Astuti ibu PROSES SOSIAL DALAM NOVEL ASA, MALAIKAT MUNGILKU

30 Aku hanya tidak ingin pisah dari teman-temanku, tapim ku harus pindah sekolah mungkin ini cobaan dari Allah. Tapi walaupun apa nama sakitku... entah itu berbahaya atau tidak aku menerima dengan ikhlas bila Allah memberi cobaan ini. Aku ingin pisah dengan teman- temanku yang berada di SD-AL ISLAM, walaupun itu aku harus pindah sekolah yang berada di dekat rumah. Ya Allah maapkan dosaku dan dosa kedua orang tuaku, bukalah lebar-lebar pintu surgamu. Amin...Hal. 285 Aku tidak tahu mau sekolah dimana tapi mamaku sudah mendaftarkan ku di SD Tegalrejo. Tapi disana sudah kebanyakan murid, mama dan Papa bingung akupun ikut bingung. Tapi mama berkata kepada Papa: Asa hanya pindah kelas saja 4a-4d kan lantai 2 bukan lantai tiga. Mamaku juga hari ini datang ke SD AL-ISLAM dan bilang sama guruku, semoga saja aku tidak jadi pindah, kalauhanya pindah kelas saja nggak apa-apa. Kan masih bisa ketemu sama teman-teman. Aku belum tahu sih tapi kalau aku gak bisa juga ya di SD Semanggi. Ya Allah semoga aku tidak jadi pindah, Amin

b. Astuti ibu

Astuti adalah ibu Asa, ia merupakan seorang ibu rumah tangga yang baik. Sangat sayang terhadap tiga orang anaknya, Astuti sangat perhatian kepada Asa yang menderita sakit, segala upaya dilakukannya untuk kesembuhan putrinya itu. ”Aku berusaha mencari-cari informasi tentang penyakit lupus, dan cara penyembuhannya. Aku ingin melihat anakku sehat kembali seperti anak-anak yang lainnya. Gumamku dalam hati. Hal. 81 Karena putri yang keduanya itu sakit parah maka perhatian dan kasih sayang ibunya itu lebih banyak tercurahkan kepada Asa. Meskipun begitu kakak Asa tidak pernah UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 31 mempermasalahkan hal tersebut karena dia mengerti keadaan yang sedang dialami oleh adiknya. Dalam hati. Aku berucap kepada Asa, ”Kamulah harta yang terpendam itu, yang dahulu pernah mama impikan. Dalam mimpi mama itu, mama seakan tercebur ke dalam laut yang dalam dan luas. Mama menemukan sebuah kerang yang di dalamnya tersimpan mutiara yang berkilauan.Hal. 29 Selain itu Astuti juga sebagai penenang di dalam keluarga, karena dia pernah melihat suaminya ”protes” kepada Allah yang memberi cobaan berat ini untuk keluarganya. Tetapi Astuti berhasil menenangkan suaminya untuk cepat meminta ampun kepada Allah. Duh, Gusti Allah Nikmat apalagi yang engkau berikan kepadaku. Aku memang masih sangat banyak dosa, ketika aku mendekati-Mu dengan berusaha seikhlas mungkin menjalani semua perintah-Mu, sepertinya Engkau justru menimpakan sebuah beban yang amat berat kusandang. Jika Engkau tidak ridha terhadap mushala ini, Tuhan, robohkan saja surau kami ini” teriak suamiku seusai menjalankan shalat malam di mushala. Mendengar jeritan itu, aku buru-buru mendekat untuk menyadarkan agar dia segera memohon ampunan Allah, ”Papa jangan seperti itu berontak kepada Allah Kita justru harus semakin menambah frekuensi minta pengampunan kepada-Nya. Istigfar Istigfar, Pa” Alhamdulillah Suamiku mendengar kata-kata yang kuucapkan. Dia bisa mengendalikan dirinya. Dia seakan menemukan kekuatannya lagi untuk menyerahkan sepenuhnya jalan hidup keluarga kami kepada Allah.Hal. 28

c. jokoayah