan pola berpikir yang beragam pula, dimensi keyakinan merupakan seperangkat kepercayaan (beliefs) yang memberikan “premis eksistensial” untuk menjelaskan Tuhan, alam, manusia, dan hubungan diantara mereka.

Kehadiran sebuah lembaga non formal seperti Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09 menyatukan beberapa perbedaan pola pikir yang ada pada jamaah, dengan pola pikir yang berbeda tentunya keyakinan dan perspektif mereka akan suatu keyakinan sangat plural dan kualitasnya sangat berbeda, juga tentang suatu penjelasan mengenai Tuhan dan alam, kemudian Majlis Taklim dengan materi dan edukasinya mencoba melengkapi hal itu dengan sebuah pandangan yang sama dalam suatu forum atau majlis sehingga muncullah sebuah keyakinan yang telah ditata kembali dengan pangajaran yang relatif rutin tersebut. Kepercayaan ini dapat berupa makna yang menjelaskan tujuan Tuhan, dan peranan manusia dalam mencapai tujuan itu (purpose beliefs) sehingga kemudian, menciptakan kepercayaan pada tingkat akhir melalui pengetahuan tentang perangkat tingkah laku yang dikehendaki agama (dogma).


(41)

Secara umum seperti yang telah diuraikan sebelumnya, berdasarkan dari hasil wawancara penulis dengan beberapa Jamaah FKMT bahwa tingkat pemahaman keberagamaan Jamaah FKMT pada dimensi ideologik relatif cukup tinggi.

Seorang Jamaah FKMT mengatakan bahwa karena keyakinan kepada Allah-lah dia selalu berusaha untuk mengerjakan apa yang diperintahkanNya dan meninggalkan apa yang dilarangNya, dan salah satu nilai dalam Islam yang mempengaruhinya adalah kasih sayang sebagai moral yang baik menurut Nabi dalam hadisnya.

Menurut Ibu Musrifah:

“Dalam hadis nabi kata Ustadzah ada hadis tentang kasih sayang “menunjukkan cinta kasih”, di dalamnya mengandung arti menolong sesama, membantu, bekerja sama, sehingga dengan melakukan semua itu maka Allah akan mencintainya”.1

Ditambahkan oleh Ibu Hj. Salbiah, bahwa keyakinan kepada Allah sangat mempengaruhinya untuk berperilaku baik. Karena adanya keyakinan kepada Allah-lah maka dirinya terdorong untuk melakukan perbuatan yang mengarah pada ajaran-ajaran Islam.2

Mereka percaya akan adanya Allah dan segala yang berkaitan dengan pembalasan hari akhirat, sehingga banyak perilaku mereka yang jadi sejalan

1

Wawancara pribadi dengan Ibu Musrifah, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 01 Maret 2007.

2

Wawancara pribadi dengan Ibu Hj. Salbiah, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 15 Maret 2007


(42)

dengan nilai-nilai Islam disebabkan ketakutan mereka terhadap siksaan akhirat, seperti diungkapkan oleh Ibu Ati Jamilah:

“kita udah udzur begini, nggak usah-lah yang neko-neko, udah harus ingat dan dekat sama yang di Atas (Allah-pen.), apa lagi kalo ingat siksa di akhirat, jadi takut kalo mau berbuat yang nggak baik.”3

2. Dimensi Pengetahuan

Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09 sebagai sebuah lembaga non formal, yang pada dasarnya berorientasi pada peningkatan keberagamaan kaum ibu melalui pengetahuan atau knowledge dalam bidang keberagamaan senantiaasa meningkatkan pengetahuan atau intelegensi dari anggota atau jamaahnya dengan mengacu pada pengetahuan agama yang berasal dari teks-teks yang telah umum dikaji di kalangan masyarakat Indonesia, apa yang tengah atau harus diketahui seseorang tentang ajaran agamanya, kemudian secara tidak langsung pengajar atau ustadz mengevaluasi seberapa jauh mengerti agama (Religious literacy) atau suatu item yang harus lebih ditekankan dan seberapa sering sebuah ajaran di ulang pada Jamaah, Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09 juga melihat seberapa penting dan bergunanya sebuah pengetahuan agama dengan cara melihat pada jamaah tingkat ketertarikan mereka mempelajari pengetahuan tentang ajaran agama, dengan mengarahkan mereka kepada sikap-sikap yanmg semestinya ideal menurut agama.

Pengetahuan yang telah mereka peroleh di FKMT menjadi suatu pengantar bagi praktik-praktik keagamaan yang lebih lagi, beranjak kepada ritual-ritual dan peribadatan, seperti kegiatan tadarus bersama, doa bersama, bahkan shalat jamaah

3


(43)

yang selalu berusaha ditingkatklan intensitasnya, namun yang paling menarik dan mampu menimbulkan antusiasme yang sangat pada para ibu adalah ketika Majlis Taklim mengadakan acara-acara peringatan hari-hari besar, seperti mauled nabi, mereka terlihat sangat antusias.

Mayoritas Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja, dalam tingkat pendidikan keagamaan, sehingga pemahaman keagamaan mereka juga tidak luas dan mendalam, mereka hanya tahu hal-hal prinsipil saja dalam agama, dan biasanya yang berkaitan dengan ibadah, dan perilaku.

Seperti diungkapkan oleh Ibu Sugito:

“Dulu sewaktu saya kecil saya pernah sekolah di madrasah, dulu sekolahnya sore jam empat, tapi ya…namanya orang tua apalagi dulu sekolahnya nggak beneran, ada disuruh-suruh bantuin bapak, jadi ya…saya ngaak inget yang diajarin, makanya sekarang saya ikut pengjian lagi, supaya pinter, biarpun Cuma nguping-nguping doang.” 4

Jamaah menyadari dan menganggap penting agama, bahkan kesakralan dalam agama dirasakan kuat oleh mereka, namun masing-maing Jamaah mempunyai sudut pandang yang berbeda pada agama yang mereka anut, hal itu dipengaruhi oleh sejauh mana pengetahuan mereka mengenai agama yang mereka anut, tapi paling tidak Jamaah berasal dari wilayah-wilayah di luar kota, sebab rata-rata Jamaah merupakan warga pendatang dari desa-desa, dimana tingkat religiusitas orang desa lebih tinggi dari kebanyakan orang kota, sebab di desa-desa agama menjadi suatu yang terlembagakan, dan banyak sekali norma dan aturan

4

Wawancara pribadi dengan Ibu Sugito, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 01Maret 2007.


(44)

dalam masyarakat desa yang menggunakan prinsip-prinsip dalam agama, serta masyarakat desa masih menyatukan agama dan kehidupan keseharian sebagai sebuah kesatuan.

Dari gambaran diatas sedikit banyak kita dapat mengetahui pola keagamaan Jamaah, Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa, yang akhirnya sebagai muslim awam, mereka memahami agama tidak secara intelektual, tetapi agama dipandang sebagai suatu doktrin dan ideologi tentang sebuah kebenaran. Disinilah peran Majlis Taklim sebagai lembaga pendidikan, dengan perannya dan harapan-harapan yang disandarkan oleh Jamaah Majlis Taklim, mereka berusaha menanamkan nilai-nilai agama yang relatif baik, kemudian mengakomodir nilai-nilai dasar yang telah diperoleh sebelumnya oleh Jamaah, menjadi sebuah panduan yang agamis dan serasi. Seperti diungkapkan oleh Ustadzah Mulyani:

“Namanya kita ngajarin Ibu-ibu, ya…kita harus sabar, maklum tenaga dan fikiran mereka sudah dicurahkan dalam rumah tangga, makanya itu materi-materi yang kita ajarkan juga nggak berat-berat amat, paling-paling dasar-dasar aja, kaya iman, Tauhid, terus maslah-masalah ibadah ya…biasa lah… shalat, zakat, puasa, terus yang namanya ngajarin orang banyak kan nggak semuanya sama ya…,mereka sudah bawa pengetahuan masing-masing meskipun nggak banyak, jadi biar nggak ribet kita nggak pernah menyinggung yang beda-beda itu.” 5

3. Dimensi Pengalaman

Peran Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09 dalam dimensi Pengalaman lebih kepada kontinuitas Pengalaman suatu ajaran agama,

5

Wawancara Pribadi dengan Ustadzah Mulyani, Pembina Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 08 Maret 2007


(45)

dengan harapan jamaah mampu mengalami keterlibatan emosional dan sentimen pada pelaksanaan ajaran agama, biasanya dengan pelaksanaan peringatan hari-hari besar dengan mencoba menjabarkan makna-makna filosofis yang terkandung di dalamnya, dengan ceramah-ceramah, atau pada hari-hari tertentu yang memang ada kesusahan untuk berpuasa mereka akan mengadakan hal itu sebagai sebuah agenda bersama, apalagi ketika bulan Ramadhan acara buka bersama telah menjadi sesuatu yang sulit ditinggalkan oleh mereka, seperti diungkapkan- ibu Hj Salbiah:

“kalau Bulan Ramadhan di sini semakin rame jadi bikin suasana hidup dan semangat, biasanya kalau ada acara buka bersama habis saya beres-beres nyiapin makanan untuk buka di rumah saya langsung ke Masjid kumpul bareng sama ibu-ibu, sambil nunggu kan kita bisa baca-baca Qur’an atau paling nggak kalau baca-baca Qur’an ada yang salah ada Ustadzah yang benerin”.6

Pada beberapa kegiatan mereka juga melakuakan muhasabah atau ibadah lain yang mampu menyentuh perasaan dan hati mereka. Atau dengan penanaman sikap agar mereka mampu keagamaan merasakan kehadiran Tuhan sebagai sang maha bijaksana, kemudian menanamkan keyakinan bahwa Tuhan menjawab kehendaknya atau keluhannya, dengan berusaha mengolah suatu kegiatan yang ada dalam Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09 sebagai media agar suasana yang ada mampu mnciptakan dan merasakan hubungan yang akrab dan penuh cinta dengan Tuhan, serta membentuk watak dimana Allah selalu menyertai dalam melakukan karya atau kegiatan dan pekerjaan sehari-hari.

6

Wawancara pribadi dengan Ibu Hj. Salbiah, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 15 Maret 2007


(46)

4. Dimensi Ritual dan Dimensi Konsekuensi

Dalam dimensi ini mungkin merupakan dimensi keberagamaan yang paling sering diupayakan dalam Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, mengingat tingkat pikir kaum ibu-ibu yang relatif lebih memahami agama sebagai sebuah ritual, sehingga penekanan-penekanan terhadap kewajiban ritual agama melalui edukasi-edukasi yang meliputi pedoman-pedoman pokok pelaksanaan ritual atau ibadah dalam kehidupan sehari-hari.

Fungsi agama dalam skala yang lebih mendasar seperti pada ibu-ibu rumah tangga tidaklah sedemikian rumitnya sebab agama yang mereka anut adalah agama yang telah meresap ke dalam kehidupan sebagai sebuah budaya bukan teoritis, dalam skala ini agama lebih kepada suatu yang bersifat way of life, yaitu sebagai pegangan hidup, sehingga ritual-ritual dalam keberagamaan Ibu-ibu rumah tangga juga cendrung mengarah kepada pengharapan, misalkan mereka shalat agar rizkinya dimudahkan oleh Allah, atau puasa agar anak-anak mereka diberikan kecerdasan dan lain sebagainya. Setidaknya hal itu menjadi sebuah mediasi dari majlis taklim untuk memberikan panduan-panduan keagamaan melalui sebuah ritual.

Menurut kebanyakan jamaah, agama adalah suatu tuntunan kebenaran yang membuat mereka dibatasi untuk berbuat suatu hal yang tidak benar, hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Ibu Fatimah:7

“buat saya agama itu ya… aturan supaya saya jadi orang yang bener, kan kalau saya jahat nanti bisa dimasukan neraka, agama juga membuat kita lebih tahu yang baik dan yang buruk.”

7

Wawancara pribadi dengan Ibu Fatimah, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 15 Maret 2007


(47)

Hampir rata-rata dari jamaah tersebut menyadari jika mreka melakukan pelanggaran terhadap tuntunan agama adalah sebagai suatu kesalahan, dan mereka juga menyadari ada konsekuensi dari pelanggaran-pelanggaran tersebut, khususnya tentang akhirat, umumnya para jamaah sangat yakin sekali dengan adanya kehidupan setelah kematian, hal itu telah mereka ketahui sejak mereka kecil, kemudian peran majlis taklim adalah memberikan persepsi yang factual tentang konsekuensi tersebut, sesuai dengan konteks mereka sebagai Ibu rumah tangga, sebab pemahaman yang mereka bawa sejak kecil tentang pahala dan dosa berbeda dengan pandangan yang seharusnya dimiliki Ibu rumahtangga tentang hal itu, dengan demikian Majlis Taklim menunjukan konteks yang jelas mengenai hal itu, misalkan keberadaan mereka yang harus mendidik anak-anak, adalah suatu sikap yang baik, namun jika mereka membuat pendidikan anak-anak mereka terbengkalai maka mereka akan mendapat hukuman, karena dianggap tidak melaksanakan amanat Allah.

B. Peran FKMT Terhadap Peningkatan Keberagamaan Ibu-ibu Rumah tangga

Kehidupan sosial keagamaan jamaah FKMT Masjid AT-Taqwa Rw. 09 Kelurhaan Bintaro Jakarta Selatan berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan menunjukan bahwa dari aspek akidah, syariah, muamalah dan kultur keislaman sudah menunjukan tingkat yang baik. Baik aspek akidah, syariah, muamalah dan kultur keislaman. Nuasa Islami sudah terasa kental di Keluran Bintaro Jakarta Selatan, meskipun sedikt-sedikit ada saja peristiwa yang merupakan penyimpangan dari nilai-nilai agama seperti perjudian,


(48)

minum-minuman keras dan perbuatan asusila. Namun dari seluruh responden sebanyak 10 orang responden menunjukan bahwa tingkat penyimpangan nilai-nilai agama secara umum sangat minim.

1. Dimensi Keyakinan

Aspek akidah jamaah Majlis Taklim sudah dengan mantap mengimani adanya Allah dengan segala sifat-sifat Allah yang melekat dalam dzat-Nya. Jamaah Majlis Taklim menyakini bahwa Allah SWT itu ada. Allah itu Esa. Allah memiliki sifat iradat dan kudrat. Jamaah Majlis Taklim juga mengimani adanya rizki yang merupakan wewenang Allah SWT.

Seperti dikemukakan oleh Ibu Hj. Fatmasari:

“Allah itu pasti ada, dan Allah itu pasti bisa melihat apa saja yang dikerjakan orang-orang, cuman kita saja yang nggak bisa melihatNya.”8

Kepercayaan Jamaah Majlis Taklim terhadap sifat-sifat Allah yang lain juga cukup mantap. Jamaah Majlis Taklim mengimani adanya takdir dari Allah yang tidak bisa dilawan oleh apapun dan siapapun juga. Takdir baik dan takdir buruk yang menjadi kekuasaan Allah SWT. Hal ini tidak lepas dari materi-materi yang disampaikan dalam pengajian dan ceramah-ceramah rutin setiap minggunya.

Selain iman kepada Allah, Jamaah Majlis Taklim juga sudah mengimani adanya malaikat-malaikat Allah. Mereka juga mengenal nama-nama malaikat seperti malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Rakib, Atid, Munkar, Nakir, Ridwan, Atid, dan Malik. Tugas Jibril menyampaikan wahyu, Mikail membagi-bagi rizki, Rakib Atid menjaga manusia, Israfil meniup sangkakala, Izrail mencabut nyawa,

8

Wawancara pribadi dengan Ibu Hj. Fatmasari, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 22 Maret 2007.


(49)

Ridwan menjaga pintu surga, Malik menjaga pintu neraka, Munkar dan Nakir menanyai manusia di alam kubur.

Kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para rasul sebagai wahyu Allah, Jamaah Majlis Taklim juga sudah mengimaninya. Pengetahuan tentang kitab-kitab kepada siapa diwahyukan juga sudah dimengerti oleh para responden. Umumnya mereka paham tentang kitab-kitab Al-Quran, Zabur, Taurat, dan Injil. Kitab suci Al-Quran diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikait Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Kitab Zabur diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Daud AS. Kitab Taurat kepada Nabi Musa AS. Kitab Injil kepada nabi Isa AS.

Sebagaimana diungkapkan Ibu Hj. Murtono:

“Di pengajian kan sudah sering dikasih tahu sama Ustadzah, rukun iman itu ada enam, kalo kita nggak penuhi yang enam itu, kata Ustadzah berarti kita bukan orang mukmin yang beriman.”9

Kepada rasul-rasul allah yang diangkat sebagai utusan allah, Jamaah Majlis Taklim sudah mengimaninya. Rasul-rasul Allah yang tugasnya menyampaikan wahyu kepada umatnya. Nama-nama rasul Allah juga sudah Jamaah kenal dengan baik.

Iman kepada hari akhir juga telah mereka yakini. Jamaah Majlis Taklim sudah yakin bahwa suatu saat nanti akan ada kiamat. Jamaah Majlis Taklim juga yakin bahwa di hari akhir kelak akan ada pembalasan bagi orang-orang jahat akan masuk neraka. Jamaah Majlis Taklim yakin hal itu, Disamping itu Jamaah Majlis

9

Wawancara pribadi dengan Ibu Hj. Murtono, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 01 Maret 2007


(50)

Taklim juga yakin adanya takdir baik dan takdir buruk. Jamaah Majlis Taklim mengimani kalau takdir itu merupakan kehendak Allah.

Dalam persoalan takdir ini, banyak demensi berhubungan dengan posisi manusia di hadapa Allah sebagai Maha Penguasa. Erat dengan kewenangan Allah SWT untuk menentukannya (Iradat-Nya). Meskipun ada hal-hal yang menjadi kewenangan manusia, artinya sesuatu yang akan terjadi tergantung dari usaha manusia itu sendiri.

Seperti dikemukakan oleh Ibu Zubaedah:

“Manusia itu segala sesuatunya sudah di atur sama Allah, mulai lahir, mati, jodoh, apalagi rizkinya, biarpun kita usaha kaya apa, kalo Allah belum ngizinin, ya… kita ngak bisa apa-apa.”10 2. Dimensi Pengetahuan

Salah satu faktor penyebab terjadinya perubahan sosial yang sangat berpengaruh adalah pendidikan. Dengan pendidikan manusia mampu berpikir lebih maju dari sebelumnya. Manusia berpendidikan mampu berkreasi lebih dibandingkan dengan manusia yang tidak berpendidikan hingga mampu menciptakan perubahan social, ekonomi dan budaya. Pendidikan bisa didapat dimana saja, pendidikan yang pertama kali didapat oleh seseorang itu adalah pendidikan dalam keluarga lalu pendidikan dalam keluarga lalu pendidikan di sekolah dan juga pendidikan di lingkungan, contohnya pendidikan pada suatu organisasi seperti pengajian Forum Komunikasi Majlis Taklim RW. 09.

Keikutansertaan anggota majlis taklim dalam pengajian sangat antusias. Ini diketahui dari catatan buku kehadiran jamaah. Dimana pengajian dilaksanakan

10

Wawancara pribadi dengan Ibu Zubaedah, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 29 Maret 2007


(51)

setiap hari kamis jam 13.00 WIB siang. Jamaah terlihat dari setiap kegiatan yang diadakan dengan selalu dipenuhi oleh jamaah. Ini menunjukkan bahwa anggota pengajian Forum Komunikasi Majlis Taklim RW. 09 mengerti akan pentinganya menuntut ilmu baik yang formal ataupun non-formal. Dengan sering mengikuti pengajian mereka akan bertambah wawasan dari segi agama dengan tujuan untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu penyebaba terjadinya perubahan social pada umumnya dari masyarakat itu sendiri dan untuk menghindari dampak negatif dari perubahan social, salah satu cara dapat dilakukan adalah dengan lebih memahami agama.

Peran Forum Komunikasi Majlis Taklim RW. 09 yang sangat dasar dan membuat banyak sekali perbedaan pada peningkatan keberagamaan jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim RW. 09 adalah hasil dari pengajian rutin tentang baca tulis Al-Quran, fakta yang penulis peroleh di tempat penelitian maupun keterangan dari responden menunjukkan bahwa lembaga non-formal ini (Forum Komunikasi Majlis Taklim RW. 09) telah berhasil merubah 70% jamaah yang semula tidak mampu baca tulis Al-Quran menjadi jamaah yang mampu baca tulis Al-Quran. Seperti diungkapkan Ustadzah Mulyani:

“Dari jumlah jamaah kurang lebih seratus orang, tadinya hanya kurang lebih dua puluh lima orang yang lancar baca tulis Al Qur’an, tetapi sekarang sudah hampir delapan puluh jamaah yang mampu melek huruf Al Qur’an, dan melancarkan supaya lebih menguasai, dan sisanya sedang dalam proses belajar” 11

Majlis Taklim sebagai lembaga non formal yang memang bergerak dalam

Ta’lim atau edukasi selalu berperan dengan semangat membimbing dan

11

Wawancara Pribadi dengan Ustadzah Mulyani, Pembina Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 8 Maret 2007.


(52)

mengarahkan, begitu juga yang terjadi dalam Forum Komunikasi Majlis Taklim RW. 09, dimana ibu-ibu rumah tangga sebagai Objek pendidikannya, sehinga materi-materi yang diajarkan di Forum Komunikasi Majlis Taklim RW. 09 lebih mengarahkan kepada pembentukan sikap dan perilaku ibu rumahtangga yang ideal dalam Islam, dan menurut pengakuan responden memang sedikit banyak edukasi tersebut dirasakan oleh Ibu-ibu rumah tangga jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim RW. 09 sebagai sebuah tuntunan menuju kesadaran, hal ini diungkapkan oleh Ibu Sulis:

“Sejak saya ikut pengajian si RW. 09, saya sekarang jadi tahu kalo saya harus bakti sama suami, apalagi kalo denger Ustadz ceramah masalah siksanya, saya ngeri jadinya” 12

Pendidikan di Majlis Taklim juga memicu ketakwaan para Ibu-ibu Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim RW. 09 hal ini terlihat dari peningkatan frekuensi ibadah atau shalat yang semakin swering diikuti ibu-ibu.

Segala yang telah dicapai tidak membuat puas oleh pengurus maupun jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim RW. 09, masih banyak aspek yang lain yang harus dikembangkan dan disampaikan pada jamaahnya dalam hal ini pengurus dan jamaah bersama-sama berusaha memperbaiki segala kekurangan yang ada, terutama dalam hal kualitas keberagamaan Jamaahnya.

a. Syahadatain

Pada umumnya Jamaah Majlis Taklim Rw. 09 Kelurahan Bintaro Jakarta Selatan telah mengerti tentang kalimat Laa ilaaha illa Allah yang bermakna tiada Tuhan selain Allah. Mereka mengerti bahwa kalimat laa ilaaha illa Allah

12

Wawancara Pribadi dengan Ibu Sulis, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 5 April 2007.


(53)

merupakan kalimat sahadat yang berarti sebagai ikrar atau bersaksi bahwa dirinya mengakui dengan penuh kesadaran bahwa Allah itu Esa. Allah itu satu. Allah itu tunggal. Tiada Tuhan selain Allah. Dalam bahasa yang lain mereka memahami bahwa hanya Allah yang wajib diakui sebagai tuhan, Tuhan yang wajib disembah, Tuhan sebagai tempat pengabdian dirinya.

Seperti dikatakan Ibu Hj. Salbiah:

“syahadat itu asyhadu an laa ilaaha illa Alllah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah, kalo kita masuk Islam harus baca syahadat dulu, kata Ustadz berarti kita sudah nyaksi-in kalo Allah kita itu Cuma satu dan Nabi Muhammad Nabi terakhir, jadi kita nggak boleh syirik, sebab dosanya nggak bisa diampuni. Setiap pengajian kita juga berdo’a dan baca syahadat bareng-bareng”13

Disamping itu mereka juga mengerti bahwa laa ilaaha illa Allah merupakan bagian dari rukun Islam yang ke-lima. Kalimat laa ilaaha illa Allah yang dirangkaikan dengan Muhammad rasul Allah adalah kalimat Syahadatain artinya dua kesaksian. Yang pertama sebagi kesaksian kepada Allah sebagai tuhan yang Maha Esa, dan kedua kepada Muhammad sebagai utusan Allah.

Para responden sebagai bagian dari Jamaah Majlis Taklim yang menjadi subjek penelitian, umumnya memahami tentang kedudukan Muhammad sebagai utusan Allah yang terakhir. Sebagai utusan Allah Muhammad rasul Allah menerima wahyu dari Allah melalui malikat Jibril berupa kitab suci Al-Quran. Mereka menyakini bahwa Al-Quran adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada nabi Muhammad rasul Allah.

b. Shalat

13

Wawancara pribadi dengan Ibu Hj. Salbiah, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 15 Maret 2007


(54)

Jamaah Majlis Taklim memahami bahwa sebagai rukun Islam yang pertama Syahadatain juga perlu diikuti dengan pengamalan rukun Islam yang yang lain seperti rukun kedua yaitu shalat lima waktu. Para responden umumnya memahami bahwa shalat yang diwajibkan oleh Allah kepada umat Islam yaitu shalat. Shalat zuhur sebayak 4 rakaat, shalat ashar sebanyak 4 rakaat, shalat magrib sebanyak 3 rakaat, shalat isya sebanyak 4 rakaat, sedangkan shalat shubuh 2 rakaat.

Di samping itu mereka juga mengenal shalat-shalat sunnah seperti shalat sunnah rawatib, shalat dhuha, shalat istikharah, shalat hajat, shalat tahajud dan shalat sunnah lainnya. Intensitas pelaksanaan shalat juga turut didukung oleh peran serta majlis yang selalu menanamkan nilai-nilai shalat dalam ritual bersama maupun keterangan-keterangan dalam ceramah pengajian., seperti di ungkapkan:

“alhamdulillah ibu sudah penuh melaksanakan shalat wajib lima waktu, ya…sedikit-sedikit juga nambahin dengan shalat sunat, kalau yang wajib si… mesti kan takut siksanya entar di neraka serem kaya yang Ustadz terangin di Majlis”14

Dalam melaksanakan shalat, Jamaah Majlis Taklim dengan segala aktifitas keseharian belum sepenuhnya mampu berjamaah dalam lima waktu di masjid-masjid yang ada. Hanya sebagian kecil saja Jamaah Majlis Taklim yang aktif melakukan shalat jamaah untuk shalat lima waktu. Umumnya Jamaah Majlis Taklim shalat di lingkungan rumahnya sendiri, jarang jamaah ke masjid atau mushollah. Hal ini karena adanya kesibukan kerja dan keperluan lainnya.

c. Ibadah Puasa

14

Wawancara pribadi dengan Ibu Hj. Salbiah, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 15 Maret 2007


(55)

Pada umumnya para responden telah melaksanakan ibadah puasa wajib yaitu ibadah puasa bulan ramadhan. Namun demikian ibadah puasa mereka masih bervariasi dalam arti ada yang sudah bisa melaksanakan dengan sempurna berdasarkan fiqih, dan ada yang belum.

Selain itu, selama bulan ramadhan para responden juga telah melaksanakan shalat terawih baik shalat tarawih baik dengan berjamaah maupun sendirian.

Saat berbuka puasa responden menyatakan beberapa kali mengadakan buka puasa bersama dengan Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09 Kelurhaan Bintaro Jakarta Selatan.

Selama bulan suci ramadhan umumnya responden menyatakan lebih rajin mengikuti ceramah-ceramah, pengajian atau amaliyah ramadhan yang lain seperti tadarus Al-Quran di masjid dan musholla. Para responden juga menyatakan bahwa ustadz dan jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa di lingkungan Rw. 09 Kelurhaan Bintaro Jakarta Selatan secara bersama-sama dan masal menyelenggarakan pengajian-pengajian di seluruh penjuru masyarakat secara merata, bahkan pada bulan ramadhan frekuensi kegiatannya biasanya lebih banyak, sehingga suasana bulan suci ramadhan menjadi terasa hidup dan syiar Islam begitu terasa menggema di seluruh Rw. 09 Kelurhaan Bintaro Jakarta Selatan.

d. Zakat

Responden pada umumnya sudah pernah mendapatkan pengetahuan tentang hukum-hukum zakat sebagai rukun Islam. Baik dari ulama/kyai,


(56)

ustadz/ah, terutama pada pengajian-pengajian yang dilaksanakan Majlis Taklim. Mereka juga sudah mengerti barang-barang apa saja yang wajib dizakati. Namun sebagian yang lain lagi mengatakan kurang mengerti tentang barang-barang apa saja yang wajib dizakati.

Masalah batasan atau binatang atau perniagaan yang wajib dibatasi atau di sebut batas nishab juga belum semua responden mengerti. Mereka sebagian besar kurang mengerti tentang batas nisab bagi barang, binatang, harta perniagaan yang wajib dizakati, paling-pa,ling jika mereka akan menunaikan kewajiban tersebut mereka menyarahakan perhitungan nishab dan lain sebagainya kepada ustadz-ustadz dan guru-guru mereka dari Majlis Taklim.

Seperti diungkapkan oleh Ustadzah Mulyani:

“Biasanya kalo masalah yang agak susah, kaya menghitung berapa zakat yang harus dikeluarkan, apalagi kan jamaah di sini banyak yang jadi pedagang, paling entar mereka minta dari kami (Pengurus/Ustadz dari Majlis Taklim-Pen.) untuk mengurusnya, bahkan kadang sampai urusan membagikan.”15

Namun demikian, sikap jamaah dalam perihal zakat cukup patut mendapat acungan jempol , sebab rata-rata responden pernah mengerluarkan zakat secara langsung kepada yang berhak, disamping itu juga, sebagain responden pernah menyampaikan zakatnya langsung kepada badan amil zakat di lingkungan setempat.

e. Ibadah Haji

Pada umumnya responden menyatakan bahwa dirinya ingin menuaikan ibadah haji ke tanah suci Makkah. Mereka juga di samping memiliki keinginan

15

Wawancara pribadi dengan Ustadzah Mulyani, Pembina Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 08 Maret 2007


(1)

Contohnya, pada saat temannya membutuhkan pertolongan, maka dia akan berusaha menolong semampunya, karena apabila ia tidak menolong, ia takut Allah akan memberikan musibah yang lebih besar kepadanya. Seprti di ungkapkan olehnya:

“saya si mas biar lagi pas-pasan kalau ada teman atau siapa…yang minta bantuan atau pinjaman saya tetap kasih, kata ustadz-kan minjemin orang pahalanya lebih besar dari shadaqoh, terus saya takut kalau saya kurang amal harta saya jadi nggak berkah dan jadi dikurangi sma Allah 28

Dalam hal yang berkaitan dengan dimensi keberagamaan yang menunjukkan tingkat pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-jaran agamanya. Pemahaman agama yang menyangkut manusia seutuhnya yaitu pengetahuan yang menyangkut keseluruhan pribadi seseorang, mulai dari latihan-latihan amaliah sehari-hari yang sesuai dengan ajaran agama, baik menyangkut hubungan manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam semesta, serta manusia dengan dirinya sendiri.

Pemahaman agama Jamaah sangat berpengaruh erat pada perilaku prososial. Dengan pemahamana agama yang dianut, akan menimbulkan kesadaran beragama dalam perilaku sehari-hari Jamaah . dengan kesadaran beragama itulah Jamaah FKMT menjadikan agama sebagai pedoman dan petunjuk untuk menentukan mana yang baik dan benar dalam sikap, perilaku, dan perbuatannya. Dengan demikian mereka akan terdorong untuk berbuat yang baik dan menghindarkan diri dari perbuatan yang dilarang agama.

28

Wawancara Pribadi dengan Ibu Sulis, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 5 April 2007.


(2)

Ditambahkan oleh Ibu Fatimah, bahwa memang benar pemahaman agamanya mempengaruhinya dalam berperilaku prososial.

Ibu Fatimah berpendapat bahwa:

“ orang yang banyak ilmunya itu akan kuat imannya, rajin ibadahnya, dan banyak amal solehnya. Perumpamaan orang yang banyak ilmunya tetapi tidak banyak beramal bagaikan pohon yang tumbuh subur tetapi tidak berbuah” 29

Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09 mengakui bahwa dimensi konsekuensial sangat berpengaruh erat terhadap perilaku sosial, karena wujud dari pengamalan agama adalah perilaku sosial.

Menurut mereka dengan berperilaku prososial mereka telah menjalankan salah satu dari konsekuensi beragama, karena spritualitas dalam Islam memiliki dua aspek yaitu merupakan hubungan pribadi antar manusia dengan Allah, sedangkan terhadap sesama manusia dan amsyarakat akan melahirkan hak-hak dan kewajiban sosial.

29

Wawancara pribadi dengan Ibu Fatimah, Jamaah Forum Komunikasi Majlis Taklim Masjid AT-Taqwa Rw. 09, 15 Maret 2007.


(3)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

FKMTAT TAQWA berperan dalam meningkatkan keberagamaan ibu-ibu rumah tangga dilingkungannya, upaya-upaya yang dilakukan FKMT AT TAQWA dengan memberikan materi-materi yang berkaitan dengan fiqih, tauhid, dan baca tulis Al Qur’an melalui beberapa metode dan materi yang disampaikan berhasil meningkatkan intensitas keberagamaan jamaahnya di lingkungan. Setelah beberapa tujuan di atas Majlis Taklim Berharap mampu menjadikan wanita-wanita jamaahnya sebagai seorang individu yang sholehah, yaitu seorang wanita-wanita yang ta’at kepada Allah dan Rasulnya, kemudian wanita yang sanggup bertanggung jawab dan tahu serta menjalankan hak dan kewajibanya dalam keluarga dan rumah tangga.

Keberadaan FKMT RW. 09 telah memberikan harapan baru pada komunitasnya, dimana Forum Komunikasi Majlis Taklim RW. 09 telah mampu memenuhi harapan-harapan jamaah yang menginginkan peningkatan keberagamaan mereka melalui pendidikan keagamaan yang relatif mampu menyesuaikan dengan kendala-kendala yang ada pada Ibu rumah tangga. Kendala tersebut berkaitan dengan masalah waktu, yang telah dicurahkan oleh kaum ibu untuk mengurus keluarga dan rumah tangga, kemudian menyangkut kepercayaan diri yang sulit untuk kapasitas ibu-ibu dalam memperoleh pengajaran, sehingga diperlukan lembaga yang sifatnya lebih kepada kesamaan karakter dan keakraban.


(4)

Majlis Taklim sebagi lembaga pendidikan non formal yang telah menjadi budaya tersendiri dalam corak keberagamaan masyarakat Islam Indonesia telah menjadi sebuah lembaga yang mempunyai peran dalam pembentukan karakter masyarakat yang agamis, hal itu disebabkan keberadaannya yang telah mengakar dalam kultur ke-Islaman Indonesia hingga menciptakan harapan-harapan dari masyarakat terutama anggotanya terhadap Majlis Taklim itu sendiri, harapan tersebut adalah fleksibilitas yang ada dalam Majlis Taklim yang diharapkan mampu meningkatkan keberagamaan masyarakat, terutama kaum Ibu sebagai Jamaahnya

Majlis taklim mengedepankan orientasi keagamaan yang mempunyai elemen-elemen yang dibutuhkan sebagai solusi dari permasalahan manusia, sebab bagaimanapun juga agama berfungsi mengidentifikasikan individu dengan masyarakat, menolong individu dalam ketidakpastian, sedangkan agama memerlukan media, dan FKMT menjadi media yang mengantarkan elemen-elemen tersebut pada kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh kaum ibu dengan nilai-nilai agama guna meningkatkan keberagamaan.

Harapan yang demikian tidaklah berlebihan, mengingat Majlis Taklim adalah solusi logis dari sebuah pendidikan yang tidak terikat dengan waktu dan formalitas, untuk itu objek dari Majlis taklim kebanyakan adalah Ibu-ibu rumah tangga, sebagai jamaahnya yang berharap mampu mendapatkan tambahan motivasi, nilai-nilai, serta praktek keagamaan yang berguna bagi dirinya dan keluarganya, kemudian pada remaja putri ataupun yang lain, lembaga ini adalah


(5)

tepat, mengingat sifatnya yang second education, dimana mereka memperoleh tambahan-tambahan pengetahuan dan pendidikan tanpa terikat dan fleksibel.

FKMT RW. 09 terbukti berhasil meningkatkan keberagamaan Ibu-ibu rumah tangga jamaahnya, hal ini terlihat dari aktifitas keberagamaan jamaahnya yang semakin menunjukan peningkatan.

B. Saran-saran

FKMT RW. 09 hendaknya lebih memperluas perannya, bukan saja pada keberagamaan Ibu-ibu rumah tangga, tetapi diharapkan mampu mengembangkan kajiannya kepada kaum ibu terhadap masalah-masalah temporer, menyangkut kebutuhan kaum ibu dan rumah tangga di luar masalah-masalah keberagamaan, kemudian objek dari edukasi tersebut diharapkan lebih luas, misalkan meningkat kepada pengajaran pada anak-anak, atau pengembangan lembaga-lembaga pendidikan lain yang lebih kompleks dan formal.

FKMT RW. 09 diharapkan lebih meningkatkan ketakwaan dan kreatifitas nya, dengan menjadikan Majlis Taklim sebagai media belajar, berdakwah dan sekaligus media untuk berinteraksi dan menumbuhkan minat kepada hal-hal positif, dan tidak ketinggalan ekonomi kaum Ibu patut menjadi perhatian FKMT di waktu depan.


(6)