C. Implementasi Pembuktian Terkait Sengketa dalam Transfer Dana dengan Menggunakan Telepon Seluler
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
230
Bank sebagai lembaga kepercayaan, dalam menjalankan kegiatannya seperti
electronic banking e-banking harus diselenggarakan dengan memperhatikan ketentuan maupun prinsip-prinsip kehati-hatian dan manajemen
risiko terkait penyelenggaraan e-banking khususnya risiko reputasi dan risiko hukum.
231
E-banking merupakan delivery channel dalam industri perbankan, dan hubungan keperdataan yang timbul terkait e-banking berupa hubungan rekening
antara bank dan nasabahnya. Dalam hal ini, permasalahan hukum akan timbul apabila transaksi elektronik yang dilakukan gagal maka siapakah yang harus
bertanggung jawab. Pemahaman mengenai bentuk tanggung jawab para pelaku dimulai dari adanya hubungan hukum yang terjadi diantara kedua belah pihak
dalam suatu perikatan. Hubungan hukum antara penyedia jasa dan konsumen nasabah pada akhirnya melahirkan suatu hak dan kewajiban yang mendasari
terciptanya suatu tanggung jawab.
232
230
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Jakarta: Rajagrafinfo Persada, 2012, hlm. 24.
231
Agus Santoso, “Tanggung Jawab Penyelenggara Sistem Elektronik Perbankan dalam Kegiatan Transaksi Elektronik Pasca UU No. 11 Tahun 2008”,
http:ditjenpp.kemenkumham.go.idhukum-teknologi665-tanggung-jawab-penyelenggara-sistem- elektronik-perbankan-dalam-kegiatan-transaksi-elektronik-pasca-uu-no-11-tahun-2008.html
diakses pada tanggal 20 Mei 2015.
232
Ibid.
Undang-Undang Perbankan tidak memuat ketentuan yang secara tegas perihal hubungan hukum antara bank dengan nasabahnya. Akan tetapi, dari
beberapa ketentuan dalam UUP dapat disimpulkam, bahwa hubungan hukum antara bank dengan nasabah diatur dengan perjanjian. Hal ini dapat disimpulkan
antara lain dari Pasal 1 Angka 5 UUP yang mengemukakan bahwa simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dan dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan danatau untuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
233
Satu hal yang tidak kalah penting dalam mengadakan hubungan hukum antara bank dengan nasabah adalah perlunya bank mengenal nasabah.
234
Hal ini penting agar hubungan baik antara bank dengan nasabah jangan disalahgunakan
untuk kepentingan pribadi. Untuk itu BI sebagai Bank Sentral telah menerbitkan serangkaian peraturan berupa PBI dan SEBI. Seperti halnya dalam SEBI Nomor :
329DPNP tanggal 13 Desember 2001 Tentang Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.
235
Surat Edaran Bank Indonesia ini mengemukakan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yang merupakan salah satu upaya untuk mencegah agar sistem
perbankan tidak digunakan sebagai sarana kejahatan pencucian uang, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh pelaku kejahatan.
233
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan Edisi Revisi Bandung: Mandar Maju, 2012, hlm. 168.
234
Pengertian Nasabah dijabarkan antara lain di PBI Nomor 76PBI2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Dalam Pasal 1
Angka 3 dijelaskan : Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa Bank untuk melakukan transaksi keuangan.
Ibid., hlm. 172.
235
Ibid.
Selanjutnya dikemukakan, dengan menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah berarti Bank juga dapat meminimalkan kemungkinan risiko yang mungkin timbul yaitu
operational risk, legal risk, concentration risk dan reputational risk. Dalam rangka mendukung pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah, Bank wajib
membentuk Unit Kerja Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah UKPN atau menunjuk pejabat Bank yang bertanggung jawab atas penerapan prinsip ini.
236
Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa hubungan antara pihak bank dengan nasabah mengacu kepada hukum perjanjian. Hal ini berarti, para pihak,
dalam hal ini bank sebagai suatu badan usaha dan nasabah baik sebagai pihak perorangan maupun badan usaha mempunyai hak dan kewajiban.
237
Adapun hak dan kewajiban para pihak tergantung dari layanan jasa apa yang digunakan oleh nasabah. Hal ini penting karena layanan jasa yang diberikan
oleh dunia perbankan sudah sangat luas. PBI Nomor 76PBI2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah
dalam Pasal 1 Angka 4 menjelaskan bahwa produk Bank adalah produk danatau jasa perbankan termasuk produk danatau jasa lembaga keuangan bukan Bank
yang dipasarkan oleh Bank sebagai agen pemasaran.
238
236
Ibid., hlm. 173.
237
Ibid., hlm. 176.
238
Ibid.
Karena itu menurut Pasal 1 Angka 4 PBI Nomor 76PBI2005 Bank wajib menyediakan informasi tertulis
dalam Bahasa Indonesia secara lengkap dan jelas mengenai karakteristik setiap produk bank yang wajib disampaikan keapada nasabah secara tertulis danatau
lisan. Dalam hal ini Bank dilarang memeberikan informasi yang menyesatkan, danatau tidak etis.
239
Bank mempunyai kewajiban untuk :
240
1. menjamin kerahasiaan identitas nasabah beserta dengan dana yang disimpan
pada bank, kecuali kalau peraturan perundang-undangan menentukan lain; 2.
menyerahkan dana kepada nasabah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
3. membayar bunga simpanan sesuai dengan perjanjian;
4. mengganti kedudukan debitor dalam hal nasabah tidak mampu melaksanakan
kewajibannya kepada pihak ketiga; 5.
melakukan pembayaran kepada eksportir dalam hal digunakan fasilitas LC, sepanjang persyaratan untuk itu telah dipenuhi;
6. memberikan laporan kepada nasabah terhadap perkembangan simpanan
dananya di bank; dan 7.
mengembalikan agunan dalam hal kredit telah lunas.
Sebaliknya bank berhak untuk :
241
1. mendapatkan provisi terhadap layanan jasa yang diberikan kepada nasabah;
2. menolak pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan yang telah
disepakati bersama;
239
Ibid., hlm. 177.
240
Ibid., hlm. 180.
241
Ibid.
3. melelang agunan dalam hal nasabah tidak mampu melunasi kredit yang
diberikan kepadanya sesuai dengan akad kredit yang telah ditandatangani kedua belah pihak;
4. pemutusan rekening nasabah;
5. mendapatkan buku cek, bilyet giro, buku tabungan, kartu kredit dalam hal
terjadi penutupan rekening; Kewajiban nasabah yaitu:
242
1. mengisi dan menandatangani formulir yang telah disediakan oleh bank, sesuai
dengan layanan jasa yang diinginkan oleh calon nasabah; 2.
melengkapi persyaratan yang ditentukan oleh bank; 3.
menyetor dana awal yang ditentukan oleh bank. Dana awal tersebut tergantung jenis layanan jasa yang diinginkan.
4. membayar provisi yang ditentukan oleh bank; dan
5. menyerahkan buku cekgiro bilyet tabungan.
Nasabah berhak untuk :
243
1. mendapatkan layanan jasa yang diberikan oleh bank, seperti fasilitas kartu
ATM; 2.
mendapatkan laporan atas transaksi yang dilakukan melalui bank; 3.
menuntut bank dalam hal terjadi pembocoran rahasia nasabah; 4.
mendapatkan agunan kembali, bila kredit yang dipinjam telah lunas; dan 5.
mendapat sisa uang pelelangan dalam hal agunan dijual untuk melunasi kredit yang tidak terbayar.
242
Ibid.
243
Ibid., hlm. 181.
Undang-Undang Perbankan tidak memuat ketentuan yang secara khusus mengatur masalah perlindungan hukum terhadap simpanan nasabah. Dalam Pasal
29 UUP hanya dikemukakan, sebagai berikut :
244
1. Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
2. Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. 3.
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah yang memercayakan dananya kepada bank.
4. Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai
kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.
5. Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana dimaksud dalam Ayat
2, Ayat 3, dan Ayat 4 ditetapkan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan apa yang dijabarkan dalam ketentuan di atas tidak ada kata
atau pernyataan yang secara implisit mengemukakan simpanan nasabah dijamin oleh bank, hanya pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh BI. Dalam
suasana seperti ini, masyarakat danatau tepatnya nasabah harus dengan cermat
244
Ibid.
dan teliti untuk menentukan bank yang bisa memberi informasi yang jelas tentang produk bank.
245
1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, danatau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Pasal 19 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen UUPK
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dapat berupa pengembalian
uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau pemberian santunan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3.
Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 tujuh hari setelah tanggal transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dan Ayat 2 tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.Pasal 20 UU Perlindungan
Konsumen: “Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.“
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dan Ayat 2 tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Kemudian dalam Pasal 21 UUPK disebutkan::
245
Ibid., hlm. 182.
1. Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor
apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri.
2. Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila
penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.
Lebih lanjut dalam Pasal 22 UUPK dikatakan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 Ayat 4, Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggungjawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan
pembuktian. Pasal 23 UUPK juga menambahkan bahwa pelaku usaha yang menolak
dan atau tidak memberi tanggapan dan atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Ayat 1,Ayat 2,
Ayat 3, dan Ayat 4, dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Di Indonesia, selain perjanjian yang mengatur hubungan keperdataan, hukum positif yang mengatur tentang tanggung jawab penyelenggaraan transaksi
elektronik adalah UU ITE. Dalam rangka perlindungan konsumen, UU ITE mengatur adanya teknologi netral yang dipergunakan dalam transaksi elektronik,
serta mensyaratkan adanya kesepakatan penggunaan sistem elektronik yang dipergunakan.
246
246
Ibid.
Selain itu setiap penyelenggara sistem elektronik diwajibkan untuk menyediakan sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab
terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya. Penyelenggara sistem elektronik bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sistem
elektroniknya. Namun demikian ketentuan tersebut tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, danatau kelalaian pihak
pengguna sistem elektronik Pasal 15 UU ITE.
247
Terkait dengan para pihak yang melakukan kegiatan transaksi elektronik diatur bahwa pengirim atau penerima dapat melakukan transaksi elektronik
sendiri, melalui pihak yang dirasakan olehnya, atau melalui agen elektronik. Dalam hal ini pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam
pelaksanaan transaksi elektronik adalah:
248
1. Jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi
elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi. 2.
Jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa.
3. Jika dilakukan melalui agen elektronik segala akibat hukum dalam pelaksanaa
transaksi elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara agen elektronik. 4.
Jika kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal beropersinya agen elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap sistem
elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara agen
247
Ibid.
248
Ibid.
elektronik. Namun demikian jika kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal beroperasinya agen elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa
layanan, segala kibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna layanan. Ketentuan tersebut tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya
keadaan memaksa, kesalahan, dan atau kelalaian pihak pengguna sistem elektronik.
Bank Indonesia dalam rangka memberikan perlindungan dan keamanan bagi penyelenggaraan kegiatan transaksi elektronik, sejalan dengan UU ITE, telah
menerbitkan berbagai pengaturan regulasi terkait penggunaan teknologi informasi bagi perbankan dan lembaga penyelenggara sistem pembayaran dalam
bentuk PBI dan SEBI antara lain mengenai Penerapan Manajemen Risiko Dalam penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank dalam PBI No. 915PBI2007 yang
dimaksudkan untuk menjadi pokok-pokok penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi yang harus diterapkan oleh Bank untuk
meminimalkan risiko yang berhubungan dengan penyelenggaraan teknologi informasi.
249
249
Ibid.
Penggunaan pihak penyedia jasa teknologi informasi oleh Bank harus didasarkan pada perjanjian tertulis, dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian,
manajemen risiko dan didasarkan pada hubungan kerjasama secara wajar. Akan tetapi, sering dalam praktiknya terjadi beberapa permasalahan mengenai transaksi
elektronik seperti kesalahan transfer baik melalui ATM maupun telepon seluler.
Kasus salah transfer pernah terjadi di Palangka Raya. Alex Marsyad nasabah mengalami kerugian senilai Rp 350 juta yang seharusnya dikirim oleh
petugas BRI ke rekening CV. Fauwzi yang adalah nasabah Bank Pembangun Kalteng justru ditransfer ke Bank Central Asia. Uang senilai Rp 350 juta tersebut
merupakan uang pembayaran kepada rekanan di Jakarta untuk proyek pengadaan lab bagi 8 Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya. Proyek tersebut
sudah diselesaikan oleh pihak penggugat, tapi pelunasan pembayaran bagi pihak rekanan untuk pembelian alat belum tuntas akibat kesalahan transfer yang
dilakukan oleh BRI. Selain kerugian materi, CV Pawwazi Ghali yang dipimpin oleh istri Alex Marsyad tersebut tidak lagi dipercaya oleh pihak rekanan bahkan
dianggap sebagai penipu. Atas kejadian tersebut Alex Marsyad terpaksa menggugat BRI cabang Ahmad Yani Palangka Raya ke Pengadilan Negeri
Palangka Raya. Mediasi yang dilakukan tidak menemukan titik terang sehingga sidang perkara atas kasus tersebut berlanjut ke persidangan. Alex Marsyad
bersikeraas agar BRI bertanggungjawab. Pasalnya slah transfer tersebut murni kesalahan pihak bank.
250
Timbulnya sengketa antara bank dengan nasabah merupakan satu hal yang mungkin saja terjadi. Sengketa yang terkait dengan hak-hak keperdataan antara
bank dengan nasabah, BI menawarkan lembaga mediasi.
251
250
Salah Transfer Bri Diperkarakan, Nasabah Alami Kerugian Rp. 350 Juta, http:www.menaranews.comregionalxkalimantan6471-salah-transfer-bri-diperkarakan-nasabah-
alami-kerugian-rp-350-juta diakses pada tanggal 20 Mei 2015.
251
Sentosa Sembiring, Op.Cit., hlm. 184.
Penyelesaian sengketa melalui lembaga mediasi, tampaknya jauh lebih praktis jika dibandingkan dengan
melalui pengadilan karena penyelesaian melalui lembaga mediasi pada prinsipnya adalah diselesaikan oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Dan mediator
adalah sebagai fasilitator semata. Untuk itu BI menerbitkan PBI Nomor : 85PBI2006 tanggal 30 Januari 2006 Tentang Mediasi Perbankan yang
kemudian diubah dengan PBI Nomor : 101PBI2008 tanggal 29 Januari 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor : 85PBI2006
Tentang Mediasi Perbankan.
252
Pada Pasal 1 Angka 5 PBI 85PBI2006, dikemukakan bahwa Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu
para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian atau seluruh permasalahan yang
disengketakan. Dari pengertian ini, dapat diketahui hal yang sangat mendasar untuk dipahami adalah penyelesaian lewat lembaga mediasi dasarnya adalah
kesepakatan. Seperti yang dijabarkan dalam Pasal 1 Angka 7 bahwa kesepakatan adalah persetujuan bersama antara nasabah atau perwakilan nasabah dengan bank
terhadap suatu upaya penyelesaian sengketa. Yang dimaksud dengan nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan.
Perwakilan nasabah sendiri diartikan sebagai perseorangan. Lembaga danatau badan hukum yang bertindak untuk dan atas nama nasabah dengan berdasarkan
surat kuasa khusus dari nasabah. Sedangkan Akta kesepakatan adalah dokumen
252
Ibid., hlm. 185.
tertulis yang memuat kesepakatan yang bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank.
253
Hanya saja yang perlu disadari dalam hal ini adalah penyelesaian sengketa baru dapat dilakukan jika sebelumnya sudah ada pengaduan. Seperti yang
dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 4 bahwa sengketa adalah permasalahan yang diajukan oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah kepada penyelenggara mediasi
perbankan, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan oleh Bank sebagaimana diatur dalam PBI tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Lebih
lanjut dalam Pasal 2 dikemukakan bahwa sengketa antara Nasabah dengan Bank yang disebabkan tidak terpenuhinya tuntutan finansial Nasabah oleh Bank dalam
penyelesaian pengaduan Nasabah dapat diupayakan penyelesainnya melalui Mediasi perbankan.
254
Setiap pengguna jasa bank yang memiliki rekening ataupun pengguna jasa bank yang tidak memiliki rekening namun melakukan transaksi keuangan melalui
bank dapat mengajukan pengaduan baik secara lisan atau tertulis pada kantor bank terdekat, kantor bank tempat nasabah melakukan transaksi keuangan, atau kantor
bank tempat nasabah membuka rekening. Nasabah juga dapat mengajukan pengaduan melalui call center, hotline service, ataupun melalui media lain yang
disediakan bank.
255
Apabila nasabah mengajukan pengaduan secara lisan, pengaduan nasabah akan ditangani dan diselesaikan dalam waktu 2 dua hari kerja oleh bank. Dalam
253
Ibid., hlm. 186.
254
Ibid.
255
Pengaduan nasabah, http:www.bi.go.ididiekpengaduan-nasabahContents Default.aspx diakses pada tanggal 20 Mei 2015.
hal pengaduan yang nasabah ajukan ternyata memerlukan penanganan dan penyelesaian lebih dari 2 dua hari kerja, maka petugas bank akan menghubungi
Nasabah dan meminta Nasabah untuk mengajukan pengaduan secara tertulis.
256
Bagan 1
Tata cara pengaduan Nasabah dapat dilihat pada skema berikut ini :
Apabila pengaduan nasabah tidak diselesaikan dengan baik oleh bank, maka berpotensi menjadi perselisihan atau sengketa antara nasabah dengan bank
cenderung berlarut-larut. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan cukup banyaknya keluhan-keluhan nasabah di berbagai media. Munculnya keluhan-keluhan yang
tersebar pada publik melalui berbagai media tersebut dapat menurunkan reputasi bank di mata masyarakat dan berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat
pada lembaga perbankan. Untuk mengurangi publikasi negatif terhadap operasional bank dan menjamin terselenggaranya mekanisme penyelesaian
pengaduan nasabah secara efektif dalam jangka waktu yang memadai, maka Bank Indonesia menetapkan standar minimum mekanisme penyelesaian pengaduan
nasabah dalam PBI Nomor: 77PBI2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan
256
Ibid.
Nasabah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh bank. Tetapi Penyelesaian pengaduan nasabah oleh peraturan ini tidak selalu dapat memuaskan nasabah..
Ketidakpuasan tersebut dikarenakan tidak terpenuhinya tuntutan nasabah bank baik seluruhnya maupun sebagian sehingga berpotensi menimbulkan sengketa
antara nasabah dengan bank. Dalam praktek dikenal berbagai bentuk penyelesaian sengketa perdata seperti litigasi, arbitrase danatau Mediasi. Namun, pihak-pihak
yang bersengketa umumnya lebih banyak memilih penyelesaian melalui proses litigasi di Pengadilan Negeri, baik melakukan tuntutan secara perdata maupun
secara pidana. Mediasi di bidang perbankan dilakukan oleh lembaga Mediasi perbankan
Independen yang dibentuk asosiasi perbankan seperti disebutkan dalam Pasal 3 Ayat 1 PBI No.85PBI2006. Asosiasi perbankan yang membentuk lembaga
mediasi perbankan independen dapat terdiri dari gabungan asosiasi perbankan untuk menjaga independensinya. Selain dapat pula dilakukan perekrutan dari
kalangan bankir. Namun sepanjang lembaga Mediasi perbankan independen itu belum terbentuk, fungsi Mediasi perbankan dilaksanakan oleh BI. Fungsi Mediasi
perbankan yang dilaksanakan oleh BI terbatas pada upaya membantu Nasabah dan Bank untuk mengkaji ulang Sengketa secara mendasar dalam rangka memperoleh
Kesepakatan.
257
Keberadaan lembaga mediasi perbankan merupakan sebuah bentuk perlindungan terhadap konsumen. Hal ini merupakan salah satu langkah kebijakan
yang akan diterapkan Bank Indonesia BI yang tertuang dalam Arsitektur
257
Sentosa Sembiring, Loc.Cit.
Perbankan Indonesia API. Keberadaan lembaga tersebut merupakan suatu terobosan seperti di negara lain karena Indonesia ingin memberdayakan nasabah
perbankan dengan memberikan perlindungan kepada nasabah.
258
Kehadiran mediasi perbankan sangat penting. Hal ini dikarenakan perbankan merupakan lembaga yang sangat mengandalkan kepercayaan dari
masyarakat luas. Oleh karena itu, kepercayaan dari masyarakat harus tetap terjaga.
259
1. diajukan secara tertulis dengan disertai dokumen pendukung yang memadai;
Adapun tata cara pengajuan klaim dijabarkan dalam Pasal 8, pengajuan penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Ayat 1 wajib
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
2. pernah diajukan upaya penyelesaiannya oleh Nasabah kepada Bank;
3. sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus
oleh lembaga arbitrase atau peradilan, atau belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi oleh lembaga Mediasi lainnya;
4. sengketa yang diajukan merupakan sengketa keperdataan;
5. sengketa yang diajukan belum pernah diproses dalam Mediasi perbankan yang
difasilitasi oleh BI; 6.
pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 enam puluh hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan Bank
kepada Nasabah.
258
Ibid.
259
Erna Priliasari, “Mediasi Perbankan Sebagai Wujud Perlindungan Terhadap Nasabah Bank”, http:ditjenpp.kemenkumham.go.idhukum-bisnis86-mediasi-perbankan-sebagai-wujud-
perlindungan-terhadap-nasabah-bank.html. diakses pada tanggal 10 Mei 2015.
Bagan 2
Tata cara pengajuan penyelesaian sengketa dapat juga dilihat pada skema berikut:
Hal-hal yang diatur dalam Mediasi Perbankan adalah:
260
1. nasabah atau perwakilan nasabah dapat mengajukan upaya penyelesaian
sengketa melalui mediasi ke BI apabila nasabah merasa tidak puas atas penyelesaian pengaduan nasabah;
260
Ibid.
2. sengketa yang dapat diajukan penyelesaiannya adalah sengketa keperdataan
yang timbul dari transaksi keuangan yang memiliki tuntutan finansial paling banyak Rp. 500.000.000,00 Lima ratus juta rupiah. Nasabah tidak dapat
mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh tuntutan immaterial; 3.
pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 enam puluh hari kerja saat tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan bank kepada
nasabah; 4.
pelaksaan proses mediasi sejak ditandatanganinya perjanjian mediasi samapi dengan penandatanganan Akta Kesepakatan oleh para pihak dilaksanakan
dalam waktu 30 hari kerja dan dapat diperpanjang sampai dengan 30 hari berikutnya berdasarkan kesepakatan nasabah dan bank;
5. akta kesepakatan dapat memuat menyeluruh, kesepakatan sebagian, atau tidak
tercapainya kesepakatan atau kasus yang disengketakan. Tercapainya kesepakatan dalam penyelesaian sengketa dibuat terlebih
dahilu kesepakatan antara Bank dengan Nasabah sesuai yang dijabarkan dalam Pasal 9:
261
1. proses Mediasi dilaksanakan setelah Nasabah atau Perwakilan Nasabah dan
Bank menandatangani perjanjian Mediasi yang memuat : a.
kesepakatan untuk memilih Mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa; dan
b. persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan Mediasi yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
261
Ibid.
2. Bank wajib mengikuti dan mentaati perjanjian Mediasi yang telah
ditandatangani oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah oleh Bank. Terkait penyelesaian sengketa perdata, UU ITE juga telah mengatur
kemungkinan diajukannya gugatan terhadap setiap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik danatau menggunakan Teknologi Informasi yang
menimbulkan kerugian Pasal 38. Dengan demikian setiap pihak yang merasa dirugikan dengan adanya Sistem Elektronik atau penggunaan suatu teknologi
informasi dapat mengajukan gugatan terhadap pihak tersebut. Tata cara mengajukan gugatan ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yakni HIRRBg.
262
Selain dari itu UU ITE juga membuka kemungkinan bagi masyarakat untuk mengajukan gugatan perwakilan Class Action terhadap pihak-pihak yang
menyelenggarakan Sistem Elektronik danatau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat Pasal 38 Ayat 2. Gugatan Class Action
inilah yang kerap dilakukan oleh masyarakat terhadap penyelenggara Sistem Elektronik.
263
Selain penggunaan forum pengadilan dalam penyelesaian sengketa terkait dengan penyelenggaraan Sistem Elektronik danatau penggunaan Teknologi
Informasi, UU ITE membuka kemungkinan dilakukannya penyelesaian sengketa alternatif untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Dengan demikian UU ITE
262
O.C. Kaligis, Op.Cit., hlm. 11.
263
Ibid.
memungkinkan para pihak untuk mengajukan sengketa tersebut untuk diselesaikan melalui forum arbitrase.
264
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan sebenarnya sudah sangat membantu mempermudah
nasabah dan pihak bank sehingga untuk pembuktiannya sendiri pun tidak terlalu rumit, hanya perlu membawa bukti transaksi berupa dokumen-dokumen terkait
transaksi. Transaksi transfer dana melalui telepon seluler sendiri akan dimintakan bukti print out nya.
264
Ibid.
122
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan