Karakterisasi Simplisia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi n-Heksana, Etilasetat Dan Etanol Daun Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) Terhadap Bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae Dan Staphylococcus aureus
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN UJI AKTIVITAS
ANTIBAKTERI FRAKSI n-HEKSANA, ETILASETAT DAN
ETANOL DAUN ANDONG (Cordyline fruticosa Goepp.)
TERHADAP BAKTERI Escherichia coli,
Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus
SKRIPSIOLEH:
HERYANI SITANGGANG NIM 081524076
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN UJI AKTIVITAS
ANTIBAKTERI FRAKSI n-HEKSANA, ETILASETAT DAN
ETANOL DAUN ANDONG (Cordyline fruticosa Goepp.)
TERHADAP BAKTERI Escherichia coli,
Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
HERYANI SITANGGANG NIM 081524076
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
PENGESAHAN SKRIPSI
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI n-HEKSANA, ETILASETAT DAN ETANOL DAUN ANDONG
(Cordyline fruticosa Goepp.) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli, Shigella dysenteriae DAN Staphylococcus aureus
OLEH:
HERYANI SITANGGANG NIM 081524076
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal: Agustus 2011
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. NIP 195109081985031002 NIP 195304031983032001
Pembimbing II, Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt
NIP 195109081985031002
Dra. Masfria, M.S., Apt. Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. NIP 195707231986012001 NIP 195008221974121002
Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt. NIP 195310301980031002
Medan, Agustus 2011 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Dekan,
(4)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Latar belakang penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan fraksi n-heksana, etilasetat dan etanol dari daun Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) terhadap bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit diare, disentri dan penyakit kulit.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., dan Ibu Dra. Masfria, MS., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, kesabaran dan petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputera., Apt., yang telah memberikan izin fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak dan Ibu dosen penguji ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., dan Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt., yang telah memberikan kritikan, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih dan pengharapan yang tulus kepada kedua orang tua, Ayahanda M. Sitanggang dan Ibunda H. Br Limbong tercinta, kakak, adik serta teman-teman (kak emi, kak ira, kak rohana, kak liska, mawaddah, fitri, tina,riva, siska, puspa, lisa, nina, asril, dwi, mirza) atas doa, dorongan dan pengorbanan baik moril maupun material dalam penyelesaian skripsi ini.
Medan, Agustus 2011 Penulis
(5)
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI n-HEKSANA, ETILASETAT DAN ETANOL DAUN ANDONG
(Cordyline fruticosa Goepp.) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus
ABSTRAK
Salah satu tanaman yang digunakan masyarakat sebagai obat tradisional adalah tanaman Andong. Telah dilakukan karakterisasi simplisia dan uji aktivitas antibakteri dari beberapa fraksi daun Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) suku Liliaceae terhadap bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan
Staphylococcus aureus.
Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar, yaitu melalui pengukuran diameter zona hambat sekitar punch hole. Fraksinasi dilakukan secara perkolasi dengan menggunakan pelarut n-heksana, etilasetat dan etanol.
Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar air 5,32%, kadar sari yang larut dalam air 11,72%, kadar sari yang larut dalam etanol 16,06%, kadar abu total 2,35% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,39%. Hasil skrining fitokimia menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloida, flavonoida, saponin, tanin, glikosida dan steroida/triterpenoida.
Hasil pengujian aktivitas antibakteri dari daun andong menunjukkan bahwa fraksi n-heksana tidak memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa fraksi etilasetat memberikan hasil memuaskan untuk bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan
Staphylococcus aureus pada konsentrasi 500 mg/ml dan KHM untuk ketiga
bakteri berbeda-beda yaitu bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 50 mg/ml,
Shigella dysenteriae pada konsentrasi 45 mg/ml dan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 60 mg/ml. Sedangkan fraksi etanol memberikan hasil
memuaskan untuk bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan
Staphylococcus aureus pada konsentrasi 300 mg/ml dan KHM untuk ketiga
bakteri berbeda-beda yaitu bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 55 mg/ml,
Shigella dysenteriae pada konsentrasi 50 mg/ml dan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 70 mg/ml.
Kata kunci: Daun andong, Cordyline fruticosa Goepp, Escherichia coli,
(6)
THE CHARACTERIZATION OF SIMPLEX AND TEST OF ANTIBACTERIAL ACTIVITY FRACTION n-HEKSANA, ETILASETAT
AND ETHANOL OF ANDONG LEAF (Cordyline fruticosa Goepp.) AGAINTS Escherichia coli, Shigella dysenteriae AND Staphylococcus aureus
ABSTRACT
One of the plant whom people used as a herbal medicine is Andong. An experiment was conducted for the characterization of simplex and test of antbacterial activity of some fraction of andong leaf (Cordyline fruticosa Goepp.) against the growth of Escherichia coli, Shigella dysenteriae and Staphylococcus
aureus.
The experiment of the antibacterial activity was conducted by using agar diffusion method in which the diameter of the inhibition zone around the disk is
punch hole. The plant material was fractionation by percolation using n-heksana,
etilasetat, ethanol as solvent.
The result of the experiment also showed a water content value of 5.32% water soluble extract 11.72%, ethanol soluble extract 16.06%, total ash value 2.35% and acid insoluble value 0.39%. The result of phytochemical screening is flavonoida, alcaloida, saponin, tannin, glycocida and steroid/triterpenoida.
The experiment from antibacterial activities of andong leaf (Cordyline
fruticosa Goepp.) shows that fraction of n-heksana can’t stop the growth of Escherichia coli, Shigella dysenteriae and Staphylococcus aureus. The test of
antibacterial activities shows that etilasetat fraction gaves a good result for
Escherichia coli, Shigella dysenteriae and Staphylococcus aureus at concentration
50 mg/ml and KHM for three different bacteries Escherichia coli at concentration 50 mg/ml, Shigella dysenteriae at 45 mg/ml and Staphylococcus aureus at 60 mg/ml. In the case of ethanol fraction gaves a good result at concentration 300 mg/ml and KHM for three different bacteries Escherichia coli at concentration 55 mg/ml, Shigella dysenteriae at 50 mg/ml and Staphylococcus aureus at 70 mg/ml
Keywords: Andong leaf, Cordyline fruticosa Goepp, Escherichia coli,
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACK ... vi
DAFTAR ISI ...vii
DAFTAR TABEL ...xi
DAFTAR GAMBAR ...xii
DAFTAR LAMPIRAN ...xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Kerangka Konsep Penelitian ... 4
1.4 Hipotesis ... 5
1.5 Tujuan Penelitian ... 5
1.6 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Uraian Tanaman Andong ... 6
2.1.1 Habitat Tanaman Andong (Cordyline fruticosa Goepp) ... 6
2.1.2 Sistematika Tumbuhan ... 6
2.1.3 Sinonim ... 6
2.1.4 Nama asing ... 7
2.1.5 Nama daerah ... 7
2.1.6 Morfologi Tanaman Andong ... 7
2.1.7 Khasiat Tumbuhan ... 7
2.2 Kandungan kimia ... 8
2.2.1 Saponin ... 8
2.2.2 Tanin ... 8
(8)
2.2.5 Glikosida ...11
2.3 Ekstrak ...11
2.3.1 Pengertian ...11
2.3.2 Metode Ekstraksi ...12
2.4 Bakteri ...13
2.5 Bkateri Gram Positif ...17
2.5.1 Bakteri Staphylococcus aureus ...17
2.6 Bakteri Gram Negatif ...18
2.6.1 Bakteri Escherichia coli ...18
2.6.2 Bakteri Shigella dysenteriae ...19
2.7 Fase Pertumbuhan Bakteri ...19
2.8 Media Pertumbuhan Bakteri ...21
2.9 Media Isolasi Biakan Bakteri ...22
2.10 Pengukuran Aktivitas Antimikroba ...23
BAB III METODE PENELITIAN ...25
3.1 Alat dan Bahan ...25
3.1.1 Alat-alat ...25
3.1.2 Bahan-bahan ...25
3.2 Penyiapan Bahan Tanaman ...26
3.2.1 Pengambilan Bahan Tanaman ...26
3.2.2 Identifikasi Tumbuhan ...26
3.2.3 Pengolahan Bahan Tanaman ...27
3.3 Karakterisasi Simplisia ...27
3.3.1 Pemeriksaan Organoleptis ...27
3.3.2 Pemeriksaan Makroskopik ...27
3.3.3 Pemeriksaan Mikroskopik ...27
3.3.4 Penetapan Kadar Air ...28
3.3.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air ...28
3.3.6 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol ...29
3.3.7 Penetapan Kadar Abu Total ...29
3.3.8 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam ...29
(9)
3.4.1 Pereaksi Asam Klorida 2N ...30
3.4.2 Kloralhidrat ...30
3.4.3 Pereaksi Mayer ...30
3.4.4 Pereaksi Bouchardat ...30
3.4.5 Pereaksi Dragendorf ...30
3.4.6 Pereaksi Molish ...30
3.4.7 Pereaksi Besi (III) Klorida 1% ...31
3.4.8 Pereaksi Timbal (II) Asetat ...31
3.4.10 Pereaksi Natrium Hidroksida 2N ...31
3.4.11 Pereaksi Asam Sulfat 2N ...31
3.5 Skrining Fitokimia ...31
3.5.1 Pemeriksaan Alkaloida ...31
3.5.2 Pemeriksaan Flavonoida ...32
3.5.3 Pemeriksaan Saponin ...32
3.5.4 Pemeriksaan Glikosida ...32
3.5.5 Pemeriksaan Tanin ...33
3.5.6 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida ...33
3.5.7 Pemeriksaan Glikosida Antrakuinon ...33
3.6 Pembuatan Fraksi n-Heksana, Etilasetat dan Etanol Daun Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) Secara Perkolasi ...34
3.7 Pembuatan Media ...34
3.7.1 Pembuatan Nutrient Agar (NA) ...34
3.7.2 Pembuatan Media Agar Miring ...35
3.7.3 Larutan NaCl 0,9 % ...35
3.7.4 Suspensi Standar Mc Farland 0,5 ...36
3.8 Pembiakan Bakteri ...36
3.8.1 Pembuatan Stok Kultur ...36
3.8.2 Pembuatan Inokulum ...36
3.9 Pembuatan Larutan Uji (Fraksi n-heksana, etilasetat dan etanol) dari Daun Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) Dengan Berbagai Konsentrasi ...36
3.9.1 Pembuatan Larutan Uji Fraksi n-Heksana ...36
(10)
3.9.3 Pembuatan Larutan Uji Fraksi Etanol ...37
3.10 Pengujian Efek Antibakteri Secara In Vitro ...38
3.10.1 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi n-Heksana ...38
3.10.2 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etilasetat ...38
3.10.3 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etanol ...39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...46
5.1 Kesimpulan ...46
5.2 Saran ...47
DAFTAR PUSTAKA ...48
(11)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Daun Andong
(Cordyline fruticosa Goepp.) ...41 Tabel 2 Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia dan Fraksi n-Heksana,
Etilasetat dan Etanol Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) ...42 Tabel 3 Pengukuran Daerah Hambat Pertumbuhan Bakteri
Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus
Pada Fraksi Etilasetat dan Etanol ...44 Tabel 4 Hasil Pengukuran Daerah Hambat Pertumbuhan Bakteri
Escherichia coli Pada Fraksi n-Heksana, Etilasetat dan Etanol ...60 Tabel 5 Hasil Pengukuran Daerah Hambat Pertumbuhan Bakteri
Shigella dysenteriae Pada Fraksi n-Heksana, Etilasetat dan Etanol ...61 Tabel 6 Hasil Pengukuran Daerah Hambat Pertumbuhan Bakteri
(12)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kurva Fase Pertumbuhan Bakteri ... 21
Gambar 2 Tanaman Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) ... 52
Gambar 3 Daun Segar Andong ... 53
Gambar 4 Simplisia Daun Andong ... 53
Gambar 5 Mikroskopik Penampang Melintang daun Andong ... 54
Gambar 6 Mikroskopik Penampang Membujur daun Andong ... 55
Gambar 7 Mikroskopik Serbuk Simplisia daun Andong ... 56
Gambar 8 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etilasetat Daun Andong Terhadap Bakteri Escherichia coli ... 63
Gambar 9 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etilasetat Daun Andong Terhadap Bakteri Shigella dysenteriae ... 63
Gambar 10 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etilastat Daun Andong Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ... 63
Gambar 11 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etanol Daun Andong Terhadap Bakteri Escherichia coli ... 64
Gambar 12 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etanol Daun Andong Terhadap Bakteri Shigella dysenteriae ... 64
Gambar 13 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etanol Daun Andong Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ... 64
Gambar 14 Uji Blanko fraksi n-heksana, etilasetat dan etanol terhadap Bakteri Escherichia coli ... 65
Gambar 15 Uji Blanko fraksi n-heksana, etilasetat dan etanol terhadap Bakteri Shigella dysenteriae ... 65
Gambar 16 Uji Blanko fraksi n-heksana, etilasetat dan etanol terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ... 65
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 51
Lampiran 2 Tanaman Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) ... 52
Lampiran 3 Gambar Daun Segar dan Simplisia Daun Andong ... 53
Lampiran 4 Mikroskopik Penampang Melintang Daun Andong ... 54
Lampiran 5 Mikroskopik Penampang Membujur Daun Andong ... 55
Lampiran 6 Mikroskopik Serbuk Simplisia Daun Andong ... 56
Lampiran 7 Bagan Prosedur Kerja ... 57
Lampiran 8 Bagan Uji Aktivitas Antibakteri dari Larutan Uji ... 59
Lampiran 9 Hasil Pengukuran Daerah Hambatan Pertumbuhan bakteri Escherichia coli Pada Fraksi n-Heksana, Etilasetat dan Etanol ... 60
Lampiran 10 Hasil Pengukuran Daerah Hambatan Pertumbuhan bakteri Shigella dysenteriae Pada Fraksi n-Heksana, Etilasetat dan Etanol ... 61
Lampiran 11 Hasil Pengukuran Daerah Hambatan Pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus Pada Fraksi n-Heksana, Etilasetat dan Etanol... 62
Lampiran 12 Gambar uji aktivitas antibakteri fraksi etilasetat daun Andong ... 63
Lampiran 13 Gambar uji aktivitas antibakteri fraksi etanol daun Andong ... 64
Lampiran 14 Gambar uji blanko ... 65
(14)
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI n-HEKSANA, ETILASETAT DAN ETANOL DAUN ANDONG
(Cordyline fruticosa Goepp.) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus
ABSTRAK
Salah satu tanaman yang digunakan masyarakat sebagai obat tradisional adalah tanaman Andong. Telah dilakukan karakterisasi simplisia dan uji aktivitas antibakteri dari beberapa fraksi daun Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) suku Liliaceae terhadap bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan
Staphylococcus aureus.
Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar, yaitu melalui pengukuran diameter zona hambat sekitar punch hole. Fraksinasi dilakukan secara perkolasi dengan menggunakan pelarut n-heksana, etilasetat dan etanol.
Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar air 5,32%, kadar sari yang larut dalam air 11,72%, kadar sari yang larut dalam etanol 16,06%, kadar abu total 2,35% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,39%. Hasil skrining fitokimia menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloida, flavonoida, saponin, tanin, glikosida dan steroida/triterpenoida.
Hasil pengujian aktivitas antibakteri dari daun andong menunjukkan bahwa fraksi n-heksana tidak memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa fraksi etilasetat memberikan hasil memuaskan untuk bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan
Staphylococcus aureus pada konsentrasi 500 mg/ml dan KHM untuk ketiga
bakteri berbeda-beda yaitu bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 50 mg/ml,
Shigella dysenteriae pada konsentrasi 45 mg/ml dan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 60 mg/ml. Sedangkan fraksi etanol memberikan hasil
memuaskan untuk bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan
Staphylococcus aureus pada konsentrasi 300 mg/ml dan KHM untuk ketiga
bakteri berbeda-beda yaitu bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 55 mg/ml,
Shigella dysenteriae pada konsentrasi 50 mg/ml dan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 70 mg/ml.
Kata kunci: Daun andong, Cordyline fruticosa Goepp, Escherichia coli,
(15)
THE CHARACTERIZATION OF SIMPLEX AND TEST OF ANTIBACTERIAL ACTIVITY FRACTION n-HEKSANA, ETILASETAT
AND ETHANOL OF ANDONG LEAF (Cordyline fruticosa Goepp.) AGAINTS Escherichia coli, Shigella dysenteriae AND Staphylococcus aureus
ABSTRACT
One of the plant whom people used as a herbal medicine is Andong. An experiment was conducted for the characterization of simplex and test of antbacterial activity of some fraction of andong leaf (Cordyline fruticosa Goepp.) against the growth of Escherichia coli, Shigella dysenteriae and Staphylococcus
aureus.
The experiment of the antibacterial activity was conducted by using agar diffusion method in which the diameter of the inhibition zone around the disk is
punch hole. The plant material was fractionation by percolation using n-heksana,
etilasetat, ethanol as solvent.
The result of the experiment also showed a water content value of 5.32% water soluble extract 11.72%, ethanol soluble extract 16.06%, total ash value 2.35% and acid insoluble value 0.39%. The result of phytochemical screening is flavonoida, alcaloida, saponin, tannin, glycocida and steroid/triterpenoida.
The experiment from antibacterial activities of andong leaf (Cordyline
fruticosa Goepp.) shows that fraction of n-heksana can’t stop the growth of Escherichia coli, Shigella dysenteriae and Staphylococcus aureus. The test of
antibacterial activities shows that etilasetat fraction gaves a good result for
Escherichia coli, Shigella dysenteriae and Staphylococcus aureus at concentration
50 mg/ml and KHM for three different bacteries Escherichia coli at concentration 50 mg/ml, Shigella dysenteriae at 45 mg/ml and Staphylococcus aureus at 60 mg/ml. In the case of ethanol fraction gaves a good result at concentration 300 mg/ml and KHM for three different bacteries Escherichia coli at concentration 55 mg/ml, Shigella dysenteriae at 50 mg/ml and Staphylococcus aureus at 70 mg/ml
Keywords: Andong leaf, Cordyline fruticosa Goepp, Escherichia coli,
(16)
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Penggunaan obat tradisional di Indonesia merupakan bagian dari budaya bangsa dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, namun demikian pada umumnya efektivitas dan keamanannya belum sepenuhnya didukung oleh penelitian. Sumber daya alam bahan obat dan obat tradisional merupakan aset nasional yang perlu digali, diteliti, dikembangkan dan dioptimalkan pemanfaatannya (Depkes, 2007).
Salah satu tanaman yang digunakan masyarakat sebagai obat tradisional adalah tanaman Andong. Tanaman Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) dari suku Liliaceae daunnya mengandung tanin, saponin, flavonoida, polifenol, steroida, polisakarida, kalsium oksalat dan zat besi (Dalimartha, 2006).
Secara tradisional tanaman Andong banyak digunakan untuk pengobatan gangguan kesehatan yang disertai pendarahan seperti: batuk darah, pendarahan pada kehamilan, haid terlalu banyak dan wasir berdarah (Hariana, 2005). Disamping itu, juga digunakan pada gangguan pencernaan seperti diare dan disentri (Anonim, 2008).
Pada bagian akar bila dikunyah mentah dengan pinang dan rempah-rempah lain berkhasiat mengobati diare. Masyarakat Palembang menggunakan kulitnya yang dikikis dan dibubuhi garam sedikit sebagai obat yang baik terhadap radang gusi. Sedangkan pada bagian daun Andong muda bila dimakan dengan nasi setelah di rebus ataupun dikukus berkhasiat untuk mengobati perut kembung (Heyne, 1981). Daun Andong berkhasiat sebagai obat luka dan obat wasir. Untuk
(17)
obat luka dipakai ± 10 gram daun segar, dicuci, ditambahkan ± 1 gram garam, ditumbuk sampai halus, ditempelkan pada luka dan dibalut (Depkes, 2001). Hasil pengujian antibakteri dari sediaan infus dan air rebusan daun andong dapat menghambat pertumbuhan bakteri Shigella dysenteriae (Maisarah, 1996).
Berbagai jenis penyakit yang menyerang tubuh manusia disebabkan oleh berberapa jenis mikroorganisme, sebagian kecil mikroorganisme bersifat patogen. Mikroorganisme alami dalam tubuh kita disebut mikroorganisme normal atau flora normal. Meskipun flora normal tapi tidak patogen, namun dalam keadaan tertentu bersifat patogen dan menimbulkan penyakit (Pratiwi, 2008).
Penyakit disentri masih merupakan salah satu masalah kesehatan umum bagi masyarakat Indonesia. Salah satu penyebab disentri adalah Shigella
dysenteriae. Bakteri ini digolongkan pada kuman patogen gram negatif yang
hábitat alamiah kuman ini adalah pada saluran pencernaan manusia. Bakteri
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif sebagai indikator pencemaran
air. Bila air minum yang sudah tercemar oleh bakteri ini dikonsumsi, maka dapat menyebabkan diare. Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang dapat menyebabkan penyakit kulit dengan penularan melalui udara (Lay, 1992).
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian yang meliputi karakterisasi simplisia, skrining fitokimia dan uji aktivitas antibakteri fraksi n-heksana, fraksi etilasetat dan fraksi etanol daun Andong terhadap bakteri
Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus dengan metode
(18)
I.2 Perumusan Masalah
a) Bagaimana karakteristik simplisia dan skrining fitokimia daun Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) yang belum ada tertera di Meteria Medika Indonesia.
b) Apakah fraksi n-heksana, etilasetat dan etanol dari daun Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) mempunyai aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan Staphylococcus
(19)
I.3 Kerangka Konsep
Penelitian ini dilaksanakan dengan kerangka konsep seperti ditunjukkan berikut ini:
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter Daun Andong Serbuk Simplisia 1. Fraksi n-heksana 2. Fraksi etilasetat 3.Fraksi etanol Aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus Fraksinasi Bertingkat Diameter hambat masing-masing bakteri Alkaloida Flavanoida Saponin Tanin Glikosida Glikosida Antrakinon Steroid / triterpenoida Karakterisasi simplisia Skrining Fitokimia Mikroskopik PK. Air
PK. Sari Larut Dalam Air PK. Sari Larut Dalam Etanol PK. Abu Total
PK. Abu Yang Tidak Larut dalam Asam
Makroskopik Organoleptis
(20)
1.4 Hipotesis
a) Karakteristik simplisia dan skrining fitokimia daun Andong (Cordyline
fruticosa Goepp.) perlu dilakukan untuk menambah data di Materia
Medika Indonesia.
b) Fraksi n-heksana, etilasetat dan etanol daun Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia
coli, Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus.
1.5 Tujuan Penelitian
a) Mengetahui karakteristik simplisia dan skrining fitokimia daun Andong (Cordyline fruticosa Goepp.)
b) Mengetahui adanya aktivitas antibakteri fraksi n-heksana, etilasetat dan etanol daun Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) terhadap bakteri
Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus.
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efek antibakteri dari fraksi etilasetat dan etanol daun Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) terhadap bakteri penyebab diare, disentri dan penyakit kulit.
(21)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman
2.1.1 Habitat Tanaman Andong (Cordyline fruticosa Goepp)
Tanaman andong biasa di tanam sebagai tanaman hias di pekarangan, taman atau kuburan, dipakai sebagai tanaman pagar atau pembatas di perkebunan teh. Andong berasal dari Asia Timur dan biasa di temukan dari dataran rendah sampai ketinggian 1.900 m dpl (Dalimartha, 2006).
2.1.2 Sistematika tumbuhan
Tumbuhan Andong memiliki sistematika sebagai berikut (Depkes, 2001): Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Liliales
Suku : Liliaceae Marga : Cordyline
Jenis : Cordyline fruticosa Goepp. 2.1.3 Sinonim
Cordyline fruticosa Backer., Cordyline sieberi Kunth., Cordyline terminalis Planch., Cordyline terminalis (L) Kunth., Colodracon jacquinii
(22)
2.1.4 Nama asing
Limietstruik (Belanda), Grenzdrachenbaum (Jerman), Lily plam (Inggris)
(Heyne, 1981)
2.1.5 Nama daerah (Depkes, 2001).
Sumatera : Bak Juang (Aceh), Linjuang (Medan), Tumjuang (Palembang). Jawa : Hanjuang (Sunda), Andong (Jawa Tengah), Kayu Urip (Madura),
Andong (Jakarta).
Bali : Endong
Kalimantan : Renjuang (Dayak) Nusa Tenggara : Endong
Sulawesi : Tabango (Gorontalo), Palili (Makasar), Panjureng (Bugis). Maluku : Weluga (Ambon)
2.1.6 Morfologi Tanaman Andong
Tanaman andong merah termasuk perdu tegak dengan tinggi 2-4 m, jarang bercabang, batang bulat, keras, bekas daun rontok berbentuk cincin. Daun tunggal dengan warna hijau ada juga yang berwarna merah kecoklatan. Letak daun tersebar pada batang, terutama berkumpul di ujung batang. Helaian dan panjang berbentuk lanset dengan panjang 20—60 cm dan lebar 5-13 cm. Ujung dan pangkalnya runcing, tepi rata, pertulangan menyirip dan tangkai daunnya berbentuk talang. (Dalimartha, 2006).
2.1.8 Khasiat Tumbuhan
Berkhasiat sebagai menghentikan perdarahan (hemostatis) dan meghancurkan darah beku pada memar. (Dalimartha, 2006). Daun Andong berkhasiat sebagai obat luka dan wasir (Depkes, 2001).
(23)
2.2 Kandungan kimia
Tanaman andong (Cordyline fruticosa. Goepp) mengandung saponin, tannin, flavonoida, polifenol, steroida, polisakarida, kalsium oksalat dan zat besi (Dalimartha, 2006).
2.2.1 Saponin
Senyawa golongan ini banyak terdapat pada tumbuhan tinggi. Saponin adalah suatu glikosida yang bila dihidrolisa menghasilkan bagian aglikon yang disebut sapogenin dan bagian glikon. Saponin merupakan senyawa dengan rasa yang pahit dan mampu membentuk larutan koloidal dalam air serta menghasilkan busa jika dikocok dalam air. Senyawa ini dapat mengiritasi membran mukosa dan pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan hemolisa darah merah. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan dari larutan berair sehingga dalam bidang farmasi digunakan sebagai penstabil sediaan suspensi (Tyler, 1976).
2.2.2 Tanin
Tanin merupakan kelompok besar dari senyawa komplek yang tersebar hampir pada semua tumbuhan dan biasanya terdapat pada bagian daun, buah, akar serta batang. Secara kimia, tanin merupakan senyawa komplek yang tersusun dari polifenol yang sukar dipisahkan dan tidak membentuk kristal. Tanin dan senyawa turunannya bekerja dengan jalan menciutkan selaput lendir pada saluran pencernaan dan di bagian kulit yang luka. Pada perawatan untuk luka bakar, tanin dapat mempercepat pembentukan jaringan yang baru sekaligus dapat melindunginya dari infeksi atau sebagai antiseptik (Tyler, 1976).
(24)
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air. Dalam industri, tanin mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silang protein. Tanin dapat diidentifikasi dengan cara penambahan pereaksi ferri klorida, menghasilkan warna hijau kehitaman atau biru kehitaman. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak merata dalam dunia tumbuhan, yaitu (Harborne, 1987):
a. Tanin terkondensasi
Tanin jenis ini hampir terdapat di dalam paku-pakuan dan gimnospermae serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Nama lain untuk tanin terkondensasi ialah proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam panas maka beberapa ikatan karbon-karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin (Harborne, 1987).
b. Tanin terhidrolisis
Tanin yang terhidrolisiskan penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua. Tanin jenis ini terutama terdiri atas dua kelas, yang paling sederhana ialah depsida galoilglukosa. Pada senyawa ini inti yang berupa glukosa dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih. Pada jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat yaitu asam heksahidroksidifenat dan berikatan dengan glukosa (Harborne, 1987).
(25)
2.2.3 Flavonoida
Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang tersebar luas pada tumbuhan hijau dan mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 Yaitu dua cincin aromatik yang
dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga (Markham, 1988).
Flavonoida merupakan senyawa fenolik yang mempunyai lima belas atom C, terdiri dari dua cincin benzen yang dihubungkan oleh tiga atom C rantai alifatis. Flavonoida dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6.
Senyawa ini sering terdapat sebagai glikosida. Sebagai pigmen bunga, flavonoida berfungsi dalam menarik burung dan serangga yang berperan untuk proses penyerbukan bunga. Beberapa fungsi lainnya adalah untuk mengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus serta memiliki kemampuan dalam mengusir serangga (Robinson, 1995).
Umumnya senyawa flavonoida dalam tumbuhan terikat dengan gula disebut sebagai glikosida dan aglikon flavonoida yang berbeda-beda mungkin saja terdapat pada satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Oleh karena itu dalam menganalisis flavonoida biasanya lebih baik memeriksa aglikon yang telah dihidrolisis dibandingkan dalam bentuk glukosida dengan kerumitan strukturnya. Flavonoida berkhasiat sebagai antioksidan, antibakteri dan inflamasi (Harbone, 1987).
2.2.4 Steroida
Steroid adalah triterpenoid yang kerangka dasarnya system cincin siklopentana perhidrofenantren. Uji yang biasa digunakan adalah reaksi
(26)
Lieberman Bourchard yang dengan kebanyakan triterpen dan steroid memberikan warna hijau biru (Harbone, 1987).
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehid atau asam karboksilat (Harbone, 1987).
2.2.5 Glikosida
Glikosida adalah suatu senyawa yang jika dihidrolisis akan menghasilkan bagian gula yang disebut glikon dan bagian bukan gula disebut aglikon. Gula yang dihasilkan biasanya adalah glukosa, ramnosa, dan lain sebagainya. Jika bagian gulanya adalah glukosa maka disebut glukosida, sedangkan jika bagian gulanya selain glukosa disebut glikosida.
Menurut fransworth (1996), Pembagian glikosida berdasarkan atom yang menghubungkan bagian gula dan bagian bukan gula adalah sebagai berikut :
1. O-glikosida : Jika bagian gula dan bukan gula dihubungkan oleh atom O 2. S-glikosida : Jika bagian gula dan bukan gula dihubungkan oleh atom S 3. N-glikosida : Jika bagian gula dan bukan gula dihubungkan oleh atom N 4. C-glikosida : Jika bagian gula dan bukan gula dihubungkan oleh atom C
2.3 Ekstrak 2.3.1 Pengertian
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
(27)
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995).
Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas (Depkes RI, 1995).
Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang digunakan air, etanol dan campuran air etanol (Depkes RI, 1979).
2.3.2 Metode Ekstraksi
Menurut Depkes RI (2000), beberapa metode ekstraksi: 1. Cara dingin
i. Maserasi, adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
ii. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
(28)
i. Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
ii. Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. iii. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.
iv. Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).
v. Dekok, adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air.
2.4 Bakteri
Bakteri termasuk dalam golongan procaryotes, ukurannya sangat kecil (dalam ukuran mikron) sehingga hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop. Bakteri memiliki inti sel yang terdiri atas DNA dan RNA namun tidak memiliki pembungkus inti. Dinding selnya terdiri atas peptidoglikan, berkembang biak dengan membelah diri (binary fission), dapat dibiakkan pada perbenihan buatan serta dapat dihambat dengan antibiotika. Beberapa bakteri ada yang dapat bergerak aktif karena memiliki flagella (Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya, 2003).
(29)
Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh: 1. Zat makanan (nutrisi)
Sumber zat makanan bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi, tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi-fungsi metabolik dan pertumbuhannya.
2. Keasaman dan kebasaan (pH)
Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum pertumbuhan antara 6,5-7,5, namun beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau sangat alkali.
3. Temperatur
Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Berdasarkan ini maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Bakteri psikofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 0-30oC, temperatur optimum adalah 10-20oC.
b. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 5-60oC, temperatur optimum adalah 25-40oC.
c. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 50-100oC, temperatur optimum adalah 55-65oC.
4. Oksigen
Beberapa spesies bakteri dapat hidup dengan adanya oksigen dan sebaliknya spesies lain akan mati. Berdasarkan kebutuhan akan oksigen, bakteri dapat dikelompokkan sebagai berikut:
(30)
a. Aerobik yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.
b. Anaerobik yaitu bakteri yang dapat tumbuh tanpa oksigen.
c. Anaerobik fakultatif yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan oksigen ataupun tanpa oksigen.
d. Mikroaerofilik yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya sedikit oksigen.
5. Tekanan osmosa
Medium yang baik bagi pertumbuhan bakteri adalah medium isotonis terhadap isi sel bakteri.
6. Kelembaban
Secara umum bakteri tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada lingkungan yang lembab. Kebutuhan akan air tergantung dari jenis bakterinya (Pelczar, 1988).
Berdasarkan morfologinya bakteri dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: a. Bentuk basil
Basil adalah bakteri yang mempunyai bentuk menyerupai batang atau silinder, membelah dalam satu bidang, berpasangan ataupun berbentuk rantai pendek atau panjang. Bentuk basil dapat dibedakan atas:
- Monobasil yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan kedua ujung tumpul.
- Diplobasil yaitu basil yang bergandeng dua dan kedua ujungnya tumpul. - Streptobasil yaitu basil yang bergandengan panjang dengan kedua ujung
(31)
Contoh: Escherichia coli, Bacillus anthracis, Salmonella typhimurium, Shigella
dysenteriae.
b. Bentuk kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya seperti bola-bola kecil, ada yang hidup sendiri dan ada yang berpasang-pasangan. Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas:
- Monokokus yaitu kokus yang terlepas satu sama lain. - Diplokokus yaitu kokus yang bergandeng dua. - Tetrakokus yaitu kokus yang mengelompok empat.
- Stafilokokus yaitu kokus yang mengelompok dan merupakan suatu untaian.
- Streptokokus yaitu kokus yang bergandeng-gandengan panjang berupa rantai.
- Sarsina yaitu kokus yang mengelompok seperti kubus.
Contoh: Monococcus gonorhoe, Diplococcus pneumoniae, Streptococcus lactis,
Staphylococcus aureus, Sarcina luten.
c. Bentuk spiral
Dapat dibedakan atas:
- Spiral yaitu bentuk yang menyerupai spiral atau lilitan. - Vibrio yaitu bentuk batang yang melengkung berupa koma.
- Spirochaeta yaitu menyerupai bentuk spiral, bedanya dengan spiral dalam kemampuannya melenturkan dan melengkukkan tubuhnya sambil bergerak.
(32)
2.5 Bakteri Gram Positif
Bakteri gram positif mempunyai struktur dinding sel yang tebal (15-80 µ m) dan berlapis tunggal (mono). Komponen utama penyusun dinding sel adalah peptidoglikan dan asam teikoat (Pelczar et al, 1986 )
2.5.1 Bakteri Staphylococcus aureus
Sistematika Staphylococcus aureus (Dwidjoseputro, 1988). Division : Protophyta
Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Family : Micrococaceae Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, aerob atau
anaerobfakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter 0,8 – 1,0 µm, tidak membentuk spora dan tifak bergerak, koloni berwarna kuning. Bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 370C tetapi paling baik membentuk pigmen pada suhu 20-250C. koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus, menonjol dan berkilau membentuk berbagai pigmen. Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan (Jawetz, 2001).
(33)
2.6 Bakteri Gram Negatif
Bakteri gram negatif mempunyai struktur dinding sel yang tipis ( 10- 15 µ m) dan berlapis tiga (multi). Dinding sel meliputi peptidoglikan dan selaput luar mengandung tiga polimer yaitu lipoprotein, fosfolipida dan lipopolisakarida (LPS) (Pelczar et al, 1986 ). Bakteri gram negatif yang dipakai dalam penelitian ini adalah bakteri Escherichia coli,dan Shigella dysenteriae.
2.6.1 Bakteri Escherichia coli
Berikut sistematika bakteri Escherichia coli (Dwidjoseputro, 1998): Kingdom : Prokaryota
Divisi : Bacteriophyta Kelas : Bacteria Bangsa : Eubacteriales Suku : Bacteriaceae Marga : Escherichia Jenis : Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang
dengan panjang sekitar 2 mikrometer dan diamater 0,5 mikrometer, bersifat anaerob fakultatif, biasanya dapat bergerak dan tidak membentuk spora. Bakteri ini umumnya hidup pada rentang 20-400 C, optimum pada 370C.
Escherichia coli merupakan bakteri yang secara normal terdapat di dalam
usus dan berperan dalam proses pembusukan sisa-sisa makanan. Keberadaan bakteri ini merupakan parameter ada tidaknya materi fekal di dalam suatu habitat khususnya air. Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang ada dalam
(34)
tinja manusia dan dapat mengakibatkan gangguan pencernaan seperti diare (Anonim, 2008).
2.6.2 Bakteri Shigella dysenteriae
Berikut sistematika bakteri Shigella dysenteriae (Dwidjoseputro, 1998): Kingdom : Prokaryota
Divisio : Bacteriophyta Kelas : Bacteria Bangsa : Eubacteriales Suku : Bacteriaceae Marga : Shigella
Jenis : Shigella dysenteriae
Shigella dysenteriae merupakan bakteri gram negatif, fakultatif anaerobik,
berbentuk batang yang tidak bergerak, tidak membentuk spora. Bakteri ini berukuran sekitar 0,5-0,7 mikrometer dan tumbuh baik pada suhu 370C (Anonim, 2007). Bakteri ini dapat menyebabkan disentri basiler. Disentri adalah salah satu dari berbagai gangguan pencernaan yang ditandai dengan peradangan usus terutama kolon, disertai nyeri perut dan buang air besar yang sering mengandung darah dan lendir (Pelczar, 1988).
2.7 Fase Pertumbuhan Bakteri
Bakteri mengalami pertumbuhan melalui beberapa fase, yaitu: 1) Fase lag
Pada saat dipindahkan ke media yang baru, bakteri tidak langsung tumbuh dan membelah, meskipun kondisi media sangat mendukung untuk
(35)
pertumbuhan. Bakteri biasanya akan mengalami masa penyesuaian untuk menyeimbangkan pertumbuhan.
2) Fase log
Selama fase ini, populasi meningkat dua kali pada interval waktu yang teratur. Jumlah koloni bakteri akan terus bertambah seiring lajunya aktivitas metabolisme sel.
3) Fase tetap
Pada fase ini terjadi kompetisi antara bakteri untuk memperoleh nutrisi dari media untuk tetap hidup. Sebagian bakteri mati sedangkan yang lain tumbuh dan membelah sehingga jumlah sel bakteri yang hidup menjadi tetap.
4) Fase kematian
Pada fase ini, sel bakteri akan mati lebih cepat daripada terbentuknya sel baru. Laju kematian mengalami percepatan yang eksponensial (Lee, 1983).
(36)
2.8 Media Pertumbuhan Bakteri
Pembiakan bakteri dalam laboratorium memerlukan media yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi bakteri. Zat hara diperlukan untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme dan pergerakan. Lazimnya, media biakan mengandung air, sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen dan hidrogen. Dalam bahan dasar media dapat pula ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino dan vitamin. Media biakan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu:
I. Bedasarkan asalnya, media dibagi atas:
1) Media sintetik yaitu media yang kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara terperinci. Contoh: glukosa, kalium fosfat, magnesium fosfat.
2) Media non-sintetik yaitu media yang kandungan dan isinya tidak diketahui secara terperinci dan menggunakan bahan yang terdapat di alam. Contohnya: ekstrak daging, pepton (Lay, 1994).
II. Berdasarkan kegunaannya, dapat dibedakan menjadi: 1) Media selektif
Media selektif adalah media biakan yang mengandung paling sedikit satu bahan yang dapat menghambat perkembang biakan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan membolehkan perkembang biakan mikroorganisme tertentu yang ingin diisolasi.
(37)
Media ini digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari berbagai jenis dalam suatu lempengan agar.
3) Media diperkaya
Media ini digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang diperoleh dari lingkungan alami karena jumlah mikroorganisme yang ada terdapat dalam jumlah sedikit (Irianto, 2006).
III. Berdasarkan konsistensinya, dibagi atas (Irianto, 2006): 1) Media padat/ solid
2) Media semi solid 3) Media cair
2.9 Metode Isolasi Biakan Bakteri a) Cara gores
Ose yang telah steril dicelupkan ke dalam suspensi mikroorganisme yang diencerkan, lalu dibuat serangkaian goresan sejajar yang tidak saling menutupi di atas permukaan agar yang telah padat.
b) Cara sebar
Suspensi mikroorganisme yang telah diencerkan diinokulasikan secara merata dengan menggunakan hockey stick pada permukaan media padat. c) Cara tuang
Pengenceran inokulum yang berturut-turut diletakkan pada cawan petri steril dan dicampurkan dengan medium agar cair, lalu dibiarkan memadat. Koloni yang berkembang akan tertanam di dalam media tersebut (Stanier, 1982).
(38)
2.10 Pengukuran Aktivitas Antimikroba
Penentuan kepekaan bakteria patogen terhadap antimikroba dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yaitu dilusi atau difusi. Penting sekali menggunakan metode standar untuk mengendalikan semua faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba.
a. Metode Dilusi
Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan dieramkan. Tahap akhir dilarutkan antimikroba dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja (Jawetz, 2001).
b. Metode Difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram kertas saring berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah inkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme (misalnya sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat). Meskipun demikian, standarisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan melakukan uji kepekaan dengan baik (Jawetz, 2001).
c. Cara turbidimetri
Pada cara ini digunakan media cair. Pertama dilakukan penuangan media kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan suspensi bakteri, kemudian
(39)
dilakukan pemipetan larutan uji, dilakukan inkubasi. Selanjutnya dilakukan pengukuran kekeruhan, kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri diukur dengan menggunakan instrumen yang cocok, misalnya nephelometer setelah itu dilakukan penghitungan potensi antimikroba (Depkes RI, 1995).
(40)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental. Tahap penelitian meliputi penyiapan bahan, karakterisasi simplisia dan pembuatan fraksi. Selanjutnya pengujian aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar menggunakan punch hole. Parameter yang dilihat adalah besarnya diameter hambat pertumbuhan bakteri. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara Medan.
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, neraca kasar (Ohaus), neraca listrik (Mettler Toledo), rotary
evaporator (Haake D), freeze dryer (Modulio), alat destilasi, alumunium foil,
seperangkat alat penetapan kadar air, kertas perkamen, kapas, kurs porselin, bola karet, oven listrik (Fischer Scientific), penangas air, blender (National), autoklaf (Webeco), cawan petri, inkubator (Fischer Scientific), spatula, lemari pendingin (Toshiba), jarum ose, pinset, hot plate (Fisons), bunsen, pipet mikro (Eppendorf), jangka sorong, punch hole, mikroskop, objek glass dan deck glass.
3.1.2 Bahan-bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Andong (Cordyline fruticosa Goepp.), Escherichia coli ATCC 25922, Shigella dysenteriae
(41)
ATCC 25931 dan Staphylococcus aureus ATCC 29213, air suling, nutrient agar (difco), larutan fisiologis NaCl 0,9%, suspensi standart Mc. Farland, n-heksana, etilasetat, etanol 96%, etanol 70% dan bahan yang berkualitas pro analisa (E-Merck) kecuali dinyatakan lain: raksa (II) klorida, benzen, asam asetat anhidrida, natrium sulfat anhidrat, isopropanol, kalium iodida, asam sulfat pekat, asam nitrat, bismut (III) nitrat, alfa naftol, serbuk magnesium, asam sulfat 2 N, besi (III) klorida, timbal (II) asetat, toluena, kloroform, HCl 2 N, asam klorida pekat, kloralhidrat, iodium, metanol dan natrium hidroksida.
3.2Penyiapan Bahan Tanaman
Penyiapan bahan tanaman meliputi pengambilan bahan tanaman, identifikasi tanaman dan pengolahan bahan tanaman.
3.2.1 Pengambilan Bahan Tanaman
Pengambilan bahan dilakukan secara purposif yaitu diambil dari satu daerah saja tanpa membandingkan dengan tanaman yang sama di daerah lain. Bahan tanaman diperoleh di sebuah pekarangan rumah yang berada di Jalan Prof. T. Zulkarnain Komplek USU, Kecamatan Medan Baru, Kotamadya Medan Provinsi Sumatera Utara. (Gambar dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 50 ). 3.2.2 Identifikasi Tanaman
Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor Jl. Raya Jakarta – Bogor Km. 46 Cibinong, Indonesia. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat dihalaman 49.
(42)
3.2.3 Pengolahan bahan tanaman
Daun Andong yang telah dikumpulkan sebanyak 6 kg, dicuci bersih dengan air mengalir, ditiriskan,, dikeringkan di dalam lemari pengering. Kemudian daun diserbuk dan disimpan di dalam wadah kering dan terlindung dari cahaya.
3.3Karakterisasi Simplisia
Pemeriksaan dilakukan karakterisasi simplisia yang meliputi: pemeriksaan organoleptis, pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam (Depkes RI, 1995).
3.3.1 Pemeriksaan Organoleptis
Pemeriksaan secara organoleptis meliputi pemeriksaan bau, warna dan rasa dari daun andong.
3.3.2 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik meliputi pemeriksaan bentuk, ukuran, panjang, lebar daun andong.
3.3.3 Pemeriksan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap daun andong yang masih segar. Daun segar diiris tipis secara melintang, hasil irisan daun andong kemudian diletakkan diatas kaca objek, lalu ditetesi kloralhidrat, dipanaskan dengan lampu spritus dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop dengan berbagai perbesaran. Pemeriksaan serbuk daun andong untuk serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan
(43)
kloralhidrat, ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop (hasil dapat dilihat pada lampiran halaman 51 ).
3.3.4 Penetapan Kadar Air a. Penjenuhan toluen
Penjenuhan toluen menggunakan metode azeotropi. Sebanyak 200 ml toluen dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu ditambahkan 2 ml air suling kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama ± 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.
b. Penetapan kadar air serbuk simplisia daun andong
Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dipanaskan hati – hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kadar air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Tentukan kadar air dalam persen (WHO, 1998).
3.3.5 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml campuran air dan kloroform (2,5 ml kloroform dalam air sampai 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian
(44)
dibiarkan selama 18 jam. Disaring, sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata dan telah ditara, sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Hitung kadar sari larut dalam air dalam % (Depkes RI, 1995).
3.3.6 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Hitung kadar sari larut dalam etanol dalam % (Depkes RI, 1995).
3.3.7 Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar pada suhu 600oC sampai arang habis. Selanjutnya didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).
3.3.8 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total ditambahkan dalam 25 ml asam klorida 2 N kemudian dididihkan selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu dan dicuci dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijar pada suhu 600oC sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).
(45)
3.4 Pembuatan Pereaksi
3.4.1 Pereaksi Asam Klorida 2 N
Sebanyak 17 ml Asam Klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).
3.4.2 Pereaksi Kloralhidrat
Larutkan 50 g Kloralhidrat dalam 20 ml air (Depkes RI, 1995). 3.4.3 Pereaksi Mayer
Campurkan 60 ml larutan Raksa (II) Klorida dan 10 ml larutan Kalium Iodida, tambahkan air secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI, 1995). 3.4.4 Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g Kalium Iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian ditambah 2 g Iodium sambil diaduk sampai larut, lalu cukupkan dengan air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1980).
3.4.5 Pereaksi Dragendorff
Campur 20 ml larutan Bismuth (III) Nitrat dalam Asam Nitrat lalu tambahkan dengan 50 ml larutan Kalium Iodida diamkan sampai memisah sempurna. Ambil larutan jernih dan encerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).
3.4.6 Peraksi Molish
Sebanyak 3 g alfa naftol dilarutkan dengan sedikit etanol, kemudian ditambahkan asam nitrat 0,5 N secukupnya hingga diperoleh 100 ml (Depkes RI, 1979).
(46)
Ditimbang sebanyak 1 g Besi (III) Klorida dilarutkan dalam air suling hingga diperoleh larutan 100 ml kemudian disaring (Depkes RI, 1995). 3.4.8 Pereaksi Timbal (II) Asetat
Ditimbang sebanyak 15,17 g Timbal (II) Asetat dilarutkan dalam air hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).
3.4.9 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N
Sebanyak 8,002 g natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling bebas CO2 hingga diperoleh 100 ml larutan (Depkes RI,1979).
3.4.10 Pereaksi Asam Sulfat 2 N
Sebanyak 5,5 ml Asam Sulfat pekat diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).
3.5 Skrining Fitokimia
3.5.1 Pemeriksaan Alkaloida
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditambahkan 1 ml asam klorida 2N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk uji alkaloida sebagai berikut:
a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer akan terbentuk endapan berwarna putih atau kuning.
b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman. c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi
(47)
Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan dua dari tiga percobaan diatas (Depkes, 1989).
3.5.2 Pemeriksaan Flavonoida
Sebanyak 10 g sebuk simplisia kemudian ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu di tambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).
3.5.3 Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, jika terbentuk buih yang mantap setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2N menunjukkan adanya saponin (Depkes, 1989).
3.5.4 Pemeriksaan Glikosida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 ml bagian etanol 96 % dan 3 bagian volum air suling ditambah dengan 10 ml HCL 2 N. Direfluks selama 30 menit, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, lalu didiamkan selama 5 menit dan disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran 3 bagian kloroform dan 2 isopropanol dilakukan berulang sebanyak tiga kali. Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C.
(48)
Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Kemudian diambil 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan kedalam tabung reaksi, diuapkan di penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, jika terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya glikosida (Depkes RI, 1989). 3.5.5 Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 ttes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).
3.5.6 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida
Sebanyak 1 g sampel di maserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ungu merah menunjukkan adanya triterpenoida atau warna hijau biru menunjukkan adanya steroida (Farnsworth, 1966).
3.5.7 Pemeriksaan Glikosida Antrakinon
Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditambah 5 ml asam sulfat 2N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen, dikocok dan didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring. Lapisan benzen dikocok dengan 2 ml natrium hidroksida 2N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzen tidak berwarma menunjukkan adanya antrakinon (Depkes, 1989).
(49)
3.6 Pembuatan Fraksi n-Heksana, Etilasetat dan Etanol Daun Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) Secara Perkolasi
Pembuatan fraksi dilakukan secara perkolasi menggunakan tiga pelarut. Cara kerja: sebanyak 500 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana tertutup, dituang cairan penyari n-heksana sampai semua simplisia terendam sempurna dan dibiarkan sekurang-kurangnya selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, dituang cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator dan biarkan selama 24 jam. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan hingga beberapa tetes perkolat yang keluar terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa. Kemudian ampasnya dikeringanginkan dan diperkolasi kembali dengan menggunakan cairan penyari etilasetat dengan prosedur perkolasi yang sama. Setelah perkolat etilasetat diperoleh, ampasnya dikeringanginkan dan diperkolasi kembali dengan menggunakan cairan penyari etanol dengan menggunakan prosedur perkolasi yang sama. Masing-masing perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat rotary
evaporator dan dikering bekukan dengan freeze dryer (Depkes RI, 1979).
3.7 Pembuatan Media
3.7.1 Pembuatan Nutrient Agar (NA) (Difco Laboratories, 1997) Komposisi: Beef extract 3,0 gram
(50)
Cara pembuatan: ditimbang sebanyak 23 gram serbuk nutrient agar kemudian disuspensikan dalam erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan sedikit demi sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan sebentar sambil sekali-kali diaduk sampai terbentuk larutan jernih. Tutup erlenmeyer dengan kapas yang dilapisi aluminium foil. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121o C tekanan 2 atm selama 15 menit.
3.7.2 Pembuatan Media Agar Miring
10 ml media agar yang telah dimasak dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditutup dan di bungkus lalu disterilkan di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C Kemudian tabung yang berisi agar diletakkan pada kemiringan 30-450C. Diperhatikan bahwa agar tidak menyentuh tutup tabung. Agar dibiarkan menjadi dingin dan keras (Lay, 1994).
3.7.3 Larutan NaCl 0,9%
Komposisi : Natrium Klorida 0,9 g Air suling ad 100 ml
Cara pembuatan: ditimbang 0,9 gram NaCl kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC tekanan 2 atm selama 15 menit (Depkes RI, 1979).
3.7.4 Suspensi Standar Mc Farland 0,5
Komposisi: Larutan BaCl2 1,175% b/v 0,5 ml
Larutan H2SO4 1% v/v 99,5 ml
Cara pembuatan: Kedua larutan dicampurkan dalam tabung reaksi steril, dikocok sampai homogen dan ditutup. Apabila kekeruhan hasil suspensi bakteri sama
(51)
dengan kekeruhan suspensi standar berarti konsentrasi bakteri 108CFU/ml (Vandepitte, 1991).
3.8 Pembiakan Bakteri 3.8.1 Pembuatan Stok Kultur
Masing- masing sebanyak satu ose dari biakan murni bakteri Escherichia
coli, Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus digoreskan dengan metode
sinambung pada permukaan Nutrien Agar (NA) miring, ditutup mulut tabung reaksi dengan kapas. Diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37o C (Depkes RI, 1995).
3.8.2 Pembuatan Inokulum
Bakteri hasil inkubasi diambil dengan menggunakan jarum ose steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml NaCl 0,9% steril, kemudian diinkubasi selama 1-2 jam hingga diperoleh kekeruhan yang sama dengan standar Mc Farland (konsentrasi 108 CFU/ml). Setelah itu dilakukan pengenceran dengan mempipet 0,1 ml biakan bakteri (108 CFU/ml), dimasukkan ke dalam tabung steril yang berisi larutan NaCl 0,9% steril sebanyak 9,9 ml dan dikocok homogen. Sampai didapat suspensi bakteri dengan konsentrasi 106 CFU/ml (Depkes RI, 1995).
3.9 Pembuatan Larutan Uji Fraksi n-Heksana, Etilasetat dan Etanol dari Daun Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) dengan Berbagai Konsentrasi
3.9.1. Pembuatan Larutan Uji Fraksi n-Heksana
Cara kerja: sebanyak 5 gram fraksi n-heksana daun andong (Cordyline
(52)
n-heksana dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml. Tambahkan n-heksana
hingga garis tanda dan diperoleh konsentrasi fraksi 500 mg/ml. Selanjutnya larutan tersebut diencerkan kembali dengan heksana hingga didapat fraksi n-heksana dengan konsentrasi 400 mg/ml, 300 mg/ml, 200 mg/ml, 100 mg/ml, 90 mg/ml, 80 mg/ml, 70 mg/ml, 60 mg/ml, 50 mg/ml, 40 mg/ml, 30 mg/ml, 20 mg/ml dan 10 mg/ml.
3.9.2. Pembuatan Larutan Uji Fraksi Etilasetat
Cara kerja: sebanyak 5 gram fraksi etilasetat daun Andong (Cordyline
fruticosa Goepp.) ditimbang seksama dengan neraca listrik, dilarutkan dalam 5 ml
etilasetat dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml. Tambahkan etilasetat hingga garis tanda dan diperoleh konsentrasi fraksi 500 mg/ml. Selanjutnya larutan tersebut diencerkan kembali dengan etilasetat hingga didapat fraksi etilasetat dengan konsentrasi 400 mg/ml, 300 mg/ml, 200 mg/ml, 100 mg/ml, 90 mg/ml, 80 mg/ml, 70 mg/ml, 60 mg/ml, 50 mg/ml, 40 mg/ml, 30 mg/ml, 20 mg/ml dan 10 mg/ml.
3.9.3. Pembuatan Larutan Uji Fraksi Etanol
Cara kerja: sebanyak 5 gram fraksi etanol daun andong (Cordyline
fruticosa Goepp.) ditimbang seksama dengan neraca listrik, dilarutkan dalam 5 ml
etanol 96% dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml. Tambahkan etanol 96% hingga garis tanda dan diperoleh konsentrasi fraksi 500 mg/ml. Selanjutnya larutan tersebut diencerkan kembali dengan etanol 96% hingga didapat fraksi etanol dengan konsentrasi 400 mg/ml, 300 mg/ml, 200 mg/ml, 100 mg/ml, 90 mg/ml, 80 mg/ml, 70 mg/ml, 60 mg/ml, 50 mg/ml, 40 mg/ml, 30 mg/ml, 20 mg/ml dan 10 mg/ml.
(53)
3.10 Pengujian Efek Antibakteri secara In Vitro
Metode ini menggunakan media padat dan punch hole, penentuan daya hambat pertumbuhan bakteri dilakukan dengan cara mengukur diameter daerah jernih di sekeliling puch hole menggunakan jangka sorong.
3.10.1. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi n-Heksana
Dipipet 0,1 ml suspensi bakteri Escherichia coli konsentrasi 106 CFU/ml, dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Selanjutnya dituangkan 15 ml media NA cair (45-50o C), lalu dihomogenkan dan didiamkan hingga media memadat. Setelah media padat dibuat lubang dengan punch hole lalu tetesi 0,1 ml larutan uji
n-heksana dengan berbagai konsentrasi, 500, 400, 300, 200, 100, 90, 80, 70, 60,
50, 40, 30, 20 dan 10 mg/ml. Sebagai kontrol diteteskan 0,1 ml n-heksana. Didiamkan selama 10-15 menit kemudian diinkubasi pada suhu 35+ 2 oC selama 18-24 jam. Selanjutnya diukur diameter zona bening di sekitar larutan uji dengan menggunakan jangka sorong. Dilakukan tiga kali pengulangan. Hal yang sama dilakukan pada bakteri Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus.
3.10.2 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etilasetat
Dipipet 0,1 ml suspensi bakteri Escherichia coli konsentrasi 106 CFU/ml, dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Selanjutnya dituangkan 15 ml media NA cair (45-50o C), lalu dihomogenkan dan didiamkan hingga media memadat. Setelah media padat dibuat lubang dengan menggunakan pencetak lubang (punch
hole) lalu tetesi 0,1 ml larutan uji etilasetat dengan berbagai konsentrasi, 500, 400,
300, 200, 100, 90, 80, 70, 60, 50, 40, 30, 20 dan 10 mg/ml. Sebagai kontrol diteteskan 0,1 ml etilasetat. Didiamkan selama 10-15 menit kemudian diinkubasi pada suhu 35+ 2 oC selama 18-24 jam. Selanjutnya diukur diameter zona bening
(54)
di sekitar larutan uji dengan menggunakan jangka sorong. Dilakukan tiga kali pengulangan. Hal yang sama dilakukan pada bakteri Shigella dysenteriae dan
Staphylococcus aureus.
3.10.3. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etanol
Dipipet 0,1 ml suspensi bakteri Escherichia coli konsentrasi 106 CFU/ml, dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Selanjutnya dituangkan 15 ml media NA cair (45-50o C), lalu dihomogenkan dan didiamkan hingga media memadat. Setelah media padat kemudian dibuat lubang dengan menggunakan pencetak lubang (punch hole) lalu tetesi 0,1 ml larutan uji etanol 96% dengan berbagai konsentrasi, 500, 400, 300, 200, 100, 90, 80, 70, 60, 50, 40, 30, 20 dan 10 mg/ml. Sebagai kontrol diteteskan 0,1 ml etanol 96%. Didiamkan selama 10-15 menit kemudian diinkubasi pada suhu 35+ 2 oC selama 18-24 jam. Selanjutnya diukur diameter zona bening di sekitar larutan uji dengan menggunakan jangka sorong. Dilakukan tiga kali pengulangan. Hal yang sama dilakukan pada bakteri Shigella
(55)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor Jl. Raya Jakarta-Bogor KM 46 Cibinong terhadap tanaman menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah daun andong (Cordyline fruticosa Goepp), dari suku Liliaceae. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran I halaman 49.
4.2Hasil Karakterisasi Simplisia
Hasil pemeriksaan makroskopik dari daun Andong segar adalah berbentuk lanset dengan panjang sekitar 30-50 cm, sedangkan lebar daun 5-10 cm, pada ujung dan pangkalnya berbentuk runcing, tepi rata, letak daunnya terutama di ujung batang terlihat berjejal dengan susunan seperti spiral, pelapah 5-10 cm dan pertulangan menyirip, permukaan atas hijau tua kemerahan mengkilap dan permukaan bawah berwarna hijau tua kemerahan dan tidak licin, rasanya tawar dan tidak berbau. Pemeriksaan simplisia daun andong yaitu daun berwana hijau kecoklatan, tidak berbau dan tidak berasa.
Hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap daun segar menunjukkan adanya epidermis atas, rambut penutup, palisade, jaringan bunga karang, kristal kalsium oksalat bentuk sapu, stomata dan epidermis bawah. Hasil mikroskopik serbuk simplisia menunjukkan adanya stomata, kalsium oksalat dan rambut penutup . Gambar mikroskopik dapat dilihat pada lampiran halaman 51 .
(56)
Hasil karakterisasi dari serbuk simplisia daun Andong dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini:
Tabel 1. Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Daun Andong
No Parameter Hasil
1 Kadar Air 5,32%
2 Kadar Sari Larut Dalam Air 11,72% 3 Kadar Sari larut Dalam Etanol 16,06%
4 Kadar Abu Total 2,35%
5 Kadar Abu Yang Tidak Larut Asam 0,39%
Penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui apakah simplisia memenuhi persyaratan, karena air merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kapang. Hasil yang diperoleh pada penetapan kadar air 5,32% berarti standarisasi simplisia memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia yakni tidak lebih 10%. Apabila kadar air simplisia lebih besar dari 10 % maka simplisia tersebut akan mudah ditumbuhi kapang pada saat penyimpanan sehingga mutu simplisia akan menurun (Gunawan dan Mulyani, 1995). Kadar sari yang larut dalam air adalah 11,72%, sedangkan kadar sari yang larut dalam etanol sebesar 16,06%. Berdasarkan hasil penetapan kadar sari menunjukkan bahwa simplisia daun andong lebih banyak mengandung senyawa yang larut dalam etanol daripada yang larut dalam air. Penetapan kadar sari larut air dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar, sedangkan kadar sari larut dalam etanol untuk mengetahui senyawa yang terlarut dalam etanol baik polar maupun non polar. Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa anorganik dalam simplisia, misalnya Mg, Ca, Na, Pb, sedangkan penetapan kadar abu tidak larut dalam asam untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak larut dalam asam, misalnya silika.
(57)
4.3Hasil Skrining Fitokimia
Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia, fraksi n-heksana, etilasetat dan etanol dari daun Andong menunjukkan adanya senyawa alkaloida, glikosida, flavonoida, tanin, triterpenoida/steroida. Hasil skrining dapat dilihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Hasil Skrining fitokimia serbuk simplisia dan fraksi n-Heksana, Etilasetat dan Etanol daun Andong
No Parameter Daun Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) Serbuk
Simplisia
Fraksi
n-Heksana Etilasetat Etanol
1 Alkaloida + - + +
2 Flavonoida + - + +
3 Saponin + - - +
4 Tanin + - + +
5 Glikosida + - - +
6 Antrakinon - - - -
7 Steroid/Triterpenoida + + - -
Keterangan: (+) mengandung senyawa yang diperiksa, (-) = tidak mengandung senyawa yang diperiksa
Pada serbuk simplisia daun Andong yang ditambah dengan pereaksi Dragendorff memberikan warna jingga kecoklatan, dengan pereaksi Bouchardat memberikan warna kuning kecoklatan, sedangkan dengan pereaksi Mayer terbentuk adanya kekeruhan dan endapan putih, ini menunjukkan adanya senyawa alkaloid. Penambahan serbuk Mg dan serbuk Zn dengan asam klorida pekat memberikan warna merah, menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Skrining glikosida ditunjukkan dengan penambahan pereaksi Molish dan asam sulfat pekat dimana terbentuk cincin ungu, sedangkan dengan penambahan Fehling A dan
Fehling B sama banyak terbentuk endapan berwarna merah bata. Penambahan FeCl3 1% memberikan warna hijau yang menunjukkan adanya
(58)
Hasil skrining fitokimia dari serbuk simplisia daun Andong menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoida, tanin dan alkaloida. Senyawa-senyawa ini diduga memberikan aktivitas antibakteri (Robinson, 1995).
Berdasarkan hasil penyarian dari 500 g serbuk daun Andong (Cordyline
fruticosa Goepp.) dengan metode perkolasi bertingkat, menggunakan n-heksana
diperoleh fraksi n-heksana 10,597 gram.
Ampas dari perkolat n-heksana dikeringkan dan diperkolasi kembali dengan etilasetat diperoleh fraksi etilasetat 9,737 gram.
Ampas dari perkolat etilasetat dikeringkan kembali lalu diperkolasi kembali dengan pelarut etanol 96% sehingga diperoleh fraksi etanol 27,439 gram.
4.4 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi n-Heksana, Etilasetat dan Etanol Daun Andong terhadap bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus
Hasil uji aktivitas antibakteri dari fraksi n-heksana tidak memberikan diameter daerah hambat terhadap bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus dikarenakan fraksi n-heksana hanya menarik senyawa non polar yaitu steroida/triterpenoida yang tidak mempunyai aktivitas antibakteri (Robinson, 1995). Hasil pengukuran diameter daerah hambat fraksi etilasetat dan etanol dapat dilihat pada tabel 3 berikut
(59)
Tabel 3. Pengukuran daerah hambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus pada fraksi
etilasetat dan etanol
Konsentrasi Diameter Daerah Hambat Pertumbuhan Bakteri (mm)*
(mg/ml) Escherichia coli Shigella dyseenteriae Staphylococcus aureus
Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi Etilasetat Etanol Etilasetat Etanol Etilasetat Etanol
500 14,30 22,80 14,20 21,50 13,60 18,80
400 13,80 20,10 13,60 18,80 12,70 16,10
300 13,20 15,30 13,10 15,30 12,20 14,60
200 12,50 12,40 12,20 13,80 12,00 12,30
100 11,50 11,40 11,80 12,90 11,30 10,30
90 11,30 10,50 11,20 10,80 10,30 9,60
80 11,00 9,50 10,90 10,50 9,30 9,10
70 10,40 9,10 10,60 9,60 9,00 8,30
60 9,20 8,70 10,20 9,10 8,30 -
55 8,60 8,30 9,80 8,80 - -
50 8,30 - 9,00 8,20 - -
45 - - 8,50 - - -
Keterangan: (*) = hasil rata-rata dua kali pengukuran, (-) = tidak ada hambatan
Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa fraksi etilasetat dan fraksi etanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Shigella
dysenteriae dan Staphylococcus aureus. Semakin tinggi konsentrasi fraksi akan
menghasilkan diameter daerah hambat yang semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin banyak zat aktif yang terkandung di dalam fraksi tersebut (Dwidjoseputro, 1982).
Berdasarkan Farmakope Indonesia (1995) batas daerah hambatan yang efektif adalah dengan diameter lebih kurang dari 14 mm sampai 16 mm. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa fraksi etilasetat memberikan hasil efektif untuk bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 500 mg/ml memberikan diameter hambat 14,30 mm dan KHM 50 mg/ml (8,30 mm), bakteri Shigella dysenteriae
(60)
45 mg/ml (8,50 mm) dan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 500 mg/ml memberikan diameter hambat 13,60 mm dan KHM 60 mg/ml (8,30 mm). Sedangkan fraksi etanol pada konsentrasi 500 mg/ml untuk bakteri Escherichia
coli memberikan diameter hambat 22,80 mm dan KHM 55 mg/ml (8,30 mm),
bakteri Shigella dysenteriae pada konsentrasi 500 mg/ml memberikan diameter hambat 21,50 mm dan KHM 50 mg/ml (8,20 mm) dan Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 500 mg/ml (18,80 mm) dan KHM 70 mg/ml (8,30 mm).
Fraksi etanol menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih efektif dibandingkan dengan fraksi etilasetat dikarenakan fraksi etanol mengandung senyawa-senyawa seperti flavonoida, tanin dan alkaloida yang lebih banyak tersari oleh pelarut etanol dibandingkan dengan etilasetat sehingga mempunyai aktivitas antibakteri yang lebih kuat (Robinson, 1995).
Bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae menghasilkan diameter daerah hambat yang lebih besar dibandingkan dengan bakteri Staphylococcus
aureus, Hal ini kemungkinan disebabkan lapisan peptidoglikan bakteri Escherichia coli dan Shigella dysenteriae lebih tipis sehingga lebih mudah lisis
jika dibandingkan dengan dinding sel (lapisan peptidoglikan) bakteri
(61)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
1. Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun andong diperoleh kadar air 5,32%, kadar sari larut dalam air 11,72%, kadar sari larut dalam etanol 16,06%, kadar abu total 2,35% dan kadar abu total tidak larut asam 0,39%.
2. Hasil uji aktivitas antibakteri dari fraksi n-heksana tidak memberikan diameter daerah hambat terhadap bakteri Escherichia coli, Shigella
dysenteriae dan Staphylococcus aureus.
3. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa fraksi etilasetat memberikan hasil memuaskan untuk bakteri Escherichia coli, Shigella
dysenteriae dan Staphylococcus aureus pada konsentrasi 500 mg/ml dan
KHM untuk ketiga bakteri berbeda-beda yaitu bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 50 mg/ml, Shigella dysenteriae pada konsentrasi 45 mg/ml dan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 60 mg/ml. Sedangkan fraksi etanol memberikan hasil memuaskan untuk bakteri
Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan Staphylococcus aureus pada
konsentrasi 300 mg/ml dan KHM untuk ketiga bakteri berbeda-beda yaitu bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 55 mg/ml, Shigella dysenteriae pada konsentrasi 50 mg/ml dan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 70 mg/ml.
(62)
5.2Saran
Diharapkan agar peneliti selanjutnya dapat mengisolasi senyawa kimia yang aktif dan dapat membuat formulasi dalam bentuk sediaan obat jadi.
(1)
Lampiran 14. Gambar Uji Blanko
A
B
C
Keterangan: A. Hasil Uji Blanko Fraksi n-Heksana, Etilasetat dan Etanol Daun Andong Terhadap Bakteri Escherichia coli.
B. Hasil Uji Blanko Fraksi n-Heksana, Etilasetat dan Etanol Daun Andong Terhadap Bakteri Shigella dysenteriae.
(2)
1. Perhitungan Penetapan Kadar Air
a. Sampel I
Berat sampel = 5,003 g
Volume air = 0,3 ml
Kadar air = x 100% 5,99%
5,003 3 , 0
= b. Sampel II
Berat sampel = 5,002 g
Volume air = 0,3 ml
Kadar air = x 100% 5,99% 5,002
3 , 0
= c. Sampel III
Berat sampel = 5,002 g Volume air = 0,2 ml
Kadar air = x 100% 3,99%
5,002 2 , 0
=
Kadar air rata-rata =
3
% 3,99 % 5,99 % 99 ,
5 + +
= 5,32% Kadar air simplisia = x 100%
sampel Berat
air Volume
(3)
Lampiran 15. (Lanjutan)
2. Perhitungan Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air
% 100 x 20 100 x simplisia Berat air sari g Berat air dalam larut yang sari
Kadar =
a. Sampel I
Berat sampel I = 5,001 g Berat cawan kosong I = 57,801 g Berat cawan + sari I = 57,918 g
% 100 x 20 100 x 5,001 57,801 -57,918 air dalam larut yang sari
Kadar = = 11,69%
b. Sampel II
Berat sampel II = 5,001 g Berat cawan kosong II = 43,117 g Berat cawan + sari II = 43,235 g
% 100 x 20 100 x 5,001 43,117 -43,235 air dalam larut yang sari
Kadar = = 11,79 %
c. Sampel III
Berat sampel III = 5,002 g Berat cawan kosong = 61,743 g Berat cawan + sari III = 61,860 g
% 100 x 20 100 x 5,002 61,743 -61,860 air dalam larut yang sari
Kadar = = 11,69 %
Kadar sari rata-rata =
3 % 11,69 % 11,79 % 69 ,
11 + +
(4)
3. Perhitungan Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol % 100 x 20 100 x simplisia Berat etanol sari g Berat etanol dalam larut yang sari
Kadar =
a. Sampel I
Berat sampel I = 5,002 g
Berat cawan kosong I = 45,035 g Berat cawan + sari I = 45,192 g
% 100 x 20 100 x 5,002 45,035 -45,192 etanol dalam larut yang sari
Kadar = = 15,75 %
b. Sampel II
Berat sampel II = 5,002 g
Berat cawan kosong II = 45,010 g Berat cawan kosong + sari II = 45,188 g
% 100 x 20 100 x 5,002 45,010 -45,188 etanol dalam larut yang sari
Kadar = = 17,71 %
c. Sampel III
Berat sampel III = 5,001 g Berat cawan kosong III = 43,092 g Berat cawan kosong + sari III = 43,239 g
% 100 x 20 100 x 5,001 43,092 -43,239 etanol dalam larut yang sari
Kadar = = 14,74 %
Kadar sari rata-rata =
3 14,74% % 17,71 %
15,75 + +
(5)
Lampiran 15. (Lanjutan)
4. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total
% 100 x sampel
Berat
hasil sisa g Berat
abu total
Kadar =
a. Sampel I
Berat sampel I = 2,0000 g Berat abu = 0,0466 g
Kadar abu total = x 100% 2,0000
0466 , 0
= 2,33 %
b. Sampel II
Berat sampel II = 2,0001 g Berat abu = 0,0531 g
Kadar abu total = x 100% 2,0001
0531 , 0
= 2,66 %
c. Sampel III
Berat sampel III = 2,0000 g Berat abu = 0,0411 g
Kadar abu total = x 100% 2,0000
0411 , 0
= 2,06 %
Kadar abu total rata-rata =
3
% 2,06 % 2,66 %
2,33 + +
(6)
5. Perhitungan Penetapan Kadar Abu yang tidak Larut dalam Asam
% 100 x sampel
Berat
hasil sisa g Berat asam larut abu tidak
Kadar =
a. Sampel I
Berat sampel I = 2,0000 g
Berat abu = 0,0075 g
Kadar abu tidak larut asam = x 100% 2,0000
0075 , 0
= 0,38 %
b. Sampel II
Berat sampel II = 2,0001 g
Berat abu = 0,0074 g
Kadar abu tidak larut asam = x 100% 2,0001
0074 , 0
= 0,37 %
c. Sampel III
Berat sampel III = 2,0000 g
Berat abu = 0,0087 g
Kadar abu tidak larut asam = x 100% 2,0000
0087 , 0
= 0,44 %
Kadar rata-rata =
3
0,44% 0,37%
%
0,38 + +