penelitian ini, penulis peroleh dari karya-karya Ibnu Mâlik, dan sungguh tidak semua karya Ibnu Mâlik penulis jadikan sebagai data primer, namun hanya karya-karya yang
ada kaitannya dengan penelitian ini yaitu kaidah-kaidah nahwu yang ditulis oleh Ibnu Mâlik. Antara lain; seperti Syawâhid al-Taudhih, Syarh al-Umdah dan Syarh al-
Kâfiyah.. Adapun data sekunder yang penulis gunakan untuk menunjang data primer di
atas adalah; karya-karya Ibnu Mâlik dalam bidang Nahwu yang di-syarh oleh para ulama, seperti Audhah al-Masâlik karya Ibnu Hisyâm al-Anshary dan juga Syarh
Alfiyah Ibn Mâlik karya Ibnu Aqîl al-Hâsymy. Dan juga karya-karya lain yang ditulis ahli nahwu klasik berkenaan dengan kaidah nahwu. Selain itu juga karya-karya
berkenaan dengan Hadîts dan nahwu yang ditulis ulama yang otoritatif di bidang keilmuwannya menjadi data yang sangat urgen dalam tesis ini.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Pembahasan dalam Tesis ini terdiri atas enam bab, yakni Pendahuluan, Hadîts dan Nahwu, Ibnu Mâlik dan ahli nahwu klasik, serta Penentuan Ibnu Mâlik berkenaan
dengn fi’il, isim dan huruf, tawabi’, maf’ul dan kaidah nahwu lainnya, berikut analisis bentuk Hadîts yang digunakan Ibnu Mâlik. Dan yang terakhir penutup.
Bab pertama, dalam bab ini penulis menceritakan latar belakang pemilihan topik pembahasan, kemudian dari uraian latar belakang tersebut, penulis
mengidentifikasi masalah yang ada dalam lingkup topik pembahasan. Agar kajian ini lebih fokus dan mendalam pada suatu permasalahan, tidak semua permasalahan
tersebut dikaji dalam penelitian ini, karenanya penulis membatasi masalah-masalah yang akan diteliti sesuai pertimbangan waktu dan konsentrasi pada topik yang
menjadi fokus dari penelitian ini. Dalam bab ini juga, penulis mengungkapkan tujuan dan signifikansi dari penelitian, sehingga hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat
bagi siapa pun yang cinta akan perkembangan Ilmu nahwu, khususnya. Bab kedua, Hadîts dan Nahwu. Penulis mengungkap tentang kedudukan
Hadîts di antara sumber kaidah nahwu dan perkembangan ilmu nahwu mulai dari
xxxv
awal pembentukannya hingga masa Ibnu Mâlik, dengan tujuan untuk lebih mengenal dan menampakkan kedudukan Hadîts dalam pandangan aliran pemikiran nahwu.
Bab ketiga, penulis mengungkap sosok Ibnu Mâlik, dari sisi potret kehidupan dan keilmuwannya. Kemudian penulis meneliti relasi Ibnu Mâlik dengan tokoh-tokoh
sezamannya dan membandingkan pandangan Ibnu Mâlik dan ahli nahwu klasik terhadap Hadîts Nabi SAW. Tentunya dengan meneliti karya-karya yang ditulis oleh
mereka dan menganalisa riwayat hidupnya serta hubungan mereka dengan Hadîts Nabi SAW. Sehingga diketahui sejauh mana perkenalan dan kemampuan Ibnu Mâlik
terhadap Hadîts dan Ilmu Hadîts. Karena hemat penulis, sejauh ini Ibnu Mâlik hanya dikenal sebagai ahli nahwu saja, jarang sekali diungkap dalam literatur Hadîts bahwa
ia juga merupakan ulama yang konsen dalam Hadîts.
53
Bab keempat, bab ini adalah bab inti dari penelitian ini. Dalam bab ini penulis menganlisa kaidah-kaidah Ibnu Mâlik yang berkenaang dengan fi’il, isim dan juga
huruf, yang berpijak pada Hadîts Nabi SAW, dan membandingkannya dengan kaidah dari ahli nahwu lain yang berpijak pada selain Hadîts, yaiu syair.
Bab Kelima, bab ini juga merupakan bab inti dalam penelitian penulis. Maka itu dalam bab ini akan dianalisa kaidah-kaidah Ibnu Mâlik berkenaan dengan tawabi’,
maf’ul, dan kaidah lainnya. Dan untuk membuktikan bentuk-bentuk Hadîts yang digunakan Ibnu Mâlik, dalam bab ini jug dianalisa hadîts-hadîts yang dijadikan
sumber oleh Ibnu Mâlik sebagai kaidah nahwu, dan membandingkannya dengan pendapat ahli nahwu lain yang juga bersumber pada Hadîts tersebut.
Bab keenam, penutup yang berisi kesimpulan dari uraian-uraian yang telah dipaparkan, penulis menguraikan point inti dari penelitian ini sebagai jawaban dari
rumusan masalah yang penulis tetapkan. Dan pastinya penelitian ini tidak sesempurna yang diharapkan, karena itu penulis mengemukakan saran-saran bagi para pembaca
53
Hal ini berbeda dengan Imam al-Suyûthi w. 911 H, beliau sangat populer baik di kalangan ahli bahasa atau ahli Hadits, dan pemikirannya pun banyak dikutip oleh kalangan ahli hadits
maupun ahli bahasa. Salah satu karya monumental dalam ilmu bahasa adalah al-Muzhir.
xxxvi
dan peneliti yang berkaitan dengan penelitian ini, dan hal-hal yang perlu dikaji kembali oleh peneliti berikutnya.
BAB II NAHWU DAN HADÎTS
A. Kedudukan Hadits di antara Sumber Nahwu
Layaknya sebuah hukum syariat yang penetapannya wajib berdasarkan dalil, nahwu yang merupakan kaidah bahasa Arab dan menjadi perangkat penting dalam
memahami dalil-dalil syariat, al-Qur’ân dan al-Hadîts, mesti juga bersumber dari dalil otoritatif. Karenanya memahami dan mengkaji ushûl al-Nahwi yang merupakan
kajian sumber kaidah nahwu, tidak kalah penting dari nahwu itu sendiri, bukankah untuk menghasilkan buah manis dan pohon kokoh mesti berasal dari akar yang bagus.
Dan ushûl al-Nahwi adalah akar dari pohon yang bernama kaidah bahasa Arab. Dalam kajian ushûl al-Nahwi, didapati perbedaan pendapat ulama bahasa
berkenaan dengan jumlah dan jenis sumber kaidah nahwu, termasuk urutan sumber
xxxvii