Di dunia internet, kesepakatan terjadi secara elektronik. UU ITE mengakui transaksi elektronik yang dituangkan dalam kontrak elektronik yang mengikat
para pihak Pasal 18 Ayat 1. Berdasarkan Pasal 20 UU ITE, transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim oleh Pengirim diterima dan
disetujui oleh Penerima. Namun persetujuan tersebut harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik misalnya dengan mengirimkan email
konfirmasi.
224
Mengenai kekuatan pembuktian dokumen elektronik hendaknya dirumuskan dalam pasal yang menyebutkan bahwa kekuatan pembuktian dari
suatu dokumen elektronik, disamakan dengan bukti surat yang bukan akta, yaitu mempunyai kekuatan bukti yang bebas, diserahkan pada kebijaksanaan hakim.
Beban pembuktian juga harus diatur secara jelas bahwa dalam hal diajukan bukti elektronik sebagai alat bukti , beban pembuktian diserahkan pada pihak yang
mengajukan bukti elektronik tersebut.
225
B. Keabsahan Pembuktian dalam Transaksi Transfer Dana dengan
Menggunakan Telepon Seluler
Aspek pembuktian mempunyai peran yang amat penting yaitu dalam hal terjadi sengketa antara para pihak dalam melakukan transaksi perbankan yang
menggunakan sarana elektronik. Dalam kaitannya dengan transfer dana elektronik dimana segala transaksi diproses dan diselesaikan dengan menggunakan media
224
Ibid.
225
Efa Laela Fakhriah, Op.Cit., hlm. 199.
elektronik sehingga transaksi tersebut bersifat paperless, maka perlu dilihat sampai sejauh mana dapat dibuktikan adanya atau kebenaran transaksi tersebut.
Tahapan pembuktian memiliki 2 dua unsur yang memegang peranan penting, Pertama, unsur-unsur alat bukti. Para pihak dalam tahapan pembuktian
harus menggunakan alat bukti yang sah menurut hukum pembuktian dan tidak boleh menggunakan alat bukti yang tidak diatur dalam peraturan perundangan.
Berkenaan dengan macam alat bukti yang sah, menurut Pasal 164 HIR jo. Pasal 1866 KUH Pdt. ada 5 macam alat bukti yaitu bukti tulisansurat; bukti saksi; bukti
persangkaan; bukti pengakuan; dan, bukti sumpah. Kedua, peraturan pembuktian. Bahwa kelima macam alat bukti di atas dianggap sebagai alat bukti yang sah dan
dapat dipergunakan sebagai alat bukti di persidangan, hal tersebut dikarenakan di dalam peraturan perundang-undangan HIRRbg mengatur cara pembuatan,
penggunaan dan kekuatan pembuktiannya sebagai alat bukti. Makna pembuktian dalam persidangan adalah memberikan dasar-dasar yang sah atas suatu gugatan
atau bantahan, sebagaimana ditentukan dalam asas pembuktian dalam hukum acara perdata, yang diatur di dalam Pasal 163 HIR jo. 1865 KUH Pdt. Disamping
itu pembuktian harus dilakukan dengan menggunakan alat-alat bukti yang sah. Alat bukti yang paling diutamakan dalam hukum acara perdata adalah alat
bukti tulisan atau surat, yang dibedakan menjadi dua yaitu akte otentik dan akte di bawah tangan; dan surat atau tulisan lain. Akte ialah tulisan yang dengan sengaja
dibuat untuk dijadikan alat bukti adanya hubungan hukum dan ditandatangani. Dengan demikian unsur-unsur dalam pembuatan akte meliputi tulisan; dengan
sengaja dibuat; untuk alat bukti; adanya hubungan hukum; ditandatangani. Dari
kelima unsur-unsur dalam pembuatan akte itu, unsur yang paling penting terkait dengan pembuktian adalah tanda tangan, yang dalam asas-asas hukum dinyatakan
bahwa barangsiapa yang menandatangani suatu surat dianggap telah mengetahui isinya dan bertanggungjawab. Adapun syarat penandatanganan dalam pembuatan
akte diatur di dalam Pasal 1874 KUH Pdt. atau Pasal 1 Stb 1867 No. 29. Terkait dengan pembuatan dan penggunaan akte sebagai alat bukti di
Pengadilan, maka perlu dipahami adanya beberapa pengaturan yaitu sebagai berikut: Pertama, Pasal 1867 KUH Pdt. yang menentukan bahwa pembuktian
dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik maupun dengan tulisan di bawah tangan. Kedua, Pasal 1868 KUH Pdt. yang menentukan bahwa suatu akta otentik
ialah suatu akte yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di
tempat dimana akte dibuatnya. Ketiga, Pasal 1869 KUH Pdt. yang menentukan bahwa suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai
termaksud di atas, atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, namun mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai tulisan di bawah tangan jika ditandatangani oleh para pihak. Keempat, Pasal 1877 KUH Pdt., yang menentukan bahwa jika suatu akta otentik, yang
berupa apa saja, dipersangkakan palsu, maka dapat ditangguhkan menurut ketentuan ketentuan Hukum Acara Perdata.
Selanjutnya, terkait dengan pengunaan alat bukti akte di bawah tangan, maka ditentukan bahwa suatu tulisan di bawah tangan yang telah diakui oleh
orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut
undang-undang dapat dianggap sebagai diakui, memberikan terhadap orang-orang yang menandatanganinya serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapat
hak daripada mereka, bukti yang sempurna seperti suatu akta otentik, dan demikian pula berlakulah ketentuan Pasal 1871 KUH Pdt. untuk tulisan itu
penuturannya harus berhubungan langsung dengan pokok isi akta, jika tidak hanya jadi bukti permulaan Pasal 1875 KUH Pdt.. Selanjutnya, di dalam Pasal
1877 KUH Pdt. juga ditentukan pula bahwa jika seseorang yang memungkiri tulisan atau tandatangannya atau pun jika para ahli warisnya atau orang-orang
yang mendapat hak daripadanya menerangkan tidak mengakuinya, maka hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari pada tulisan atau tanda-tangan
tersebut diperiksa dihadapan pengadilan.Adanya peraturan yang demikian sangat diperlukan guna dapat menyingkapi maraknya berbagai macam transaksi
elektronik di masyarakat, yang seringkali dipersamakan dengan suatu pembuatan bentuk akte di bawah tangan.
Berdasarkan ketentuan dalam KUH Pdt. yang mengatur mengenai alat bukti apabila dikaitkan dengan pelaksanaan transaksi elektronik transfer dana
elektronik, maka akan timbul kesulitan apabila terjadi perselisihan antara bank dengan nasabah dalam aspek pembuktiannya. Hal tersebut disebabkan karena
dalam transfer dana elektronik banyak transaksi yang bersifat paperless dengan menggunakan sarana elektronik seperti komputer. Sedangkan ketentuan alat bukti
dalam KUH Pdt. belum mengatur mengenai sarana elektronik sebagai alat bukti.
226
226
Ibid.
Berkaitan dengan masalah alat bukti, dalam UUDP antara lain diatur mengenai dokumen perusahaan yang tidak berupa kertas dan mengenai microfilm
atau media lainnya dan atau hasil cetaknya yang dapat menjadi alat bukti yang sah. Menurut UUDP beserta peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 88 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan ke dalam Microfilm atau Media Lainnya dan Legalisasi, dokumen
perusahaan yang telah dialihkan ke dalam microfilm atau media lainnya dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah. Hal ini merupakan hal yang baru
dalam khasanah alat bukti yang berlaku menurut hukum positif di Indonesia. Dalam UUDP tersebut diatur bahwa untuk tetap menjaga keotentikan dokumen
yang telah dialihkan ke dalam microfilm atau media lainnya, dimana hal ini berkaitan dengan dapat dipergunakannya microfilm dan media lainnya sebagai alat
bukti, maka untuk pengalihan dokumen tersebut dilakukan dengan pembuatan suatu berita acara yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan yang bersangkutan
atau oleh pejabat yang ditunjuk di lingkungan perusahaan yang bersangkutan. Dalam berita acara tersebut antara lain dimuat keterangan mengenai tempat, hari,
tanggal, bulan, tahun, tanda tangan, dan nama jelas pejabat yang bersangkutan serta keterangan bahwa pengalihan terfsebut telah dilakukan sesuai dengan
aslinya. Pembuatan berita acara tersebut dilakukan pada saat terjadinya pengalihan dokumen ke dalam microfilm atau media lainnya
227
Apabila ketentuan sebagaimana tersebut di atas dikaitkan dengan praktek perbankan, maka terdapat beberapa kegiatan operasional perbankan terutama yang
.
227
Ibid.
menggunakan data elektronik diakomodasi oleh ketentuan tersebut, misalnya mengenai komputerisasi dalam pembukuan bank yang tidak melibatkan nasabah
secara langsung. Sedangkan untuk transaksi yang melibatkan nasabah secara langsung seperti dalam transfer dana elektronik, ketentuan tersebut dipandang
belum memadai. Dalam transaksi-transaksi tersebut diharapkan data-data yang tersimpan dalam sarana penyimpan data komputer atau transaction receipt yang
diberikan kepada nasabah sejak semula sudah dapat menjadi alat bukti, tanpa perIu dialihkan ke dalam media lain. Untuk memenuhi ketentuan dimaksud perlu
disyaratkan agar sistem transfer dana elektronik dilakukan secara aman, dan persyaratan-persyaratan lain yang lebih bersifat teknis sistem komputer. Mengenai
hal ini perlu diatur tersendiri dalam undang-undang khusus yang mengatur kegiatan transfer dana elektronik secara lengkap.
228
Selain informasi elektronik dan dokumen elektronik, tanda tangan elektronik juga merupakan alat bukti yang sah. Hal ini disebutkan dalam Pasal 11
Informasi, dokumen,dan tanda tangan elektronik sebagai alat bukti yang sah, diatur dalam UU ITE kemudian diatur dalam UUTD mengatur tentang alat
bukti dan beban pembuktian informasi elektronik yang juga memperkuat sahnya suatu transaksi elektronik. Dalam Pasal 5 UU ITE dan Pasal 76 UUTD
disebutkan bahwa informasi elektronik, dokumen elektronik, danatau hasil cetaknya dalam kegiatan transfer dana merupakan alat bukti hukum yang sah dan
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku.
228
Resa Raditio, Op.Cit., hlm. 78.
UU ITE dan Pasal 77 UUTD yang menyatakan bahwa tanda tangan elektronik dalam kegiatan transfer dana sudah memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum
yang sah. Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penanda tangan;
2. data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatanganan
elektronik hanya berada dalam kuasa penanda tangan; 3.
segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
4. segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait dengan tanda
tangan elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui; 5.
terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penandatangannya; dan
6. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penanda tangan telah
memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang terkait. Tanda tangan elektronik yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah
informasi elektronik yang dilekatkan yang memiliki hubungan langsung atau terkait pada suatu informasi elektronik lain yang dibuat oleh penandatangan untuk
menunjukkan identitas subjek hukum, misalnya kode akses password, infrastruktur kunci publik tanda tangan digital, biometrik, dan kriptografi
simetrik. Dalam menilai keabsahan suatu tanda tangan elektronik dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
informasi dan transaksi elektronik. Apabila terjadi keterlambatan atau kesalahan
transfer dana yang menimbulkan kerugian pada pengirim asal atau penerima, penyelenggara danatau pihak lain yang mengendalikan sistem transfer dana
dibebani kewajiban untuk membuktikan ada atau tidaknya keterlambatan atau kesalahan transfer dana tersebut.
229
229
Penjelasan Pasal 11 UU ITE.
Alat bukti yang digunakan dalam transaski transfer dana adalah berupa struk atau print-out apabila transaksi yang dilakukan menggunakan mesin ATM.
Selain dengan mesin ATM, transaksi transfer dana juga dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas m-banking, dalam hal ini menggunakan layaanan SMS.
Sebagai informasi elektronik, pesan singkat yang tertera di layar ponsel dalam transaksi transfer dana tersebut merupakan suatu data elektronik berupa tulisan
huruf dan angka yang memiliki arti tertentu dan dapat dipahami oleh pihak pengirim maupun penerima. Sedangkan sebagai dokumen elektronik, pesan
singkat SMS tersebut adalah informasi elektronik yang dibuat dan dikirimkan dalam bentuk elektromagnetik dari operator selular kepada server dan kemudian
diteruskan kepada pengirim. kekuatan pembuktian SMS sebagai alat bukti sesungguhnya telah ditepis dari bunyi yang terkandung dalam Pasal 5 ayat 1 UU
ITE yang menyatakan bahwa informasi elektronik danatau dokumen elektronik danatau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
Ketentuan-ketentuan di atas menjelaskan bahwa transaksi elektronik termasuk transaksi transfer dana dengan menggunakan telepon seluler adalah sah
di mata hukum dan mempunyai kekuatan pembuktian yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
C. Implementasi Pembuktian Terkait Sengketa dalam Transfer Dana dengan Menggunakan Telepon Seluler