Bahan – Bahan Isolasi minyak atsiri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode yang diterapkan pada penelitian ini adalah metode deskriptif meliputi pengumpulan dan pengolahan sampel, karakterisasi simplisia, isolasi dan analisis komponen- komponen minyak atsiri dari tumbuhan kayu putih Melaleuca Leucadendra L. L. segar dan kering secara GC-MS.

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium farmakognosi Fakultas Farmasi USU, Laboratorium Penelitian Farmasi Medan. Dan penelitian dilakukan pada bulan Januari – Mei 2010.

3.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat alat stahl, seperangkat alat destilasi air, Gas Chromatograph-Mass Spectrometer GC-MS shimadzu QP 2010 S, Refraktometer abbe, piknometer, alat-alat gelas, blender National, eksikator, neraca kasar Ohaus, neraca listrik Mettler Toledo, lemari pengering, mikroskop, dan objek glass.

3.3 Bahan – Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah daun kayu putih segar dan kering, etanol pro analisa, toluen pro analisa, kloroform, natrium sulfat anhidrat, dan air suling.

3.4 Penyiapan sampel

Penyiapan sampel meliputi pengambilan sampel, identifikasi tumbuhan dan pengolahan sampel.

3.4.1 Pengambilan sampel

Universitas Sumatera Utara Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan serupa dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah daun kayu putih Melaleucae folium segar yang diambil dari Jln. Ayahanda Ujung Kecamatan Medan Petisah, Medan, Sumatera Utara.

3.4.2 Identifikasi sampel

Identifikasi tumbuhan telah dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI, Bogor.

3.4.3 Pengolahan sampel

Sampel yang digunakan adalah daun kayu putih Melaleucae folium segar dan kering. daun dibersihkan dari kotoran yang melekat dan dicuci dengan air hingga bersih, lalu ditiriskan. Kemudian dikeringkan pada suhu 40-50 C sampai sampel kering dalam lemari pengering. 3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia 3.5.1. Pemeriksaan Makroskopik Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari simplisia daun kayu putih.

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia. Serbuk simplisia ditaburkan diatas objek yang telah ditetesi dengan larutan kloral hidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati dibawah mikroskop.

3.5.3. Penetapan Kadar Air a. Penjenuhan Toluen

Universitas Sumatera Utara Sebanyak 200 ml toluen dimasukkan kedalam labu alas bulat, lalu ditambahkan 2 ml air suling, kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama ± 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

b. Penetapan kadar air simplisia

Kemudian kedalam labu tersebut dimasukkan 5,0 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati – hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen WHO, 1992.

3.5.4. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

Sebanyak 5,0 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air – kloroform 2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105 C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Depkes RI, 1995. Universitas Sumatera Utara

3.5.5. Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol

Sebanyak 5,0 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 95 dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105 C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 95 dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Depkes RI, 1995.

3.5.6. Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2,0 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan – lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 500 - 600 C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Depkes RI, 1995; WHO, 1992.

3.5.7. Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu didihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dan dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara Depkes RI, 1995.

3.5.8 Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl. Caranya : sebanyak 15 g daun yang telah diremukkan dimasukkan kedalam labu alas bulat berleher pendek, lalu ditambahkan air suling sebanyak 300 ml. Labu diletakkan diatas pemanas listrik, lalu Universitas Sumatera Utara dihubungkan dengan pendingin dan alat penampung berskala. Sebelum buret diisi penuh dengan air, lebih dahulu diisi dengan 0,2 ml ksilen P yang diukur seksama. Selanjutnya dilakukan destilasi. Volume minyak atsiri dihitung dengan mengurangkan volume yang dibaca dengan volume ksilen dan kadar minyak atsiri dihitung dalam vb Depkes RI, 1995. 3.6 Isolasi Minyak Atsiri 3.6.1. Isolasi minyak atsiri dari daun kayu putih segar dengan metode destilasi air Caranya : sebanyak 70 g sampel dimasukkan kedalam labu alas bulat kemudian tambahkan aquadest sampai seluruh sampel terandam sempurna didalam labu alas bulat berleher panjang 2 L yang telah dirangkai dalam perangkat alat destilasi air. Destilasi dilakukan selama 4-5 jam. Minyak atsiri yang diperoleh ditampung dalam corong pisah lalu dipisahkan antara minyak dengan air. Kemudian minyak atsiri yang diperoleh ditambahkan natrium sulfat anhidrat, dikocok dan didiamkan selama 1 hari. Minyak atsiri dipipet dan disimpan dalam botol berwarna gelap. Minyak yang diperoleh kemudian dianalisis dengan GC-MS. Kemudian dilakukan penetapan parameter fisika yang meliputi penentuan indeks bias dan penentuan bobot jenis.

3.6.2. Isolasi minyak atsiri dari daun kayu putih kering dengan metode destilasi air

Caranya : sebanyak 150 g sampel dimasukkan kedalam labu alas bulat kemudian tambahkan aquadest sampai seluruh sampel terendam sempurna didalam labu alas bulat berleher panjang2 L yang telah dirangkai dalam perangkat alat destilasi air. Destilasi dilakukan selama 4-5 jam. Minyak atsiri yang diperoleh ditampung dalam corong pisah lalu dipisahkan antara minyak dengan air. Kemudian minyak atsiri yang diperoleh ditambahkan natrium sulfat anhidrat, dikocok dan didiamkan selama 1 hari. Minyak atsiri dipipet dan disimpan dalam botol berwarna gelap. Minyak yang diperoleh kemudian dianalisis dengan GC-MS. Kemudian dilakukan penetapan parameter fisika yang meliputi penentuan indeks bias dan penentuan bobot jenis Universitas Sumatera Utara 3.7. Identifikasi Minyak Atsiri 3.7.1. Penetapan Parameter Fisika

3.7.1.1. Penentuan Indeks Bias

Penentuan indeks bias dilakukan menggunakan alat Refraktometer Abbe. Caranya: Alat Refraktometer Abbe dihidupkan. Prisma atas dan prisma bawah dipisahkan dengan membuka klem dan dibersihkan dengan mengoleskan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol. Cuplikan minyak diteteskan ke prisma bawah lalu ditutup. Melalui teleskop dapat dilihat adanya bidang terang dan bidang gelap lalu skrup pemutar prisma diputar sedemikian rupa, sehingga bidang terang dan gelap terbagi atas dua bagian yang sama secara vertikal. Dengan melihat skala dapat dibaca indeks biasnya.

3.7.1.2. Penentuan Bobot Jenis

Penentuan bobot jenis dilakukan dengan menggunakan alat Piknometer. Caranya: Piknometer kosong ditimbang dengan seksama, lalu diisi dengan air suling dan ditimbang. Kemudian piknometer dikosongkan dan dibilas beberapa kali dengan alkohol dan dikeringkan dengan bantuan hairdryer. Piknometer diisi dengan minyak selanjutnya dilakukan seperti pengerjaan pada air suling. Hasil bobot minyak atsiri diperoleh dengan mengurangkan bobot piknometer yang diisi minyak atsiri dengan bobot piknometer kosong. Bobot jenis minyak atsiri adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot minyak atsiri dengan bobot air suling dalam piknometer Depkes RI, 1995. Universitas Sumatera Utara

3.7.2 Analisis komponen minyak atsiri

Penentuan komponen minyak atsiri yang diperoleh dari simplisia daun kayu putih dilakukan di Laboratorium Penelitian Farmasi Dengan menggunakan seperangkat alat Gas Chromatograph-Massa Spectrometer GC-MS Model Shimadzu QP - 2010 Plus dan Auto Injecto AOC – 20i Kondisi analisis adalah sebagai berikut: Jenis kolom kapiler Rtx-5MS 30 m x 0,25mm, suhu injektor 280 C, suhu detektor 200 C, gas pembawa He dengan laju alir 0,5 mlmenit. Suhu kolom terprogram Temperature progamming dengan suhu awal 70 C selama 3 menit, lalu dinaikkan perlahan-lahan dengan kenaikan 5 Cmenit sampai mencapai suhu akhir 280 C dipertahankan selama 60,0 menit. Cara identifikasi komponen minyak adalah dengan membandingkan spektrum massa dan komponen minyak atsiri yang diperoleh unknown dengan data library yang memiliki tingkat kemiripan Similarty index tertinggi. Universitas Sumatera Utara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeriksaan Tumbuhan 4.1.1 Identifikasi Tumbuhan Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI Bogor terhadap tumbuhan yang diteliti menunjukkan bahwa bahan uji adalah tumbuhan kayu putih Melaleuca leucadendra L. L dari suku Myrtaceae. Identifikasi bertujuan untuk memastikan kebenaran tumbuhan yang akan digunakan sebagai bahan uji.

4.1.2 Karakterisasi Simplisia

Hasil pemeriksaan makroskopik untuk simplisia daun kayu putih adalah daun tunggal, bertangkai 5 mm sampai 7 mm, helai daun berbentuk jorong atau berbentuk lanset, pangkal dan ujung daun umumnya meruncing, tepi daun rata, panjang helai daun 3,5 cm sampai 10 cm, lebar 0,5 cm sampai 1,7 cm. Tulang – tulang daun hampir sejajar dan tidak menonjol dari permukaan daun. Permukaan daun berambut, warna hijau kelabu sampai hijau kecoklatan. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia berwarna hijau sampai hijau kelabu, fragmen pengenal adalah rambut penutup terdiri dari satu sel, ujung ruincing, dinding tebal, dengan stomata tipe anomositik, mesofil dengan kelenjar minyak lesigen berwarna kekuningan, serabut hablur dengan hablur kalsium oksalat berbentuk prisma, hablur kalsium oksalat lepas atau berasal dari serabut hablur atau dari mesofil, serabut sklerenkhim. Universitas Sumatera Utara Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Materia Medika Indonesia MMI III. Hasil karakterisasi simplisia daun kayu putih dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Hasil karakterisasi simplisia daun kayu putih No Penetapan Kadar Menurut MMI III 1 Kadar air 6,61 Tidak lebih dari 10 2 Kadar sari yang larut dalam air 16,4 Tidak kurang dari 15,8 3 Kadar sari yang larut dalam etanol 18,67 Tidak kurang dari 18,5 4 Kadar abu total 5,04 Tidak lebih dari 6,4 5 Kadar abu tidak larut dalam asam 0,39 Tidak lebih dari 0,9 6 Kadar minyak atsiri 0,73 Tidak kurang 0,4 vb Pada penetapan karakterisasi yang dilakukan adalah hanya untuk daun kayu putih kering dan tidak dilakukan untuk daun kayu putih segar, karena untuk pemeriksaan karakterisasi bahan yang digunakan adalah bentuk simplisia, dan simplisia itu kecuali dinyatakan lain adalah bahan yang telah dikeringkan. Kadar air ditetapkan berkaitan dengan proses penyimpanan simplisia. Kadar air harus memenuhi ketentuan yaitu tidak lebih dari 10 agar tidak rusak dalam penyimpanan karena ditumbuhi kapang dan mikroorganisme lainnya Depkes RI, 1995: Trease Evans, 1983. Kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam ditetapkan untuk melihat kandungan mineral dari simplisia. Kadar abu yang tinggi menunjukkan banyaknya zat anorganik yang terdapat dalam simplisia. Universitas Sumatera Utara Kadar sari ditetapkan untuk mengetahui jumlah kandungan senyawa yang polar dan non polar yang terdapat dalam simplisia. Kadar sari yang larut dalam air lebih rendah dari pada kadar sari yang larut dalam etanol, hal ini menunjukkan bahwa daun kayu putih lebih banyak tersari dalam etanol dibandingkan dalam air ini berarti daun kayu putih lebih mudah larut dalam etanol dibandingkan dalam air. Dari hasil Penetapan kadar minyak atsiri yang dilakukan dengan menggunakan alat stahl, diperoleh kadar minyak atsiri daun kayu putih sebesar 0,73 v b dihitung terhadap serbuk simplisia yang telah dikeringkan. Kadar ini telah memenuhi persyaratan menurut Materia Medika Indonesia MMI III yaitu tidak kurang dari 0,4 v b.

4.2. Isolasi minyak atsiri

Isolasi minyak atsiri dari daun kayu putih segar dan kering dilakukan dengan cara destilasi air dan destilasi uap, tetapi pada waktu orientasi untuk destilasi uap minyak yang diperoleh hanya sedikit dan minyaknya langsung menguap, jadi dilakukan cara destilasi air karena minyak yang diperoleh lebih banyak dan waktu penyulingan lebih cepat. Menurut Guenther E 2006, air berfungsi untuk menambah kecepatan penguapan minyak pada penyulingan, sehingga sistem penyulingan dengan air dan penyulingan dengan air dan uap lebih unggul daripada sistem penyulingan uap . namun suhu tinggi lebih mudah dicapai dengan sistem penyulingan uap. Universitas Sumatera Utara 4.3 Identifikasi minyak atsiri Tabel 2. Perbandingan Hasil Isolasi Minyak Atsiri daun kayu putih segar dan kering No Perbandingan Segar Kering 1 Warna Kuning kehijauan Kuning lemah 2 Bau Khas aromatis Khas aromatis 3 Komponen α- pinene α- pinene Sineol Sineol α- terpineol α terpineol Kariofilen kariofilen α – kariofilen α- kariofilen Ledol Ledol Elemol Elemol 4 Berat jenis 0,8659 0,8659 5 Indeks bias 1,463 1,465 Dari tabel diatas dapat dilihat perbandingan hasil destilasi daun kayu putih segar dan kering, misalnya dari warna minyak kayu putih segar berwarna kuning kehijauan, sedangkan untuk daun minyak kayu putih kering berwarna kuning lemah. Hal ini terjadi karena daun kayu putih segar masih tidak mengalami proses pengeringan jadi minyak yang dihasilkan lebih segar dari minyak kayu putih kering. Kemudian untuk identifikasi minyak kayu putih segar dan kering komponen yang dihasilkan adalah sama tetapi kadarnya yang berbeda hal ini terjadi karena pada proses pengeringan atau penyimpanan simplisia mungkin sebagian komponennya menguap. Universitas Sumatera Utara Dari hasil penelitian nilai indeks bias minyak atsiri dari daun kayu putih telah memenuhi persyaratan menurut Materia Medika Indonesia MMI III. Pada pengujian indeks bias minyak harus dijauhkan dari panas dan cuaca lembab sebab udara dapat berkondensasi pada permukaan prisma yang dingin. Akibatnya akan timbul kabut pemisah antara prisma gelap dan terang sehingga garis pembagi tidak terlihat jelas. Jika minyak mengandung air, maka garis pembatas akan kelihatan lebih tajam, tetapi nilai indeks biasnya akan menjadi rendah Guenther, 1987. Bobot jenis merupakan perbandingan dari suatu volume minyak atsiri dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Menurut Sastrohamidjojo 2004 menyatakan minyak atsiri dengan air akan terpisah karena minyak atsiri tidak akan larut dalam air disebabkan berbeda bobot jenisnya. Kedua cairan membentuk dua lapisan yang terpisah, biasanya minyak atsiri lebih ringan, mengambang di atas air. Namun demikian bila minyak atsiri memiliki bobot jenis lebih besar dari 1,0 maka minyak atsiri akan tenggelam di dasar alat pemisah. Menurut Guenther 1987 dari seluruh sifat fisikokimia yaitu nilai bobot jenis berkisar 0,696 – 1,188 dan umumnya lebih kecil dari 1,000 Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Universitas Sumatera Utara 4.4 Analisis minyak atsiri dengan GC-MS 4.4.1 Analisis minyak atsiri simplisia daun kayu putih segar

Dokumen yang terkait

Isolasi Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Bangle (Zingiber Montanum (J.König) Link Ex A. Dietr) Segar Dan Kering Secara Gc-Ms

13 132 103

Perbandingan Kadar Dan Komponen Minyak Atsiri Rimpang Cabang Dan Rimpang Induk Kunyit (Curcuma Longa L.) Segar Dan Kering Secara Gc-Ms

8 63 132

Isolasi Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Temu Kunci (Boesenbergia ROTUNDA (L.) Mansf.) Segar Dan Kering Secara Gc-Ms

13 65 107

Isolasi Minyak Atsiri dari Sereh Merah (Andropogon citratus DC.) Segar dan Kering Serta Analisis Komponen Secara GC-MS

5 68 93

Karakterisasi Simplisia, Isolasi, Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Buah Segar Dan Kering Tumbuhan Attarasa (Litsea cubeba Pers.) Secara GC-MS

15 107 92

Isolasi Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Dari Daun Kayu Manis ( Cinnamomum burmanii ) Dengan Cara GC-MS

16 147 70

Karakterisasi Simplisia, Isolasi dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Buah Kemukus (Cubebae fructus) dari Wonosobo dan Padang Sidempuan Secara GC-MS

2 78 87

Karakterisasi Simplisia, Isolasi Dan Analisi Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Dan Daun Kunyit (Curcuma Domestica Val.) Kering Secara Gc-Ms

1 51 92

Karakterisasi Simplisia dan Isolasi Minyak Atsiri dari Daun Salam Koja (Murraya koenigii L. Spreng) Segar dan Kering serta Analisis Komponennya Secara GC-MS

12 85 101

Karakterisasi Simplisia Dan Isolasi Minyak Atsiri Dari Kulit Buah Jeruk Jingga (Citrus x Jambhiri Lush) Segar Dan Kering Serta Analisis Komponennya Secara GC-MS

0 29 98