Abnes Oktora Ginting : Hubungan Empati Dengan Cooperative Learning Pada Proses Belajar Siswa Di SMP Negeri 10 Medan, 2009.
USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Setiap manusia yang lahir di dunia ini pada suatu ketika tentu akan mengetahui, bahwa hidup mempunyai persoalan-persoalannya, terutama hidup
bermasyarakat. Ia bertemu dengan sesama hidupnya yang juga menghadapi persoalan-persoalan serupa dan lalu merasa perlu berhubungan dengan mereka
untuk memecahkan persoalan-persoalan ini bersama. Malahan di dalam persoalan- persoalan yang bersifat pribadi pun, ia tetap membutuhkan orang lain yang dapat
menyelami dan dapat membantunya untuk menyelami persoalan-persoalan itu. Tetapi bantuan orang lain ini terutama dibutuhkannya dalam memecahkan
“persoalan-persoalan sosial”. Karena secara individual orang tidak akan mampu untuk menghadapinya, dan seandainya bisa juga tidak akan mungkin dapat
menyelesaikannya dengan baik. Dari sebab itu, pemecahan persoalan-persoalan sosial dengan sendirinya menuntut adanya kerja sama SJ, 1995.
Sementara itu, ada persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini
menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap
atau setidaknya dipandang oleh siswa sebagai yang maha tahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi, siswa belajar dalam situasi yang membebani dan
Abnes Oktora Ginting : Hubungan Empati Dengan Cooperative Learning Pada Proses Belajar Siswa Di SMP Negeri 10 Medan, 2009.
USU Repository © 2009
menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai ujian yang tinggi. Lie, 2003.
Tampaknya, perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogianyalah kegiatan
belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang
dianggap perlu oleh guru. Selain itu, alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling mengajar dengan sesama siswa yang
lainnya. Bahkan, banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya peer teaching ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru.
Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai
sistem “pembelajaran gotong royong” atau cooperative learning. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator Lie, 2003.
Pada definisi tersebut terkandung pengertian bahwa dalam belajar kooperatif banyaknya anggota kelompok kecil, kemampuan anggota-anggota kelompok yang
berbeda, menggunakan aktivitas belajar yang bervariasi untuk meningkatkan pemahaman diri. Setiap anggota kelompok tidak hanya bertanggung jawab pada
belajar sendiri tetapi juga membantu teman satu team yang lain dalam belajar, sehingga tercipta suasana sukses Lie, 2003.
Ada beberapa alasan penting mengapa sistem pengajaran ini perlu dipakai lebih sering di sekolah-sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi
transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah dan
Abnes Oktora Ginting : Hubungan Empati Dengan Cooperative Learning Pada Proses Belajar Siswa Di SMP Negeri 10 Medan, 2009.
USU Repository © 2009
perguruan tinggi untuk lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan- keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan
berkembang pesat. Lie, 2003. Dalam rimba modernitas sekarang ini, empati merupakan barang mahal yang
cukup sulit didapat. Empati bukan hanya sekedar ikut merasakan, tetapi juga berbuat dengan tindakannya nyata. Di dalam tataran praktis hal ini cukup sulit
untuk dilakukan, karena manusia-manusia modern terkurung oleh egonya, dan memberi empati sangatlah menyejukkan jiwa. Arianto, 2008.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Balai Pustaka, 1995, empati berarti keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya
dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Atau lebih gampangnya empati berarti menempatkan diri seolah-olah menjadi
seperti orang lain. Mempunyai rasa empati adalah keharusan seorang manusia, karena di sanalah terletak nilai kemanusiaan seseorang.
Empati merupakan emosi atau afeksi yang positif. Empati ini berperan penting dalam mengatasi masalah yang sedang dihadapi individu dan dalam membentuk
sikap dan perilaku terhadap orang lain. Orang yang mempunyai empati tinggi lebih berorientasi pada orang lain yang mengalami kesulitan tanpa banyak
mempertimbangkan kerugian-kerugian yang akan diperoleh, seperti pengorbanan waktu, tenaga dan biaya. Dengan demikian seseorang yang mempunyai empati
tinggi akan peduli terhadap orang lain di sekelilingnya. Brigham, 1991. Banyak segi positif bila seseorang berempati. Orang tersebut akan agresif dan
senang membantu orang lain, karena empati berhubungan dengan kepedulian
Abnes Oktora Ginting : Hubungan Empati Dengan Cooperative Learning Pada Proses Belajar Siswa Di SMP Negeri 10 Medan, 2009.
USU Repository © 2009
terhadap orang lain, tak heran kalau empati selalu berkonotasi sosial seperti menyumbang, memberikan sesuatu pada orang yang kurang mampu. Rasa empati
dapat dilakukan asalkan mau, kapan saja dan di mana saja kita berada. Setiap orang harus membiasakan dari hal-hal yang sederhana. Arianto, 2008.
Menurut definisi Mader Mader Understanding One Another, 1990, empati adalah kemampuan seseorang untuk menjalin ikatan dengan individu lainnya
secara emosional share-feeling yang dilandasi kepedulian. Para pakar ilmu komunikasi dan pendidikan menilai bahwa kepedulian atau empati merupakan
kata kunci dalam tahap akhir kecerdasan emosional. Merujuk pendapat A, siswa kelas IX C SMP N 10 Medan,
“Kepedulian itu penting dimiliki tiap anggota kelompok. Biasanya kalau yang saya lihat rasa pedulinya tinggi maka kelompok diskusi tersebut mantap…”.
H, siswi kelas IX B SMP N 10 Medan juga mengutarakan pendapatnya,
“Kalau belajar pake diskusi kelompok tambah semangat dan bisa mengeluarkan aspirasi kami tiap-tiap orang. Jadi kalau kami berdiskusi kami
bisa saling berpendapat trus saling mengajarin…”.
Pak L, guru mata pelajaran IPA di SMP N 10 Medan memberikan paradigma hubungan empati dengan cooperative learning dengan melihat fakta di lapangan
bahwa ketika proses diskusi kelompok dilaksanakan, proses belajar siswa jadi lebih hidup. Siswa bertambah banyak yang aktif dan memicu semangat siswa
yang lainnya untuk memberikan prestasi terbaiknya. Atas dasar penjelasan di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti hubungan
antara empati dengan cooperative learning pada proses belajar siswa di SMP N 10 Medan.
Abnes Oktora Ginting : Hubungan Empati Dengan Cooperative Learning Pada Proses Belajar Siswa Di SMP Negeri 10 Medan, 2009.
USU Repository © 2009
B. RUMUSAN MASALAH