Peranan pembimbing memberikan motivasi hidup pada lansia di Pusaka Cengkareng Jakarta Barat

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Motif juga dapat membantu seseorang untuk mengadakan prediksi tentang perilaku. Apabila orang dapat menyimpulkan motif dari perilaku seseorang dan kesimpulan tersebut dengan benar, maka orang dapat memprediksi tentang apa yang akan diperbuat oleh orang yang bersangkutan dalam waktu yang akan datang. Contohnya orang yang mempunyai motif berafiliasi yang tinggi, maka ia akan mencari orang-orang untuk berteman dalam banyak kesempatan.

Jadi sekalipun motif tidak menjelaskan secara pasti apa yang akan terjadi, tetapi dapat memberikan ide tentang apa yang sekiranya akan diperbuat oleh seorang individu. Misalnya orang yang butuh akan prestasi, maka ia akan bekerja keras, secara baik dalam belajar, bekerja ataupun dalam aktivitas-aktivitas lainnya.1

Sedangkan motivasi dapat dikatakan pula sebagai pendorong usaha atau pencapaian prestasi. Adapun tujuan dari motivasi adalah mendorong timbulnya perbuatan seperti belajar, mengarahkan aktifitas lanjut usia di Yayasan Pusaka karena besar kecilnya motivasi mempengaruhi dan menentukan cepat atau lambatnya suatu perbuatan.

Sepanjang rentang kehidupan, seseorang akan mengalami perubahan fisik dan psikologis. Dalam psikologi perkembangan

1


(2)

disebutkan bahwa dalam diri manusia terjadi perubahan-perubahan fisik, bahkan sampai pada anggapan bahwa masa tua merupakan masa yang mudah dihinggapi segala penyakit dan mengalami kemunduran mental seperti menurunnya daya ingat, masa inilah yang disebut masa lansia.2

Memasuki masa lanjut usia merupakan periode akhir didalam rentang kehidupan manusia didunia ini, Banyak hal penting yang perlu diperhatikan guna mempersiapkan memasuki masa lanjut usia dengan sebaik-baiknya.

Kisaran usia yang ada pada periode ini adalah 60 tahun keatas. Perubahan fisik ke arah penurunan fungsi-fungsi organ merupakan indikator utama yang tampak jelas, guna membedakan periode ini dengan periode-periode sebelumnya.

Dalam psikologi perkembangan ada beberapa perubahan fisik yang terjadi pada masa lansia diantaranya rambut yang sudah memutih, kulit yang mengering dan keriput serta gigi yang telah tanggal.3

Seseorang menjadi tua merupakan fenomena perkembangan manusia yang alamiah dalam kehidupan manusia yang tidak mungkin dihindari, jika diberi umur panjang oleh Allah SWT. Namun bagi sebagian orang menjadi tua merupakan suatu yang menakutkan karena dengan berfikir menjadi tua mereka tidak dibutuhkan, dihargai dan menganggap keberadaannya menjadi beban keluarga dan anak cucu mereka sehingga pemikiran itu akan berpengaruh pada kejiwaannya.

2

Elizabeth B.Hurlock, Psikologi Perkembangan, ( Jakarta: Erlangga,1998) h. 380 3


(3)

Seperti yang telah dijelaskan bahwa proses menua merupakan proses yang disertai dengan penurunan fungsi fisik, mental dan sosial yang saling berinteraksi satu dengan yang lain memiliki potensi menimbulkan masalah kesehatan jiwa pada lansia. Masalah kesehatan jiwa yang sering dialami adalah gangguan depresi dan lain sebagainya.4

Menurut Sarlito W.S bahwa pada saat dipensiunkan maka seseorang akan merasa kehilangan kesibukan sekaligus merasa kurang duperlukan lagi, bertepatan dengan itu anak-anak mulai berubah dan akan meninggalkan rumah, badan mulai melemah, dan tidak mungkin untuk berpergian jauh. Sebagai akibatnya semangat mulai menurun, mudah terserang penyakit dan segera akan mengalami kemunduran mental, hal ini disebabkan oleh mundurnya fungsi-fungsi otak dan daya konsentrasi berkurang.5

Uraian diatas menjadi pendorong dan sekaligus melatarbelakangi penulis untuk mengangkat judul skripsi ini yaitu “ peran pembimbing dalam memberikan motivasi hidup pada lansia di Yayasan Pusaka Cengkareng Jakarta Barat “ .

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Harapan-harapan menurut David Berry, merupakan imbangan dari norma-norma sosial karena itu dapat dikatakan peranan-peranan ini dapat ditentukan oleh norma-norma di masyarakat. Artinya seseorang

4

Dep.Kes.RI, Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut, (Jakarta: Dirjen.Pelayanan Medik,1995),h.5

5

Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, ( Jakarta: Bulan Bintang, 2001),Cet ke-8,h.35


(4)

diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan pekerjaannya dan dalam pekerjaan-pekerjaan lain.

Untuk menghindari peninjauan yang terlalu luas terhadap masalah-masalah yang akan diteliti, maka penulis melakukan pembatasan masalah pada peran pembimbing dalam memberikan motivasi hidup pada lansia di Yayasan Pusaka Cengkareng Jakarta Barat

2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : a. Bagaimana cara pembimbing dalam memberikan motivasi hidup

pada lansia di Yayasan Pusaka Cengkareng?

b. Apakah harapan para lansia tentang pemberian motivasi hidup? c. Apakah terdapat kesesuaian antara cara pembimbing dalam

memberikan motivasi hidup dengan harapan lansia ? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui cara pembimbing dalam memberikan motivasi hidup pada lansia di Yayasan Pusaka Cengkareng.

b. Untuk mengetahui harapan para lansia tentang pemberian motivasi hidup.

c. Untuk mengetahui terdapat kesesuaian antara cara pembimbing dalam memberikan motivasi hidup dengan harapan lansia.


(5)

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah : a. Manfaat Akademis

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan, baik tentang program, kondisi maupun kesesuaian antara cara konselor dengan harapan para lansia. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi bagi konselor dalam melakukan konseling.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi motivasi atau acuan bagi para keluarga yang memiliki orangtua yang mempunyai usia di atas 60 tahun agar dapat membimbingnya dengan baik.

D. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dimana peneliti langsung ke lapangan (objek) penelitian untuk mengamati sesuatu. Dalam hal ini mengenai peran pembimbing dalam memberikan motivasi hidup pada lansia di Yayasan Pusaka Cengkareng.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.6 Dalam

6

Lexy J.Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, ( Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2007),Cet.ke-33,edisi revisi,h.4.


(6)

hal ini yang diteliti adalah peran pembimbing dalam memberikan motivasi hidup pada lansia di Pusaka Cengkareng.

3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini di lakukan di Pusaka Cengkareng, yang beralamat di jalan Cendrawasih IV Rt.0012/07 Cengkareng Barat, Jakarta Barat 11730. Adapun waktu penelitian dimulai dari 26 Februari 2009 hingga 30 Mei 2009.

4. Subjek dan Objek Penelitian

Adapun subjek penelitian adalah konselor yang terlibat langsung dalam memberikan motivasi hidup dan lansia yang juga terlibat dalam proses konseling tersebut. Kemudian objeknya yaitu peran pembimbing dalam memberikan motivasi hidup pada lansia.

5. Metode Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, metode yang digunakan adalah metode observasi, wawancara yaitu aktivitas pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera.

Sumber utama peneltian ini adalah objek penelitian, yakni pada konseling yang diberikan untuk memotivasi lansia Pusaka Cengkareng. 6. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode observasi, maka instrument penelitiannya adalah peneliti itu sendiri karena ia menjadi segalanya dan keseluruhan proses penelitian.7

7


(7)

Alat bantu dalam penelitian ini adalah catatan lapangan, handycame, dan pedoman wawancara.

7. Teknik Keabsahan Data

Teknik pemerikasaan keabsahan data dalam penelitian ini memiliki kriteria :

a. Kredibilitas (derajat kepercyaan) dengan teknik triangulasi yaitu teknik pemerikasaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, hal itu dapat dicapai dengan jalan :

1) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain, Dalam hal ini penulis membandingkan jawaban yang diberikan oleh pembimbing dengan klien mengenai pelaksanaan bimbingan dan konseling.

2) Membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan.

b. Ketekunan atau keajegan pengamatan

Ketekunan pengamatan yakni, menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci, maksudnya peneliti hanya memusatkan dan mencari jawaban sesuai dengan rumusan masalah saja.

8. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :


(8)

a. Observasi, yaitu aktifitas pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera. Terkait dengan masalah bagaimana peran pembimbing dan metode yang digunakan dalam memberikan motivasi hidup pada lansia di Pusaka Cengkareng.

b. Wawancara, yaitu dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi. Peneliti melakukan wawancara kepada konselor untuk memperoleh kelengkapan data sebelumnya penulis terlebih dahulu menyusun pertanyaan tentang permasalahan yang berkaitan dengan objek peneliti sebagai pedoman wawancara yang dijadikan acuan pada saat wawancara berlangsung. Teknik ini dibantu dengan handycam untuk merekam hasil wawancara dan mencatat informasi yang didapat waktu itu.

c. Dokumentasi, yaitu menelaah dokumentasi dan arsip yang dimiliki yayasan.

9. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data dari hasil observasi dan wawancara, penulis menginterpretasikan catatan lapangan yang ada kemudian menyimpulkan, setelah itu menganalisa kategori-kategori yang tampak pada data tersebut. Dimana seluruh data yang penulis peroleh dari hasil pengamatan dan wawancara, lebih dahulu penulis kelompokkan sesuai dengan persoalan yang telah ditetapkan lalu menganalisanya secara sistematis.


(9)

E. Tinjauan Pustaka

Sebelumnya ada skripsi yang membahas mengenai lansia yang telah dilakukan oleh mahasiswa terdahulu, untuk mengetahui materi penelitian diuraikan sebagai berikut yaitu dengan Judul skripsi, Konselor dalam memberikan bimbingan rohani islam di usia lanjut di Panti Jompo Cipayung Jakarta Timur, penulis Siti Zulaeha, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2001, yang berisi tentang bimbingan rohani pada lansia.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian kali ini penulis membahas mengenai peran pembimbing dalam memberikan motivasi hidup pada lansia di Pusaka Cengkareng Jakarta Barat.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam skripsi ini, maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan merupakan bab awal yang berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian dan sistematika penulisan

BAB II Kajian Teori yang berisikan masalah inti dalam judul skripsi ini, yaitu memuat tentang pengertian teori peran, pengertian pembimbing, pengertian motivasi hidup, prinsip-prinsip motivasi hidup, pengertian lansia, peran pembimbing dalam memberikan motivasi hidup pada lansia serta kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.


(10)

berdirinya, visi, misi, struktur Organisasi dan kondisi lansia di Pusaka Cengkareng Barat Jakarta Barat

BAB IV Temuan analisa yang terdiri dari bagaimana cara konselor dalam memberikan motivasi hidup pada lansia, harapan para lansia dan kesesuaian antara cara konselor memberikan motivasi hidup dengan harapan para lansia. BAB V Penutup berisi kesimpulan dan saran


(11)

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Peran

1. Pengertian Peran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “ Peran adalah beberapa tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat dan harus dilaksanakan.”8

Dalam kamus ilmiah popular, peran diartikan sebagai fungsi, kedudukan atau bagian dari kedudukan, seseorang dikatkan berperan atau memiliki peranan karena dia (orang tersebut) mempunyai status dalam masyarakat.

Walaupun kedudukannya ini berbeda antara satu dengan yang lainnya tersebut. Akan tetapi masing-masing dirinya berperan sesuai dengan statusnya. Menurut Soerjano Soekanto, “peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.”9

Berbicara tentang peran, tentunya tidak dapat dipisahkan dengan status (kedudukan), walaupun keduanya berbeda akan tetapi saling berhubungan erat antara satu sama lainnya.

Karena yang satu tergantung pada yang lainnya begitu juga sebaliknya, maka peran diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang berbeda akan tetapi kelekatannya sangat terasa sekali. Seseorang dapat

8

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1998),h. 667

9

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Balai Pustaka 1998) Cet ke-1, h. 667


(12)

dikatakan berperan atau memiliki peran dikarenakan seseorang tersebut mempunyai status dalam masyarakat walau kedudukan ini berbeda antara satu orang dengan orang lain, akan tetapi masing-masing dirinya memiliki peran yang sesuai dengan statusnya.

Pengertian peran menurut Jenning yang dikutip oleh Ira Yoga yaitu “cara berinteraksi yang melibatkan tingkah laku oleh dan untuk individu, yang pada akhirnya ada proses penempatan status peranan seseorang dalam keluarga, orang, masyarakat dan sebagainya.” Adapun Gibb dan Gordon, sebagaimana yang dikutip oleh Ira Yoga mendefinisikan “peran yaitu lahir dari interaksi dalam masyarakat itu sendiri dengan memposisikan peran interaksi mereka dalam masyarakat, melalui partisipasi dalam memainkan peran tertentu.”10

Sedangkan David Berry mendefinisikan “peran sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.11

Harapan-harapan tersebut masih menurut David Berry, merupakan imbangan dari norma-norma sosial karena itu dapat dikatakan peranan-peranan ini dapat ditentukan oleh norma-norma di masyarakat.

Artinya seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan pekerjaannya dan dalam pekerjaan-pekerjaan lain.

Sarlito Wirawan Sarwono juga mengemukakan hal yang sama bahwa “harapan tentang peran adalah harapan-harapan lain pada umumnya

10

http://ireyoga.org/adapt/modul_kepemimpinan

11

David Berry, Pokok-Pokok Pikiran Sosiologi,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) Cet.Ke-3, h.99


(13)

tentang perilaku-perilaku yang pantas yang seyogyanya ditentukan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu.”12

Peran sangat menentukan kelompok social masyarakat, dalam artian diharapkan masing-masing dari sosial masyarakat yang berkaitan agar menjalankan perannya yaitu menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat (lingkungan)dimana ia bertempat tinggal.

Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan peran.13

David Berry mengatakan bahwa didalam “ peran terdapat dua macam harapan yaitu : Pertama, harapan-harapan masyarakat terhadap pemegang peran dari pemegang peran.

Kedua, harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran terhadap orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan perannya atau kewajiban-kewajibannya.

2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran

Tidak dapat dipungkiri bahwasanya manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa melepaskan sikap ketergantungan pada makhluk atau manusia lainnya.

Maka pada posisi semacam inilah, peran sangat menentukan kelompok sosial masyarakat tersebut, dalam artian diharapkan

masing-12

Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial,(Jakarta: CV Rajawali, 1984), Cet.Ke-1.h.235

13

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar,(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002), Cet.Ke-34,h.243


(14)

masing dari sosial masyarakat yang berkaitan agar menjalankan perannya yaitu menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengn kedudukannya dalam masyarakat (lingkungan) dimana ia bertempat tinggal.

Dari kutipan tersebut nyatalah bahwa ada suatu harapan dari masyarakat terhadap individu akan suatu peran, agar dijalankan sebagaimana mestinya sesuai dengan kedudukannya dalam lingkungan tersebut.

Individu dituntut memegang peran yang diberikan oleh masyarakat kepadanya, dalam hal ini peran dapat dilihat sebagian dari struktur masyarakat, misalnya peran-peran dalam pekerjaan, keluarga, kekuasaan dan peran-peran lainnya yang diciptakan oleh masyarakat.

Dari penjelasan dapat terlihat suatu gambaran bahwa suatu peran tidak dapat berjalan tanpa adanya atau memiliki kedudukan, maksudnya yaitu dengan adanya kedudukan tersebut maka peranan itu dapat berjalan sesuai dengan tugas yang dimilikinya.

B. Pengertian Pembimbing

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Pembimbing adalah orang yang membimbing, pemimpin, penuntun.14 Sedangakan menurut Prayitno, ”Pembimbing adalah orang yang membantu individu untuk membantu mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam membuat pilihan-pilihan, rencana-rencana, dan interpretasi yang diperlukan untuk

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1998),h. 152


(15)

menyesuaikan diri yang baik.” Sehingga dapat dikatakan bahwa tugas pembimbing adalah melakukan bimbingan terhadap lansia itu sendiri.15

Menurut M. Hamdani Adz-Dzaky menguraikan pengertian konseling adalah aktivitas pemberian nasehat dengan atau berupa anjuran-anjuran dan saran-saran dalam bentuk pembicaraan yang komunikatif antara konselor dan klien, dimana konseling datang dari pihak klien yang disebabkan ketidaktahuan atau kurangnya pengetahuan sehingga ia memohon pertolongan kepada pembimbing agar dapat memberikan bimbingan dengan metode-metode psikologis dalam pelaksanaan :

1. Mengembangkan kualitas kepribadian yang tangguh. 2. Mengembangkan kualitas kesehatan mental.

3. Mengembangkan perilaku-perilaku yang lebih efektif pada diri individu dan lingkungannya.

4. Menanggulangi problem hidup dan kehidupan secara mandiri.16 1. Tujuan Bimbingan dan Konseling

a. Mendapat dukungan selagi klien memadukan segenap kekuatan dan kemampuan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi

b. Memperoleh wawasan baru tentang berbagai alternatif, pandangan dan pemahaman-pemahaman, serta ketrampilan-ketrampilan baru

c. Menghadapi ketakutan-ketakutan sendiri; mencapai kemampuan untuk mengambil keputusan dan keberanian untuk melaksanakannya;

15

Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT. Rineka cipta), h. 94

16

M.Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Psikoterapi Dan Konseling Islam Penerapan Metode Sufistik, (Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru , 2001), Cet ke-I,h.128-129


(16)

kemampuan untuk mengambil resiko yang mungkin ada dalam proses pencapaian tujuan yang dikehendaki.

(Coleman, dalam Thompson & Rudolph, 1983)

d. Tujuan konseling dapat terentang dari sekedar klien mengikuti kemauan-kemauan konselor sampai pada masalah pengambilan keputusan, pengembangan kesadaran, pengembangan pribadi, penyembuhan, dan penerimaan diri sendiri.

(Thompson & Rudolph, 1983).17 2. Fungsi Bimbingan dan Konseling

1. Fungsi pemahaman

a. Pemahaman tentang klien

Pemahaman tentang klien merupakan titik tolak upaya pemeberian bantuan terhadap klien. Sebelum seorang konselor atau pihak-pihak lai dapat memberikan layanan tertentu kepada klien, maka mereka perlu terlebih dahulu memahami individu yang akan dibantu itu. Pemahaman tidak hanya sekedar mengenal diri klien, melainkan lebih jauh lagi, yaitu pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi klien, kekuatan dan kelemahannya, serta kondisi lingkungannya.

b. Pemahaman tentang masalah klien

Pemahaman terhadap masalah klien itu terutama menyangkut jenis masalahnya, intensitasnya, sangkut-pautnya, sebab-sebabnya, dan kemungkinan berkembangnya (kalau tidak segera diatasi). Pemahaman

17


(17)

masalah oleh individu (klien) sendiri merupakan modal dasar bagi pemecahan masalah tersebut. Sejak awal prosesnya, pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan mampu mengantarkan klien memahami masalah yang dihadapinya. Apabila pemahaman masalah klien oleh klien itu sendiri telah tercapai maka pelayanan bimbingan dan konseling telah berhasil menjalankan fungsi pemahaman dengan baik.

c. Pemahaman tentang lingkungan yang “lebih luas”

Pemahaman tentang lingkungan yang “lebih luas” artinya dalam arti sempit lingkungan diartikan sebagai kondisi sekitar individu yang secara langsung mampengaruhi individu tersebut seperti keadaan rumah tempat tinggal, keadaan sosio ekonomi dan sosio emosional keluarga, hubungan antar tetangga dan lain sebagainya. Paparan singkat lebih lajut berikut ini menyangkut beberapa jenis lingkungan yang “lebih luas” seperti lingkungan sekolah bagi para siswa, lingkungan kerja dan industri bagi para karyawan, dan lingkungan-lingkungan kerja bagi para individu sesuai dengan sangkut-paut masing-masing. Pemahaman yang baik terhadap hal-hal tersebut akan memungkinkan menjalani kehidupan sebagaiman dikehendaki.

2. Fungsi Pencegahan

a. Pengertian pencegahan

Pencegahan yaitu upaya mempengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana lingkungan yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian sebelum kesulitan atau kerugian itu


(18)

benar-benar terjadi (Horner & McElhaney,1993). Lingkungan yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap individu. Oleh karena itu lingkungan harus dipelihara dan dikembangkan. Adapun aplikasi upaya pencegahan adalah bahwa:

(1) Mencegah adalah menghindari timbulnya atau meningkatnya kondisi bermasalah pada diri klien

(2)Mencegah adalah mempunyai dan menurunkan faktor organik dan stres

(3)Mencegah adalah meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, penilaian positif terhadap diri sendiri dan dukungan kelompok.

b. Upaya Pencegahan

Upaya pencegahan yang harus dilakukan konselor adalah : (1)Mendorong perbaikan lingkungan yang kalu diberikan akan

berdampak negatif terhadap individu yang bersangkutan (2)Mendorong perbaikan kondisi diri pada diri klien

(3)Meningkatkan kemampuan individu untuk hal-hal yang

diperlukan dan mempengaruhi perkembangan dan

kehidupannya.

(4)Mendorong individu untuk tidak melakukan sesuatu yang akan memberi resiko besar dan melakukan sesuatu yang akan memberikan manfaat.

(5)Menggalang dukungan kelompok terhadap individu yang bersangkutan.


(19)

3. Fungsi Pengentasan

Upaya pengentasan msalahnya pada dasarnya dilakukan secara perorangan, sebab setiap masalah adalah unik. Masalah-masalah yang diderita oleh individu yang berbeda tidak boleh disamaratakan. Dengan demikian penanganannya pun harus secara unik disesuaikan terhadap kondisi masing-masing masalah itu. Untuk itu konselor perlu memiliki ketersediaan berbagai bahan dan keterampilan untuk menangani berbagai masalah yang beraneka ragam.

4. Fungsi pemeliharaan dan Pengembangan

Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik yang ada pada diri individu, baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan yang telah dicapai selama ini. Pemeliharaan yang demikian itu adalah pemeliharaan yang membangun, pemeliharaan yang memperkembangkan.

Oleh karena itu kedua fungsi itu tidak dapat dipisahkan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, fungsi pemeliharaan dan pengembangan dilaksanakan melalui berbagai pengaturan, kegiatan dan program.

Selain fungsi bimbingan dan konseling yang sudah dikemukakan di atas, ulasan dalam pelayanannya juga memiliki tujuan yang jelas menurut George dan Christiani, seperti yang dikutip Singgih D.Gunarsa adalah sebagai berikut :


(20)

1. Menyediakan fasilitas untuk perubahan perilaku 2. Meningkatkan keterampilan untuk menghadapi sesuatu 3. Meningkatkan kemampuan dalam menentukkan keputusan 4. Meningkatkan dalam hubungan antar perorangan

5. Menyediakan fasilitas untuk pengembangan klien.18 C. Pengertian Motivasi Hidup

Motif sebagai pendorong pada umunya tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan dengan faktor-faktor lain, hal-hal yang dapat mempengaruhi motif disebut motivasi. Motivasi sendiri merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan.19 Sedangkan pengertian hidup adalah yang menjadikan sesuatu merasa dan mengetahui juga bergerak, yang selalu ditandai dengan rasa, gerak dan sadar.

Menurut hemat saya pengertian motivasi itu sendiri berarti suatu dorongan untuk tetap terus bergerak, sadar dan merasakan. Artinya dorongan yang mengarah kepada eksistensi hidup.

Manusia ingin tetap dapat bergerak, merasakan dan sadar dalam kehidupan, sehingga dibutuhkan motivasi atau dorongan agar hidup atau rasa itu dapat bermakna.

Motivasi memiliki 3 aspek antara lain :

1. Keadaan terdorong dalam diri organisme yaitu kesiapan bergerak karena kebutuhan misalnya kebutuhan jasmani, karena keadaan lingkungan atau karena keadaan lingkungan atau karena keadaan mental seperti berfikir dan ingatan.

18

Singgih D.Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi,(Jakarta: PT. Gunung Mulia,1992), Cet ke-23, h. 24

19


(21)

2. Perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan ini 3. Tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut.

Salah satu aspek dalam konseling yaitu motivasi, yaitu memberikan dorongan kepada klien agar mampu melaksanakan perilaku dalam upaya memecahkan masalahnya secara efektif dan produktif.

Memahami motivasi merupakan satu hal yang sangat penting bagi para konselor dalam proses konseling karena beberapa alasan, yaitu : (1) klien harus didorong untuk bekerja sama dalam konseling dan senantiasa berada dalam situasi itu, (2)klien harus senantiasa dorong untuk berbuat dan berusaha sesuai dengan tuntutan , (3) motivasi merupakan hal yang penting dalam memelihara dan mengembangkan suasana konseling.

Motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan untuk mewujudkan perilaku tertentu yang terarah kepada suatu tujuan tertentu. Motivasi memiliki karakteristik :

(1)Sebagai hasil dari kebutuhan (2)Terarah kepada suatu tujuan (3)Menopang perilaku.

Motivasi dapat dijadikan sebagai dasar penafsiran, penjelasan dan penaksiran perilaku. Motif timbul karena adanya kebutuhan yang mendorong individu untuk melakukan tindakan yang terarah kepada pencapaian suatu tujuan. Dalam bentuk uang sederhana, motivasi dapat digambarkan dalam kerangka :


(22)

Ada lima hal yang menjadi alasan bahwa motivasi itu merupakan suatu proses yang kompleks, yaitu:

1. Motif yang menjadi sebab dari tindakan seseorang itu tidak dapat diamati akan tetapi hanya diperkirakan.

2. Individu mempunyai kebutuhan atau harapan yang senantiasa berubah dan berkelanjutan

3. Manusia memuaskan kebutuhannya dengan bermacam-macam cara

4. Kepuasan dalam satu kebutuhan tertentu dapat mengarah kepada intensitas kebutuhan

5. Perilaku yang mengarah kepada tujuan, tidak selamanya dapat menghasilkan kepuasan.

Sesuai dengan kerangka diatas maka dari setiap proses motivasi dan perilaku akan menghasilkan berbagai peristiwa yang bervariasi antara individu yang satu dengan yang lainnya ataupun pada setiap individu dalam waktu dan tempat yang berbeda. Setiap orang selalu terdorong untuk melakukan tindakan yang mengarah kepada pencapaian tujuan yang telah diinginkan. Bilamana tujuan itu tercapai, maka kemungkinan ia akan memperoleh kepuasan.

Akan tetapi , tidak selamanya setiap perbuatan itu dapat mencapai tujuan yang diinginkan dan menghasilkan kepuasan. Dalam situasi ini individu akan mengalami kegagalan dan merasakan kekecewaan yang selanjutnya dapat menimbulkan frustasi, dalam keadaan frustasi ini ada dua kemungkinan tindakan sebagai reaksi seseorang terhadap kegagalan dan kekecewaannya,


(23)

yaitu tindakan yang tergolong konstruktif, dan tindakan yang tergolong defensif.

Reaksi yang tergolong konstruktif adalah apabila individu mampu menghadapi kegagalan secara realistik dan mampu melakukan tindakan untuk menghadapi kegagalan secara realistik dan dapat dibenarkan menurut norma yang berlaku. Reaksi inilah yang paling banyak diharapkan oleh setiap orang.

Sedangkan reaksi defensif adalah bentuk perilaku reaksi yang ditunjukkan untuk mempertahankan dan melindungi dirinya dari kegagalan yang dihadapi.

Pada umumnya tindakan defensif ini terjadi dalam keadaan kurang disadari dan kehilangan kontrol diri, sehingga dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental. Dari bentuk perwujudannya, ada beberapa bentuk perilaku defensif sebagai reaksi frustasi disebut :

1. Rasionalisasi yaitu mencari-cari dalih atau alasan untuk menutupi kegagalannya

2. Proyeksi adalah melempar sebab-sebab kegagalannya kepada pihak di luar dirinya

3. Kompensasi, yaitu mencari sukses dalam bidang lain untuk menutupi kegagalan dalam satu bidang

4. Regresi yaitu berperilaku kekanak-kanakan

5. Menarik diri, yaitu menghindarkan diri dari keadaan yang tidak menyenangkan baik secara fisik maupun psikis

6. Represi, yaitu menekan atau melupakan hal-hal yang tidak menyenangkan


(24)

7. Agresi, yaitu melakukan perlawanan atau penyerangan terhadap hal-hal yang dianggap sebagai penyebab kegagalannya.

8. Sublimasi, yiatu dengan mencari penyaluran atau tujuan pengganti 9. Cemas tak berdaya, yaitu keadaan diam tak berdaya tanpa melakukan

apa-apa.

Faktor yang menggerakan tingkah laku manusia dalam jiwa adalah ilmu jiwa disebut dengan motif. Motif (motive) berasal dari kata “Motion” memiliki arti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Menurut istilah psikologi mengandung arti penyebab yang diduga untuk suatu tindakan, suatu aktivitas yang sedang berkembang dan suatu kebutuhan. Adapun faktor-faktor itu adalah :

1. Faktor Personal (biologis)

Motif biologis yang mempengaruhi perilaku manusia seperti kebutuhan akan makan, minum dan istirahat serta kebutuhan seksual. 2. Faktor Sosiopsikologis

Merupakan faktor karakteristik yang disebabkan oleh proses sosial yang dialami oleh setiap orang, karakteristik ini mempengaruhi tingkah lakunya. Motif ini antara lain : Keingintahuan, motif kompetensi, motif cinta, motif harga diri, nilai dan makna hidup, kepercayaan.

3. Faktor Situasional

Faktor ini dapat mempengaruhi seseorang menyesuaikan perilaku sesuai dengan keadaan, tempat dimana mereka berada.


(25)

4 . Faktor Rohaniah

Kebutuhan rohaniah dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu pendidikan, penglaman dan suasana yang melindunginya. Semakin tinggi pendidikan seseorang dan semakin luas pengalamannya, maka semakin banyak dan tinggi tingkat kebutuhan ruhaniahnya.20

Perilaku manusia sebagian besar ialah berupa perilaku yang dibentuk dan perilaku yang dipelajari. Pembentukan perilaku dapat melalui :

1. Imitasi (Peniruan) terhadap perbuatan orang lain merupakan salah satu aspek dari kegiatan manusia (Menurut Charles Bird)

2. Sugesti juga merupakan faktor yang banyak mempengaruhi sikap dan tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat.

3. Simpati yang berarti perasaan tertariknya seseorang kepada orang lain yang membuat seseorang menjadi peniru sikap yang disimpatikan. 4. Situasi kebersamaan dalam situasi dimana sekumpulan manusia

berada pada suatu tempat dalam kurun waktu tertentu secara insidental. Tingkah laku yang muncul bukan lagi sebuah tingkah laku individual melainkan tingkah laku secara kolektif massal.21

D. Prinsip-Prinsip Motivasi dalam Hidup

Beberapa konsep dan teori yang telah dikemukakan diatas, dapat dijadikan kerangka acuan dalam mewujudkan berbagai upaya memberikan motivasi. Berdasarkan hal iti, beberapa prinsip motivasi yang dapat dijadikan acuan adalah sebagai berikut :

20

Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1999), h. 77 21

M.Arifin, Psikologi Dakwah, (Suatu pengantar studi), (Jakarta: Bumi aksara, 1997) Cet.Ke-4, h. 113


(26)

1. Prinsip kompetisi

Maksudnya adalah persaingan secara sehat, baik inter maupun antar pribadi. Kompetisi inter pribadi yaitu kompetisi dalam diri pribadi masing-masing dari tindakan kerja dalam dimensi tempat atau waktu. Sedangkan kompetisi antar pribadi adalah persaingan antar individu yang satu dengan yang lain. Dengan persaingan sehat dapat ditimbulkan motivasi untuk bertindak secara lebih baik. Melalui konseling, konselor dapat membantu klien untuk mampu berkompetisi secara sehat dalam dirinya dan antar pribadi maupun orang lain.

2. Prinsip Pemacu

Dorongan untuk melakukan berbagai tindakan akan terjadi apabila ada pemacu tertentu. Pemacu ini dapat berupa informasi, nasehat, amanat, peringatan dsb.Dalam hal ini motif individu ditimbulkan dan ditingkatkan melalui upaya secara teratur untuk mendorong selalu melakukan berbagai tindakan sebaik mungkin.

3. Prinsip ganjaran dan hukuman

Ganjaran yang diterima seseorang dapat meningkatkan motivasi untuk melakukan tindakan yang dilakukan. Setiap untuk kerja yang baik apbila diberi ganjaran yang memadai, cenderung akan meningkatkan motivasi.Demikian pula hukuman yang diberikan dapat menimbulkan motivasi untuk tidak lagi melakukan tindakan yang menyebabkan hukuman itu. Hal yang harus diingat adalag agar ganjaran dan hukaman itu dapat diterapkan secara tepat agar benar-benar dirasakan oleh yang bersangkutan sehingga dapat memberikan motivasi.


(27)

4. Kejelasan dan Kedekatan Tujuan

Makin jelas dan makin dekat suatu tujuan maka akan makin mendorong seseorang untuk melakukan tindakan. Konselor seyogyanya membantu klien dalam memahami tujuannya secara jelas. Melalui konseling, klien dibantu untuk membuat tujuan-tujuan yang masih umum dan jauh menjadi tujuan yang khusus dan lebih dekat.

5. Pemahaman Hasil

Dalam kaitan ini konselor seyogianya selalu memberikan balikan kepada setiap unjuk kerja yang telah dihasilkan oleh klien. Umpan balik ini akan bermanfaat untuk mengukur derajat kerja yang telah dihasilkan untuk keperluan perbaikan dan pengingkatan selanjutnya.

Klien hendaknya selalu dipupuk untuk memiliki rasa sukses dan terhindar dari berkembangnya rasa gagal.

6. Pengembangan Minat

Prinsip dasarnya adalah bahwa motivasi seseorang cenderung meningkat apabila yang bersangkutan memiliki minat yang besar dalam melakukan tindakannya. Dalam hubungan ini motivasi dapat dilakukan dengan jalan menimbulkan atau mengembangkan minat seseorang dalam melakukan tindakannya.

Para konselor diharapkan mampu menumbuhkan dan mengembangkan minat klien dalam aktivitas konseling. Dengan demikian klien akan memperoleh rasa senang dan kepuasam dalam keseluruhan kegiatan konseling.


(28)

7. Lingkungan yang Kondusif

Lingkungan kerja yang kondusif baik lingkungan fisik, sosial maupun psikologis dapat menumbuhkan dan mengembangkan motif untuk bekerja dengan baik dan produktif. Untuk itu dapat diciptakan lingkungan fisik konseling yang sebaik mungkin.22

E. Pengertian Lansia

Sepanjang rentang kehidupan, seseorang akan mengalami perubahan fisik dan psikologis. Dalam psikologi perkembangan disebutkan bahwa dalam diri manusia terjadi perubahan-perubahan fisik, bahkan sampai pada anggapan bahwa masa tua merupakan masa yang mudah dihinggapi segala penyakit dan akan mengalami kemunduran mental seperti menurunnya daya ingat, masa inilah yang disebut dengan masa lansia.

Tugas perkembangan yang hendaknya dilalui oleh para lansia adalah : 1. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan 2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income 3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup

4. Menjalin hubungan dengan orang-orang seusianya 5. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan

6. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes dan harmonis

Menurut Thomae menganggap proses lansia sebagai interaksi perubahan-perubahan dalam sepuluh subsystem yang menyebabkan orang-orang pada usia lanjut begitu berbeda, antara lain :

22

Mohamad Surya, Psikologi Konseling,(Bandung: C.V Pustaka Bani Quraisy, 2003) h. 113-116


(29)

1. Permasalahan belajar pada awal proses tua, misalnya riwayat pendidikan, kebiasaan dalam mengadakan aktifitas fisik dan mental, makanan, hobi, dan hubungan sosial.

2. Perubahan dalam system biologis, misalnya kesehatan, fungsi sensoris, biomorfosa atau proses penuaan primer, kemunduran dalam ingatan. 3. Perubahan dalam peran sosial, misalnya pindah ke panti, kehilangan

teman hidup, sahabat atau keluarga lain, menjalin persahabatan baru, peran sosial baru.

4. Situasi sosio-ekonomis dan ekologis, misalnya hal-hal yang berkaitan dengan penghasilan, jaminan sosial, perumahan, kendaraan, jaminan pelayanan medis.

5. Perubahan sifat-sifat kepribadian, misalnya dalam hal aktivitas, perhatian, suasana hati, kreativitas, penyesuaian, kontrol diri.

6. Perubahan berbagai macam aspek kognitif

7. Ruang hidup individual seperti konsep diri, orientasi nilai dan agama, sikap terhadap kematian.

8. Kepuasaan hidup atau keseimbangan yang dicapai antara kebutuhan individual dan situasi kehidupan

9. Kemampuan untuk mengembalikan keseimbangan melalui sikap tidak menyerah yang mengakibatkan tingkah laku prestasi.

10.Kompetensi sosial sebagai ukuran global kemampuan individu untuk memenuhi tuntutan sosial dan biologis.24

Adapun perkembangan agama pada lansia berpusat pada kematian

24

F.J.Monks dan Siti Rahayu Haditono ,Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Lainnya, ( Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006 ) h. 334


(30)

yang menjadi sesuatu sifat yang pribadi. Dan menurunnya kehadiran dan partisipasi dalam kegiatan dimasjid yang banyak disebabkan karena factor-faktor lain seperti keadaan kesehatan yang memburuk, tidak ada transportasi, malu karena tidak memiliki pakaian yang sesuai ataupun tidak mampu menyumbang uang dan perasaan yang tidak dibutuhkan oleh masyarakat. Sehingga para lansia enggan untuk beribadah namun dengan perasaan takutnya terhadap kematian.25

Berbagai latar belakang yang menjadi penyebab kecenderungan sikap keagamaan pada lansia, namun secara garis besarnya ciri-ciri keberagamaan pada lansia adalah sebagai berikut:

1. Kehidupan keagamaan pada lansia sudah mencapai tingkat kemantapan. 2. Meningkatnya kecenderungan untuk pendapat keagamaan.

3. Mulai muncul terhadap pengakuan realitas tentang kehidupan akhirat secara lebih sungguh-sungguh.

4. Timbul rasa takut terhadap kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya.26

25

Neny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007) h.136

26


(31)

BAB III

GAMBARAN UMUM

PUSAKA CENGKARENG JAKARTA BARAT

A.Pusaka Cengkareng Jakarta Barat A. Sejarah berdirinya

Dalam rangka mewujudkan cita-cita untuk mencerdaskan anak bangsa dan mengurangi kemiskinan, maka pada tanggal 19 januari 1983 didirikan Yayasan Pembina anak sehat Sosrokartono oleh Ir.R.Ng.Soearto Sosrohadikoesoemo. Tujuannya ialah mengenang dan melestarikan pemikiran-pemikiran pamannya yaitu Drs.R.M.Pandji Sosrokartono(1877-1952) sarjana Oosterse Talen,Univ LEIDEN, Nederland, lulusan tahun 1908 dan beliau adalah kakak Raden Ajdeng Kartini. Sosrokartono adalah seorang Filosogf, Humanis, Suka menolong sesame dan pemerhati pendidikan, termasuk pendidikan anak-anak keluarga kurang mampu.

Yayasan ini bergerak dibidang pendidikan, sosial dan kemanusiaan. Pada tahun 1983 Ir.S.Sosrohadikoesoemo membeli sebidang tanah seluas 375 m2 dan dengan bantuan sahabat-shabat di Nederland didirikan sekolah Dasar Swasta “Sosrokartono”. Sebagian besar murid tidak dipungut biaya, bahkan semua diberi makan siang dan seluruhnya dikelola atas biaya sendiri. Sengaja dipilih daerah Rawa bengkel, Cengkareng Barat, Jakarta Barat, karena daerah tersebut miskin dan sangat memprihatinkan.


(32)

Adapun tiga terpadu yayasan adalah : 1. Bidang Pendidikan : SD.Sosrokartono

Sekolah dasar didirikan pada tahun 1983, di Jl.Cendrawasih Rt.012/ Rw.07, Cengkareng Barat, Jakarta Barat, status sekolah: akreditasi. Jumlah murid 120 anak, terdiri dari kelas I samapai kelas VI. Murid-murid sebagian berasal dari keluarga yang tidak mampu dan tidak dipungut bayaran sekolah, 35% murid membayar Rp.6.000/bulan. Biaya operasional sekolah dan honor Guru/ Staf ditanggung oleh yayasan. Tidak ada subsidi dari pemerintah, sedang anggaran Rp.80.000.000,- per tahun. Keadaan sekolah memprihatinkan, memerlukan dana bantuan.

2. Bidang Sosial

Panti asuhan adinda didirikan pada tanggal 17 oktober 1998 menampung 35 anak yang keluar dari SD Sosrokartono karena adanya krisis moneter dan mereka kebanyakan anak yatim/piatu. Mereka disekolahkan sampai SMP/SMU/SMEA/SMK.

Dewasa ini panti asuhan adinda mengasuh dan menyekolahkan 50 anak usia 8-17 tahun. Mereka mendapat pakaian dan sepatu dll, makan 3x sehari dan pengobatan yang memadai. Selain pelajaran kesenian ( menyanyi dan menari) olahraga serta belajar keterampilan.

Sumber dana dan biaya operasional 125 juta pertahun: 50% subsidi pemerintah, kekurangannya mencari donator tetap/ tidak tetap dari masyarakat untuk biaya pendidikan tanpa membebani yayasan. 3. Bidang Kemanusiaan : Santunan Bagi Lansia


(33)

Mereka tergabung dalam pusaka VIII (Pusat santunan dalam keluarga). PUSAKA VIII merupakan suatu lembaga/ proyek pelayanan kesejahteraan social yang menyantuni Lanjut usia 60 tahun keatas dari keluarga kurang mampu dan gizi buruk dan bertemnpat tinggal tidak layak huni. Diseluruh Jakarta ada 114 pusaka, tergabung dalam Badan Kerja Sama Pusaka (BKSP), pusaka VIII didirkan dan diketuai oleh Almarhumah Ibu Joyce Sosrohadikoesoemo (1979-2002), sampai sekarang anggotanya berjumlah 50 lansia.

Pelayanan yang diberikan adalah memberikan makanan 3xseminggu( untuk 2x makan sehari) bagi lansia yang tinggal di Rawa bengkel, Cengkareng Barat, Jakarta Barat. Untuk lansia yang bertempat tinggal di luar Cengkareng mendapat santunan bulanan dan makanan berupa natura(beras, mie instant dll). Kegiatan-kegiatan lainnya adalah pemeriksaa kesehatan oleh Puskesmas Cengkareng, pengajian dan senam lansia seminggu sekali, santunan Hari raya dengan pemberian paket lebaran serta rekreasi.

B. Letak Geografis

PUSAKA 8 “Yayasan Sosrokartono” Cengkareng Barat, Jakarta Barat terletak di jalan Cendrawasih VI RT.0012/07 No.47, Cengkareng Barat, Jakarta Barat 11730.

C. Visi dan Misi

Visi yayasan sosrokartono adalah menjadikan yayasan sebagai pusat kegiatan didalam tiga bidang yaitu pendidikan, sosial dan kemanusiaan.


(34)

Misi yayasan sosrokartono adalah memberikan pendidikan kepada anak yatim, yatim-piatu dan anak-anak keluarga yang tidak mampu, serta lansia dengan membina dan mengembangkan kualitas jasmaniah, mental dan rohaniah mereka sesuai dengan perkembangannya agar mencapai taraf hidup yang lebih baik.

D. Struktur Organisasi Pusaka “Yayasan Sosrokartono” STRUKTUR KEPENGURUSAN

PUSAKA CENGKARENG

Pengurus Yayasan : P.A.S Sosrokartono

Kepala Bidang Sosial : Ny.Sukadari Honggowongso

Ketua Pusaka 8 : Hj. Sri Murdjiah

Bendahara : Dewi. N. Kartini SE

Sekretaris : Dra. Dewi Pujiwati

Pendamping/ Pelayanan Teknis

1. Pelayanan Keterampilan : Ny. Murtini

2. Pelayanan Kesehatan : Ny. Yetti Hadi

3. Pelayanan Mental Spiritual /Keagamaan : Ny. Sukarsih

4. Pelayanan Makanan : Ny. Sutanti


(35)

Pengurus Yayasan P.A.S. Sosrokartono

Kepala Bidang Sosial Ny. Sukadari

Ketua Pusaka VII Hj. Sri Murdjiah

Bendahara Dewi. N. Kartini, SE

Pendamping/ Pelayanan Teknis

Sekretaris Dra. Dewi Pujiwati

Pelayanan Keterampilan

Ny. Murtini

Pelayanan Kesehatan

Ny. Yetti Hadi

Pelayanan Spiritual /Keagamaan

Ny. Sukarsih

Pelayanan Makanan

Ny. Sutanti

Pelayanan Rekreasi / Olahraga Ny. Deni Kurniati/ Emi


(36)

E. Kondisi Lansia

Pusaka yang merupakan singkatan dari Pusat Santunan Keluarga yang berarti lansia mendapatkan santunan dan ilmu agama kesehatan dan yang lainnya namun mereka tetap tinggal bersama keluarga mereka masing-masing.

Kondisi lansia di Pusaka ini sangat baik. Kondisi tubuhnya yang sudah mulai renta tidak menyurutkan niat mereka untuk menuntut ilmu agama, apalagi mengingat mereka merasa sudah mulai lupa dengan apa yang telah dipelajari sebelumnya sehingga membuat mereka termotivasi untuk belajar lagi yang telah dipelajari dulu.

Adapun dua orang lansia yang mempunyai kekurangan dalam penglihatan dalam hal ini lansia yang tunanetra, tetapi mereka tidak meratapi apa yang ada didirinya, mereka tetap bersemangat untuk belajar tentang pengetahuan agama. Dan mereka tidak rendah diri, mereka tetap sempurna seperti lansia yang lainnya.

Lansia yang terdapat di Pusaka mayoritas adalah warga sekitar yang memiliki keadaan ekonomi bawah sehingga selain mendapatkan pengetahuan agama dan sosial merekapun mendapatkan santunan berupa makanan pokok sehari tiga kali yaitu pagi, siang, dan sore.

Dengan kondisi ekonomi yang lemah tidak membuat mereka menjadi orang yang tidak berdaya tetapi mereka justru sangat menyadari pentingnya menuntut ilmu apalagi ilmu agama sebagai bekal di hari akhir nanti.


(37)

Jadi dapat dikatakan bahwa lansia yang berada di Pusaka mayoritas dari warga sekitar yang dapat dikatakan tidak mampu dan perlu dibantu agar terpenuhinya kebutuhan rohani maupun jasmaninya secara baik. Mereka pun sangat antusias terhadap kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Pusaka.

Para lansia pun sangat merasa nyaman dengan memiliki ketua Pusaka dan Penanggungjawab harian yang sangat ramah dan baik, sehingga mereka tidak segan untuk bercerita tentang apapun yang terjadi padamya saat itu.


(38)

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISA

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai peran konselor dalam memberikan motivasi hidup pada lansia di Pusaka Cengkareng Jakarta Barat yang meliputi bagaimana peran konselor dalam memberikan motivasi hidup pada lansia, harapan-harapan lansia dan kesesuian antara harapan lansia dengan konseling yang diberikan oleh konselor.

A. Identifikasi Subyek (Informan)

Identifikasi subyek (Informan) di Yayasan Pusaka ini terdapat 4 informan yang terlibat langsung pada proses bimbingan antara lain :

1. Ibu Hj. Sri Murdjiati selaku ketua yayasan Pusaka, yang juga terlibat pada aktivitas lansia dan proses bimbingan itu. Ibu Sri ini yang juga memberikan bimbingan keagamaan terhadap lansia di sela-sela aktivitas yang dilakukan oleh lansia.

2. Ibu Hj. Nani selaku penanggung jawab harian yang bertugas mengontrol setiap kegiatan lansia, dan beliau pun menyampaikan bimbingan yang bersifatnya sosial kemasyarakatan agar lansia dapat bersosialisasi dengan baik di umurnya yang sudah tidak muda lagi.

3. Ibu Emi selaku pendamping keseluruhan lansia, artinya tugas beliau adalah mengatur lansia di dalam kegiatan. Pendamping lansia di Yayasan ini selain mendampingi lansia juga membantu dalam kegiatan juga.

4. Ibu Rojiah sebagai perwakilan lansia yang menjabat juga sebagai ketua kelas dari lansia.


(39)

B. Program Bimbingan Bagi Lansia

Program bimbingan pada lansia di Yayasan Pusaka Cengkareng ini terdapat 4 bidang antara lain :

1. Bidang Kegamaan

Bidang Kegamaan mencakup pelatihan-pelatihan iqro atau Al-Qur’an dan yasin setiap hari kamis pukul 09.30 – 11.00. Pelatihan ini di ikuti oleh seluruh lansia pada Yayasan Pusaka ini. Tujuan di adakannya bimbingan atau pelatihan ini agar lansia masih dapat mengingat dan mengucapkannya dengan baik walaupun di usianya yang sekarang ini. Selain itu ada juga ceramah kegamaan yang dilakukan pada hari yang sama yaitu hari kamis pukul 11.00 – 12.00, tujuannya adalah membimbing dan memotivasi lansia agar tetap semangat dalam menuntut ilmunya terutama dibidang kegamaan.

Selain itu adapaun layanan curhat di sesi ceramah keagamaan agar lansia dapat langsung berdiskusi dan dapat bertukat fikiran.

2. Bidang Kesenian dan Keterampilan

Bidang kesenian merupakan bidang yang paling di minati oleh lansia, karena lansia dapat mengapresiasikan kreasinya melalui sebentuk kegiatan yang mengarah kepada bidang kesenian contoh kegiatannya adalah : a. Bermain alat musik ataupun tes vokal artinya bernyanyi dan dapat juga

kesenian berupa tarian daerah dan tak ketinggalan yaitu modeling. Kegiatan ini dilakukan pada hari selasa dan sabtu pada pukul 09.00 – 12.00. Untuk modeling biasanya hanya di latih untuk keperluan perlombaan saja.


(40)

b. Membuat kue atau jenis masakan yang bebas dari kolesterol, karena mengingat kondisi lansia yang tidak memungkinkan untuk memakan makanan yang tidak sehat. Kegiatan ini dilakuka pada hari rabu pukul 09.00 – 12.30. Pada kegiatan ini lansia dapat membuat kreasi makanan non kolesterol menjadi makanan yang enak dan lezat.

c. Melukis atau menggambar sesuai dengan kreatif dan sesuai dengan kehendaknya tetapi tetap dibatas normal. Kegiatan ini dilakukan pada hari selasa dan sabtu pukul 15.00 – 17.00 bertujuan untuk mengetahui apa yang sedang dialami oleh lansia pada saat itu.

3. Bidang Olahraga dan Kesehatan.

a. Mengadakan olahraga berupa senam kebugaran jasmani, ataupun jalan santai yang diadakan dua minggu sekali. Tepatnya pada hari senin dan jum’at pada pukul 07.00- 08.00. Kegiatan ini biasa dilakukan di Yayasan atau terkadang di lapangan yang ada diluar yayasan namun letaknya bersebelahan dengan yayasan.

b. Mengadakan pengobatan gratis sebulan sekali untuk mengecek kesehatan lansia. Sehingga lansia tetap dapat sehat dan bugar. Biasanya juga diberikan vitamin seminggu sekali yang berguna menambah stamina agar dapat menjalani aktivitas dengan baik dan lancar.

C. Peran Pembimbing dalam Pemberian Motivasi Hidup Pada Lansia 1. Mengarahkan lansia dalam segi perilaku dan kemasyarakatan agar tetap


(41)

2. Membimbing lansia pada setiap persoalan-persoalan yang di alami atau yang mereka hadapi saat itu.

3. Membantu lansia dalam setiap kegiatan yang mereka laksanakan, artinya pembimbing juga terlibat pada kegiatan.

4. Memberikan arahan yang bersifat kegamaan pada saat ceramah keagamaan yang bertujuan agar lansia tetap mengingat ajaran dan anjuran agama.

5. Menjadi sahabat lansia yang baik, karena lansia itu telah mengalami perubahan-perubahan secara fisik maupun psikologis sehingga pembimbing harus lebih perhatian seperti memperhatikan anak-anak kecil. D. Harapan Lansia terhadap Pemberian Motivasi Hidup

Menurut lansia, motivasi hidup pada lansia sangat dibutuhkan sebagai semangat untuk menjalani kehidupan walaupun perubahan-perubahan yang banyak terjadi pada lansia. Namun ternyata lansia memiliki harapan terhadap pemberian motivasi hidup yang baik menurut lansia, adalah pemberian motivasi yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Pendekatan yang dilakukan pun akan terasa lebih bermanfaat yang dirasakan, karena lansia tidak merasa di ceramahi atau di nasehati dengan seseorang yang jauh lebih muda dan tidak berpengalaman dibanding lansia.

Harapan itu menjadi acuan konselor agar dapat menimbulkan konseling yang efektif artinya konseling atau pemberian motivasi yang disampaikan pun bermanfaat bagi tumbuh kembang lansia.

Lansia sangat membutuhkan semangat dalam menjalani kehidupan ini dimasa tuanya, karena itu harapan itu mengarah pada pengharapan agar


(42)

motivasi itu dapat bermanfaat bagi dirinya. Dan dapat diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari.

Selain itu adapun keinginan lansia adalah ingin sejahtera, yang dapat diartikan ingin bahagia secara fisik dan psikis, terpenuhinya kebutuhan akan makan, dan berkembang dengan baik. Selain itu lansia ingin untuk terlibat dan ikut serta dalam berbagai kegiatan yang ada di lingkungan sekitarnya.

Sehingga dapat disimpulkan harapan itu antara lain :

1. Agar terpenuhinya kebutuhan psikisnya, artinya lansia membutuhkan teman untuk sharing atau curhat artinya tempat untuk berbagi apa yang menjadi masalah dan persoalan yang melanda dirinya saat itu.

2. Memiliki wadah dan bimbingan dalam mengapresiasikan berbagai kesenian, keterampilan ataupun bidang lainnya.

3. Mendapatkan motivasi atau semangat yang dapat terus mempertahankan kualitas hidupnya.

Karena sesuai dengan namanya yaitu Pusaka Santunan Keluarga yang berarti lansia hanya mengikuti program yang telah ditentukan dan mendapatkan santunan berupa makanan sehari-hari, sembako, ataupun uang tunai. Sehingga untuk tempat tinggal, mereka dikembalikan lagi pada keluarganya.

Ditinjau dari kerjasama ini merealisasikan bahwa peran pembimbing dan lansia sangat penting dalam mencapai tujuan pembimbing dalam memberikan motivasi hidup itu sendiri.

Hal ini selaras dengan teori yang dikemukakan oleh Gibb dan Gordon, sebagaimana yang dikutip oleh Ira Yoga mendefinisikan peran yaitu lahir dari


(43)

interaksi dalam masyarakat itu sendiri dengan memposisikan peran interaksi mereka dalam masyarakat, melalui partisipasi dalam memainkan peran tertentu.

Demikian pula dengan apa yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa “ peran sangat menentukan kelompok sosial masyarakat, dalam artian diharapkan masing-masing dari sosial masyarakat yang berkaitan agar menjalankan perannya. Yaitu menjalankan hak dan kwajiban sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat ( lingkungan ) dimana ia bertempat tinggal. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan.27

Setelah mendapatkan motivasi hidup melalui bimbingan agama dan layanan konseling yang dapat membantu mereka dalam mengatasi masalah yang tengah mereka hadapi membuat mereka merasa nyaman dan dianggap layak berada di Pusaka.

Sehingga dapat dianalisis bahwa terjadinya kenaikan yang cukup baik dari segi psikologis lansia itu sendiri. Lansia dimanapun mereka berada, pasti terjadi pergeseran kebutuhan, artinya mereka sudah tidak perlu lagi mengurus hal-hal yang berat ataupun yang dapat dikerjakan oleh orang yang lebih muda dan tidak mampu mengerjakannya. Itulah yang membuat lansia merasa terabaikan dari lingkungan keluarga, lingkungan sosial ataupun lingkungan yang lainnya yang sudah tidak memerlukan tenaganya lagi.

27

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002), Cet.Ke-34,h.243


(44)

Sehingga dapat dikatakan bahwa peran pembimbing dalam memberikan motivasi hidup itu dapat berbagai cara dengan mengadakan kegiatan yang memacu kreatifitas, kesenian ataupun keterampilan lansia. E. Kesesuaian antara harapan dengan Konseling yang baik

Kesesuian berarti selaras dan seimbang apa yang diharapkan dengan kenyataan yang didapat. Kesesuian antara harapan lansia dengan penangan konseling yang telah diberikan oleh pembimbing telah dapat dikatakan berhasil atau sesuai, karena dapat dianalisis bahwa apa yang menjadi harapan-harapan lansia dapat diwujudkan dengan konseling yang efektif dari konselor. Penanangan konseling yang baik adalah dapat mewujudkan apa yang menjadi harapan lansia. Jika terjadi keseuaian , maka itulah yang dinamakan berhasil. Setelah dilihat, diamati dan ditinjau lebih jauh lagi ternyata di Pusaka ini terjadinya kesesuaian apa yang menjadi harapan lansia. Peran pembimbing dapat membangkitkan motivasi hidup atau dorongan untuk tetap terus bergerak, sadar dan dapat merasakan didalam lansia.

Karena kemampuan dan kualitas pembimbing yang cukup baik, juga dapat membantu Pusaka dalam mengendalikan dan mengatur lansia didalam program maupun diluar program.

Itu menandakan bahwa terjadinya, kerjasama yang mutualisme, yang berarti saling menguntungkan antara pihak yang satu dengan yang lainnya atau dapat dikatakan antara konselor dengan pihak Pusaka.

Sehingga penulis dapat menyimpulkan, bahwa terjadinya kesesuian antara harapan lansia dengan cara pembimbing dalam memberikan motivasi hidup pada lansia sehingga dapat dikatakan konseling yang diberikan berhasil.


(45)

Dengan keberhasilan pembimbing menjalankan perannya dalam memberikan motivasi hidup pada lansia telah mampu meningkatkan kualitas lansia di Pusaka Cengkareng Jakarta Barat.

Optimalisasi pembimbing yang berada di Pusaka Cengkareng diantaranya membimbing dan mendampingi lansia dalam mengikuti program yang telah ditentukan ataupun kegiatan yang telah dibuat. Pembimbing ikut serta dalam berbagai kegiatan, sehingga pembimbing adalah pemain juga, dan bukan pemantau ataupun seorang yang memerintah untuk itulah pembimbing dituntut dapat berperan didalam segala hal yang berkenaan dengan program sehingga dapat mendapatkan hasil yang optimal atau dapat diartikan bahwa pembimbing atau pendamping ini bersifat fleksibel.

Dari faktor inilah perkembangan lansia dapat dikatakan pesat. Sehingga kerjasama yang terjadi antara pembimbing ataupun pendamping dapat dikatakan suatu kesatuan yang menunjukan besar pengaruhnya pembimbing dalam memberikan motivasi hidup pada lansia di Pusaka.

Perkembangan lansia yang demikian baik tidak terlepas dari peran pembimbing yang lain untuk bekerja sama dengan pembimbing secara berkesinambungan guna mencapai tujuan yang hendak dicapai yaitu memberikan motivasi hidup dan program yang telah ditetapkan agar lansia tetap sehat secara fisik dan psikologis dan memiliki wawasan yang baik.

Dengan tercapainya tujuan yang dicapai oleh pembimbing dalam memberikan motivasi hidup pada lansia ini membuktikan kerjasama yang telah terjadi menunjukkan tanggungjawab menjalankan peran dan


(46)

kewajibannya secara penuh sehingga hasil atau tujuan yang didapatkan optimal.


(47)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai pembahasan sebelumnya, penelitian ini dapat disimpulkan bahwa peran konselor dalam memberikan motivasi hidup pada lansia di Pusaka Cengkareng Jakarta Barat dalam pelaksanaannya konselor sangat berperan penting dalam perkembangan lansia dan mewujudkan apa yang menjadi harapan lansia.

Penilaian tersebut dapat dilihat kesimpulan sebagai berikut :

1. Peran konselor yang sangat berpengaruh pada lansia terutama psikisnya. Itu terlihat dari perkembangan lansia yang baik dan selalu bersemangat karena motivasi yang diberikan efektif.

2. Harapan lansia tentang konseling yang baik.

3. Kesesuaian antara harapan lansia dengan penanganan konseling yang baik telah berhasil dilaksanakan, karena telah terjadi kesesuian antara harapan itu dengan cara konselor dalam melakukan konseling.

Konselor telah berhasil mewujudkan apa yang menjadi harapan lansia. Motivasi hidup yang diberikan ternyata berpengaruh besar dalam kehidupannya. Sehingga lansia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam bidang psikisnya.

Itu semua dapat terlihat dari sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh lansia sangat berbeda dengan lansia yang tidak mendapatkan kebutuhan


(48)

psikisnya. Mereka terabaikan dan jauh untuk dari kata sehat psikisnya. Namun berbeda hal dengan yang mendapatkan motivasi hidup dari konselor yang cukup profesional, lansia terlihat sehat fisiknya maupun psikisnya.

Semua hal yang berkaitan dengan harapan lansia dapat terwujud dengan layanan konseling yang diberikan. Artinya terselesaikannya problematika yang lansia hadapi membuat lansia sehat secara psikis.

B. Saran

Untuk lebih memaksimalkan peran konselor dalam memberikan motivasi hidup pada lansia, didasari hasil studi dan penelaahan serta observasi yang tertera dalam penelitian ini, penulis akan mengemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Pembimbing hendaknya merencanakan program baru atau kreatif yang baru agar lansia tidak jenuh dengan kegiatan yang telah diatur.

2. Pembimbing hendaknya menjalin kerjasama dengan pihak lain berkaitan dengan program kegiatan selain dapat memperluas jaringan dan mensosialisasikan (mempublikasikan) program, hal itu juga dapat digunakan untuk mencari dana tambahan untuk membantu merealisasikan program yang telah direncanakan.


(1)

interaksi dalam masyarakat itu sendiri dengan memposisikan peran interaksi mereka dalam masyarakat, melalui partisipasi dalam memainkan peran tertentu.

Demikian pula dengan apa yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa “ peran sangat menentukan kelompok sosial masyarakat, dalam artian diharapkan masing-masing dari sosial masyarakat yang berkaitan agar menjalankan perannya. Yaitu menjalankan hak dan kwajiban sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat ( lingkungan ) dimana ia bertempat tinggal. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan.27

Setelah mendapatkan motivasi hidup melalui bimbingan agama dan layanan konseling yang dapat membantu mereka dalam mengatasi masalah yang tengah mereka hadapi membuat mereka merasa nyaman dan dianggap layak berada di Pusaka.

Sehingga dapat dianalisis bahwa terjadinya kenaikan yang cukup baik dari segi psikologis lansia itu sendiri. Lansia dimanapun mereka berada, pasti terjadi pergeseran kebutuhan, artinya mereka sudah tidak perlu lagi mengurus hal-hal yang berat ataupun yang dapat dikerjakan oleh orang yang lebih muda dan tidak mampu mengerjakannya. Itulah yang membuat lansia merasa terabaikan dari lingkungan keluarga, lingkungan sosial ataupun lingkungan yang lainnya yang sudah tidak memerlukan tenaganya lagi.

27

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002), Cet.Ke-34,h.243


(2)

Sehingga dapat dikatakan bahwa peran pembimbing dalam memberikan motivasi hidup itu dapat berbagai cara dengan mengadakan kegiatan yang memacu kreatifitas, kesenian ataupun keterampilan lansia.

E. Kesesuaian antara harapan dengan Konseling yang baik

Kesesuian berarti selaras dan seimbang apa yang diharapkan dengan kenyataan yang didapat. Kesesuian antara harapan lansia dengan penangan konseling yang telah diberikan oleh pembimbing telah dapat dikatakan berhasil atau sesuai, karena dapat dianalisis bahwa apa yang menjadi harapan-harapan lansia dapat diwujudkan dengan konseling yang efektif dari konselor. Penanangan konseling yang baik adalah dapat mewujudkan apa yang menjadi harapan lansia. Jika terjadi keseuaian , maka itulah yang dinamakan berhasil. Setelah dilihat, diamati dan ditinjau lebih jauh lagi ternyata di Pusaka ini terjadinya kesesuaian apa yang menjadi harapan lansia. Peran pembimbing dapat membangkitkan motivasi hidup atau dorongan untuk tetap terus bergerak, sadar dan dapat merasakan didalam lansia.

Karena kemampuan dan kualitas pembimbing yang cukup baik, juga dapat membantu Pusaka dalam mengendalikan dan mengatur lansia didalam program maupun diluar program.

Itu menandakan bahwa terjadinya, kerjasama yang mutualisme, yang berarti saling menguntungkan antara pihak yang satu dengan yang lainnya atau dapat dikatakan antara konselor dengan pihak Pusaka.

Sehingga penulis dapat menyimpulkan, bahwa terjadinya kesesuian antara harapan lansia dengan cara pembimbing dalam memberikan motivasi


(3)

Dengan keberhasilan pembimbing menjalankan perannya dalam memberikan motivasi hidup pada lansia telah mampu meningkatkan kualitas lansia di Pusaka Cengkareng Jakarta Barat.

Optimalisasi pembimbing yang berada di Pusaka Cengkareng diantaranya membimbing dan mendampingi lansia dalam mengikuti program yang telah ditentukan ataupun kegiatan yang telah dibuat. Pembimbing ikut serta dalam berbagai kegiatan, sehingga pembimbing adalah pemain juga, dan bukan pemantau ataupun seorang yang memerintah untuk itulah pembimbing dituntut dapat berperan didalam segala hal yang berkenaan dengan program sehingga dapat mendapatkan hasil yang optimal atau dapat diartikan bahwa pembimbing atau pendamping ini bersifat fleksibel.

Dari faktor inilah perkembangan lansia dapat dikatakan pesat. Sehingga kerjasama yang terjadi antara pembimbing ataupun pendamping dapat dikatakan suatu kesatuan yang menunjukan besar pengaruhnya pembimbing dalam memberikan motivasi hidup pada lansia di Pusaka.

Perkembangan lansia yang demikian baik tidak terlepas dari peran pembimbing yang lain untuk bekerja sama dengan pembimbing secara berkesinambungan guna mencapai tujuan yang hendak dicapai yaitu memberikan motivasi hidup dan program yang telah ditetapkan agar lansia tetap sehat secara fisik dan psikologis dan memiliki wawasan yang baik.

Dengan tercapainya tujuan yang dicapai oleh pembimbing dalam memberikan motivasi hidup pada lansia ini membuktikan kerjasama yang telah terjadi menunjukkan tanggungjawab menjalankan peran dan


(4)

kewajibannya secara penuh sehingga hasil atau tujuan yang didapatkan optimal.


(5)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai pembahasan sebelumnya, penelitian ini dapat disimpulkan bahwa peran konselor dalam memberikan motivasi hidup pada lansia di Pusaka Cengkareng Jakarta Barat dalam pelaksanaannya konselor sangat berperan penting dalam perkembangan lansia dan mewujudkan apa yang menjadi harapan lansia.

Penilaian tersebut dapat dilihat kesimpulan sebagai berikut :

1. Peran konselor yang sangat berpengaruh pada lansia terutama psikisnya. Itu terlihat dari perkembangan lansia yang baik dan selalu bersemangat karena motivasi yang diberikan efektif.

2. Harapan lansia tentang konseling yang baik.

3. Kesesuaian antara harapan lansia dengan penanganan konseling yang baik telah berhasil dilaksanakan, karena telah terjadi kesesuian antara harapan itu dengan cara konselor dalam melakukan konseling.

Konselor telah berhasil mewujudkan apa yang menjadi harapan lansia. Motivasi hidup yang diberikan ternyata berpengaruh besar dalam kehidupannya. Sehingga lansia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam bidang psikisnya.

Itu semua dapat terlihat dari sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh lansia sangat berbeda dengan lansia yang tidak mendapatkan kebutuhan


(6)

psikisnya. Mereka terabaikan dan jauh untuk dari kata sehat psikisnya. Namun berbeda hal dengan yang mendapatkan motivasi hidup dari konselor yang cukup profesional, lansia terlihat sehat fisiknya maupun psikisnya.

Semua hal yang berkaitan dengan harapan lansia dapat terwujud dengan layanan konseling yang diberikan. Artinya terselesaikannya problematika yang lansia hadapi membuat lansia sehat secara psikis.

B. Saran

Untuk lebih memaksimalkan peran konselor dalam memberikan motivasi hidup pada lansia, didasari hasil studi dan penelaahan serta observasi yang tertera dalam penelitian ini, penulis akan mengemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Pembimbing hendaknya merencanakan program baru atau kreatif yang baru agar lansia tidak jenuh dengan kegiatan yang telah diatur.

2. Pembimbing hendaknya menjalin kerjasama dengan pihak lain berkaitan dengan program kegiatan selain dapat memperluas jaringan dan mensosialisasikan (mempublikasikan) program, hal itu juga dapat digunakan untuk mencari dana tambahan untuk membantu merealisasikan program yang telah direncanakan.


Dokumen yang terkait

Peranan remaja masjid (IRMASH) dalam meningkatkan pengamalan agama pada remaja di Masjid Safinatul Husna Bambu Larangan Cengkareng Jakarta Barat

1 20 81

Peran Pembimbing Rohani Islam Dalam Memperbaiki Kesehatan Mental Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng

0 19 104

Hubungan tingkat sosial ekonomi orang tua dengan motivasi siswa memasuki Sekolah Menengah Kejuruan(SMKN) 42 Cengkareng Jakarta Barat

0 5 95

Kesadaran hukum masyarakat terhadap hukum waris Islam : Studi di Kelurahan Kapuk Cengkareng Jakarta Barat

5 22 98

Peran Pembimbing Rohani Islam Dalam Memperbaiki Kesehatan Mental Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng

2 28 104

IMPLEMENTASI SEMBOYAN BHINNEKA TUNGGAL IKA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT BETAWI DI KELURAHAN CENGKARENG TIMUR KECAMATAN CENGKARENG KOTA JAKARTA BARAT -

0 3 77

IDENTIFIKASI BAKTERI ESCHERICHIA COLI PADA ES BATU DI WILAYAH BOJONG RAYA, CENGKARENG JAKARTA IDENTIFICATION OF BACTERIA ESCHERICHIA COLI ON ICE CUBES IN THE REGION BOJONG RAYA, CENGKARENG JAKARTA BARAT

0 0 6

KEPUNAHAN BAHASA BETAWI PADA SUKU BETAWI DI CENGKARENG BARAT, JAKARTA BARAT

1 0 12

BAB I PENDAHULUAN - HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI HARGA DENGAN KEPUASAN PELANGGAN INDOSAT IM3 PADA WARGA RW 10 CENGKARENG BARAT, CENGKARENG, JAKARTA BARAT - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

0 1 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN - HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI HARGA DENGAN KEPUASAN PELANGGAN INDOSAT IM3 PADA WARGA RW 10 CENGKARENG BARAT, CENGKARENG, JAKARTA BARAT - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

0 0 20