commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Animasi bukanlah hal yang baru di dunia yang sudah semakin modern sekarang ini, baik di kota maupun di desa sebenarnya banyak orang telah
mengenal animasi yang biasanya disajikan dalam bentuk film yang digemari dari berbagai kalangan baik anak-anak maupun dewasa, namun film animasi yang
mendominasi di Indonesia adalah produk dari luar negri, mayoritas di antaranya adalah dari Jepang dan Amerika, mulai dari tehnik tingkat tinggi sampai
sederhana, mulai dari cerita yang kompleks hingga cerita yang cukup mudah dipahami, Industri raksasa luar negri yang mengeluarkan film animasi itu
diantaranya NTV Nippon Television yang memproduksi Doraemon yang sangat digemari di Indonesia dari jaman dulu sampai sekarang dan beberapa studio
animasi seperti Studio Ghibli dari Jepang yang memperoleh penghargaan Academy Award
hingga raksasa studio animasi di Amerika Serikat seperti Pixar, Dreamworks dan Nikelodeon yang terkenal dengan Spongebobnya, tidak
ketinggalan India dan Malaysia pun sekarang sudah mulai menyerbu penayangan film animasi di Indonesia, untuk film animasi India yang terkenal adalah Krisna
sedangkan Malaysia menghadirkan Upin dan Ipin yang berhasil merebut hati jutaan anak di Indonesia.
Mungkin kita tidak pernah menyadari apa yang telah dilakukan oleh industri animasi luar negri sebenarnya adalah inkulturasi budaya kapitalisme yang
commit to user
diselubungi film animasi, dengan banyaknya film animasi dari luar negri yang beredar di Indonesia, masyarakat Indonesia dipaksa untuk konsumtif
dan tidak berusaha untuk produktif, dengan begitu industri film animasi luar negri akan meraup banyak keuntungan dari film animasi mereka yang ditayangkan di
Indonesia. Hampir semua anak-anak di Indonesia maupun di seluruh dunia pasti
menyukai film animasi, untuk itu tidak heran jika anak-anak dijadikan target utama dalam memperluas pengaruh film animasi luar negri dan tidak bisa
dipungkiri kualitas dan kuantitas film animasi Indonesia sampai sekarang bisa dikatakan masih kalah dengan film animasi luar negri. Hal inilah yang membuat
anak-anak di Indonesia lebih memilih film animasi luar negri daripada film animasi karya bangsa sendiri, dan sejauh ini konten film animasi luar negri masih
bisa dicerna oleh anak-anak di Indonesia walaupun tentu saja dari segi budaya dan nilai-nilai moral berbeda dengan budaya dan nilai-nilai moral yang ada di
Indonesia. Dengan serbuan berbagai film animasi dari luar negri ternyata anak
bangsa Indonesia cukup cerdas dalam mensikapinya, hal ini terbukti dari munculnya berbagai studio animasi baik Independen maupun professional yang
berusaha membangkitkan semangat generasi muda untuk melawan serbuan film animasi dari luar negri dengan membuat film animasi low budget. Berbagai
komunitas animasi pun bermunculan melalui social networking seperti Facebook, Indo CG dll. Salah satu dari studio animasi tersebut adalah studio animasi Kasat
Mata yang berada di kota Yogyakarta. Kualitas karya animasi merekapun sudah diakui di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan terbentuknya kerja sama antara
commit to user
studio animasi Kasat Mata dengan yayasan Visi Anak Bangsa milik Sutradara terkenal Garin Nugroho dengan membuat sebuah Film Animasi berdurasi panjang
pertama karya anak Indonesia dengan judul Home Land. Walaupun demikian jumlah film animasi karya anak bangsa yang
sekarang beredar di media TV nasional maupun layar lebar masih kalah dengan film animasi dari luar negri, selain tidak adanya dana, kesadaran pemerintahpun
dirasa masih kurang dalam mengangkat film animasi sebagai budaya moden yang dapat menjadi media strategis dalam penyampaian nilai- nilai moral maupun
budaya kepada generasi muda sekarang yang sudah mulai terkena pengaruh dunia luar dan sulit untuk menerima budaya lokal secara konvensional, sehingga banyak
animator lokal yang lebih memilih bekerja di studio animasi luar negri atau studio animasi Indonesia yang mengerjakan proyek film animasi dari luar negri, salah
satunya Infinite Framework yang berada di pulau Batam. Dengan demikian Penulis mencoba berpartisipasi dalam mengangkat film animasi lokal dengan
membuat film animasi berjudul ‘Narantaka’ yang mengangkat tokoh pewayangan yaitu Gatotkaca, dan diharapkan masyarakat Indonesia terutama remaja dapat
menerima dengan baik budaya lokal yang disampaikan melalui media modern seperti film animasi tiga dimensi ‘Narantaka’.
B. Perumusan Masalah