E. KAJIAN TERDAHULU YANG RELEVAN
Sejauh ini tidak banyak suatu kajian khusus yang membahas subjek ini secara utuh. Tentu telah ada beberapa karya yang dalam satu atau lain cara membahas
sejumlah permasalahan sejenis. Sekalipun demikian, karya-karya tersebut tidak ditujukan untuk membahas otorisasi Hadîts dalam pandangan Ibnu Mâlik. Sejauh
yang penulis temukan, kajian tersebut hanya diangkat sebagai pelengkap dari konsentrasi kajian yang dilakukan oleh para peneliti nahwu. Namun kajian-kajian
tersebut sangat berguna bagi penelitian ini, sebagai langkah awal memasuki pintu penelitian yang akan dilakukan. Di antara penelitian terdahulu yang relevan dengan
penelitian ini adalah; Pertama, Al-Khilâf Bayna al-Nahwiyyîn, dirâsah wa tahlîl wa taqwîm karya
Sayid Rizki Thawil Disertasi di Universitas Al-Azhar. Penelitian ini mengungkap perbedaan pandangan ahli nahwu Bashrah dan Kûfah, sebagai kedua madzhab besar
dalam ilmu nahwu. Dalam penelitian ini disebutkan sebab-sebab perbedaan Bashrah dan Kûfah dalam penetapan kaidah nahwu, dan juga pengaruhnya terhadap kajian
nahwu di Negara sekitarnya seperti Andalusia dan Baghdad. Keterkaitan penelitian Thawil, dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah, hasil kajian Thawil
yang menyatakan bahwa adanya perbedaan pandangan para ahli nahwu terhadap Hadîts sebagai sumber penetapan kaidah nahwu, merupakan salah satu faktor lahirnya
perbedaan dalam pembentukan kaidah nahwu. Kedua, Al-Manhaj al-Nahwy li Ibni Mâlik, karya D. Hidayat Disertasi IAIN
Jakarta 1998. Penelitian ini mengungkap peran Ibnu Mâlik terhadap perbedaan kedua madzhab besar dalam ilmu nahwu, yaitu Bashrah dan Kûfah. Menurut
penelitian ini, konsep nahwu perspektif Ibnu Mâlik lebih banyak dipengaruhi oleh aliran nahwu Andalusia, yang nota-bene tidak terlalu dikenal di kalangan ulama
nahwu. Yang menarik dari penelitian ini, diungkapnya peran Ibnu Mâlik terhadap Ushûl al-Nahwi, salah satunya adalah Ihtijâj bi al-Hadîts. Dari penelitian ini,
diketahui bahwa Ibnu Mâlik adalah tokoh ahli bahasa Arab yang paling banyak
xxxii
mengambil hujjah dan syâhid dari Hadîts Nabi SAW, jika dibandingkan dengan ahli nahwu sebelumnya. Namun dalam penelitian ini tidak diungkap dan diteliti sejauh
mana otorisasi Hadits dalam pandangan Ibnu Mâlik dan kaidah-kaidah apa saja yang lahir dari teks Hadits Nabi SAW. Kekosongan inilah yang berusaha penulis kaji dan
teliti, untuk memperkuat dan membuktikan kembali bahwa Ibnu Mâlik adalah sosok ahli nahwu yang cermat dalam menganalisa dan meletakkan kaidah nahwu dari salah
satu sumber otoritatif, Hadîts Nabi Muhammad SAW. Ketiga, Ilmu-Ilmu bahasa Arab dan perkembangannya pada zaman Dinasti
Abbâsiyah 1 , karya Ade Kosasih Tesis IAIN Jakarta 1997. Penelitian ini
mendeskripsikan perkembangan nahwu sejak awal masa kemunculannya berikut sebab dan faktor peletakan kaidah ilmu bahasa Arab, diantaranya adalah nahwu.
Penelitian ini mempertegas keistimewaan bahasa Arab dengan mendeskripsikan faktor-faktor kelahiran ilmu bahasa Arab yang berasal dari faktor internal dan
eksternal dari bahasa itu sendiri. Penelitian ini juga memperkuat akan kefashihan dan keluhuran bahasa yang digunakan Nabi Muhammad SAW. Penelitian ini sangat tepat
untuk dijadikan pijakan awal dalam penelitian yang penulis lakukan. Sebagai gambaran historis kemunculan ilmu bahasa Arab.
F. METODE PENELITIAN
Dilihat dari sumber datanya, penelitian ini termasuk bagian dari penelitian kepustakaan. Karena sumber datanya murni dari studi pustaka. Maka itu, penelitian
ini menggunakan metode pustaka, tentunya dengan memadukan beberapa pendekatan sesuai dengan jenis data yang diteliti. Di antaranya;
1. Pendekatan isi teks; jenis pendekatan ini dipergunakan untuk mengkaji kandungan kaidah nahwu yang terdapat pada karya-karya Ibnu Mâlik, dan
meneliti kaidah-kaidah nahwu yang terlahir dari teks Hadîts Nabi SAW.
xxxiii