commit to user 1
I. PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
Sasaran pembangunan pertanian Indonesia adalah untuk menciptakan ketahanan pangan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk
pertanian serta meningkatkan kesejahteraan petani. Tujuan peningkatan ketahanan pangan, terutama pada komoditas bahan makanan pokok dilakukan
dengan menerapkan empat usaha pokok Catur Usaha yaitu intensifikasi, ekstensifikasi, rehabilitasi dan diversifikasi pangan.
Di antara berbagai sumber bahan makanan pokok di Indonesia, padi memegang peranan paling penting dalam penyediaan pangan yang
mendukung ketahanan pangan nasional dan pemberdayaan ekonomi rumah tangga petani. Bukan hanya dari segi kuantitas, tetapi kualitas padi yang
menyangkut selera pasar, rasa, aroma, dan kandungan nutrisi menjadi hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan padi ke depan
Haryanto, 2008. Oleh sebab itu produksi padi perlu segera ditingkatkan untuk dapat memenuhi permintaan konsumsi beras masyarakat Indonesia
yang sangat tinggi. Berdasarkan data BPS dan FAO tahun 2009 saja konsumsi beras
Indonesia mencapai 139,15 kgkapita lebih tinggi dari rata-rata konsumsi beras dunia sebesar 60 kgkapita. Sebagai perbandingan untuk konsumsi
beras Jepang 60 kgkapita, Malaysia dan Brunai 80 kgkapita dan Thailand 70 kgkapita. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh pola konsumsi makanan
pokok Indonesia. Menurut Suryana 2001 : 39 dalam Triyanto 2006 : 3, Produksi beras Indonesia jauh tertinggal dari permintaan, sementara tingkat
partisipasi konsumsi beras baik di kota maupun di desa, di Jawa maupun diluar Jawa cukup tinggi yaitu 97-100 persen, ini berarti hanya 3 persen
rumah tangga yang tidak mengkonsumsi beras. Salah satu pilihan strategis yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produksi padi adalah melalui penyediaan pengairan atau irigasi yang cukup bagi usahatani padi, terutama pada lahan-lahan yang mempunyai tingkat
1
commit to user 2
produktivitas rendah seperti sawah irigasi hilir dan lahan kering.Tidak dapat dibantah lagi, sumberdaya air merupakan unsur pendukung utama dalam
kehidupan, termasuk dalam bidang pertanian. Budidaya tanaman padi sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya ini sehingga peranannya sangat
penting. Seiring berjalannya waktu, sumberdaya air dalam konteks pemanfaatan
di bidang pertanian semakin mengalami keterbatasan dalam pengalokasiannya akibat makin banyak dan beragam jenis penggunaan air di bidang lain,
khususnya industri. Selain itu jumlah ketersediaan air juga makin berkurang, baik karena proses alam maupun akibat campur tangan manusia. Kedua
masalah tersebut jika tidak ditangani dengan baik ke arah peningkatan efisien dan keadilan, maka akan menimbulkan banyak kemubadziran dan tidak
mengarah kepada keberlanjutan. Menurut Fagi 2006 : 41, air untuk keperluan usaha pertanian, utamanya
untuk tanaman padi dan palawija akan semakin terbatas, maka akan menjadi faktor penghambat utama produksi padi dan palawija di masa yang akan
datang. Petani sebagai salah satu kelompok pengguna air terbesar perlu mendapatkan informasi dan penyadaran akan perlunya bertani yang hemat air.
Bagi petani padi sawah irigasi, air masih merupakan sarana produksi yang dianggap harus tersedia dengan sendirinya taken for granted pada setiap
musim tanam. Pandangan yang demikian harus diubah, bahwa air adalah sarana produksi yang terbatas ketersediaannya.
Pentingnya penyediaan dan pelayanan pengairan bagi pertanian diwujudkan pemerintah melalui pembangunan sarana dan jaringan irigasi,
khususnya di daerah sentral penghasil padi. Setiobudi dan Fagi 2009 : 243 menyatakan bahwa sekitar 70 persen produksi padi nasional berasal dari padi
sawah irigasi, dimana Pulau Jawa menyumbang sekitar 57 persen produksi nasional. Sejalan dengan pernyataan tersebut, menurut Sudjarwadi 1990
dalam Suroso et al 2007 : 55, pembangunan saluran irigasi untuk menunjang penyediaan bahan pangan nasional sangat diperlukan, sehingga ketersediaan
air di lahan akan terpenuhi walaupun lahan tersebut berada jauh dari sumber
commit to user 3
air permukaan, khususnya sungai. Hal tersebut tidak terlepas dari usaha teknik irigasi yaitu memberikan air dengan kondisi tepat jumlah, tepat mutu, tepat
ruang dan tepat waktu dengan cara yang efektif dan ekonomis. Salah satu daerah sentral penghasil padi di Provinsi Jawa Tengah adalah
Kabupaten Sragen. Berdasarkan data BPS Kabupaten Sragen, pada tahun 2008 Kabupaten Sragen memiliki luas panen padi sawah sebesar 77.098 Ha dengan
jumlah produksi padi sebesar 441.369 ton. Pendukung keberhasilan pertanian padi sawah di Kabupaten Sragen, salah satunya adalah tersedia sarana irigasi
yang cukup untuk pengairan. Terdapat dua daerah irigasi dengan kategori utuh kabupaten dibawah kewenangan Provinsi Jawa Tengah yang dikelola Dinas
Pengelolaan Sumberdaya Air PSDA di Kabupaten Sragen, yaitu Daerah Irigasi Bapang 2.814 Ha dan Daerah Irigasi Bonggo 1.811 Ha.
Daerah Irigasi Bapang di Kabupaten Sragen merupakan salah satu dari sekian banyak infrastruktur irigasi yang telah dibangun pemerintah pada
periode tahun 1980. Daerah Irigasi Bapang ditargetkan dapat memberikan pelayanan irigasi pada lahan sawah di Kecamatan Plupuh dan Kecamatan
Tanon. Secara teknis, Daerah Irigasi Bapang dibagi menjadi bagian hulu, tengah dan hilir menurut letaknya dari sumber air, yaitu Waduk Menjing.
Pembagian lokasi dan luas sawah target pengairan seperti pada tabel berikut : Tabel 1. Pembagian Wilayah Daerah Irigasi Bapang
Nama Saluran Strata Lokasi
Kecamatan Desa
Luas Sawah Target Pengairan Ha
Saluran Menjing Kanan Hulu
Plupuh Jembangan
10 Hilir
Plupuh Sidokerto
144 Saluran Menjing Kiri
Hulu Plupuh
Jabung 148
Plupuh Pungsari
20 Plupuh
Manyarjo 66
Plupuh Cangkol
60 Plupuh
Gedongan 181
Tengah Plupuh
Sumomorodukuh 60
Plupuh Plupuh
94 Plupuh
Sambirejo 204
Plupuh Dari
176 Plupuh
Karanganyar 183
Plupuh Gentan Banaran
179 Plupuh
Karungan 235
Plupuh Karangwaru
189
commit to user 4
Hilir Tanon
Jono 279
Tanon Slogo
70 Tanon
Gawan 219
Tanon Kalikobok
2 Tanon
Tanon 30
Tanon Suwatu
7 Tanon
Padas 238
Tanon Kecik
70
Sumber : DPU Bidang Pengairan Kabupaten Sragen Tahun 2009 Wilayah administratif Daerah Irigasi Bapang meliputi Kecamatan
Plupuh dan Kecamatan Tanon. Kecamatan Plupuh menjadi bagian hulu sedangkan Kacamatan Tanon yang merupakan bagian hilir dari Daerah Irigasi
Bapang. Namun tidak seluruhnya lahan sawah yang berada di Kecamatan Plupuh dan Kecamatan Tanon menjadi target pelayanan irigasi dari Daerah
Irigasi Bapang. Kecamatan Plupuh memiliki luas lahan sawah lebih kecil daripada
Kacamatan Tanon. Jika dibandingkan, luas panen Kecamatan Plupuh lebih besar dari Kecamatan Tanon. Hal tersebut menunjukkan ketersediaan air
irigasi berpengaruh terhadap intensitas tanam padi yang selanjutnya berpengaruh pada jumlah produksi padi di dua kecamatan tersebut. Luas lahan
sawah, luas panen dan produksi padi di dua kecamatan tersebut pada tahun 2008 seperti pada tabel berikut :
Tabel 2. Luas Lahan Sawah, Luas Panen dan Produksi Padi di Kecamatan Plupuh, Kecamatan Tanon dan Kabupaten Sragen Tahun 2008
Uraian Kecamatan
Plupuh Hulu Tanon Hilir
1. Luas Lahan Sawah Ha 2.612
2.932 a. Irigasi teknis
1.815 1.027
b. Irigasi Setengah Teknis -
480 c. Irigasi Sederhana
- 385
d. Irigasi Tadah Hujan 698
1040 e. Lainnya
99 -
2. Luas Panen Ha 5.112
4.720 3. Produksi Ton
29.532 27.469
Sumber : Kabupaten Sragen Dalam Angka 2009 Daerah Irigasi Bapang telah berumur hampir 30 tahun. Kondisi sarana
irigasi yang ada saat ini banyak yang mengalami kerusakan dan terbengkalai.
commit to user 5
Selain faktor umur ekonomi bangunan dan kerusakan akibat alam, juga dikarenakan kurangnya anggaran dana pemeliharaan dan perbaikkan sarana
fisik irigasi oleh pemerintah. Kurangnya rasa memiliki, khususnya oleh petani pemakai air menyebabkan kesadaran untuk menjaga dan memelihara sarana
irigasi yang ada juga sangat rendah. Upaya peningkatan kemampuan petani yang masih terbatas, khususnya dalam manajeman pengairan di tingkat
pemakai menyebabkan efisiensi penggunaan air tidak tercapai. Akibat dari berbagai permasalahan tersebut menyebabkan perbedaan penyediaan dan
pelayanan air untuk irigasi di lahan sawah dalam kesatuan Daerah Irigasi Bapang, khususnya lahan sawah di bagian hulu dan hilir jaringan irigasi.
B. Rumusan Masalah