Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu mata kuliah praktek yang saya ikuti selama empat semester sejak T.A 20102011 s.d. T.A 20112012 berturut-turut di program studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara adalah mata kuliah Praktek Ensambel Gondang 1 1 Menurut Purba dalam Victor Gannap 2010 mengatakan: “ Dalam bahasa Batak Toba kata ‘gondang’ mempunyai arti yang majemuk. Kata tersebut bisa berarti instrumen musikal, ensambel musikal, judul sebuah komposisi musik, judul kolektif dari beberapa komposisi musik repertoar, sebuah upacara, menunjukkan suatu kelompok …. Di samping itu, kata gondang seperti juga kata ‘benda’ lainnya, yang jika digabungkan dengan awalan tertentu akan memberikan pengertian yang berbeda. Sebagai contoh: kata ‘margondang’, ‘pargondang’, ‘sagondang’ … Oleh karena itu perlu dipahami bahwa kata gondang adalah sesuatu yang fleksibel untuk digunakan pada berbagai ekspresi. Oleh karena itu pula, kata gondang yang digunakan pada kalimat dan konteks yang berbeda akan memberikan pengertian yang berbeda pula. Perlu juga dicatat bahwa pengertian dan penggunaan kata gondang jelas berbeda dari arti yang terkandung dalam kata gendang atau khendang dalam bahasa Melayu dan Jawa. Kendati mereka memiliki persamaan di dalam artikulasi, namun mereka memberikan arti yang sangat berbeda.” Hasapi Batak Toba, dengan kode mata kuliah: Mus 172, Mus 263, Mus 264 dan Mus 375. Salah satu tujuan instruksional mata kuliah ini adalah bahwa ditiap akhir semester yang berjalan, mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut diharapkan mampu memainkan instrumen garantung—sesuai dengan repertoar yang diajarkan—secara solo maupun dalam format ensambel. Mengingat jumlah waktu yang tersedia per pertemuan yang relatif singkat, maka kemampuan musikalitas mahasiswa di dalam mempelajari dan kemudian menguasai bagaimana Universitas Sumatera Utara memainkan melodi komposisi gondang diajarkan pada intrumen-instrumen yang ditawarkan di dalam mata kuliah tersebut menjadi sangat penting. Formasi instrumen yang biasanya dimainkan dalam ensambel gondang hasapi adalah dua buah hasapi two stringed boat lute-chordophone masing-masing disebut hasapi ende dan hasapi doal, sebuah garantung wooden-xylophone, struck idiophone, sebuah sulim transverse bamboo-flute-aerophone, dan sebuah sarune etek single-reed idioglot-aerophone. Di dalam mata kuliah gondang hasapi yang diajarkan di program studi Etnomusikologi yang saya ikuti, hanya ada tiga instrumen yang diajarkan, yaitu hasapi, sulim dan garantung. Sejak mengikuti perkuliahan tersebut saya sudah memutuskan untuk mempelajari lebih jauh tentang instrumen garantung. Saya memilih mempelajari garantung karena menurut pengamatan saya jauh lebih mudah mendengarkan dan memainkan melodi garantung dibandingkan dengan mendengar dan memainkan instrumen lainnya yang ada di dalam ensambel gondang hasapi. Alasan dasar inilah yang membuat saya tertarik untuk mempelajari lebih jauh tentang instrumen garantung, baik dari sisi teknik memainkannya maupun aspek-aspek musikal dan ekstra musikal lainnya termasuk pembuatannya, perkembangannya, metode pentransmisiannya, maupun cara penggarapan pukulan oleh para pargarantung. Dalam proses pembelajaran di kelas, sebagai partisipan kelas saya diajarkan memainkan repertoar musik gondang hasapi, yang secara khusus dimainkan untuk instrumen garantung. Metodenya adalah sebagai berikut: dosen lebih dahulu memberikan contoh dengan cara memainkan sebuah melodi gondang secara utuh Universitas Sumatera Utara pada instrumen garantung. Apa yang dimainkan oleh sang dosen harus diingat oleh mahasiswa. Oleh karena itu, dalam proses belajar ini, saya harus mengandalkan ingatan untuk memainkan repertoar tersebut. Persoalan yang klasik biasanya muncul saat perkuliahan telah usai. Misalnya, ketika berada di rumah, saat saya ingin mengulang kembali memainkan bagaimana melodi yang dimainkan sang dosen waktu di kelas, saya tidak dapat mengingatnya. Dengan kata lain, saya lupa. Pada saat seperti ini saya selalu mencari jawabannya lewat internet. Di media tersebut selalu ada dokumen rekaman yang sering sekali memberikan alternatif. Namun sering pula terjadi saat menemukan rekaman repertoar yang diinginkan, judulnya sama, namun bunyinya atau melodi gondang yang dimainkan terdengar berbeda dari apa yang diajarkan di kelas. Perbedaan dimaksud kerap sekali terjadi pada variasi-variasi yang dimunculkan. Pengalaman ini melahirkan beberapa pertanyaan di benak penulis. Pertama, sebenarnya bagaimanakah seorang pargarantung menggarap sebuah repertoar? Apakah di dalam memainkan sebuah repertoar tertentu, pargarantung menerapkan cara-cara tertentu pula, khususnya dalam menggarap variasi pukulan? Jika demikian, bagaimanakah metode yang diterapkan pargarantung dalam menggarap variasi pukulan tersebut? Kedua, haruskah penggarapan permainan gondang khususnya pada instrumen garantung oleh pargarantung yang berbeda menghasilkan komposisi yang berbeda pula? Jika demikian dimanakah perbedaannya? Aspek apakah yang membedakan penggarapan permainan yang sama oleh pargarantung yang berbeda? Apakah ada juga aspek yang sama? Universitas Sumatera Utara Musisi yang memainkan garantung disebut pargarantung. Menjadi pargarantung adalah melalui proses belajar atau memiliki bakat alamiah. Mereka belajar dari pargarantung terdahulu yang telah mereka amati. Awalnya mereka menyimak bagaimana cara pargarantung memainkan sebuah repertoar, mendengarkan, menghafal melodi dan memperhatikan pergerakan tangan saat memukul bilah garantung. Untuk lebih mendalaminya, mereka harus berlatih kembali sehingga dapat memainkan repertoar secara utuh Dalam memainkan sebuah repertoar gondang seorang pargarantung memainkan repertoar gondang yang digarapnya sesuai dengan keinginan setiap pargarantung. Garapan maksudnya adalah kombinasi pengolahan nada dan ritma yang diciptakan oleh pargarantung ke dalam pengorganisasian tangan kanan dan tangan kiri dalam memainkan sebuah repertoar. Dari pengamatan yang saya lakukan, saya mencatat bahwa antara satu pargarantung dengan pargarantung lainnya mempunyai materi dan metode penggarapan yang berbeda, tetapi bisa pula sama, atau mirip. Asumsi ini didasarkan pada kenyataan adalah bahwa interaksi diantara pargarantung sering terjadi yang memungkinkan mereka bertukar pendapat atau saling menceritakan pengalaman dan kemungkinan bisa menghasilkan pengaruh terhadap cara mereka memainkan garantung. Pendapat ini juga didasarkan pada kenyataan bahwa tradisi musik Batak Toba, termasuk tradisi gondang hasapi, adalah tradisi yang ditransmisikan lewat cara lisan, yaitu segala sesuatunya yang berhubungan dengan tradisi musik itu—pengajarannya dan pembuatan alat musiknyanya—semua dilakukan dengan cara lisan oral tradition. Interaksi Universitas Sumatera Utara dimaksud memberikan konsekuensi logis, yaitu bahwa perbedaan dan persamaan yang ada di dalam tradisi gondang hasapi menjadi warna yang kuat dan menjadi karakter tradisi musik tersebut. Persamaan dan perbedaan tersebut penting untuk dipelajari: dimana perbedaan dan dimana persamaannya. Faktor apa sajakah sebenarnya yang menyebabkan terjadinya persamaan dan perbedaannya, serta bagaimana proses persamaan dan perbedaan tersebut bisa berlangsung dan berkesinambungan? Berdasarkan hal dan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk membahas tentang permainan garantung, dan dituliskan dalam skripsi dengan judul: ANALISIS TEKNIK PERMAINAN DAN PENGGARAPAN TIGA KOMPOSISI GONDANG PADA INSTRUMEN GARANTUNG YANG DIMAINKAN OLEH TIGA PARGARANTUNG.

1.2 Pokok Permasalahan