Hubungan Celebrity Worship dengan Intensi Berpacaran: Studi pada Fangirl K-Pop

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

ZUHRATI DESIANA

101301069

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2014/2015


(2)

i ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya hubungan celebrity worship dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop dewasa awal. Celebrity worship terdiri dari tiga tipe, yaitu entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency. Sebanyak 235 orang fangirl dewasa awal diminta secara sukarela untuk berpartisipasi pada penelitian ini dengan mengisi skala intensi berpacaran dan celebrity attitude scale (McCutcheon dkk, 2002) yang telah diadaptasi dan ditambahkan beberapa aitem pendukung. Responden diminta untuk mengisi kedua skala tersebut sesuai dengan gambaran diri mereka. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency dengan intensi berpacaran. Secara parsial, hasil juga menunjukkan ada hubungan antara entertainment-social value dengan intensi berpacaran. Semakin tinggi entertainment-social value, semakin tinggi intensi berpacaran. Selain itu hasil juga menunjukkan ada hubungan antara intense-personal feeling dengan intensi berpacaran. Semakin tinggi intense-personal feeling, semakin rendah intensi berpacaran. Namun hasil menunjukkan tidak ada hubungan antara borderline-pathological tendency dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop dewasa awal.

Kata kunci : Celebrity Worship, Entertainment-Social Value, Intense-Personal Feeling, Borderline-Pathological Tendency, Intensi Berpacaran, Fangirl.


(3)

ii ABSTRACT

The aim of this research were to see the relationship between celebrity worship and the intention of dating toward early adulthood K-Pop fangirl. Celebrity involvement consists of three types, namely entertainment-social value, intense-personal feeling, and borderline-pathological tendency. A total of 235 early adulthood fangirl was asked to be volunteers to participate in this research by filling out the intention scale of dating and celebrity attitude scale (McCutcheon et al, 2002) which has been adapted and added some supporting items. The respondents were asked to filling out both of scale based on the overview of themselves. The results of research showing that there was a relation between entertainment-social value, intense-personal feeling, and borderline-pathological tendency with intention of dating. Partially, the results showing that there was a relation between entertainment-social value with the intention of dating. The higher entertainment-social value, the higher intention of dating. The results also showing there was a relation between intense-personal feeling with intention of dating. The higher intense-personal feeling, the lower intention of dating. But the results showing that there was no relationship between borderline-pathological tendency and the intention of dating in early adulthood K-Pop fangirl.

Keywords: Celebrity Worship, Entertainment-Social Value, Intense-Personal Feeling, Borderline-Pathological Tendency, The Intention of Dating, Fangirl.


(4)

iii

rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya hingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Celebrity Worship dengan Intensi Berpacaran: Studi pada Fangirl K-Pop” hingga akhir. Shalawat beserta salam juga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Skripsi ini tidak akan bisa terselesaikan tanpa sumbangsih berupa bantuan, bimbingan, semangat, dan doa serta harapan dari berbagai pihak kepada penulis. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua orang yang telah berperan penting membantu penulis, yaitu :

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Orang tua penulis yang selalu mendoakan dan berperan aktif bagi penulis hingga akhir masa perkuliahan penulis. Mama dr. Ratna Zahara, M.Kes, Om Mulyo Hartono, serta keluarga besar di Aceh. 3. Ibu Meutia Nauly, M.Si, psikolog, selaku dosen pembimbing seminar

dan skripsi penulis yang telah bersedia memberikan bimbingan, ilmu, masukan, motivasi, kesabaran, kritik, serta teguran kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan penelitian ini.

4. Ibu Ridhoi Meilona Purba, M.Si dan Pak Omar Khalifa Burhan, M.Sc selaku dosen penguji yang turut memberikan bimbingan serta masukan selama proses revisi dilakukan untuk memperbaiki penelitian ini.


(5)

iv

Adlina, dan Zukhrini Khalis. Teman-teman Depsos, Cut Rafyqa dan Putri Olwinda. Juga semua teman-teman lainnya yang tak bisa disebutkan satu persatu.

6. Para teman-teman di luar fakultas, ASA Group dan ‘KAMU’ imam keluarga di masa depan yang tidak penulis sebutkan namanya.

7. Teman sesama fangirl K-Pop yang telah meluangkan waktunya berpartisipasi dalam penelitian ini, khususnya kepada Ulfa Muriza, adik seperdelusian penulis dimanapun dan kapanpun.

8. Pemberi ide utama penulis dalam mengambil tema penelitian yaitu Kim Jongin (Kai) dan Jung Taekwoon (Leo) beserta EXO dan VIXX.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pembacanya. Skripsi ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang membacanya guna perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Medan, Maret 2015


(6)

v

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

1. Manfaat Teoritis ... 6

2. Manfaat Praktis ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Intensi Berpacaran ... 8

A.1. Definisi Intensi ... 8

A.2. Definisi Intensi Berpacaran ... 9

A.3. Komponen Intensi Berpacaran ... 10


(7)

vi

C. Fangirl ... 15

D. Dewasa Awal ... 16

E. Hubungan Celebrity Worship Dengan Intensi Berpacaran ... 16

F. Hipotesis ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 23

B. Definisi Operasional Variabel ... 24

B.1. Intensi Berpacaran ... 24

B.2. Celebrity Worship ... 24

C. Populasi Dan Sampel Penelitian ... 25

D. Metode Pengumpulan Data ... 26

D.1. Skala Intensi Berpacaran ... 27

D.2. Celebrity Attitude Scale ... 28

E. Validitas, Uji Daya Beda, Dan Reliabilitas Alat Ukur ... 29

E.1. Validitas Alat Ukur ... 29

E.2. Uji Daya Beda Aitem ... 30

E.3. Reliabilitas Alat Ukur ... 31

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 32

F.1. Uji Validitas ... 32


(8)

vii

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Analisis Data ... 37

A.1. Gambaran Subjek Penelitian ... 37

a. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 37

b. Gambaran Subjek Berdasarkan Domisili ... 38

B. Hasil Penelitian ... 40

B.1. Hasil Uji Normalitas ... 40

B.2. Hasil Uji Linearitas ... 40

B.3. Hasil Utama Penelitian ... 41

C. Pembahasan ... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

A. Kesimpulan... 49

B. Saran ... 49

1. Saran Praktis ... 50

2. Saran Metodologis ... 50


(9)

viii

Tabel 2 Blue Print Celebrity Attitude Scale ... 29 Tabel 3 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 38 Tabel 4 Gambaran Subjek Berdasarkan Domisili ... 39


(10)

ix Lampiran 2 Celebrity Attitude Scale Lampiran 3 Hasil Uji Reliabilitas Lampiran 4 Hasil Uji Daya Beda Aitem Lampiran 5 Hasil Uji Normalitas Lampiran 6 Hasil Uji Linearitas Lampiran 7 Hasil Uji Hipotesis


(11)

i ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya hubungan celebrity worship dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop dewasa awal. Celebrity worship terdiri dari tiga tipe, yaitu entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency. Sebanyak 235 orang fangirl dewasa awal diminta secara sukarela untuk berpartisipasi pada penelitian ini dengan mengisi skala intensi berpacaran dan celebrity attitude scale (McCutcheon dkk, 2002) yang telah diadaptasi dan ditambahkan beberapa aitem pendukung. Responden diminta untuk mengisi kedua skala tersebut sesuai dengan gambaran diri mereka. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency dengan intensi berpacaran. Secara parsial, hasil juga menunjukkan ada hubungan antara entertainment-social value dengan intensi berpacaran. Semakin tinggi entertainment-social value, semakin tinggi intensi berpacaran. Selain itu hasil juga menunjukkan ada hubungan antara intense-personal feeling dengan intensi berpacaran. Semakin tinggi intense-personal feeling, semakin rendah intensi berpacaran. Namun hasil menunjukkan tidak ada hubungan antara borderline-pathological tendency dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop dewasa awal.

Kata kunci : Celebrity Worship, Entertainment-Social Value, Intense-Personal Feeling, Borderline-Pathological Tendency, Intensi Berpacaran, Fangirl.


(12)

ii ABSTRACT

The aim of this research were to see the relationship between celebrity worship and the intention of dating toward early adulthood K-Pop fangirl. Celebrity involvement consists of three types, namely entertainment-social value, intense-personal feeling, and borderline-pathological tendency. A total of 235 early adulthood fangirl was asked to be volunteers to participate in this research by filling out the intention scale of dating and celebrity attitude scale (McCutcheon et al, 2002) which has been adapted and added some supporting items. The respondents were asked to filling out both of scale based on the overview of themselves. The results of research showing that there was a relation between entertainment-social value, intense-personal feeling, and borderline-pathological tendency with intention of dating. Partially, the results showing that there was a relation between entertainment-social value with the intention of dating. The higher entertainment-social value, the higher intention of dating. The results also showing there was a relation between intense-personal feeling with intention of dating. The higher intense-personal feeling, the lower intention of dating. But the results showing that there was no relationship between borderline-pathological tendency and the intention of dating in early adulthood K-Pop fangirl.

Keywords: Celebrity Worship, Entertainment-Social Value, Intense-Personal Feeling, Borderline-Pathological Tendency, The Intention of Dating, Fangirl.


(13)

1 A. Latar Belakang

Berhubungan secara sosial sudah menjadi hal yang seharusnya dilakukan oleh setiap manusia selaku makhluk sosial seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles (384-322 SM). Hubungan sosial dimulai dari pembentukan pertemanan, persahabatan, bahkan hingga menjalin hubungan yang lebih intim yaitu berpacaran. DeGenova & Rice (2005) mengungkapkan bahwa pacaran adalah hubungan yang terdiri dari dua individu yang bersama-sama melakukan berbagai aktivitas untuk saling mengenal satu bersama-sama lain. Lebih lanjut, DeGenova & Rice (2005) menjelaskan bahwa berpacaran merupakan salah satu cara memenuhi kebutuhan akan cinta dan kasih sayang serta menjadi cara menyeleksi pasangan hidup.

Berpacaran merupakan suatu hal yang penting untuk dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Simon dan Barrett (2010) menyatakan bahwa individu yang tidak berpacaran di usia dewasa akan cenderung memiliki emotional well-being yang rendah. Hal ini dikarenakan kurangnya support dan banyaknya tekanan yang didapatkan individu. Padahal dari penelitian ini diketahui bahwa support dan tekanan memiliki hubungan dengan tingkat depresi khususnya di usia dewasa awal karena merupakan masa transisi individu dari tahap remaja memasuki tahap dewasa. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Darfiyanti dan Putra (2012) mengenai pemujaan terhadap


(14)

idola pop sebagai dasar intimate relationship di usia dewasa awal khususnya pada fans K-Pop menunjukkan fenomena yang berbeda.

Fenomena ini bermula dari munculnya fenomena demam Korea atau yang dikenal dengan istilah hallyu sudah cukup familiar di kehidupan masyarakat dunia khususnya Indonesia. Hallyu mengacu pada tampaknya eksistensi budaya Korea di taraf internasional yang terdiri dari dua bentuk utama peran media, yaitu drama dan juga musik yang dikenal dengan istilah K-Pop (Korean Pop) (Ravina, 2009). K-Pop (Korean Pop) merupakan salah satu jenis musik yang berfokus pada musik pop dan dipadukan dengan dance yang dinamis dan menarik (Nastiti, 2010). K-Pop diperkenalkan melalui grup idola yaitu boyband dan juga girlband. Yue dan Cheung (2000) menyatakan bahwa idola adalah individu yang memiliki beberapa hal yang diapresiasikan oleh para fansnya, baik berupa bakat, prestasi, maupun fisik yang menarik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa grup idola merupakan sekelompok perempuan atau laki-laki yang memiliki bakat, prestasi, maupun fisik yang menarik dan diapresiasikan oleh para fans.

Fans merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan K-Pop begitu popular di Indonesia (Evita, 2013). Hill (2002) menyatakan bahwa fans adalah seseorang yang terobsesi terhadap artis, selebriti, film, acara di televisi, band, dan sebagainya. Para fans perempuan biasanya disebut dengan istilah fangirl dan fans laki-laki disebut dengan fanboy. Penelitian Darfiyanti dan Putra (2012) menunjukkan bahwa obsesi fans terhadap idolanya membuat mereka menjadikan idola sebagai kriteria ideal yang diinginkan sebagai


(15)

pasangan. Fans akan memikirkan untuk memiliki pasangan jika mereka menemukan orang yang sesuai dengan idolanya. Dengan terjadinya hal seperti ini, tentu saja akan memperhambat penyeleksian pasangan hidup karena akan sangat sulit menemukan individu lain yang memiliki kriteria sesuai dengan idolanya akibat obsesi fans terhadap sang idola. Hal ini didukung oleh hasil wawancara yang menunjukkan bahwa terdapat hambatan fangirl dewasa awal untuk berpacaran dikarenakan adanya pemujaan terhadap idolanya (bias). Berikut kutipan wawancaranya :

“Pengennya sih pacaran kalo udah ketemu yang kayak bias (idola). Sifatnya, kelakuannya, mukanya juga ya kalo bisa. Bias itu paling pas lah pokoknya untuk dijadiin pasangan. Susah dapat yang kayak gitu. Jadi ya sama bias aja dulu..”

(Wawancara Personal, April 2014)

Obsesi fans terhadap idola memiliki kaitan erat dengan celebrity worship. Celebrity worship adalah suatu bentuk hubungan semu fans yang terobsesi dan menganggap bahwa idola merupakan sosok yang dekat dengannya. Maltby, Houran, dan McCutcheon (2003) juga menyatakan bahwa celebrity worship merupakan jenis perilaku obsesif yang dimiliki fans terhadap idolanya.

Maltby, Day, McCutcheon, dan Ashe (2006) menyatakan bahwa celebrity worship terdiri dari tiga tipe, yaitu entertainment-social value adalah


(16)

sejauh apa fans melihat idolanya sebagai sumber kesenangan dan sarana agar dapat berinteraksi sosial dengan orang lain. Tipe kedua adalah intense-personal feeling direfleksikan oleh adanya perasaan yang intensif dan kompulsif terhadap idolanya sehingga mendorong fans memiliki kebutuhan mencari tahu dan mengikuti berbagai informasi perkembangan idolanya dikarenakan keinginan pribadi untuk melakukannya. Perasaan pribadi yang dimiliki fans menyebabkan terjadinya hubungan parasosial yaitu hubungan semu yang dibayangkan oleh fans dengan idolanya sehingga membuatnya merasa dekat dengan sang idola. Dan tipe ketiga yaitu borderline-pathological tendency yaitu adanya perilaku menyimpang pada pemujaan seorang fans terhadap idolanya yang menyebabkan pemikiran yang tidak logis dan tidak terkontrol bahkan sampai melanggar hukum yang berlaku. Pada tipe ini hubungan parasosial fans dengan idolanya memasuki kategori terparah, hal ini dikarenakan pemikiran fans yang sudah tidak logis dan tidak terkontrol akibat obsesinya terhadap sang idola sehingga fans menganggap bahwa idola adalah orang terdekatnya sehingga fans rela melakukan apapun demi melindungi idolanya.

Dari pemaparan tipe-tipe celebrity worship, dapat disimpulkan bahwa ketiganya dapat memiliki hubungan dengan keputusan fans dalam memutuskan untuk berpacaran. Ketika seseorang hendak melakukan suatu perilaku, maka keputusan tersebut dapat ditentukan oleh intensi. Schiffman (dalam Barata, 2007) menyatakan bahwa intensi merupakan hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang memutuskan berperilaku tertentu.


(17)

Hal ini juga berlaku pada perilaku berpacaran. Jika dikaitkan dengan definisi berpacaran, maka dapat didefinisikan bahwa intensi berpacaran adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang memutuskan untuk melakukan suatu hubungan dengan orang lain yang bertujuan untuk saling mengenal satu sama lain.

Dari paparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan celebrity worship dengan intensi berpacaran, khususnya pada fangirl K-Pop dewasa awal. Subjek penelitian ini dipilih dari kelompok fangirl karena perempuan lebih cenderung untuk melakukan pemujaan terhadap idola dibandingkan laki-laki (Engle dan Kasser, 2005).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang yang diangkat pada penelitian ini adalah :

1. Adakah hubungan antara entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop?

2. Adakah hubungan antara entertainment-social value dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop?

3. Adakah hubungan antara intense-personal feeling dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop?

4. Adakah hubungan antara borderline-pathological tendency dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop?


(18)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara celebrity worship dengan intensi berpacaran pada fangirl dewasa awal.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu : 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi literatur terhadap kajian khususnya di bidang ilmu Psikologi Sosial mengenai hubungan celebrity worship dengan intensi berpacaran pada fangirl dewasa awal.

b. Penelitian ini juga diharapkan menjadi masukan kepada fangirl mengenai informasi yang berkaitan dengan pemujaan terhadap idolanya.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana mensosialisasikan cara pemujaan yang sehat bagi fangirl terhadap idolanya agar mengetahui batasan pemujaan yang aman dan tidak mengganggu emotional well-being.

E. Sistematika Penulisan


(19)

Bab I : Pendahuluan

Dalam bab ini akan diuraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, baik teoritis maupun praktis, serta sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini akan dipaparkan tinjauan teoritis dan teori-teori yang menjelaskan tentang intensi berpacaran, elemen dan faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berpacaran, teori celebrity involvement, teori fangirl, teori dewasa awal, dinamika hubungan celebrity involvement dengan intensi berpacaran pada fangirl dewasa awal, dan hipotesis penelitian.

Bab III : Metode Penelitian

Dalam bab ini dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur penelitian, serta metode analisa data.

Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam bab ini akan dipaparkan gambaran subjek penelitian, hasil penelitian, serta pembahasannya.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Dalam bab ini berisikan kesimpulan berdasarkan berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data penelitian, serta saran metodologis dan saran praktis.


(20)

8 A. Intensi Berpacaran

Pada tinjauan pustaka ini akan dibicarakan terlebih dahulu definisi dari intensi, yang menjadi konsep dasar dari variabel penelitian ini. Setelah membahas mengenai definisi intensi secara umum, kemudian konsep ini akan ditinjau mengenai intensi berpacaran secara lebih lanjut. Hal ini dikarenakan hingga saat ini belum ada suatu teori yang secara spesifik mendefinisikan intensi berpacaran. Sehingga, definisi dari variabel ini didapatkan dari definisi intensi dan definisi berpacaran.

A.1. Definisi Intensi

Secara sederhana, intensi dapat diartikan sebagai tujuan atau maksud seseorang untuk berbuat sesuatu (Kartono dan Gulo, 1987). Sependapat dengan pernyataan tersebut, intensi juga dapat didefinisikan sebagai maksud, pamrih, keinginan, tujuan, suatu perjuangan guna mencapai satu tujuan, ciri-ciri yang dapat dibedakan dari proses-proses psikologi, yang mencakup referensi atau kaitannya dengan suatu objek (Chaplin, 1999).

Schiffman (dalam Barata, 2007) mengatakan bahwa intensi merupakan suatu hal yang berhubungan dengan kecenderungan seseorang memutuskan untuk melakukan perilaku yang merupakan hasil


(21)

dari suatu sikap. Sejalan dengan itu, Eagly dan Chaiken (1993) juga menjelaskan bahwa intensi merupakan kunci utama dalam memprediksikan perilaku individu dan sebagai sebuah konstruk psikologis yang menunjukan kekuatan motivasi seseorang dalam hal perencanaan yang sadar dalam usaha untuk menghasilkan perilaku yang hendak dilakukan. Warshaw dan Davis (dalam Landry, 2003) menambahkan bahwa intensi melibatkan pembuatan komitmen perilaku untuk menunjukkan suatu perilaku terlaksana atau tidak, dimana ada harapan yang diprediksikan seseorang dalam menunjukkan suatu tindakan bahkan ketika komitmen belum dibuat.

Dari berbagai definisi intensi yang dipaparkan di atas, maka definisi utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi yang diungkapkan oleh Schiffman yaitu intensi merupakan merupakan suatu hal yang berhubungan dengan kecenderungan seseorang memutuskan untuk melakukan perilaku yang merupakan hasil dari suatu sikap.

A.2. Definisi Intensi Berpacaran

Pada penelitian ini, intensi yang hendak diukur adalah intensi berpacaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berpacaran merupakan suatu perilaku berkasih dengan pasangan atau pacar. DeGenova & Rice (2005) mengungkapkan bahwa pacaran adalah menjalani sebuah hubungan yang terdiri dari dua individu yang bersama-sama melakukan berbagai aktivitas untuk saling mengenal satu bersama-sama lain. Hal ini sejalan dengan Bird dan Melville (1994) yang


(22)

mendefinisikan bahwa berpacaran merupakan suatu proses yang bersifat formal yang bertujuan untuk memilih pasangan hidup oleh dua orang individu.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa intensi berpacaran merupakan hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang yang berpengaruh pada keputusannya melakukan suatu hubungan dengan tujuan untuk memilih pasangan hidup yang dilakukan oleh dua orang individu.

A.3. Komponen Intimasi Yang Berkaitan Dengan Intensi Berpacaran Jika berbicara mengenai intimasi, maka jawabannya bergantung dengan orang yang ditanyakan karena intimasi adalah konsep yang memiliki banyak komponen yang berbeda-beda (Prager & Roberts, 2004, dalam Miller, 2012). Namun Marston et al (1998) dan Ben-Ari & Lavee (2007) (dalam Miller, 2012) berpendapat bahwa berpacaran setidaknya terdiri atas 6 komponen yang spesifik, yaitu :

1. Knowledge (pengetahuan)

Adanya keinginan untuk saling membagikan informasi mengenai masa lalu (kisah hidup), preferensi, perasaan, dan informasi apapun mengenai dirinya yang tidak ingin diungkapkan kepada orang lain selain pasangan.

2. Caring (kepedulian)

Adanya keinginan untuk menunjukkan kepedulian satu sama lain, rasa kasih dan sayang kepada pasangan jauh lebih besar dibandingkan kepada orang lain. Keintiman dalam hubungan akan


(23)

meningkat ketika mempercayai bahwa pasangan mengerti dan menghargainya.

3. Interdependence (ketergantungan)

Adanya keinginan untuk bergantung dengan pasangan, saling membutuhkan, dan saling mempengaruhi satu sama lain diberbagai sisi dalam jangka waktu yang lama.

4. Mutuality (kebersamaan)

Adanya perasaan dimana satu sama lain menganggap diri mereka adalah satu dan menganggap diri mereka sebagai ‘kita’ bukan ‘aku’ dan ‘dia’.

5. Trust (kepercayaan)

Adanya keinginan untuk saling percaya dan berharap bahwa pasangannya akan memperlakukan satu sama lain secara adil dan terhormat. Dan berharap pasangan menjadi lebih responsif terhadap apa yang mereka butuhkan serta peduli akan kesejahteraan mereka. 6. Commitment (keterikatan)

Adanya pengharapan bahwa hubungan yang terjalin dapat terus berlanjut tanpa batas waktu, dapat meluangkan waktu, tenaga, juga pendapatan yang nantinya akan diperlukan untuk keperluan atas tujuan masa depan.


(24)

A.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Berpacaran

DeGenova & Rice (2005) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan individu menjalin hubungan berpacaran, yaitu:

1. Bentuk rekreasi

Alasan banyak orang berpacaran agar dapat bersantai dan memperoleh kesenangan, menikmati diri sendiri, dan menjadi salah satu bentuk dari hiburan.

2. Proses sosialisasi

Dengan adanya hubungan berpacaran, individu akan mendapat kesempatan untuk mempelajari keahlian-keahlian sosial, akan terjadi interaksi dimana individu akan berusaha untuk saling tolong menolong dengan pasangannya, maupun dengan orang lain yang mampu meningkatkan seni dalam berbicara, bekerja sama, dan memberikan perhatian kepada orang lain.

3. Memberikan pertemanan, persahabatan, dan keintiman pribadi Banyak individu dengan berpacaran akhirnya terdorong untuk lebih mengembangkan kedekatan dan hubungan yang intim dengan individu lainnya.

4. Berkontribusi untuk pengembangan kepribadian

Dengan menjalin hubungan dengan orang lain, individu dapat menjadikan hal ini sebagai salah satu cara untuk mengembangkan identitas dirinya. Kesuksesan individu dalam memiliki pengalamn


(25)

berpacaran memiliki kontribusi dalam perkembangan kepribadiannya, karena hubungan tersebut memberi rasa keamanan dan perasaan dihargai oleh orang lain.

5. Memberikan kesempatan untuk mencoba peran gender

Peran gender dapat dipraktekkan secara nyata dengan pasangan ketika seorang individu dalam hubungan berpacaran. Dengan berpacaran membantu individu mengetahui dan belajar berbagai peran gender ketika menjalin suatu hubungan dekat.

6. Cara untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan kasih sayang

Kebutuhan akan kasih sayang merupakan salah satu motif utama seseorang memutuskan untuk menjalin hubungan berpacaran.

7. Cara menyeleksi pasangan hidup

Seorang individu akan memilih pasangan hidup yang memiliki kecocokan yang baik. Dengan berpacaran, individu dapat melakukan proses penyeleksian apakah pasangan mereka memiliki kecocokan yang baik atau tidak agar hubungan yang terjalin akan membentuk hubungan yang saling memuaskan.

8. Memberikan kesempatan bagi pencobaan dan kepuasan seksual Menjalin hubungan berpacaran cenderung berorientasi seksual, hal ini terlihat dari adanya peningkatan jumlah pasangan berpacaran yang tertarik melakukan hubungan intim.


(26)

B. Celebrity Worship

B.1. Definisi Celebrity Worship

Raviv (1996) menyatakan bahwa pemujaan (worship) merupakan salah satu dimensi dari perilaku mengidolakan seseorang, selain modeling. Sedangkan idola adalah individu yang memiliki beberapa hal yang diapresiasikan oleh para fans-nya, baik berupa bakat, prestasi, maupun fisik yang menarik (Yue dan Cheung, 2000). McCutcheon, Ashe, Houran, dan Maltby (2003) mendefinisikan celebrity worship sebagai suatu bentuk interaksi semu individu terhadap idola dan membuatnya terobsesi akan idolanya tersebut.

B.2. Tipe Celebrity Worship

Maltby dkk (2006) membagi celebrity worship ke dalam tiga tipe, yaitu : a. Entertainment-social value

Tipe ini merefleksikan sejauh apa fans melihat idolanya sebagai sumber kesenangan dan sarana agar dapat berinteraksi sosial dengan orang lain. Tipe ini sejalan dengan observasi yang dilakukan oleh Stever (2001) yang menyatakan bahwa fans tertarik pada idolanya disebabkan oleh kemampuan idola dalam menghibur dan menarik perhatian para fans.

b. Intense-personal feeling

Tipe ini direfleksikan dengan adanya perasaan yang intensif dan kompulsif terhadap idolanya sehingga mendorong fans memiliki kebutuhan mencari tahu dan mengikuti berbagai informasi


(27)

perkembangan idolanya dikarenakan keinginan pribadi untuk melakukannya. Ketika fans memiliki intensitas yang tinggi dalam memuja idolanya, maka fans akan mulai melihat idola sebagai seseorang yang dianggap dekat dengannya. Hal ini menyebabkan berkembangnya hubungan parasosial dengan idola mereka.

Menurut Horton dan Whol (1956) bahwa hubungan parasosial merupakan hubungan tatap muka fans dengan idolanya melalui perantara media dimana fans menganggap seolah-olah idola merupakan orang yang dekat dengannya dan berada pada lingkungan yang sama. Hubungan ini merupakan hubungan yang diimajinasikan oleh fans terhadap sosok idolanya dan hanya bersifat satu arah saja. c. Borderline-pathological tendency

Adanya perilaku menyimpang pada pemujaan seorang fans terhadap idolanya yang menyebabkan adanya pemikiran yang tidak logis dan tidak terkontrol bahkan sampai melanggar hukum yang berlaku. Hubungan parasosial pada tipe ini telah memasuki tingkat terparah.

C. Fangirl

Menurut Lewis (1992), fans adalah seseorang yang rela memakai atribut yang berhubungan dengan idolanya, mengantre tiket konser idola, dan mengetahui berbagai hal tentang idolanya. Sedangkan pendapat lain yang dikemukakan oleh Hill (2002) menyatakan seseorang yang terobsesi terhadap artis, selebriti, film, acara di televisi, band, dan sebagainya,


(28)

disebut sebagai fans. Para penggemar biasanya menamai diri mereka sebagai fangirl bagi perempuan dan fanboy bagi laki-laki.

Jadi, fangirl adalah seseorang berjenis kelamin perempuan yang terobsesi dan melakukan berbagai hal demi idolanya.

D. Dewasa Awal

Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa dewasa awal dimulai sejak usia 18 tahun hingga 40 tahun. Sedangkan Santrock (2002) mengatakan bahwa tahap ini individu akan mulai bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis, dan terkadang juga akan membagi sedikit waktunya dengan kegiatan-kegiatan lain.

E. Hubungan Celebrity Worship Dengan Intensi Berpacaran

Ketika seseorang memutuskan untuk melakukan suatu hal, terdapat prediktor dalam menentukan perilaku tersebut yang disebut intensi. Intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang dalam melakukan suatu perilaku (Schiffman, dalam Barata, 2007). Hal ini juga berlaku pada keputusan untuk berpacaran. Intensi berpacaran adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang dalam memutuskan untuk melakukan sebuah hubungan romantis yang bertujuan memilih pasangan.


(29)

Intensi berpacaran berkaitan dengan enam komponen intimasi yang saling mempengaruhi satu sama lain dan memiliki peran dalam memutuskan untuk berpacaran. Komponen tersebut yaitu knowledge, caring, interdependence, mutuality, trust, dan commitment (Marston et al, 1998, Ben-Ari & Lavee, 2007, dalam Miller, 2012).

Jika ditinjau dari masing-masing komponen, knowledge akan terpenuhi ketika seseorang sudah dapat saling berbagi informasi pribadi tentang diri mereka yang tidak diceritakan kepada semua orang (Marston et al, 1998, Ben-Ari & Lavee, 2007, dalam Miller, 2012). Saling berbagi informasi merupakan suatu bentuk keintiman pribadi karena hanya dibagikan kepada orang-orang tertentu saja yang dianggap dekat dengannya. Keintiman pribadi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi individu memutuskan untuk menjalin hubungan pacaran (DeGenova & Rice, 2005).

Ditinjau dari komponen selanjutnya yaitu caring, komponen ini akan terpenuhi ketika individu saling memiliki rasa peduli dan kasih sayang yang dapat diberikan kepada seseorang yang jauh lebih besar dibandingkan untuk orang lain (Marston et al, 1998, Ben-Ari & Lavee, 2007, dalam Miller, 2012). Apabila individu mendapatkan curahan kasih sayang dan kepedulian dari orang lain, maka hal ini dapat dijadikan salah satu cara dalam pemenuhan cinta dan kasih sayang yang merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan individu untuk menjalin hubungan pacaran (DeGenova & Rice, 2005).


(30)

Ditinjau dari komponen interdependence yaitu individu merasa saling bergantung satu sama lain, saling membutuhkan, dan saling mempengaruhi (Marston et al, 1998, Ben-Ari & Lavee, 2007, dalam Miller, 2012). Hal ini juga merupakan bentuk dari keintiman dan proses sosialisasi, yang merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan seseorang menjalin hubungan pacaran (DeGenova & Rice, 2005).

Apabila ditinjau dari komponen mutuality dimana individu bertindak sebagai ‘kita’ bukan ‘aku’ dan ‘dia’ bersama dengan individu lainnya (Marston et al, 1998, Ben-Ari & Lavee, 2007, dalam Miller, 2012). Adanya rasa kebersamaan ini dapat menjadi proses sosialisasi bagi individu tersebut. Proses sosialisasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keputusan individu untuk menjalin hubungan pacaran (DeGenova & Rice, 2005).

Ditinjau dari komponen trust, yaitu adanya rasa saling percaya satu sama lain dan berharap pasangannya memperlakukan mereka secara adil dan terhormat (Marston et al, 1998, Ben-Ari & Lavee, 2007, dalam Miller, 2012). Hal ini dapat menjadi sebuah sarana dalam mengembangkan kepribadian individu. Individu dapat belajar untuk mempercayai, bersikap adil, dan menghormati orang lain. Pengembangan kepribadian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan seseorang untuk menjalin hubungan pacaran (DeGenova & Rice, 2005).

Dan jika ditinjau dari komponen terakhir, commitment merupakan ikatan yang membuat seseorang merasa memiliki pengharapan akan masa


(31)

depan hubungan yang terjalin (Marston et al, 1998, Ben-Ari & Lavee, 2007, dalam Miller, 2012). Dengan melihat bagaimana individu menjalankan komitmen yang dipegangnya, maka kita dapat melihat kesungguhan dari individu tersebut sehingga dapat dijadikan cara untuk menyeleksi pasangan hidup. Menjadi salah satu cara menyeleksi pasangan juga termasuk ke dalam faktor yang mempengaruhi keputusan individu untuk menjalin hubungan pacaran (DeGenova & Rice, 2005).

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa seorang individu tidak dapat hidup seorang diri. Setiap individu pasti membutuhkan individu yang lain dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk mencari pasangan hidup (Maududi, 2012). Pencarian pasangan hidup ini dapat dilakukan dengan cara berpacaran.

Namun, ketika seorang fans telah memiliki keterikatan yang merupakan hasil dari pemujaannya terhadap idola (celebrity worship), maka beberapa faktor yang disebutkan di atas seakan menjadi terpenuhi. Celebrity worship terdiri dari tiga tipe yaitu entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency (Maltby dkk, 2006).

Ditinjau dari masing-masing tipe, entertainment-social value adalah tipe dimana fans terus melakukan pencarian informasi secara aktif mengenai idolanya sebagai sumber kesenangan dan sarana untuk berinteraksi sosial dengan orang lain (Maltby dkk, 2006). Pada tipe ini, informasi mengenai idola dijadikan sarana untuk menjalin interaksi


(32)

dengan orang lain. Nilai sosial yang dimiliki oleh fans membuatnya menjalin interaksi dengan orang lain sebagai bentuk hiburan baginya juga sebagai proses bersosialisasi dengan orang lain. Kedua hal ini masuk ke dalam faktor yang mempengaruhi keputusan individu untuk berpacaran (DeGenova & Rice, 2005). Hal ini dapat mempengaruhi keputusan individu dikarenakan adanya kesempatan yang mengarah kepada kemungkinan individu untuk berpacaran.

Ditinjau dari tipe kedua, intense-personal feeling adalah tipe dimana fans memiliki perasaan intensif dan kompulsifnya terhadap idolanya yang mendorong fans memiliki kebutuhan mengetahui berbagai informasi terkait dengan idolanya (Maltby dkk, 2006). Apabila fans telah mengetahui berbagai hal mengenai sang idola, pemujaan fans terhadap idola akan semakin intens dan menyebabkan terjadi hubungan parasosial. Ketika hubungan parasosial telah terbentuk, maka fans akan menganggap idola sebagai orang yang dekat dengannya sehingga fans memberikan kasih sayang dan kepeduliannya hanya kepada idola (Horton dan Wohl, 1956). Jika dikaitkan dengan faktor yang mempengaruhi keputusan individu untuk berpacaran, dengan adanya hal ini, maka fans merasa kebutuhan kasih sayang telah dipenuhi oleh idolanya, dan telah terbentuk keintiman pribadi yang dirasakan fans pada idolanya. Hal ini dapat menghambat fans dalam memutuskan untuk menjalin hubungan pacaran.

Ditinjau dari tipe ketiga, borderline-pathological tendency, fans akan rela melakukan apapun demi sang idola dikarenakan pada tipe ini


(33)

telah terjadi penyimpangan perilaku pemujaan terhadap sang idola yang menyebabkan fans mulai berpikiran yang tidak logis dan tidak terkontrol (Maltby dkk, 2006). Pada tipe ini hubungan parasosial yang dimiliki fans dengan idolanya telah parah yang membuatnya semakin sulit menerima orang lain untuk menjadi pasangannya dalam suatu hubungan berpacaran karena baginya idola adalah segalanya dan rela berbuat apapun demi idola. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dilihat bagaimana hubungan ketiga tipe celebrity worship yang berkaitan dengan intensi berpacaran fangirl, khususnya pada fangirl dewasa awal karena pada tahapan perkembangan usia awal, karena pada usia ini seharusnya fans sudah memfokuskan diri terhadap hubungan sosial untuk menghindari diri dari kemungkinan negatif pada kesejahteraan emosi dan psikologis yang dapat timbul apabila fans tidak menemukan sosok yang dapat dijadikan pasangan hidupnya.

F. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan antara entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop.

2. Ada hubungan positif antara entertainment-social value dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop.


(34)

3. Ada hubungan negatif antara intense-personal feeling dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop.

4. Ada hubungan negatif antara bordeline-pathological tendency dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop.


(35)

23

Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk memperoleh data dengan tujuan agak mendapatkan pengetahuan tertentu (Sugiyono, 2003). Metode penelitian berperan penting menentukan suatu penelitian karena berhubungan dengan cara yang tepat dalam pengumpulan dan analisis data, serta pengambilan keputusan dari hasil analisis data penelitian (Hadi, 2000).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan pendekatan korelasional yang bertujuan untuk menguji hubungan antara dua variabel (Azwar, 2012). Variabel yang akan diuji korelasinya adalah Celebrity Worship dan Intensi Berpacaran.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Untuk dapat menguji hipotesis penelitian, terlebih dahulu kita harus mengidentifikasi variabel-variabel penelitian. Variabel adalah suatu atribut, sifat, atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan pada akhirnya akan ditarik suatu kesimpulan (Sugiyono, 2003). Dalam penelitian ini variabel-variabel penelitian yang digunakan terdiri dari : a. Variabel tergantung (DV) : Intensi Berpacaran

b. Variabel bebas (IV) : Celebrity Worship (Entertainment-Social Value, Intense-Personal Feeling, Borderline-Pathological Tendency)


(36)

B. Definisi Operasional Variabel B.1. Intensi Berpacaran

Intensi berpacaran adalah kecenderungan seseorang yang berpengaruh pada keputusannya melakukan suatu hubungan dengan tujuan untuk memilih pasangan hidup yang dilakukan oleh dua orang individu. Intensi berpacaran diukur dengan skala intensi berpacaran dengan menggunakan metode likert yang disusun berdasarkan enam komponen intimasi, yaitu knowledge, caring, interdependence, mutuality, trust, dan commitment (Marston et al, 1998, Ben-Ari & Lavee, 2007, dalam Miller, 2012). Skala intensi berpacaran menggunakan skala likert 1-5 yaitu STS, TS, N, S, SS. Skala ini terdiri dari 30 aitem. Semakin tinggi skor pada elemen-elemen tersebut maka semakin tinggi juga intensi yang dirasakan oleh individu. Sebaliknya, semakin rendah skor maka semakin rendah juga intensi yang dirasakan oleh individu. B.2. Celebrity Worship

Celebrity worship merupakan suatu bentuk interaksi semu fans yang terobsesi dan menganggap bahwa idola merupakan sosok yang dekat dengannya. Idola merupakan individu yang memiliki beberapa hal yang diapresiasikan oleh para fans nya, baik berupa bakat, prestasi, maupun fisik yang menarik (Yue dan Cheung, 2000). Celebrity worship terdiri dari tiga tipe yang dikemukakan oleh Maltby (2006), yaitu entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency.


(37)

Celebrity worship diukur menggunakan celebrity attitude scale (CAS) berjumlah 34 aitem dengan menggunakan skala likert 1-5 yaitu STS, TS, N, S, SS yang diadaptasi dari versi asli berbahasa Inggris dan akan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kemudian akan diberikan aitem tambahan sehingga memiliki jumlah sebanyak 60 aitem.

C.Populasi Dan Sampel Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti (Darmadi, Sugiarto, & Tony, 2001). Menurut Azwar (2010), populasi adalah sekelompok subjek yang akan dikenai suatu penelitian. Karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah fangirl K-Pop di Indonesia berusia 18-25 tahun. Hal ini dikarenakan dewasa awal dimulai dari usia 18 tahun (Hurlock, 1999) dan BKKBN menyatakan bahwa usia 25 tahun merupakan usia yang ideal bagi seorang perempuan untuk menikah. Karakteristik lainnya dari populasi penelitian ini ialah belum memiliki pasangan.

Dikarenakan kesadaran akan luasnya keseluruhan populasi dan keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, maka partisipan penelitian yang dipilih adalah sebagian dari keseluruhan populasi yang dinamakan sampel (Field, 2009). Sampel merupakan sebagian dari populasi yang ingin diteliti, yang ciri-ciri dan keberadaannya diharapkan mampu mewakili atau menggambarkan ciri-ciri dan keberadaan populasi yang sebenarnya. Suatu sampel yang baik akan dapat memberikan gambaran yang


(38)

sebenarnya tentang populasi penelitian (Darmadi, Sugiarto, & Tony, 2001). Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling, karena sampel yang diambil berdasarkan karakteristik yang telah ditentukan terlebih dahulu. Menurut Azwar tidak ada angka yang dikatakan pasti mengenai berapa jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian. Sampel pada penelitian ini sebanyak 200 orang fangirl K-Pop dari berbagai daerah di Indonesia. Karakteristik atau ciri dari sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Fangirl K-Pop

b. Berusia 18 – 25 tahun. c. Belum memiliki pasangan.

D.Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara untuk memperoleh data dalam suatu penelitian (Azwar, 2005). Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah skala yang akan disebarkan melalui media online. Skala adalah kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu obyek tertentu dimana respon subjek pada setiap pernyataan dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas individu yang akan diukur (Azwar, 2002).

Metode skala yang digunakan adalah metode Likert. Pada model penskalaan ini terdapat dua jenis pernyataan, yaitu favorable dan unfavorable. Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang


(39)

mendukung objek sikap yang diungkap, sedangkan pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung objek sikap yang hendak diungkap (Azwar, 2000).

Metode ini menggunakan pilihan jawaban, yaitu STS (sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), N (netral), S (sesuai), dan SS (sangat sesuai). Masing-masing dibuat dengan menggunakan skala 1-5 kategori jawaban, yang masing-masing jawaban diberi skor atau bobot yaitu banyaknya skor antara 1 sampai 5, dengan rincian:

1. STS diberikan skor 1 2. TS diberikan skor 2 3. N diberikan skor 3 4. S diberikan skor 4 5. SS diberikan skor 5

Penelitian ini akan menggunakan dua skala psikologi, yaitu skala intensi berpacaran dan celebrity attitude scale.

D.1. Skala Intensi Berpacaran

Untuk mengukur intensi berpacaran pada fangirl, maka digunakan skala intensi berpacaran yang dikembangkan berdasarkan enam komponen intimasi, yaitu knowledge, caring, interdependence, mutuality, trust, dan commitment (Marston et al, 1998, Ben-Ari & Lavee, 2007, dalam Miller, 2012). Skor total pada skala merupakan petunjuk tinggi rendahnya intensi berpacaran pada fangirl.


(40)

Skala ini menggunakan lima pilihan jawaban, yaitu STS (sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), N (netral), S (sesuai), dan SS (sangat sesuai). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favorable dan unfavorable dengan rentang skor dari 1 sampai 5. Berikut Blue Print nya:

Tabel 1. Blue Print Skala Intensi Berpacaran

Aspek Komponen No. Aitem Jumlah

aitem

Persentase (%)

Fav Unfav

Intensi

Knowledge 1, 13, 29 18, 30 5 16,67

Caring 2, 9, 27 14, 19 5 16,67

Interdependence 8, 20, 22, 26 3 5 16,67

Mutuality 7, 10, 15, 25 4 5 16,67

Trust 5, 11, 24, 28 16 5 16,67

Commitment 17, 21, 23 6, 12 5 16,67

TOTAL 30 30 100

D.2. Celebrity Attitude Scale

Celebrity worship akan diukur menggunakan instrumen Celebrity Attitude Scale (CAS) dari McCutcheon et al (2002). CAS digunakan untuk mengukur tingkat celebrity worship pada fangirl yang terdiri dari tiga tipe yaitu entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency. Skala ini berjumlah 34 aitem yang diadaptasi dari bahasa Inggris menjadi bahasa Indonesia, kemudian ditambahkan sebanyak 26 aitem pada ketiga tingkatan celebrity worship sehingga skala


(41)

ini memiliki jumlah total sebanyak 60 aitem dengan masing-masing tipe terdiri dari 20 aitem.

Skala ini menggunakan lima pilihan jawaban, yaitu STS (sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), N (netral), S (sesuai), dan SS (sangat sesuai). Berikut Blue Print nya :

Tabel 2. Blue Print Celebrity Attitude Scale

Tipe No. Aitem Jumlah

aitem Persentase (%) Celebrity Worship Scale Entertainment-Social Value

1, 4, 7, 10, 11, 15, 16, 20, 24, 31, 32, 33, 37, 38, 40,

43, 46, 49, 57, 58

20 33,34

Intense-Personal Feeling

2, 5, 8, 9, 12, 17, 18, 25, 26, 28, 29, 30, 34, 35, 36,

44, 51, 54, 56, 59

20 33,34

Borderline-Pathological Tendency

3, 6, 13, 14, 19, 21, 22, 23, 27, 39, 41, 42, 45, 47,

48, 50, 52, 53, 55, 60

20 33,34

TOTAL 60 60 100

E.Validitas, Uji Daya Beda, Dan Reliabilitas Alat Ukur

E.1. Validitas Alat Ukur

Validitas adalah ketepatan interpretasi atas hasil dari suatu tes atau pengukuran dan sesuai dengan tujuan pemberian tes (Wiersma, 1986). Azwar (2003) mengatakan bahwa validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu


(42)

tes atau instrumen pengukur akan dikatakan valid jika hasil pengukurannya sesuai dengan tujuan dilakukannya pengukuran tersebut.

Validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi atau content validity, yaitu sejauh mana alat tes yang digunakan dilihat dari segi isi adalah benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur (Hadi, 2000). Teknik yang digunakan untuk melihat validitas isi dalam penelitian ini adalah professional judgement dimana pendapat profesional diperoleh dengan cara berdiskusi dengan dosen pembimbing.

E.2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur. Prinsip kerja yang dijadikan dasar melakukan seleksi aitem dalam hal ini adalah memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya sesuai dengan fungsi ukur skala sebagaimana dikehendaki oleh penyusunnya (Azwar, 2005).

Uji daya beda aitem alat ukur dalam penelitian ini adalah skala intensi berpacaran dan celebrity attitude scale (CAS). Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30, daya pembedanya dianggap memuaskan. Aitem yang memiliki koefisien korelasikurang dari 0,30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya beda rendah (Azwar, 2005). Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS 17.0.


(43)

E.3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, maksudnya apabila dalam beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil yang relatif sama (Azwar, 2000). Uji reliabilitas adalah alat menunjukkan derajat konsistensi alat ukur yang bersangkutan jika diterapkan berulang kali pada kesempatan yang berlainan. Semakin tinggi reliabilitas alat ukur maka semakin stabil pula alat ukur tersebut dalam mengukur suatu gejala atau fenomena, sebaliknya, semakin rendah reliabilitas suatu alat ukur maka semakin tidak stabil alat ukur tersebut dalam mengukur suatu gejala atau fenomena (Azwar, 2003).

Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konsistensi internal dengan teknik reliabilitas Alpha Cronbach, yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi antar aitem atau antar bagian dalam skala. Koefisien reliabilitas yang mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien reliabilitas yang mendekati angka 0,00 berarti semakin rendah reliabilitasnya.


(44)

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Menurut Azwar (2000) tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran. Uji coba alat ukur skala intensi berpacaran dan celebrity attitude scale (CAS) dilakukan pada tanggal 22-25 Januari 2014 melalui skala online yang disebarkan di media sosial. Uji coba ini melibatkan 103 orang dengan karakteristik yaitu :

1. Perempuan berusia 18 – 25 tahun 2. Belum memiliki pasangan

F.1. Uji Validitas

Jenis validitas yang diuji terhadap alat ukur skala intensi berpacaran dan celebrity attitude scale (CAS) adalah content validity. Pada skala intensi berpacaran, peneliti membuat 30 aitem berdasarkan komponen intensi berpacaran kemudian melakukan professional judgement dengan dosen pembimbing. Pada CAS, awalnya peneliti menerjemahkan 34 aitem CAS ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, peneliti meminta pendapat mengenai aitem terjemahan kepada 2 orang alumni Fakultas Sastra Inggris, 1 orang guru kursus bahasa Inggris, 5 orang fangirl K-Pop yang aktif berbahasa Inggris. Kemudian peneliti menambahkan 26 aitem lainnya pada skala ini dengan meminta pendapat kepada 6 orang fangirl K-Pop, kemudian melakukan professional judgement bersama dosen pembimbing.


(45)

F.2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan secara bersamaan dengan uji reliabilitasnya. Hasil uji coba pada skala intensi berpacaran menunjukkan koefisien aitem total dari masing-masing aitem berkisar dari –0,198 hingga 0,7 sehingga pada skala ini terdapat 3 aitem yang gugur. Sedangkan pada CAS menunjukkan koefisien aitem total dari masing-masing aitem berkisar dari 0,3 hingga 0,8 pada masing-masing-masing-masing tipe sehingga tidak ada aitem yang gugur pada skala ini.

F.3. Uji Reliabilitas

Hasil uji reliabilitas terhadap alat ukur setelah menggunakan metode Cronbach’s Alpha menunjukkan koefisien reliabilitas yang cukup tinggi. Pada skala intensi berpacaran, nilai reliabilitas α = 0,909. Sedangkan pada CAS, di tipe Entertainment-social value α = 0.946, di tipe Intense-personal feeling α = 0,946, dan di tipe Borderline-pathological tendency α = 0,916.

G.Prosedur Penelitian

1. Tahap-tahap persiapan yang dilakukan oleh peneliti, yaitu : a. Pencarian Informasi

Peneliti mencari informasi tentang sampel penelitiannya. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah fangirl K-Pop berusia 18-25 tahun yang belum memiliki pasangan. Peneliti


(46)

akhirnya masuk ke dalam beberapa grup berbagai fandom dan mencari akun fanbase yang bertujuan untuk membantu peneliti menyebarkan skala online.

b. Pembuatan Alat Ukur

Sebelum peneliti mengambil data di lapangan, peneliti membuat alat ukur penelitian yaitu skala intensi berpacaran dan celebrity attitude scale berdasarkan teori yang digunakan. Peneliti membuat item skala intensi berpacaran masing-masing 30 dan 60 aitem. Setelah kedua skala tersebut selesai dibuat, maka peneliti akan menelaah aitem-aitem tersebut dengan analisis rasional bersama professional judgement untuk mengetahui validitas alat ukur tersebut. Kemudian skala tersebut dibentuk ke dalam skala online dan disebarkan melalui media sosial.

c. Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur dilakukan dengan menyebarkan skala kepada sampel yang sesuai kriteria untuk melihat validitas dan reliabilitas skala intensi berpacaran dan celebrity attitude scale.

d. Revisi Alat Ukur

Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur kepada sampel yang sesuai dengan kriteria peneliti, peneliti mendiskusikan hasil uji coba tersebut kepada professional judgement dan menelaah kembali kevalidan dan kereliabilitasan alat ukur tersebut. Setelah itu peneliti


(47)

membuang beberapa aitem yang gugur dan menyebarkan ke lapangan secara online.

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian ini dilakukan setelah uji coba dan revisi alat ukur dilakukan. Peneliti menyebarkan skala penelitian melalui media sosial yang ditujukan kepada subjek yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.

3. Tahap pengolahan data

Setelah memperoleh data dari dua skala yang digunakan pada penelitian ini, peneliti akan melakukan pengolahan data dengan menggunakan program komputer SPSS versi 17.0 for window.

H.Metode Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini adalah metode multiple regression karena pada penelitian ini terdapat lebih dari satu independent variable. Metode ini dilakukan dengan memasukkan multiple independent variables ke dalam persamaan regresi dan dapat terlihat hubungan tiap koefisien variabel yang terpisah dengan dependent variable. Koefisien variabel tersebut digunakan untuk mengetahui adakah hubungan atau pengaruh dari tiap independent variables terhadap dependent variable (Hair et al, 2006).

Sebelum analisis data dilakukan, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yaitu uji normalitas dan uji linearitas. Uji normalitas dilakukan


(48)

dengan menggunakan uji skewness dan kurtosis. Sedangkan uji linearitas dilakukan dengan menggunakan matrix korelasi pearson.


(49)

37 A. Analisis Data

A.1. Gambaran Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah fangirl K-Pop dewasa awal di Indonesia, sedangkan sampel pada penelitian ini adalah fangirl K-Pop dewasa awal di Indonesia yang belum memiliki pasangan. Peneliti meminta para fangirl agar bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini kemudian memberikan link skala penelitian online yang telah peneliti siapkan terlebih dahulu. Peneliti memperoleh sebanyak 235 orang subjek yang bersedia mengisikan skala penelitian online yang disebarkan melalui media sosial serta personal yang terdiri dari usia 18 hingga 25 tahun.

a. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Usia dari masing-masing subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini yaitu 18 – 25 tahun.


(50)

Tabel 3. menunjukkan penyebaran usia pada subjek penelitian yang terdiri dari usia 18 tahun sebanyak 68 orang, 19 tahun sebanyak 33 orang, 20 tahun sebanyak 37 orang, 21 tahun sebanyak 29 orang, 22 tahun sebanyak 34 orang, 23 tahun sebanyak 24 orang, 24 tahun sebanyak 6 orang, dan 25 tahun sebanyak 4 orang.

b. Gambaran Subjek Berdasarkan Domisili

Domisili subjek penelitian berasal dari berbagai daerah yang tersebar di Indonesia.


(51)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Tabel 4. menunjukkan penyebaran domisili pada subjek penelitian. Subjek penelitian berasal dari 22 daerah di Indonesia. Dari tabel dapat dilihat bahwa subjek berasal dari Bali berjumlah 6 orang, Balikpapan berjumlah 3 orang, Banjarmasin berjumlah 5 orang, Batam berjumlah 2 orang, Bandung berjumlah 28 orang, Bekasi berjumlah 6 orang, Bogor berjumlah 10 orang, Banda Aceh berjumlah 10 orang, Depok berjumlah 9 orang, Gorontalo berjumlah 2 orang, Jakarta berjumlah 49 orang, Lampung berjumlah 3 orang, Medan berjumlah 22 orang, Malang berjumlah 11 orang, Pekan Baru 5 orang, Palembang berjumlah 4 orang, Samarinda berjumlah 5 orang, Surabaya berjumlah 14 orang, Semarang berjumlah 11 orang, Solo berjumlah 4 orang, Tangerang berjumlah 12 orang, dan Yogyakarta berjumlah 14 orang.


(52)

B. Hasil Penelitian B.1. Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan guna melihat apakah data penelitian yang akan dianalisis terdistribusi secara normal atau tidak. Pengujian normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Skewness dan Kurtosis. Data dinyatakan terdistribusi normal apabila berada pada rentang -1 hingga +1 (Field, 2010). Hasil menunjukkan bahwa terdapat data yang terdistribusi normal dan tidak normal. Pada skala intensi berpacaran (skewness = -0,148, kurtosis = -0,38) maka dapat dinyatakan normal. Pada celebrity attitude scale tipe entertainment-social value (skewness = -0,617, kurtosis = 0,331) maka dapat dinyatakan normal. Pada tipe intense-personal feeling (skewness = -0,097, kurtosis = -0,327) maka dapat dinyatakan normal. Sedangkan pada borderline-pathological tendency (skewness = 0,852, kurtosis = 1,142) maka dapat dinyatakan tidak normal.

Pengujian ini juga menunjukkan nilai mean dari tiap variabel yaitu intensi berpacaran (µ= 98,43), entertainment-social value (µ= 71,77), intense-personal feeling (µ= 60,66), dan borderline-pathological tendency (µ= 36,22).

B.2. Hasil Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah independent variables pada penelitian ini yaitu entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency memiliki


(53)

hubungan yang linear dengan dependent variable yaitu intensi berpacaran. Matriks korelasi Pearson menunjukkan variabel intensi berpacaran berkorelasi secara signifikan dengan variabel entertainment-social value, r = 0,252, intense-personal feeling, r = 0,100, borderline-pathological tendency, r = 0,089, p < 0,01.

Hal ini menunjukkan bahwa intensi berpacaran berkorelasi positif dengan ketiga independent variables. Artinya, apabila intensi berpacaran meningkat, maka entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency juga meningkat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency memiliki hubungan yang linear dengan intensi berpacaran.

B.3. Hasil Utama Penelitian

Dalam bab sebelumnya telah ditetapkan empat hipotesis utama penelitian, yaitu 1) Ada hubungan antara entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop, 2) Ada hubungan positif antara entertainment-social value dengan intensi berpacaran pada fangirl dK-Pop, 3) Ada hubungan negatif antara intense-personal feeling dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop, dan 4) Ada hubungan negatif antara bordeline-pathological tendency dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop.


(54)

Untuk mengetahui apakah entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency secara bersama-sama mempengaruhi dependent variable, maka dapat dilihat dari hasil uji F. Hasil menunjukkan F (3,231) = 8,11, p < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 diterima, yaitu ada hubungan positif antara entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency dengan intensi berpacaran pada fangirl dewasa awal.

Uji lanjutan multiple regression untuk mengetahui apakah independent variable yaitu entertainment-social value mempengaruhi dependent variable yaitu intensi berpacaran, maka dapat dilihat dari hasil uji T. Hasil menunjukkan nilai signifikansi variabel entertainment-social value 0,000 < 0,05 dengan B value= 0,555. dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2 diterima, yaitu ada hubungan positif antara entertainment-social value dengan intensi berpacaran pada fangirl dewasa awal. Artinya, semakin tinggi entertainment-social feeling, maka semakin tinggi pula intensi berpacarannya.

Untuk mengetahui apakah independent variable yaitu intense-personal feeling mempengaruhi dependent variable yaitu intensi berpacaran, maka dapat dilihat dari hasil uji T. Hasil menunjukkan nilai signifikansi variabel intense-personal feeling 0,011 < 0,05 dengan B value= -0,325. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3 diterima, yaitu ada hubungan negatif antara intense-personal feeling dengan intensi


(55)

berpacaran pada fangirl dewasa awal. Artinya, semakin tinggi intense-personal feeling, maka semakin rendah intensi berpacarannya.

Untuk mengetahui apakah independent variable yaitu borderline-pathological tendency mempengaruhi dependent variable yaitu intensi berpacaran, maka dapat dilihat dari hasil uji T. Hasil menunjukkan nilai signifikansi variabel borderline-pathological tendency 0,630 > 0,05 dengan B value= 0,068. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis 4 ditolak, yaitu tidak ada hubungan antara borderline-pathological tendency dengan intensi berpacaran pada fangirl dewasa awal.

Untuk mengetahui adanya multikolienaritas atau tidak pada tiap independent variables pada penelitian ini dapat dilihat dari nilai tolerance > 0.1 atau nilai VIF < 10. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada entertainment-social value, nilai VIF = 2,895 < 10, intense-personal feeling, nilai VIF = 4,426 < 10, dan borderline-pathological tendency, nilai VIF = 2,415 < 10. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolineritas yang berarti bahwa tidak terjadi hubungan linear antar tiap independent variables.

Untuk mengetahui persentase pengaruh independent variables terhadap intensi berpacaran maka dapat dilihat dari nilai R Square. Nilai R square pada penelitian ini adalah 0,095 yang berarti bahwa entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency memiliki pengaruh terhadap intensi sebesar 9,5%, sedangkan 90,5% lainnya dipengaruhi oleh faktor lainnya. Secara parsial, hasil


(56)

menunjukkan bahwa nilai R square antara entertainment-social value dengan intensi berpacaran sebesar 0,063, dapat disimpulkan bahwa pengaruh entertainment-social value terhadap intensi berpacaran sebesar 6,3%. Hasil juga menunjukkan bahwa nilai R square antara entertainment-social value dan intense-personal feeling dengan intensi berpacaran sebesar 0,094. Jadi, untuk mengetahui besarnya pengaruh intense-personal feeling terhadap intensi berpacaran adalah 0,094 – 0,063 = 0,031, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh intense-personal feeling terhadap intensi berpacaran sebesar 3,1%.

C. Pembahasan

Penelitian ini membahas tentang hubungan celebrity worship dengan intensi berpacaran pada fangirl dewasa awal. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa celebrity worship yang terdiri dari entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency memiliki hubungan yang cukup signifikan dengan intensi berpacaran. Hal ini ditunjukkan dari nilai signifikansi dari uji F (ANOVA) yaitu nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara ketiga tipe celebrity worship ini dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop.

Jika ditinjau dari teori celebrity worship, diketahui bahwa celebrity worship terdiri dari tiga tipe pemujaan fans berbentuk tipe dengan bentuk dan tingkat intensitas pemujaan fans yang berbeda-beda. Ketika fans mulai


(57)

memuja dengan intensitas yang tinggi terhadap idola mereka, fans akan mulai melihat bahwa idolanya merupakan sosok yang dekat dengan mereka. Idola dianggap sebagai orang yang menjadi kriteria ideal mereka sehingga yang mempengaruhi intensi mereka untuk berpacaran.

Penelitian ini juga melihat bagaimana hubungan dari masing-masing tipe celebrity worship dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop. Dari hasil uji T yang dilakukan menunjukkan hasil bahwa tipe entertainment-social value memiliki hubungan positif dengan intensi berpacaran. Hal ini ditunjukkan dari nilai signifikansi uji T yaitu 0,000 < 0,05 yang berarti bahwa ada hubungan positif antara dua variabel ini. Dari nilai R square diketahui bahwa tipe ini berpengaruh sebesar 6,3% terhadap intensi berpacaran.

Jika ditinjau dari teori mengenai entertainment-social value, diketahui bahwa pada tipe ini fans melihat idolanya sebagai sumber kesenangan dan sarana agar dapat berinteraksi sosial dengan orang lain (Maltby dkk, 2006). Dengan memiliki interaksi sosial yang aktif dengan orang lain, individu akan mudah untuk membuka diri kepada orang lain, mudah untuk bergaul, serta bersosialisasi dengan orang lain. Proses sosialisasi ini dapat menjadi salah satu faktor yang membuat individu lebih mudah untuk menjalin hubungan dengan orang lain, tidak hanya terpaku dengan idolanya saja. Proses sosialisasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk berpacaran (DeGenova & Rice, 2003). Apabila seseorang cenderung melakukan interaksi sosial yang aktif, maka individu tersebut akan cenderung untuk memutuskan berpacaran.


(58)

Dari hasil uji T yang dilakukan menunjukkan hasil bahwa tipe intense-personal feeling juga memiliki hubungan dengan intensi berpacaran. Hal ini ditunjukkan dari nilai signifikansi uji T yaitu 0,011 < 0,05 yang berarti bahwa ada hubungan negatif antara dua variabel ini. Nilai R square menunjukkan bahwa tipe ini memberikan pengaruh sebesar 3,1% terhadap intensi berpacaran.

Secara teoritis diketahui bahwa pada tipe ini fans memiliki perasaan yang intensif dan kompulsif terhadap idolanya sehingga mendorong fans memiliki kebutuhan mencari tahu dan mengikuti berbagai informasi perkembangan idolanya dikarenakan keinginan pribadi untuk melakukannya (Maltby dkk, 2006). Dengan banyaknya informasi yang terus bertambah dan diketahui oleh fans, maka fans akan mulai menganggap idola sebagai sosok yang dekat dengannya. DeGenova & Rice (2005) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan individu memutuskan untuk berpacaran adalah kebutuhan akan cinta dan kasih sayang. Namun, dengan adanya sosok idola yang dianggap sebagai orang terdekat fans, maka kebutuhan akan cinta dan kasih sayang fans secara tidak langsung terpenuhi oleh sosok idola mereka.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Darfiyanti dan Putra (2012) yang menunjukkan bahwa pada tipe intense-personal feeling, fans lebih memilih untuk tidak berpacaran dan cukup dengan memiliki idola sebagai orang terdekatnya. Pada tipe ini, hubungan parasosial fans dengan idolanya juga mulai berkembang. Hubungan parasosial adalah hubungan yang diimajinasikan oleh fans terhadap idolanya dan hanya bersifat satu arah saja


(59)

(Horton dan Whol, dalam Fitriany, 2009). Hal ini tentu mempengaruhi intensi mereka dalam berpacaran.

Tipe ketiga yaitu borderline-pathological tendency dinyatakan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop. Hal ini ditunjukkan dari nilai signifikansi hasil uji T sebesar 0,630 > 0,05.

Jika ditelaah secara teoritis, diketahui bahwa pada tipe borderline-pathological tendency memiliki pemikiran yang tidak terkontrol dan menjadi irasional sehingga mereka rela melakukan apapun demi idolanya (Maltby dkk, 2005). Hal inilah yang menyebabkan segala tindakan yang dilakukan fans sulit untuk diprediksikan karena pemikiran yang tidak terkontrol tersebut. Seharusnya, seiring bertambahnya usia terjadi penurunan pembentukan hubungan parasosial pada fangirl, namun justru pada tipe ini terjadi hal yang sebaliknya.

Tipe borderline-pathological tendency merupakan tipe dimana hubungan parasosial yang terjalin antara fans dengan idolanya memasuki tingkat paling parah (Maltby dkk, 2005). Anggapan bahwa idola merupakan sosok yang sangat dekat dengan dirinya serta pemikiran yang sudah tidak lagi rasional dan terkontrol membuat tindakan fans sulit untuk diperkirakan. Selain itu, dari hasil penelitian didapatkan bahwa borderline-pathological tendency hanya menyumbangkan pengaruh sebesar 0,1% terhadap intensi berpacaran, yang berarti bahwa sangat sedikit pengaruh yang diberikan tipe ini terhadap intensi berpacaran. Jika dilihat dari nilai Mean pada borderline-pathological


(60)

tendency memiliki nilai µ= 36,22 yang menunjukkan bahwa subjek pada penelitian ini memiliki nilai yang rendah pada borderline-pathological tendency. Nilai mean yang rendah menunjukkan bahwa subjek tidak merepresentasikan variabel ini dengan baik sehingga pengaruh yang diberikan kepada penelitian ini juga sangat sedikit. Jadi tidak bisa ditarik suatu kesimpulan mengenai hubungan antara tipe sini dengan intensi berpacaran.

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada para fangirl dewasa awal mengenai efek dari pemujaan terhadap idola. Dan penelitian ini juga dapat memberikan informasi kepada fangirl mengenai batasan pemujaan terhadap sang idola agar fangirl K-Pop mengetahui bagaimana bentuk pemujaan yang sehat terhadap idola sehingga tidak mengganggu fangirl dalam memenuhi kebutuhan dalam berhubungan sosial khususnya berpacaran dengan individu lainnya.


(61)

49

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berikut ini merupakan beberapa kesimpulan yang diperoleh dari penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data penelitian : 1. Hipotesis 1 diterima, yaitu ada hubungan yang signifikan antara

entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop. 2. Hipotesis 2 diterima, yaitu ada hubungan positif antara

entertainment-social value dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop. Semakin tinggi entertainment-social value maka semakin tinggi intensi berpacaran.

3. Hipotesis 3 diterima, yaitu ada hubungan negatif antara intense-personal feeling dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop. Semakin tinggi intense-personal feeling maka semakin rendah intensi berpacaran.

4. Hipotesis 4 ditolak, yaitu tidak ada hubungan antara borderline-pathological tendency dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan penelitian ini, peneliti hendak mengajukan beberapa saran praktis dan metodologis. Saran praktis


(62)

ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan K-Pop khususnya fangirl yang ada di Indonesia, sedangkan saran metodologis ditujukan untuk pengembangan penelitian lanjutan.

1. Saran Praktis

Hasil penelitian ini memberikan pengetahuan mengenai efek pemujaan terhadap idolanya pada intensi berpacaran terhadap para fangirl sehingga menjadi pengetahuan mengenai batasan pemujaan terhadap idolanya dan cara melakukan pemujaan yang sehat agar tidak mengganggu kehidupan dan aktivitas sosial, khususnya berpacaran. 2. Saran Metodologis

Penelitian lanjutan mengenai borderline-pathological tendency perlu dilakukan pada subjek yang memiliki kriteria khusus sesuai dengan tipe ini, sehingga hasil yang diperoleh dapat menjelaskan bagaimana hubungan antara tipe ini dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop.


(63)

51

Pelajar.

Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Barata, D. D. (2007). Pengaruh Penggunaan Strategi Brand Extension pada

Intensi Membeli Konsumen. Jurnal Manajemen, Vol. 2 No. 1 Januari 2007. Bird, Gloria W., & Melville, Keith. (1994). Families and Intimate Relationship.

New York: McGraw-Hill. Inc.

Chaplin, J. P. (1985). Dictionary of Psychology. 2nd Edition. New York. Dell Publishing Company.

Darfiyanti, D., Putra, M. G. B. A. (2012). Pemujaan Terhadap idola Pop Sebagai Dasar Intimate Relationship Pada Dewasa Awal: Sebuah Studi Kasus. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial, 02, 53-60.

DeGenova, M. K., & Rice, P. (2005). Intimate Relationship, Marriage and Family. 6th Edition. Boston : McGraw Hill.

Departemen Pendidikan Nasional. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Eagly, A. H. & Chaiken, S. (1993). The Psychology of Attitudes. Fort Worth, TX: Harcourt Brace Jovanovitch.

Engle, Y., Kasser, T. (2005). Why do Adolescent Girls Idolize Male Celebrities ?. Journal of Adolscent Research, 20, 263-283.

Evita, P. (2013). Hubungan Celebrity Worship Dengan Psychological Ownership Pada Fans K-Pop. Skripsi Pada Universitas Pendidikan Indonesia.

Field, A. (2009). Discovering Statistic Using SPSS (3th edition ed.). London: Sage Publication Ltd.


(64)

Hills, M. (2002). Fan Culture. USA: Routledge

Horton, D. & Wohl, R.R. (1956). Mass Communication And Parasocial Interaction. Psychiatry, 19, 215-229

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Ruang Kehidupan. Edisi 5. Jakarta: Erlangga.

Hyman, M.R, Sierra, J.J. (2007). Idolizing Sports Celebrities : A Gateway to Psychopathology. Young Consumers, 11 (3), 226 -238.

Kartono, K. & Gulo, D. (1987). Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya

Korean Culture and Information Service (KOCIS). 2011. The Korean Wave: A New Pop Culture Phenomenon. Ministry of Culture, Sports, and Tourism. Landry, C.C. (2003). Self-efficacy, motivation, and outcome expectation

correlates of college. http://etd.lsu.edu/docs/available/etd-0409103084327/ unrestricted/CHAPTER2.pdf

Lewis, L. A. (1992). The Adoring Audience: Fan Culture and Popular Media. USA: Routledge

Maltby, J., Houran, J., Lange, R., Ashe, D., & McCutcheon, L. E. (2002). Thou Shalt Worship No Other Gods – Unless They are Celebrities: The Relationship Between Celebrity Worship and Religious Orientation. Personality and Individual Differences,32,1157-1172.

Maltby, J., Houran, J., Lange, R., Ashe, D., & McCutcheon, L. E. (2002). Thou shalt worship no other gods—unless they are celebrities: The relationship between celebrity worship and religious orientation. Personality and Individual Differences, 32, 1157–1172.

Maltby, J., Houran, J., & McCutcheon, L. E. (2003). Locating celebrity worship within Eysenck’s personality dimensions. Journal of Nervous and Mental Disease, 191, 25–29.

Maltby, J., Day, L., McCutcheon, L. E., Houran, J., dan Ashe, D. (2006). Extreme Celebrity Worship, Fantasy Proneness And Dissociation : Developing The


(65)

Measurement And Understanding Of Celebrity Worship Within A Clinical Personality Context. Personality And Individual Difference. 40. 273-283 McCutcheon, L. E., Lange, R., & Houran, J. (2002). Conceptualization and

Measurement of Celebrity Worship. The British Psychological Society, 93, 67-87.

McCutcheon, L.E., Ashe, D.D., Houran, J., Maltby, J. (2003). A Cognitive Profile of Individuals Who Tend to Worship Celebrities. The Journal of Psychology: Interdisciplinary and Applied. Vol 137, issue 4.

Miller R.S. (2012). Intimate Relationship (6th Edition). New York: McGraw Hill. Nastiti, A. D. (2010). Korean Wave di Indonesia: Antara Budaya Pop, Internet

dan Fanatisme pada Remaja (Studi Kasus terhadap Situs Asian Fans Club di Indonesia dalam Perspektif Komunikasi Antarbudaya) [Online]. Diakses pada tanggal 15 Februari 2014. Terarsip di http://ml.scribd.com/doc/ 67051422/Korean-Wave-di-Indonesia-Budaya-Pop-Internet-dan-Fanatisme -Remaja.

Raviv, A., Bar-Tal, D., Raviv, A.,& Ben-Horin, A. (1996). Adolescent Idolization of Pop Singers: Causes, Expressions, and Reliance. Journal of Youth and Adolescence, 25, 631-650.

Santrock, J. W. (2002). Life-Span Development (8th ed.). New York: McGraw Hill.

Simon, E.W., Barrett, A.E. (2010). Nonmarital Romantic Relationships and Mental Health in Early Adulthood: Does the Association Differ for Women and Men?. Journal of Health and Social Behavior, 51(2), 168-182.

Sugiono. (2003). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Yue, X.D. and Cheung, C. (2000), Selection of favourite idols and models among Chinese young people: a comparative study in Hong Kong and Nanjing. International Journal of BehavioralDevelopment, Vol. 24 No. 1, pp. 91-8.


(66)

(67)

LAMPIRAN 1


(68)

1 Saya ingin berpacaran karena memiliki seseorang untuk berbagi perasaan yang tidak bisa dilakukan kepada semua orang

2 Saya ingin berpacaran karena memiliki seseorang yang memperhatikan saya lebih intens

3 Saya enggan berpacaran karena membuat saya bergantung pada seseorang

4 Berpacaran akan membuat saya belajar mengurangi keegoisan diri

5 Saya akan berpacaran dengan orang yang dapat saya percayai

6 Saya enggan berpacaran karena membuat saya bergantung pada seseorang

7 Saya enggan berpacaran karena mengharuskan berbagi banyak hal dengan orang lain

8 Saya ingin berpacaran karena memiliki seseorang yang dapat saya andalkan

9 Saya ingin berpacaran karena memiliki seseorang yang akan menjaga saya

10 Berpacaran membuat saya lebih memikirkan konsekuensi atas tindakan yang hendak dilakukan

11 Dengan berpacaran, saya akan terbuka dengan orang yang saya percayai

12 Ketika menemukan orang yang nyaman untuk berbagi cerita pribadi, saya akan mempertimbangkan untuk berpacaran


(1)

LAMPIRAN 5


(2)

UJI NORMALITAS

Descriptive Statistics

N Mean Skewness Kurtosis Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error Intensi 235 98.43 -.148 .159 -.038 .316 ES 235 71.77 -.617 .159 .331 .316 IP 235 60.66 -.097 .159 -.327 .316 BP 235 36.22 .852 .159 1.142 .316 Valid N

(listwise)


(3)

LAMPIRAN 6


(4)

UJI LINEARITAS

Correlations

Intensi ES IP BP Pearson Correlation Intensi 1.000 .252 .100 .089

ES .252 1.000 .809 .605 IP .100 .809 1.000 .765 BP .089 .605 .765 1.000 Sig. (1-tailed) Intensi . .000 .062 .086 ES .000 . .000 .000 IP .062 .000 . .000 BP .086 .000 .000 . N Intensi 235 235 235 235 ES 235 235 235 235 IP 235 235 235 235 BP 235 235 235 235


(5)

LAMPIRAN 7


(6)

UJI HIPOTESIS

I. Uji F (ANOVA)

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 5016.350 3 1672.117 8.111 .000a

Residual 47619.378 231 206.144 Total 52635.728 234

a. Predictors: (Constant), BP, ES, IP b. Dependent Variable: INTENSI

II. Uji T

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 75.796 5.245 14.452 .000

ES .555 .119 .496 4.654 .000 .345 2.895 IP -.325 .127 -.336 -2.554 .011 .226 4.426 BP .068 .142 .047 .482 .630 .414 2.415 a. Dependent Variable: INTENSI

III.R Square

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 .252a .063 .059 14.545 2 .307b .094 .087 14.334 a. Predictors: (Constant), ES